Anda di halaman 1dari 40

EXONDONTIA

1. Pengertian Exodontia/ Pencabutan


Exodontia adalah tindakan oprasi yang dimaksudkan untuk mengeluarkan gigi atau

bagian gigi dari socketnya (Haryono M, 1981). Sedangkan Geoffrey L. Howe (1999)

berpendapat bahwa pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit padaa sat gigi

utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi,sehingga bekas

pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik paska

pencabutan di masa mendatang. Bahan-bahan anastesi ada beberapa pembagian,yaitu : ada yang

berbentuk cairan,salep,dan gel,berdasarkan penggunaannya ada yang di spray,oles,dan temple

yang berbahan Chlor etil,xylestesin,dan xylocain.

Menurut Haryono Mangukusumo (1981), perkerjaan exodontia tidak dapat dipisahkan

dengan tindakan oprasi pada umumnya. Oleh karena itu sebaiknya dalam melakukan tindakan

exodontia selalu harus diingat tentang aturan-aturan pada oprasi pada umumnya.

Aturan-aturan yang harus diingat antara lain :

- Aturan mengenai kerja didalam klinik ataupun rumah sakit yang mana banyak

hubunganya dengan kebersihan ruang atau pakaian operator maupun asistennya,

organisasi dalam klinik,cara pengisian kartu,dan cara pemeriksaan penderita.

- Sterilisasi alat operasi

- Penggunaan alat-alat operasi,pemilihan alat-alat operasi

- Ilmu perawatan luka post exodontia.


2. Macam-macam jenis Anastesi Pencabutan

Ada beberapa jenis anastesi yang dipergunakan dalam proses pencabutan gigi,yaitu :

 Anastesi Lokal

Anastesi lokal merupakan anastesi yang paling umum dilakukan prosedur invasi
sederhana misalnya pencabutan gigi. Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara
reversibel sepanjang akson saraf dan membran eksitabel lainnya yang menggunakan saluran
natrium sebagai alat utama pembangkit potensial aksi.

Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi di daerah terbatas dari tubuh
disebabkan oleh depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi saraf
tepi.

Anestesi lokal menekan nyeri dengan membloking impuls sepanjang akson. Penekanan
nyeri tidak menyebabkan depresi umum dari semua sistem saraf. Lokal anestesi dapat
diberikan secara topikal dan dengan injeksi (infiltrasi lokal, blok nervus periperal
[axillary], IV regional [Bier Block], epidural, dan spinal).

Lokal anestesi diindikasikan untuk perawatan yang berpotensial menyebabkan


kegelisahan atau nyeri. Anestesi mencegah baik pasien maupun dokter dari antisipasi
kegelisahan, sehingga memungkinkan keduanya untuk lebih santai dan membuat
perawatan lebih nyaman.

Jenis anatesi lokal yang umum dipergunakan adalah :

o Anastesi infiltrasi
Berupa nerve block anastesi,dimana obat anastesi akan disuntikkan dekat dengan
cabang syaraf untuk menghilangkan sensasi serta membuatnya mati rasa. Jenis obat
yang umum dipergunakan adalah lidocaine. Selain dalam proses pencabutan gigi,jenis
anastesi lokal ini juga dipergunakan untuk prosedur lain misalnya menambal lubang
gigi atau perawatan masalah gusi.jarum yang digunakan untuk melakukan anastesi
memiliki ukuran yang berbeda-beda,yaitu :
1. Panjang 32 mm
2. Pendek 20 mm
3. Super pendek 10 mm

Jarum-jarum tersebut digunakan pada daerahnya masing-masing seperti jarum pendek


pada jaringan lunak,jarum panjang untuk injeksi lebih dalam. Jarum-jarum tersebut
memiliki ciri tajam,lurus,bevel relative pendek,sekali pakai, Citojet untuk injeksi
intraligamen.

Gambar 1 a. citojet Gambar 1 b. Suntik anastesi

Anastesi infiltrasi ini juga sering dilakukan pada RA/RB,daya penetrasi nya cukup dalam.
Tempat dilakukannya anastesi infiltrasi adalah daerah bukal/labial RA/RB,daerah
palatal/lingual.

Gambar 2 a. Anastesi gigi posterior atas Gambar 2 b. Anastesi gigi anterior atas
Gambar 2 c. Anastesi gigi anterior bawah Gambar 2 d. Anastesi gigi anterior atas bagian palatal

Gambar 2 e. Obat anastesi lidocaine

o Topikal anastesi
Cara ini biasanya dipergunakan sebagai persiapan sebelum penyuntikan anastesi
lokal,atau bisa juga di pergunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat penyakit mulut
sejenis sariawan. Beberapa klinis menyarankan penggunaan anastesi topikal sebelum
injeksi. Sulit untuk menentukan seberapa efektifnya cara ini namun memiliki nilai
psikologis, karena dapat memperkecil rasa sakit saat pemberian anastesi lokal, tetapi
anastesi topikal tidak dapat menggantikan teknik injeksi. Anastesi topikal efektif pada
permukaan jaringan (kedalaman 2-3 mm).
Cara melakukan anastesi topikal adalah :
1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi topikal.
2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik (gambar 3) ±
15 detik (tergantung petunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat tidak efektif.
3. Pasien bayi dapat menggunakan syring tanpa jarum untuk mengoleskan topikal
aplikasi (gambar 3 c)
Gambar 3 a. topical anastesi bagian bukal Gambar 3 b. topical anastesi bagian labial

Gambar 3 c. topical anastesi pada bayi

4. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa minimal 2 menit,


agar obat bekerja efektif. Salah satu kesalahan yang dibuat pada pemakaian
anastesi topikal adalah kegagalan operator untuk memberikan waktu yang cukup
bagi bahan anastesi topikal untuk menghasilkan efek yang maksimum.

o Anastesi Blok
Pencabutan molar tetap pada anak sama seperti orang dewasa nervus alveolaris inferior
harus diblok. Foramen mandibula pada anak terletak setingkat di bawah dataran oklusal
gigi sulung, oleh karena itu injeksi dibuat lebih rendah dan lebih posterior daripada
pasien dewasa.
Gambar 4 a. anastesi blok Gambar 4 b. anastesi blok

