Anda di halaman 1dari 28

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hernia Nucleus Pulposus

2.1.1. Definisi

Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan

melalui lubang yang abnormal. Nukleus pulposus adalah massa setengah cair

yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari

diskus intervertebralis (Company, 2000).

Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang

melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol

(bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis (Autio, 2006).

HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus

Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya

(Lucas, 2003).

Menurut Muttaqin (2008), Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah

turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal

pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus

pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya

HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf

pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan

menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri

menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP.

Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi.


11

Gambar 2.1: HNP (Hansen and Lambert, 2013)

2.1.2. Prevalensi

Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang

paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering

dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian

Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis,

memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua

dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5 (Pinzon, 2012).

HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang

penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside

HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-

80% individu pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri

punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat

dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai

pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah

mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan


12

gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25%

diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Pinzon, 2012).

2.1.3. Anatomi Fungsional Sendi Tulang Belakang

2.1.3.1. Sistem Tulang Vertebra

Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut

vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan.

Panjang rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67

cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-

tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang Vertebra

dikelompokkan dan dinilai sesuai dengan daerah yang ditempatinya, tujuh

vertebra cervikalis, dua belas vertebra thoracalis, lima vertebra lumbalis,

lima vertebra sacralis, dan empat vertebra koksigeus (Pearce, 2009).

Susunan tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus, foramen vertebrale,

foramen intervertebrale, processus articularis superior dan inferior,

processus transfersus, spina, dan discus intervertebralis.

Gambar 2.2: Vertebra (Netter, 2014)


13

1) Korpus

Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung

dipermukaan atas dan bawah (Gibson, 2003). Dari kelima kelompok

vertebra, columna vertebra lumbalis merupakan columna yang paling

besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di vertebra

lumbalis (Bontrager dan Lampignano, 2014).

2) Arcus

Menurut Gibson (2003) Arcus vertebra terdiri dari:

a) Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang

berjalan kearah bawah dari corpus, dengan lekukan pada

vertebra didekatnya membentuk foramen intervertebrale.

b) Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih

berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk

bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan.

3) Foramen vertebrale

Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus dibagian

depan, pediculus dibagian samping, dan lamina dibagian samping

dan belakang.

4) Foramen intervertebrale

Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra

yang berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.


14

5) Processus Articularis Superior dan Inferior

Membentuk persendian dengan processus yang sama pada

vertebra di atas dan di bawahnya.

6) Processus Transversus

Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.

Gambar 2.3: Vertebra (Netter, 2014)

7) Discus Intervertebralis

Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus

pulposus ditengah dan anulus fibrosus di sekelilingnya. Diskus

dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua

lempengan tulang rawan yang tipis.

Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat

semigelatin, nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen,

sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini

berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang

berdekatan. Selain itu. juga memainkan peranan penting dalam


15

pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh darah

kapiler (Autio, 2006).

Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris

yang mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untuk

memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh

struktur spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus

pulposus; dan meredam benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan

simpail di sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang

menarik korpus vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus

pulposus, sedangkan nukleus pulposus bertindak sebagai bola

penunjang antara korpus vertebra.

Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat

panjang kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada

daerah torakal sedangkan yang paling tebal tedapat di daerah lumbal.

Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus

berkurang dan menjadi lebih tipis (Autio, 2006).

Gambar 2.4: Discus Intervertebralis (Autio, 2006)


16

2.1.3.2. Ligament Vertebrae

Banyak studi mengenai spinal ligament menetapkan bermacam

tingkat support pada spine. Termasuk interspinous ligament, ligamentum

flavum, anterior dan posterior longitudinal ligament, capsular ligament,dan

lateral ligament.

1) Interspinous ligament

Merupakan ligament tambahan yang tidak begitu penting

pada sebuah tulang melalui spinous process,penggunaannya pada

saat gerakan significant flexion melawan gaya pada spine. Perlu

diperhatikan bahwa interspinous ligament tidak terdapat pada

L5/S1 dan terdapat sedikit pada L4-L5.

2) Ligamentum Flavum

Merupakan ligament yang kompleks dan kuat, namun

kurang resistance untuk gerakan flexion karena lebih menahan

gerakan kearah ventral.