Gambar 4 c

Anastetikum dideponir sedikit ketika jarum telah masuk ke jaringan, jarum dimasukkan
menuju foramen mandibula dan anastetikum dideponir. Anastetikum untuk nervus
alveolaris inferior ± 1 ml dan untuk nervus bukal, Sejumlah anastetikum dideponir
sepanjang lipatan bukal. Sejumlah ( ± ½ cc) anastetikum dideponir saat penarikan jarum
setelah melakukan blok anastesi nervus alveolaris inferior, maka nervus lingualis akan
teranastesi.

o Anastesi Tambahan
- Anastesi Intraligamen
Suntikan ini menjadi populer belakangan ini setelah adanya syringe khusus untuk
tujuan tersebut. Suntikan intraligamen dapat dilakukan dengan jarum dan syringe
konvensional tetapi lebih baik dengan syringe khusus karena lebih mudah
memberikan tekanan yang diperlukan untuk menyuntikan ke dalam periodontal
ligamen. Suntikan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen.
Caranya :
1. Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus gingiva
dengan rubber cup dan pasta profilaksis dan berikan desinfektan dengan
menggunakan cotton pellet kecil.
2. Masukkan jarum ke dalam sulkus gingiva pada bagian mesial distal gigi dengan
bevel jarum menjauhi gigi.
3. Tekan beberapa tetes larutan ke dalam sulkus gingiva untuk anastesi jaringan di
depan jarum
4. Gerakkan jarum ke apikal sampai tersendat diantara gigi dan crest alveolar
biasanya kira-kira 2 mm (Gambar 22a dan 22b).
5. Tekan perlahan-lahan. Jika jarum ditempatkan dengan benar harus ada hambatan
pada penyuntikan dan jaringan di sekitar jarum memutih. Jika tahanan tidak
dirasakan, jarum mungkin tidak benar posisinya dan larutan yang disuntikkan akan
mengalir ke dalam mulut.
6. Suntikan perlahan-lahan, banyaknya 0,2 ml.
7. Untuk gigi posterior, berikan suntikan di sekitar tiap akar.
8. Dapat pula diberikan penyuntikan di bagian mesial dan distal akar tetapi
dianjurkan bahwa tidak lebih dari 0,4 ml larutan disuntikan ke tiap akar.
9. Cartridge harus dibuang dan tidak boleh digunakan untuk pasien yang lain,
walaupun sedikit sekali larutan yang digunakan.
 Anastesi Umum
Untuk prosedur oral yang jauh lebih kompleks, penggunaan anestesi lokal tidaklah
cukup. Prosedur seperti rekonstruksi wajah dan rahang merupakan salah satu contoh
prosedur yang membutuhkan anestesi umum.Pasien yang memiliki riwayat penyakit
seperti penyakit jantung atau penyakit lain juga ada baiknya menggunakan anestesi
umum yang dilakukan di rumah sakit sebagai bentuk pencegahan.

3. Teknik Pencabutan Gigi permanen dan desidui


1. Posisi pasien
Untuk memastikan visualisasi dan kenyamanan yang memadai selama berbagai
manipulasi yang diperlukan untuk ekstraksi gigi, kursi gigi (dental chair) harus selalu
diposisikan dengan benar. Untuk ekstraksi gigi rahang atas, mulut pasien harus
berada pada ketinggian yang sama dengan bahu dokter gigi dan sudut antara kursi
gigi dan bidang horizontal (lantai) harus sekitar 120°. Selain itu, permukaan oklusal
gigi rahang atas harus berada pada sudut 45° dibandingkan dengan horizontal saat
mulut terbuka. Selama ekstraksi pada gigi mandibula, kursi diposisikan lebih rendah,
sehingga sudut yang dihasilkan antara dental chair dan bidang horizontal sekitar 110°.
Selain itu, permukaan oklusal gigi rahang bawah harus sejajar dengan bidang
horisontal ketika mulut pasien terbuka.

Posisi dokter gigi selama ekstraksi menggunakan tang ada di depan dan di sebelah
kanan pasien sedangkan untuk dokter gigi kidal harus berada di depan dan di sebelah
kiri pasien. Untuk ekstraksi gigi mandibular anterior dokter gigi harus berada di
depan pasien atau di belakang mereka dan di sebelah kanan mereka ; dokter gigi kidal
harus di depan mereka atau di belakang mereka dan ke kiri mereka.
2. Ekstraksi
Ekstraksi terbagi menjadi dua tahap, yaitu pertama gigi dipisahkan dari jaringan lunak
sekitarnya menggunakan desmotome atau elevator dan kedua gigi diangkat dari
socket menggunakan tang atau elevator.
2.1 Memisahkan gigi dari jaringan lunak
1. Memutuskan perlekatan jaringan lunak
Langkah pertama dalam ekstraksi gigi adalah memutuskan atau melonggarkan
jaringan lunak sekitar gigi. Dua instrumen yang diperlukan untuk memutuskan
jaringan lunak adalah desmotomes lurus dan melengkung. Desmotome lurus
digunakan untuk enam gigi anterior rahang atas, sedangkan desmotome melengkung
digunakan untuk sisa gigi rahang atas dan semua gigi rahang bawah. Desmotome
dipegang pada tangan dominan, dengan pegangan pena lalu diposisikan di bagian
bawah sulkus gingiva, digunakan untuk memutuskan ligamen periodontal. Hal ini
dilakukan dalam satu gerakan berkelanjutan, mulai dari permukaan distal gigi dan
bergerak menuju permukaan mesial, dimulai dari bukal dan kemudian lingual atau
palatal. Disaat yang bersamaan, jari telunjuk dan ibu jari dari tangan yang tidak
dominan yang diposisikan di bukal dan palatal atau jari telunjuk dan jari tengah
posisikan di bukal dan lingual, hal ini bertujuan untuk melindungi jaringan lunak dari
cedera (lidah, pipi dan palatum).
2. Merendahkan jaringan lunak atau gingiva sekitar gigi dengan dua instrumen yang
disebut Chompret Elevator. Elevator ini digunakan untuk mendorong atau sedikit
merendahkan gingiva disekitar gigi. Beberapa orang menyarankan bahwa
merendahkan jaringan lunak tidak diperlukan karena mereka memutuskan sudah
cukup, sementara yang lain menganggap bahwa merendahkan jaringan lunak adalah
prosedur yang lebih tepat dibandingkan dengan memutuskan jaringan lunak. Faktanya
tetap bahwa memutuskan jaringan lunak adalah prosedur kurang traumatis
dibandingkan dengan prosedur ini. Prosedur ini dilakukan dengan cara yang sama
seperti memutuskan jaringan lunak tetapi dengan gerakan yang sedikit berbeda yaitu
dengan sedikit tekanan dan dalam ke arah luar.
3. Ekstraksi dengan teknik forceps Teknik ini mengajarkan cara yang benar untuk
memegang tang dan gigi itu sendiri, memasukan tang pada gigi, dan arah gerakan
selama ekstraksi. Tang ekstraksi dipegang di tangan dominan, sedangkan ibu jari
secara bersamaan ditempatkan diantara pegangan tepat di belakang engsel, sehingga
tekanan pada gigi dikendalikan Tangan yang tidak dominan juga memainkan peran
penting dalam prosedur ekstraksi.
2.2 Ekstraksi dengan teknik forcep
Setelah melepaskan gigi dari jaringan lunak, paruh-paruh forsep diposisikan di
garis serviks gigi sejajar dengan sumbu panjang, tanpa menggenggam tulang atau
gingiva pada waktu yang sama. Gerakan ekstraksi awal harus dengan sangat
lembut diawali dari bukal dan kemudian palatal atau lingual. Gerakan harus
semakin besar secara bertahap dan tekanan bukal lebih besar dari palatal dan
lingual, hal ini dikarenakan tulang labial atau bukal lebih tipis dan lebih elastis
dibandingkan dengan palatum atau lingual. Jika anatomi akar tunggal dan kerucut
gaya rotasi dapat diterapkan selain buccopalatal atau tekanan buccolingual.
Gerakangerakan ini memperluas tulang alveolar dan juga memutuskan semua
serabut periodontal. Gaya tarik ringan juga digunakan pada saat yang sama.
Selama proses akhir dari ekstraksi, gaya tarik tidak dipernolehkan karena resiko
kerusakan akibat pencabutan gigi secara tibatiba dan resiko forsep mengetuk gigi
yang berlawanan. Untuk menghindari kemungkinan seperti itu, gerakan ekstraksi
akhir harus ke arah labial atau bukal dan arah melengkung yang keluar dan ke atas
untuk rahang atas , dan ke luar dan ke bawah untuk mandibula . Sebelum gigi
dikeluarkan dari soket , jaringan lunak antara gigi dan gusi harus diperiksa untuk
melihat kemungkinan jaringan lunak masih melekat pada gigi. Jika hal ini terjadi,
gingiva harus benar-benar dipisahkan dari gigi karena ada risiko merobek
jaringan.

Teknik ekstraksi untuk gigi rahang atas


1. Gigi incisivus Rahang Atas Gigi incisivus RA diekstraksi menggunakan upper
universal forceps (no. 150) walau pun forceps lain bisa digunakan. Gerakan
awal pada ekstraksi ini harus pelan, konstan dan tegas pada arah labial yang
akan memperluas crestal buccal bone. Setelah itu dilakukan gerakan memutar
yang lebih pelan. Gerakan memutar tersebut harus diminimalisasi pada
ekstraksi gigi insisif lateral terutama jika ada lekukan pada gigi.
2. Gigi kaninus rahang atas Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan
untuk menggunakan upper universal forceps (no. 150). Gerakan awal
ekstraksi gigi caninus dilakukan pada aspek buccal dengan tekanan ke arah
palatal. Sedikit gaya berputar pada forceps mungkin berguna untuk
memperluas socket gigi,terutama jika gigi sebelahnya tidak atau telah di
ekstraksi. Setelah gigi terluksasi dengan baik, gigi bisa di cabut dari socket ke
arah labial-incisal dengan labial tractional forceps.
3. Gigi premolar 1 Rahang Atas Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper
universal forceps (no. 150). Sebagai alternatif, bisa juga digunakan forceps no.
150A. gigi harus diluksasi sebanyak mungkin dengan menggunakan elevator
lurus. Gaya berputar harus dihindari pada gigi ini agar tidak terjadi fraktur
akar.

4. Gigi premolar 2 Rahang Atas Forceps yang direkomendasikan untuk ekstraksi


gigi ini adalah forceps no. 150 atau 150 A. gigi ini memiliki akar yang kuat,
sehingga pergerakan yang kuat bisa diberikan pada ekstraksi gigi ini.
5. Gigi molar Rahang Atas Forceps no. 53 R dan 53 L biasanya digunakan
untuk ekstraksi gigi molar rahang atas. Paruh pada forceps ini memiliki
bentuk yang pas pada bifurkasi buccal. Beberapa dokter gigi memilih untuk
menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut upper cowhorn
forceps. Kedua forceps tersebit biasa digunakan untuk gigi molar yang
memiliki karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi
gigi molar ketiga yang sudah erupsi, biasanya menggunakan forceps 210 S
yang bisa dgunakan untuk sebelah kiri atau kanan. Pergerakan dasar ekstraksi
gigi molar biasanya menggunakan tekanan yang kuat buccal dan palatal, akan
tetapi gaya yang diberikan pada buccal lebih besar dibandingkan yang ke arah
palatal. Gaya rotational tidak digunakan pada ekstraksi gigi ini karena gigi
molar rahang atas memiliki 3 akar.

Teknik ekstraksi gigi Rahang Bawah


Ekstraksi Rahang bawah dianjurkan untuk menggunakan bite block. Selain itu, tangan
operator juga harus selalu menyokong rahang bawah
1. Gigi anterior rahang bawah Lower universal forceps (no. 151) biasanya
digunakan untuk ekstraksi gigi rahang bawah anterior. Pergerakan ekstraksi
biasanya dilakukan ke arah labial dan lingual, dengan menggunakan tekanan yang
sama besar. Gigi dicabut menggunakan tractional forceps pada arah labial-incisal.
2. Gigi premolar rahang bawah Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah,
biasanya digunakan juga forceps no. 151. Akan tetapi forceps no. 151A bisa
dijadikan alternatif. Pergerakan awal diarahkan ke aspek buccal lalu kembali ke
aspek lingual dan akhirmya berotasi. Pergerakan rotasi sangat diperlukan pada
ekstraksi gigi ini. 3. Gigi molar Rahang Bawah Forceps no. 17 biasanya
digunakan untuk ekstraksi gigi ini. Pergerakan kuat pada arah buccolingual
digunakan unutuk memperluas socket gigi dan memberikan kemudahan gigi
untuk di ekstraksi pada arah buccoocclusal. Untuk mengekstraksi gigi molar
ketiga yang telah erupsi, biasanya digunakan forceps no. 222
4. Posisi Operator dan Posisi Paien saat Melakukan Pencabutan gigi pada
Rahang Atas dan Bawah