3) Anterior Longitudinal Ligament

Merupakan ligament yang relative kuat melekat pada tepi

vertebral body (dan tidak begitu melekat pada annulus fibrosus)

pada setiap segmental dari spine.ligament ini berfungsi untuk

menahan gerakan kearah ekstensi.


17

4) Posterior Longitudinal Ligament

Ligament ini tidak sekuat anterior longitudinal ligament.

Ligament ini sebagian besar dempet dengan diskus (annulus

fibrosus).

5) Capsular ligament

Merupakan ligament yang berperan penting untuk

kestabilan vertebra. Tidak begitu banyak gerakan, namun relative

kuat.

Gambar 2.5: Ligament Vertebra (Netter, 2014)

2.1.3.3. Sistem Otot

Menurut Moore dan Agur (2013) otot penggerak batang tubuh secara

langsung atau pun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otot-otot tersebut

adalah m. erector spinae, m. psoas, m. rectus abdominis.


18

1) Musculus Erector Spinae

Origo: berasal melalui tendo yang lebar dari bagian dorsal crista

iliaca, permukaan dorsal sacrum dan processus spinosus

vertebrae lumbalis kaudal, dan ligament supraspinale.

Insertion: M. iliocostalis: lumborum, thoracis, dan cervicis;

serabut melintas kranial ke angulus costae kaudal dan proc.

transversus vertebrae cervicalis.

M. longissimus: thoracis, cervicis dan capitis; serabut melintas

kranial ke costae antara tuberculum costae dan angulus costae,

ke proc. Spinosus di daerah thorakal dan cervical, dan proc.

Mastoideus ossis temporalis.

M. spinalis: thoracis, cervicis dan capitis: serabut melintas

kranial ke proc. Spinosus di daerah torakal kranial dan cranium.

Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi columna vertebralis dan

kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mangatur

gerakan dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap;

bekerja unilateral: laterofleksi columna vertebralis.

2) Musculus Psoas Major

Origo: Proc. Tansversus vertebrae lumbalis; sisi corpus

vertebrae T12-L5 dan discus intervertebralis.

Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor femur.


19

Fungsi: Kontraksi bagian kranial bersama m. illiacus

mengadakan fleksi paha; kontraksi bagian kaudal megadakan

laterofleksi columna vertebralis; berguna untuk mengatur

keseimbangan batang tubuh seaktu duduk; kontraksi bagian

kaudal bersama m. illiacus mengadakan fleksi batang tubuh.

3) Musculus Rectus Abdominis

Origo: Symphysis pubica dan crista pubica

Insertion: Proc. Xiphoideus dan cartilagines costales V-VII

Fungsi: fleksi batang tubuh dan menekan visera abdomen.

Gambar 2.6: Lapisan dalam otot-otot punggung (Netter, 2014)

Gambar 2.7: Lapisan dalam otot-otot abdomen (Netter, 2014)


20

2.1.3.4. Sistem Saraf

Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari

medulla spinalis. Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan

permukaan ventral medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar

ventral (radix anterior) dan akar dorsal (radix posterior). Dalam radix

posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit, jaringan subkutan

dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari serabut

eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah

sebagai berikut: 8 pasang nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5

pasang nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus

coccygeus.
21

2.1.3.5.Biomekanik

Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan

arthrokinematik. Gerak osteokinematik merupakan gerakan yang

berhubungan dengan Lingkup Gerak Sendi. Pada lumbal spine melibatkan

gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi. Sedangkan gerak

arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi pada

persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau glide

terjadi pada permukaan persendian.

1) Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada

sagital plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri

terjadi pada transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65°-

85°, gerakan ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25°-40°, dan

untuk gerakan lateral fleksi 25°, sedangkan gerakan rotasi dengan

sudut normal yang dibentuk adalah 45° (Reese dan bandy, 2010).

2) Arthrokinematik

Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus

intervertebralis tertekan pada bagian anterior dan menggelembung

pada bagian posterior dan terjadi berlawanan pada gerakan ekstensi.

Pada saat lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi

terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan

discus intervertebralis tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara

bersamaan discus intervertebralis sisi kanan menjadi menegang.


22

Pada level lumbal spine, jaringan collagen pada setengah dari lamina

mengarah pada arah yang berlawanan (kira-kira 120°) dari jaringan

setengah lainnya. Setengah jaringan itu lebih mengarah ke kanan

akan membatasi rotasi kekiri.

Pada biomekanik, spine mempertimbangkan kinematic chain.