Posisi kerja operator,asisten,dan pasien berdasarkan arah jarum jam baik dalam keadaan
duduk maupun berdiri.
Pembagian zona kerja
Ada 4 zona pada posisi kerja berdasarkan arah jarum jam:
o Zona operator berada pada posisi arah jarum jam 7-1
o Zona asisten berada pada posisi arah jarum jam 2-4
o Zona statis (untuk instrumen dan bahan) berada pada posisi arah jarum jam 12-2 .
o Zona transfer berada pada posisi arah jarum jam 4-7
Gambar 5 a. pembagian zona kerja Gambar 5 b.pembagian zona kerja
berdasarkan arah jarum jam berdasarkan arah jarum jam

Di bawah ini ada beberapa gambaran mengenai posisi kerja berdasarkan arah jarum
jam,walaupun sebenarnya posisi kerja bisa juga berubah tergantung dari lingkungan
klinik,perawatan yang dilakukan (misal: pencabutan, penambalan, scalling dll) serta
kenyamanan dari masing-masing individu.

Posisi kerja sesuai arah jarum jam

1. Untuk Pencabutan Gigi Molar Kiri Rahang Atas


 Posisi operator pada jam 08.30
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangkan meja instrumen pada jam 12.00
 Kepala pasien menoleh kearah oprator.

2. Untuk Pencabutan Gigi I,c,p Kiri Rahang Atas


 Posisi operator pada jam 09.00
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangkan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menoleh kearah oprator.

3. Untuk Penvabutan Gigi Molar Kanan Rahang Atas


 Posisi oprator pada jam 08.00
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangkan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menoleh kearah asisten.

4. Untuk Pencabutan Gigi I,c,p Kanan Rahang Atas


 Posisi oprator pada jam 09.00
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangkan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menoleh kearah asisten.

5. Untuk Pencabutan Gigi Molar Kiri Rahang Bawah


 Posisi oprator pada jam 10.00
 Asisten pada jam 03.00
 Sedangkan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menghadap kedepan.
6. Untuk Pencabutan Gigi I,c,p Kiri Rahang Bawah
 Posisi oprator pada jam 12.00
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangakan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menghadap kedepan.

7. Untuk Pencabutan Gigi Molar Kanan Rahang Bawah


 Posisi oprator pada jam 08.00
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangkan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menoleh kearah asisten.

8. Untuk Pencabutan Gigi I,c,p Kanan Rahang Bawah


 Posisi oprator pada jam 08.00
 Asisten pada jam 02.00
 Sedangkan meja instrument pada jam 12.00
 Kepala pasien menoleh kearah asisten.

Gambar 6 a. posisi oprator dan pasien Gambar 6 b.posisi oprator dan pasien

Saat proses tindakan saat proses tindakan


Gambar 6 c. posisi oprator dan paien Gambar 6 d.posisi oprator dan pasien

Saat proses tindakan saat prises tindakan

5. Macam-macam Komplikasi Pasca Ekstraksi Gigi


Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan bervariasi pula
dalam akibat yang ditimbulkannya. Komplikasi tersebut kadang-kadang tidak dapat
dihindarkan tanpa memandang operator, kesempurnaan persiapan dan keterampilan
operator. Pada situasi perawatan tertentu sekalipun persiapan pra operasi telah
direncanakan sebaik mungkin untuk mencegah atau mengatasi kemungkinan timbulnya
kesulitan melalui hasil diagnosis secara cermat dan operator telah melaksanakan prinsip-
prinsip bedah dengan baik selama pencabutan gigi.
Macam-macam komplikasi
 Komplikasi lokal
 Komplikasi lokal saat pencabutan gigi.
 Komplikasi lokal setelah pencabutan gigi.
 Komplikasi sistemik

Jenis komplikasi yang dapat terjadi

 Kegagalan dari :

 Pemberian anastetikum.

 Mencabut gigi dengan tang atau elevator.


 Fraktur dari :
 Mahkota gigi yang akan dicabut.
Fraktur mahkota gigi selama pencabutan mungkin sulit dihindarkan pada gigi
dengan karies besar sekali atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga
disebabkan oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bila tang diaplikasikan pada
mahkota gigi bukan pada akar atau masa akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang
tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Juga bisa disebabkan oleh pemilihan tang
dengan ujung yang terlalu lebar dan hanya memberi kontak satu titik sehingga gigi
dapat pecah bila ditekan. Dapat pula disebabkan karena tangkai tang tidak dipegang
dengan kuat sehingga ujung tang mungkin terlepas/bergeser dan mematahkan
mahkota gigi. Selain itu juga fraktur mahkota gigi bisa disebabkan oleh pemberian
tekanan yang berlebihan dalam upaya mengatasi perlawanan dari gigi. Untuk itulah
operator harus bekerja sesuai dengan metode yang benar dalam melakukan
pencabut an gigi. Tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan
memberitahukan kepada pasien bahwa ada gigi yang tertinggal kemudian dicari
penyebabnya secara klinis dengan melalui bantuan radiografi. Pemeriksaan dengan
radiografi dilakukan untuk memperoleh petunjuk yang berguna untuk
mengidentifikasi ukuran dan posisi fraktur gigi yang tertinggal. Selanjutnya
operator mempersiapkan 4 alat yang diperlukan untuk menyelesaikan pencabutan
dan menginformasikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk tindakan tersebut.
Sedangkan metode yang digunakan bisa dengan cara membelah bifurkasi (metode
tertutup) atau dengan dengan pembedahan melalui pembukaan flap (metode
terbuka).
 Akar gigi yang akan dicabut.