Ini menggambarkan model pola deskripsi sederhana dari gerak.

Misalnya pada gerakan fleksi normal dari lumbal spine superior

vertebra akan bergerak pada vertebra dibawahnya.L1 akan bergerak

pertama pada L2, L2 selanjutnya akan bergerak pada L3, dan L3

selanjutnya akan bergerak pada L4, begitu seterusnya. Pada keadaan

ini, gerakan arthrokinematik mellibatkan gerakan dari inferior facet

dari vertebra pada superior facet dari caudal vertebra. Superior

vertebra slide ke anterior dan superior pada caudal vertebra. Hingga

facet joint terbuka pada fleksi dan tertutup pada ekstensi (Schenck,

2005)

Gambar 2.10: Diskus Intervertebralis pada Saat Fleksi


(Reese dan Bandy, 2010)
23

Gambar 2.11: Discus Intervertebralis pada Saat Ekstensi


(Reese dan Bandy, 2010)

Gambar 2.12: Discus Intervertebralis pada Saat Lateral


Fleksi (Reese dan Bandy, 2010)

2.1.4. Patologi HNP

2.1.4.1. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan

meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan

kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus . Annulus fibrosus

mengalami perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya,


24

annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah

(Moore dan Agur, 2013).

Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh

karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai

discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus

fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat,

dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat

selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian

pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis,

atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong

terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari

columna spinal (Helmi, 2012).

2.1.4.2. Patogenesis

a.Proses Degenaratif

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago

yang berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada

kolumna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar

vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya

usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia

lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami

hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan ke arah

herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan radiks saraf

spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada bagian


25

kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang

lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan

servikotolarak).

b. Proses Traumatik

Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika

sendi intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih

jauh. Selain degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi,

lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan

abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa

melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi.

Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat

benda dengan cara yang salah dan jatuh.

Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade

berdasarkan keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi

merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: (Grade I) Protrusi

diskus intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa

kerusakan annulus fibrosus., (Grade II) Prolaps diskus

intervertebral: nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran

anulus fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus intervertebral: nukleus

keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum,

longitudinalis posterior., (Grade IV) Sequestrasi diskus

intervertebral: nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis

posterior.
26

Gambar 2.13: Grading dari Hernia Nucleus Pulposus

Berdasarkan MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan

5 stadium :

Tabel 1. Klasifikasi Degenerasi diskus berdasarkan gambaran MRI.

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat

menekan nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding

diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa

tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini

dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen;

inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi

menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri

neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.


27

2.1.4.3. Faktor Resiko

Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang

mengalami HNP:

a. Usia

Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena

annulus fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya

sehingga menjadi kering dan keras, menyebabkan annulus fibrosus

mudah berubah bentuk dan ruptur.

b. Trauma

Terutama trauma yang memberikan stress terhadap

columna vertebralis, seperti jatuh.

c. Pekerjaan

Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat

dan cara mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko

terjadinya HNP

d. Gender

Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1),

hal ini terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria

cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis.

Gambaran Klinis: Gejala klinik bervariasi tergantung pada

derajatnya dan radiks yang terkena. Pada stadium awal, gejala

asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika nucleus pulposus menekan saraf.

Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia (nyeri radikuler). Nyeri
28

biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai

bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala

kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau

cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual.

Nyeri yang timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan

kelemahan otot sesuai dengan miotom yang terkena.

2.1.4.4. Patofisiologi

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum

ferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan

tersebut menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal

ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma

berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya

traumatik ketik hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat

benda berat dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus

dapat mencapai ke korpus tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa

juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian

nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto

rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum

ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut

dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari

low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri

sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika.

Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa


29

nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria

radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan

berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis

mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa

ganjalan (Muttaqin, 2008).

2.1.4.5. Analisa Problematika Fisioterapi menurut ICF

Worid Health Organisation (WHO) menyediakan kerangka kerja

yang efektif bagi fisioterapi untuk lebih memahami keadaan dan

disabilitas pasien dan membantu dalam memprioritaskan pilihan

pengobatan dengan International Classification of Functioning Disability

and Health (ICF). WHO-ICF model terintregrasi dengan baik rehabilitasi,

dan Edward serta model ICD. Penelitian di masa harus memeriksa hasil

terkait dengan mpenggunaan model WHO_ICF yang dirancang secara

memadai uji klinis. Berdasarkan ICF, problematika HNP dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Body structur impairment, meliputi: degenerasi discus intervertebralis

(s7608)

b. Body function impairment meliputi: nyeri punggung bawah (b28013).

c. Activity limitation, meliputi: keterbatasan perawatan diri (mandi,

berpakaian ) (d510), aktivitas duduk ( 4103), berdiri (d 4104),

berjalan (d415), aktivitas mengangkat (d430), tidur (d4100-d4150),

aktifitas sexual (d7702).


30

d. Participation restriction, meliputi: keterbatasan dalam kehidupan

sosial (d9205), bepergian melakukan perjalanan (d920), berolah raga

(d9201).

2.1.4.6.Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri

dipunggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP

terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan

paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral

bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada

punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit

dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex

achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan

didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah

bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar

fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari

kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis

dan bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014).

2.1.4.7. Pemeriksaan HNP Lumbal

2.1.4.7.1. Pemeriksaan Neurologis

Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam

gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex.


31

a. Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada

gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena

akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.

b. Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.

c. Pemeeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon

menghilang, misal APR menurun atau menghilang berarti

menunjukkan segmen S1 terganggu.

Gambar 2.14: Level neurologis yang terganggua sesuai dengan hasil


pemeriksaan fisik.

Adapun tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis hernia nucleus

pulposus (HNP) adalah:

a. Pemeriksaan Range of Movement (ROM)

Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri

maupun secara pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini


32

memperkirakan derajat nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa ada/

tidaknya penyebaran rasa nyeri.

b. Straight Leg Raise (SLR) Test:

Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien

tidur dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara

pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila

timbul rasa nyeri pada saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan

ada kompresi dari akar saraf lumbar.

c. Lasegue Menyilang

Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara

otomatis timbul pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini

menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.

d. Tanda Kerning

Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan

pahanya pada persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat.

Selain itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya

kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai

bawah dan tungkai atas, bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum

tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda kerning positif.

e. Ankle Jerk Reflex

Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi

dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di

tingkat kolumna vertebra L5-S1.


33

f. Knee-Jerk Reflex

Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi

pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat

kolumna vertebra L2-L3-L4.

2.1.4.7.2. Diagnosis Penunjang

a. X-Ray

X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara

akurat.

Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat

mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun,

X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran

penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.

b. Mylogram

Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque

dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga

pada X-ray dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis

spinalis.

c. MRI

Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat

struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak

herniasi.

d. Elektromyografi
34

Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk

mengidentifikasi kerusakan nervus.

2.1.4.8.Tindakan Fisioterapi Standar

Latihan digunakan oleh fisioterapis pada kasus HNP adalah Mc

Kenzie Exercise. Mc Kenzie Exercise direkomendasikan untuk mengurangi

disabilitas dan perbaikan fungsional dalam penanganan penderita nyeri

punggung bawah pada kasus HNP dengan program Back Training

(Albenhaim et al., 2002). Mc. Kenzie Exercise adalah metode perbaikan

tulang belakang dengan gerak ekstensi. Pada gerakan ekstensi nucleus

pulposus akan terdorong ke anterior akibat dari meningkatnya tekanan di

posterior. Sehingga jika latihan ini dilakukan dengan rutin dan ritmis akan

mereposisi posisi nucleus pulposus dalam annlulus fibrosus yang

mengalami herniasi.

Protokol ekstensi pasif bekerja dengan: (1) Peningkatan tekanan

hidrostatik melebihi tekanan osmotik inflamasi sehingga mendorong air ke

arah “collecting system” dari jaringan kapiler vertebral. Tekanan menurun

dalam spongiosa tulang belakang meradang akan meringankan lokal nyeri

punggung, (2) Restorasi dan pemeliharaan berulang dari lordosis lumbal

mungkin meningkatkan kolagen tipe I sintesis menghasilkan prognosis

yang lebih baik, (3) Ekstensi lumbal berulang menciptakan gerak

intersitial diferensial dalam meninges, mengurangi tekanan intra-dural dan

memproduksi ‘fenomena sentralisasi’.