Fraktur yang menyebabkan fraktur mahkota mungkin juga menyebabkan fraktur


akar. Meskipun idealnya semua fragmen akar harus dikeluarkan, tetapi alangkah
bijaksana untuk meninggalkannya pada keadaan-keadaan/kasus-kasus tertentu.
Akar gigi dapat dianggap sebagai fragmen akar gigi bila kurang dari 5 mm dalam
dimensi terbesarnya. Pada pasien yang sehat sisa akar dari gigi sehat jarang
menimbulkan masalah dan dalam kebanyakan kasus fragmen akar tersebut boleh
ditinggalkan kecuali bila posisinya memungkinkan untuk terlihat secara jelas.
Pencabutan dari 1/3 apikal akar palatal molar atas bila harus mengikut sertakan
pembuangan sejumlah besar tulang alveolar dan mungkin dipersulit dengan
terdorongnya fragmen kedalam sinus maxlillaris atau menyebabkan terbentuknya
fistula oro antral pada kebanyakan kasus lebih baik dipertimbangkan untuk
ditinggalkan dan tidak diganggu. Dan jika diindikasikan untuk dikeluarkan
sebaiknya didahului dengan pemeriksaan radiografi dan dilakukan oleh operator
yang berpengalaman dengan menggunakan teknik pembuatan flap.

 Tulang alveolar.

Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar secara
tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu
sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau adanya perubahan
patologis dari tulang itu sendiri. Penanggulangannya dengan cara membuang
fragmen alveolar yang telah kehilangan sebagian besar perlekatan periosteal
dengan menjepitnya dengan arteri klem dan 5 melepaskannya dari jaringan lunak.
Selanjutnya bagian yang tajam bisa dihaluskan dengan bone file dan dapat
dipertimbangkan apakah diperlukan penjahitan untuk mencegah perdarahan.

 Tuberositas maxilla.

Fraktur tuber maxillaris kadang-kadang dapat terjadi karena penggunaan elevator


yang tidak terkontrol, dapat pula disebabkan geminasi patologis antara gigi molar
kedua atas yang telah erupsi dengan gigi molar ketiga atas yang tidak erupsi.
Penanggulangannya maka kita harus meninggalkan pemakaian tang atau elevator
dan dibuat flap muko periosteal bukal yang luas, tuber yang fraktur dan gigi
tersebut kemudian dibebaskan dari jaringan lunak pada palatal dengan alat tumpul
(raspatorium) dan kemudian gigi dikeluarkan dari soketnya. Flap jaringan lunak
kemudian dilekatkan satu sama lain dan dijahit.

 Gigi sebelahnya/gigi antagonis.

Fraktur seperti ini dapat dihindarkan dengan cara pemeriksaan pra operasi secara
cermat apakah gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut mengalami
karies, restorasi besar, atau terletak pada arah pencabutan. Bila gigi yang akan
dicabut merupakan gigi penyokong jembatan maka jembatan harus dipotong dulu
dengan carborundum disk atau carborundum disk intan sebelum pencabutan. Bila
gigi sebelahnya terkena karies besar dan tambalannya goyang atau overhang maka
harus diambil dulu dan ditambal denga tambalan sementara sebelum pencabutan
dilakukan. Tidak boleh diaplikasikan tekanan pada gigi yang berdekatan selama
pencabutan dan gigi lain tidak boleh digunakan sebagai fulkrum untuk elevator
kecuali bila gigi tersebut juga akan dicabut pada kunjungan yang sama. Gigi
antagonis bisa fraktur jika gigi yang akan dicabut tiba-tiba diberikan tekanan yang
tidak terkendali dan tang membentur gigi tersebut. Teknik pencabutan yang
terkontrol secara cermat dapat 6 mencegah kejadian tersebut. Penggunaan mouth
gags dan penyangga gigi yang tidak bijaksana dapat menyebabkan kerusakan
pada gigi lain selain gigi yang akan dicabut, terutama pada anastesi umum.
Adanya gigi dengan restorasi besar atau gigi goyang, mahkota tiruan atau
jembatan harus dicatat dan diperhatikan oleh anastesi. Gigi-gigi tersebut harus
dihindarkan bila mungkin dan mouth gags/pengganjal gigi dipasang ditempat
yang aman dari hal-hal diatas.

 Mandibula.

Fraktur mandibula dapat terjadi bila digunakan tekanan yang berlebihan dalam
mencabut gigi. Bila tidak dapat dicabut dengan tekanan sedang maka harus dicari
penyebabnya dan diatasi. Selain itu juga bisa disebabkan oleh adanya hal-hal
patologis yang melemahkan misalnya, adanya osteoporosis senile,atrofi,
osteomyelitis, post terapi radiasi atau osteo distrofi seperti osteitis deforman,
fibrous displasia, atau fragile oseum. Fraktur mandibula pada saat pencabutan gigi
bisa pula disebabkan oleh gigi yang tidak erupsi, kista atau tumor. Pada keadaan
tersebut pencabutan gigi hanya boleh dilakukan setelah pemeriksaan radiografis
yang cermat serta dibuat splint sebelum operasi. Pasien harus diberitahu sebelum
operasi tentang kemungkinan fraktur mandibula dan bila komplikasi ini terjadi
penanganannya harus sesegera mungkin. Untuk alasan-alasan tersebut sebagian
besar dapat ditangani dengan baik oleh ahli bedah mulut. Bila fraktur terjadi pada
praktek dokter gigi maka dilakukan fiksasi ekstra oral dan pasien dirujuk
secepatnya ke Rumah Sakit terdekat yang ada fasilitas perawatan bedah mulut.

 Dislokasi dari :

 Gigi sebelahnya.

Dislokasi dari gigi yang berdekatan. Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama
pencabutan ini dapat dihindari dengan menggunakan elevator yang tepat dan
sebagian besar tekanan dititik beratkan pada septum interdental. Selama 7
penggunaan elevator jari harus diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan gigi
yang akan dicabut untuk mendeteksi adanya kegoyangan pada gigi yang
berdekatan dengan gigi yang akan dicabut.

 Sendi temporo mandibula.

Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren tidak boleh
dikesampingkan. Komplikasi ini pada pencabutan dapat dicegah bila pembukaan
rahang bawah tidak sampai maksimal dan bila rahang bawah dipegang (fiksasi)
dengan baik oleh operator selama pencabutan. Dislokasi dapat pula disebabkan
oleh penggunaan mouth gags yang ceroboh. Jika terjadi dislokasi maka mouth
gags harus dikurangi regangannya. Cara penanggulangan dislokasi temporo
mandibular joint operator berdiri didepan pasien dan menempatkan ibu jarinya
kedalam mulut pada Krista oblique eksterna, dilateral gigi molar bawah yang ada,
dan jari-jari lainnya berada ditepi bawah mandibula secara ekstra oral, tekan
kebawah dari kedua ibu jari, kemudian dorong ke posterior, kemudian lepaskan
sehingga rahang oklusi selanjutnya dilakukan fiksasi dengan elastic verban
(fiksasi ekstra oral). Kemudian pasien diingatkan agar tidak membuka mulut
terlalu lebar atau menguap terlalu sering selama beberapa hari pasca operasi.
Perawatan dislokasi temporo mandibular joint tidak boleh terlambat karena dapat
menyebabkan spasme otot akibatnya mempersulit pengembalian sendi temporo
mandibular joint pada tempatnya kecuali dibawah anastesi umum.

 Berpindah akar gigi :


 Masuk ke jaringan lunak.

Masuknya akar gigi ke dalam jaringan lunak. Berpindahnya akar gigi masuk
kedalam jaringan lunak merupakan komplikasi yang biasanya terjadi karena akar
gigi tidak dipegang secara efektif pada keadaan lapang pandang yang terbatas.
Komplikasi ini dapat dihindari bila operator mencoba untuk memegang akar
dengan pandangan langsung

 Masuk ke dalam sinus maxillaris.

Masuknya akar gigi ke dalam sinus maxillaris. Komplikasi ini biasanya pada
pencabutan gigi premolar/molar rahang atas dan yang lebih sering akar palatal.
Adanya sinus yang besar adalah faktor predisposisi tapi insiden ini dapat
dikurangi bila petunjuk sederhana ini diperhatikan :

a. Jangan menggunakan tang pada akar gigi posterior atas kecuali bila panjang
gigi atau akar gigi terlihat cukup besar baik dalam arah palatal dan bukal,
sehingga ujung tang dapat mencengkram akar gigi dan operator dapat melihatnya
dengan jelas.

b. Tinggalkan 1/3 ujung akar palatal molar atas bila tertinggal selama pencabutan
dengan tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.
c. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan memasukkan
instrument kedalam soket. Bila di indikasikan untuk pencabutan sebaiknya dibuat
flap muko periosteal yang luas dan buang tulang secukupnya sehingga elevator
dapat dimasukkan diatas permukaan akar yang patah sehingga semua tekanan
dapat dialihkan pada akar gigi yang tertinggal dan cenderung menggerakkannya
kebawah jauh dari sinus. Adanya riwayat perforasi sinus dari riwayat pencabutan
sebelumnya tidak boleh diabaikan, karena kemungkinan pasien memiliki sinus
maxillaris yang besar. Bila akar masuk ke sinus maxillaris maka pasien harus
dirujuk ke ahli bedah mulut atau ahli THT dan tindakan pencabutan gigi serta
penutupan fistula oro antral dilakukan dengan anastesi umum.

 Perdarahan berlebihan :

Perdarahan berlebihan mungkin merupakan komplikasi pencabutan gigi. Oleh karena itu
anamnesis harus dilakukan secara cermat untuk mengungkap adanya riwayat perdarahan
sebelum melakukan pencabutan gigi. Bila pasien mengatakan belum pernah mengalami
perdarahan berlebihan maka harus dicari keterangan yang lebih terperinci mengenai
riwayat tersebut. Perhatikan secara khusus hubungan waktu antara perdarahan dengan
lamanya pencabutan (trauma jaringan) dan banyaknya perdarahan dan pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan (diindikasikan). Riwayat keluarga pasien yang pernah
mengalami perdarahan akibat suatu tindakan operasi juga amat penting. Pasien dengan
adanya riwayat diatas harus dirujuk ke ahli hematologi untuk dilakukan pemeriksaan
lebih cermat sebelum tindakan pencabutan gigi dilakukan. Bila pasien memiliki riwayat
perdarahan pasca pencabutan maka sangat bijaksana jika membatasi jumlah gigi yang
akan dicabut pada kunjungan pertama dan menjahit jaringan lunak serta memonitor
penyembuhan pasca pencabutan gigi. Bila tidak terjadi komplikasi maka jumlah gigi
yang akan dicabut pada kunjungan berikutnya dapat ditingkatkan secara perlahan-lahan.

 Selama pencabutan gigi.

 Setelah pencabutan gigi selesai.

 Kerusakan dari :
 Gusi.

Dapat dihindari dengan pemilihan tang secara cermat serta teknik pencabutan gigi yang
baik. Bila gusi menempel pada gigi yang akan dicabut dari soketnya, gusi harus
dipisahkan secara hati-hati dari gigi dengan menggunakan r aspatorium (dengan
gunting/scalpel) sebelum gigi dikeluarkan

 Bibir.

Bibir bawah dapat terjepit diantara pegangan tang dengan gigi anterior, bila tidak
diperhatikan dengan baik. Tangan operator yang terampil dapat membuat bibir bebas dari
kemungkinan tersebut.

 Saraf alveolaris inferior/cabangnya.

Kerusakan dapat dicegah atau dikurangi hanya dengan diagnosis pra operasi dan
pembedahan secara cermat.

 Saraf lingualis.

Saraf lingualis dapat rusak oleh pencabutan dengan trauma yang besar pada gigi molar
bawah dimana jaringan lunak lingual terkena bor sebelum pembuangan tulang.

 Lidah dan dasar mulut.

Lidah dan dasar mulut tidak akan mengalami kerusakan jika aplikasi tang dan
penggunaan elevator dilakukan secara hati-hati dan terkontrol. Komplikasi ini lebih
banyak terjadi pada pencabutan gigi dengan anastesi umum. Jika operator menggunakan
elevator tanpa kontrol yang tepat maka dapat meleset mengenai lidah atau dasar mulut,
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Perdarahan dapat diatasi dengan
menarik lidah dan penjahitan.

 Rasa sakit pasca pencabutan gigi karena :


 Kerusakan dari jaringan keras dan jaringan lunak.

Kerusakan jaringan lunak dapat terjadi oleh beberapa sebab misalnya insisi yang kurang
dalam sehingga bentuk flapnya compang camping yang membuat proses penyembuhan
menjadi lambat. Flap yang terlalu kecil retraksi untuk membesarkan flap mungkin
diperlukan, dan bila jaringan lunak tidak dilindungi seperlunya maka jaringan lunak bisa
tersangkut bor.