35

2.2 Nerve Stretching

Sebuah tensioner atau teknik tensioning diterapkan dengan gerakan

amplitudo pendek atau besar, dimana jarak pertengahan bagian luar lebih mungkin

untuk mengeksploitasi elongasi saraf dan ketegangan. Sebuah tensioner akan

memanfaatkan kombinasi gerakan bersama yang akan bergantian antara

memanjangkan saraf pada posisi istirahat kemudian melepaskannya.

Tensioners mengeksploitasi sifat viskoelastik dari sistem saraf dengan

gerakan elongasi melalui panjang saluran saraf. Selanjutnya, tensioners telah

terbukti juga dapat menghasilkan pergeraka relatif saraf perifer bersama dengan

peningkatan ketegangan saraf.

Disarankan bahwa tensioner tidak melampaui batas elastis dari saraf dan

tidak berkelanjutan untuk waktu yang lama (melainkan berosilasi), karena dapat

membahayakan dan merusak integritas saraf. Contoh dari tensioner (Gambar

2.15.C), ditargetkan untuk lumbo-sacral akar saraf dan saluran saraf sciatic,

bergerak dari posisi duduk dengan tulang belakang diekstensi, pinggul dan lutut

tertekuk dan pergelangan kaki plantar fleksi (PF) pada posisi slump-sitting,

dimana cervical dan trunk fleksi dikombinasikan dengan ekstensi lutut dan

pergelangan kaki dorsi fleksi (DF).

2.3 Nerve Gliding

Setelah gerakan anggota badan awal, pada posisi slump-sitting, dimana

cervical dan trunk fleksi dikombinasikan dengan fleksi lutut dan pergelangan kaki

plantar fleksi (PF). Selanjutnya, cervical dan trunk ekstensi dikombinasikan


36

dengan ekstensi lutut dan pergelangan kaki dorsi fleksi (DF) yang kemudian

memungkinkan saraf geser (baik melintang atau membujur) terjadi.

Sebuah slider neurodynamic atau teknik geser adalah manuver yang

bertujuan untuk menghasilkan gerakan geser struktur saraf relatif terhadap

jaringan yang berdekatan. Slider merupakan sarana fisik yang dapat

mempengaruhi pergerakan saraf, bergerak tanpa merubah panjang saraf, tanpa

mengakibatkan ketegangan tinggi pada saraf.

Slider menghasilkan kombinasi gerakan yang memanjangkan saraf pada

posisi istirahat sementara satu mengakhiri secara bersamaan melepaskan

ketegangan dari ujung yang lain. Kombinasi dari gerakan memungkinkan saraf

untuk meluncur di sepanjang gradien tegangan menjelang akhir dari saluran

dimana tegangan diterapkan. Ketika ini terjadi, excursion saraf dipromosikan

tanpa peningkatan proporsional dalam ketegangan saraf yang terkait dengan

elongasi atau tensioning manuver. Hal ini diyakini bahwa slider mungkin juga

memiliki efek internal mempromosikan interfascicular dan antar-serat geser.

Slider telah lebih dikategorikan sebagai salah menjadi salah satu berakhir

atau dua-berakhir. Sebuah satu-ended slider mengeksploitasi perjalanan saraf oleh

memanfaatkan gerakan bersama di salah satu ujung saluran saraf melalui besar,

awal-pertengahan rentang gerakan sebelum saat perpanjangan saraf dapat terjadi.

Sebuah contoh dari slider satu ended untuk saraf dan lumbo sacral akar saraf

sciatic akan menggunakan ekstensi lutut di duduk (dari flexi mid-range ke arah

ekstensi), dengan posisi leher netral atau ekstensi (Gambar 2.15.B).


37

Dua berakhir slider memanfaatkan kombinasi gerakan bersama dengan

meningkatkan elongasi di salah satu ujung tempat tidur saraf sementara secara

bersamaan melepaskan ketegangan dari aspek yang jauh dari tempat tidur saraf.

Contoh dari slider dua-ended untuk saraf dan lumbo-sacral akar saraf sciatic akan

memanfaatkan ekstensi lutut simultan dan ekstensi leher pada posisi duduk

(Gambar 2.15.A). Bergantung kepada kombinasi gerakan bersama yang

digunakan, dan mengeksploitasi fenomena konvergensi, slider dapat dirancang

untuk mendorong baik proksimal atau perifer distal excursion saraf.

Gambar 2.15 : Teknik Mobilisasi Saraf

Anda mungkin juga menyukai