 Dry socket

Keadaan klinis merupakan osteitis yang terlokalisir yang melibatkan semua atau sebagian
tulang padat pembatas soket gigi atau lamina dura. Penyebabnya tidak jelas tetapi
terdapat banyak faktor predisposisi seperti faktor infeksi sebelum, selama atau setelah
pencabutan gigi merupakan faktor pemicu namun banyak 12 juga gigi dengan abses dan
infeksi dicabut tanpa menyebabkan dry socket. Meskipun benar bahwa setelah
penggunaan tekanan yang berlebihan selama pencabutan gigi dapat menimbulkan rasa
sakit yang berlebihan tetapi ini tidak selalu terjadi, dan komplikasi ini dapat juga terjadi
pada pencabutan gigi yang sangat mudah. Banyak ahli menduga bahwa pemakaian vaso
konstriktor dalam larutan anastesi lokal dapat memicu terjadinya dry socket dengan
mempengaruhi aliran darah dalam tulang, dan keadaan ini lebih sering terjadi pada
pencabutan gigi dibawah anastesi lokal dibandingkan dengan anastesi umum. Komplikasi
dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi bawah dari pada gigi atas. Cara
penanggulangannya bila terjadi dry socket adalah ditujukan untuk menghilangkan sakit
dan mempercepat penyembuhan. Soket harus diirigasi dengan larutan normal saline
hangat dan semua bekuan darah degenerasi dikuret. Tulang yang tajam dihaluskan
dengan bone file/knabel tang kemudian diberi resep antibiotika dan analgetika yang
adekuat.
 Osteomyelitis akut dari mandibula.

 Arthritis traumatik dari sendi temporo mandibula.

 Pembengkakan pasca operasi :


 Edema.

Pembengkakan pasca operasi selama pencabutan gigi dapat menimbulkan edema


traumatik sehingga menghambat penyembuhan luka. Hal ini biasanya disebabkan trauma
instrumen tumpul, retraksi berlebihan dari flap yang tidak baik atau tersangkut putaran
bor merupakan faktor predisposisi keadaan ini.

 Hematoma.

Penjahitan yang terlalu kencang dapat menyebabkan pembengkakan pasca operatif akibat
edema atau terbentuk hematoma dapat menyebabkan robeknya jaringan lunak serta
putusnya ikatan jahitan.

 Infeksi.

Penyebab yang sering terjadi pembengkakan pasca operasi adalah infeksi pada daerah
bekas pencabutan karena masuknya mikroorganisme yang patogen. Bila terdapat pus dan
fluktuasi 13 positif harus harus dilakukan insisi dan drainase serta pemberian antibiotika
yang adekuat. Sedang jika infeksi cukup parah atau telah meluas ke submaxilla dan
sublingual sebaiknya segera dirujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas Bedah
Mulut.

 Trismus.
Trismus dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan membuka mulut akibat spasme
otot. Keadaan ini dapat disebabkan edema pasca operasi, pembentukan hematoma atau
peradangan jaringan lunak. Pasien dengan arthritia traumatik sendi temporo mandibular
joint juga dapat memiliki keterbatasan membuka mulut (gerakan mandibula). Terapi
trismus bervariasi tergantung penyebabnya. Kompres panas/penyinaran dengan solux
atau kumur-kumur dengan normal saline hangat dapat mengurangi rasa sakit pada kasus
ringan, tapi pada kasus lain kadang-kadang diperlukan pemberian antibiotika, anti
inflamasi atau analgetika yang mengandung muscle relaxan, neurotropik vitamin atau
dirujuk kepada spesialis bedah mulut ahli temporo mandibular joint untuk mengurangi
gejalanya.

 Terjadinya fistula oro antral.

Bila terjadi komplikasi tersebut maka harus segera dilakukan penutupan dengan flap
muko periosteal (merujuk ke ahli bedah mulut/THT).

 Sinkop( Takut berlebihan)

Serangan sinkop ini mempunyai gejala-gejala pusing, lemah, mual diiringi kulit menjadi
pucat, dingi dan berkeringat kemudian dilanjutkan dengan kehilangan kesadaran.
Pertolongan pertama harus dilakukan dengan secepatnya dan sedetikpun pasien tidak
boleh lepas dari pengawasan/kehilangan komunikasi verbal. Kepala pasien direndahkan
dengan merubah posisi sandaran kursi. Pakaian pasien dilonggarkan, kepala dimiringkan
perhatikan jalan nafas. Jika pasien sudah sadar baru diberikan cairan yang mengandung
glukosa. Biasanya kesembuhan pasien spontan dan terkadang pencabutan gigi dapat
dilanjutkan. Jika kesadaran tidak kembali maka pertolongan pertama harus segera
diberikan karena 14 penyebab pingsan mungkin bukan berasal dari sinkop. Dan harus
segera diberikan oksigen serta pertolongan medis lain harus segera dipanggil. Bila
pernafasan terhenti dengan tanda-tanda otot skelet menjadi lemah dan pupil dilatasi
(melebar) maka pasien harus segera dibaringkan dilantai dan jalan nafas harus
dilapangkan dengan mengeluarkan semua peralatan atau benda asing dan kemudian
dilakukan resusitasi.

 Terhentinya respirasi.
 Terhentinya jantung.
 Keadaan darurat akibat anastesi.

Penanggulangan komplikasi

 Kegagalan anastesi.
Kegagalan anastesi biasanya berhubungan dengan teknik anastesi yang salah atau
dosis obat anastesi tidak cukup.
 Kegagalan pencabutan gigi.
Bila gigi gagal dicabut dengan menggunakan aplikasi tang atau elevator dengan
tekanan yang cukup maka instrumen tersebut harus dikesampingkan dan dicari
sebab kesulitan. Pada kebanyakan kasus lebih mudah dicabut dengan tindakan
pembedahan.
6. Alat-alat kritis dan semi kritis yang digunakan saat Pencabutan Gigi
serta Kegunaannya

TANG PENCABUTAN GIGI ANAK


1. Tang anak untuk mahkota gigi anterior RA
 Ciri – ciri :
 Handle sampai dengan beaknya lurus
 Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
 Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
 Bentuknya kecil
 Kegunaan :
 Untuk mencabut mahkota gigi anterior atas sulung
 Keterangan : Kritis

2. Tang anak untuk mahkota gigi posterior RA


 Ciri – ciri :
 Handle sampai dengan beeknya
 bengkok/membentuk sudut seperti bayonet
 Kedua beek tidak bertemu
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi posterior atas sulung
 Keterangan : Kritis

3. Tang anak untuk sisa akar gigi posterior RA


 Ciri – ciri :
 Handle dan sampai dengan beeknya
berbentuk bayonet, ada yang berbentuk S
 Kedua paruh bila ditutup akan bertemu
 Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
 Bentuknya kecil
 Kegunaan : Untuk mencabut akar gigi posterior atas sulung
 Keterangan : kritis

4. Tang anak untuk mahkota gigi anterior RB


 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya membentuk sudut 90°
 Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
 Tang untuk mahkota gigi kiri dan kanan sama
 Bentuknya kecil
 Kegunaan :
 Untuk mencabut mahkota gigi anterior bawah sulung
 Keterangan : kritis

5. Tang anak untuk mahkota gigi posterior rahang bawah


 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya membentuk sudut 90°
 Kedua paruhnya bila ditutup tidak bertemu
 Kedua paruhnya berlekuk-lekuk
 Tang anak untuk mahkota gigi posterior kiri dan kanan sama
 Bentuknya kecil
 Kegunaan :Untuk mencabut mahkota gigi posterior bawah sulung
 Keterangan : kritis
6. Tang anak untuk akar gigi bawah sulung
 Ciri – ciri :
 Antara handle sampai dengan beaknya 90°
 Kedua paruh/beaknya bila ditutup akan bertemu
 Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
 Bentuknya kecil
 Kegunaannya : untuk mencabut akar gigi bawah
 Termasuk : alat kritis

TANG PENCABUTAN GIGI PERMANEN

1. Tang untuk mahkota gigi anterior rahang atas permanent


 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya lurus
 Kedua paruh/ beek tidak bertemu
 Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi depan atas permanent
 Keterangan : kritis

2. Tang untuk mahkota gigi premolar rahang atas permanent


 Ciri – ciri :
 Antara handle dengan beaknya seperti S
 Kedua paruh beak bila ditutup tidak bertemu
 Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
 Kegunaannya :
 Untuk mencabut gigi premolar atas permanent
 Keterangan : alat kritis
3. Tang untuk mahkota gigi molar rahang atas permanent
 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya seperti huruf “S”
 Kedua paruh beek tidak bertemu
 Bagian bucal berlekuk dan yang
tidak berlekuk bagian palatal
 Kiri dan kanan berbeda
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi molar atas permanent
 Keterangan : kritis

4. Tang akar gigi anterior rahang atas permanent


 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya lurus
 Kedua paruh bila ditutup bertemu
 Tang gigi anterior kiri dan kanan sama
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi anterior atas permanent
 Keterangan : kritis

5. Tang akar gigi posterior RA permanent


 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya seperti bayonet
 Kedua paruh beek bertemu
 Tang gigi posterior kiri dan kanan sama
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi posterior atas permanent
 Keterangan : kritis

6. Tang molar tiga RA permanent


 Ciri – ciri :
 Handle sampai beeknya seperti ” Bayonet ”
 Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
 Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi posterior
rahang atas permanent
 Keterangan : kritis

7. Tang posterior gigi premolar 1 dan 2 RB permanent


 Ciri – ciri :
 Handle dan sampai dengan beeknya 45°
 Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
 Kedua paruh beak tidak berlekuk
 Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
 Kegunaan :
 Untuk mencabut mahkota gigi
premolar bawah permanent
 Keterangan : kritis

8. Tang bermahkota gigi molar RB permanent


 Ciri – ciri :
 Handle dan sampai dengan beeknya 90°
 Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
 Kedua paruh berlekuk
 Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
 Kegunaan :
 Untuk mencabut gigi molar bawah permanent
 Keterangan : kritis

9. Tang akar gigi anterior RA permanent


 Ciri – ciri :
 Antara handle sampai dengan beeknya lurus
 Kedua paruh bila ditutup akan bertemu
 Kegunaan : untuk mencabut akar gigi
anterior rahang atas permanent
 Keterangan : kritis

10. Tang akar gigi posterior rahang bawah permanent


 Ciri – ciri :
 Handle sampai dengan beeknya membentuk sudut 90°
 Kedua paruh beek bila ditutup akan bertemu
 Tang untuk akar gigi rahang bawah permanent
 Kegunaan :
 Untuk mencabut akar gigi rahang bawah permanent
 Keterangan : kritis

11. Bein bengkok


 Ciri ciri :
 Alat dari bahan stenless steel yg bagian
ujungnya tajam dan rapih
 Bentuknya bengkok : mesial dan distal
 Kegunaan : u/ melepaskan gigi dari jaringan
periodontium
 Untuk mengambil akar gigi
 Keterangan : kritis

12. Bein Lurus


 Ciri-ciri :
 Alat terbuat dari stenles steel bagian
ujungnya tajam dan pipih
 Bentuknya lurus
 Kegunaan :
 Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontium
 Mengambil sisa akar gigi
 Keterangan : kritis

13. Crayer
 Ciri – ciri :
 Alat dari bahan stenless steel yg berbentuk “T”
 Bentuk ujungnya berbeda –beda untuk kiri dan kanan
 Kegunaannya :
 Untuk mengambil sisa akar
 Apabila mencabut gigi dengan dua akar,
baru satu akar yg tercabut
 Memisahkan akar gigi yg fraktur diatas bifurkasi
 Keterangan : kritis
14. Alat Suntik

Cito ject

 Ciri – ciri :
 Berbeda dengan spuit biasa harus
menggunakan obat injeksi yang khusus
dengan jarum yg lebih kecil
 Cara memasukan/menekan pada
waktu mengeluarkan obat ada yang dari samping
dan dari belakang tanpa aspirasi
 Kegunaan : sebagai alat suntik
 Keterangan : kritis

15. Disposible
 Ciri – cirinya :
 Kecuali jarumnya, seharusnya terbuat
dari plastik, alat ini dibuat dengan maksud
untuk sekali pakai kemudian dibuang
 Kegunaanya : sebagai alat suntik
 keterangan : kritis

Anda mungkin juga menyukai