Anda di halaman 1dari 22

PASIEN DENGAN PENYAKIT TETANUS

Oleh :

Nama Kelompok : 5
1. Eklesia M siregar
2. Indah Cristiani Gulo
3. Lisda Putri Rahmadani
4. Nova Laila
5. Raise Delsa
6. Samuel Panjaitan
7. Tri Ananda Sari
Dosen Pembimbing : Grace Erlyn Damayanti Sitohoang, S.kep,Ns,M.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FALKULTAS


KEPERAWATAN DAN FISIOTRAPI INSTITUT
KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
T.A 2019/20120
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dengan tema
yang kami ambil yaitu “Pasien Dengan Penyakit Tetanus”.
 Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembacanya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii

BAB I .....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. TUJUAN.............................................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................................2
A. PENGERTIAN...................................................................................................................2
B. ETIOLOGI..........................................................................................................................2
C. KLASIFIKASI....................................................................................................................3
D. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................................4
E. PATOFISIOLOGI...............................................................................................................6
F. PENCEGAHAN..................................................................................................................7
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................................................8

BABIII.....................................................................................................................................9
KASUS....................................................................................................................................9
A.PENGKAJIAN....................................................................................................................9
B. ANALISIS DATA.............................................................................................................10
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN.......................................................................................11
D.  INTERVENSI...................................................................................................................11
E. IMPLEMENTASI.............................................................................................................14
F. EVALUASI.......................................................................................................................16

BAB IV...................................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................................18
KESIMPULAN......................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKAN.........................................................................................................xix

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia.


Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas
yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir, hanya terdapat sembilan
penelitian RCT (Randomized Controlled Trials) mengenai pencegahan dan tata laksana
tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan
data dari WHO, data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah
sekitar 700.000-1.000.000 kasus per tahun. (Dire, 2009) Tetanus yang juga dikenal sebagai
lockjaw (kejang mulut), merupakan infeksi termediasi-eksotoksin akut yang disebabkan oleh
basilus anaerobik pembentuk spora, Clostridium tetani. Tetanus bersifat fatal pada hampir
60% orang yang tidak terimunisasi, biasanya dalam 10 hari setelah serangan. Komplikasinya
antara lain atelektasis, pneumonia, emboli pulmoner, ulser gastrik akut, kontraktur fleksi dan
aritmia kardiak. Jika gejala berkembang dalam waktu 3 hari setelah paparan, prognosisnya
buruk. Setelah masuk ke tubuh, Clostridium tetani menyebabkan infeksi lokal dan nekrosis
jaringan. Clostridium tetani memproduksi toksin yang menyebar menuju jaringan sistem
saraf pusat. (Tim Indeks, 2011) . Imunisasi sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah penyakit tetanus. Namun ketika tetanus itu telah berkembang didalam tubuh,
perlu penanganan yang intensif agar klien dapat sembuh secara total.

B. Tujuan
1. Mengetahui defenisi tetanus
2. Mengetahui penyebab tetanus
3. Mengetahui gejala dan tanda tetanus
4. Mengetahui pengobatan tetanus

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai oleh kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot maseter dan
otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan
toksin yang bersifat neurotik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf tepi lokal. Toksin ini dapat menghancurkan eritrosit, merusak
leukosit, dan merupakan tetanospasmin yang menyebabkan ketegangan dan spasme
otot (Muttaqin, 2008). Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease" dan pada
tahun 1890, ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi
dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus
(Nicalaier 1884,  Behring dan Kitasato 1890). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin
kuman Clostridium tetani yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot
(Ritharwan, 2004).

B. Etiologi
Etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tetanus adalah sebagai berikut:

1. Adanya luka pada tubuh akibat tusukan kaca, paku, maupun pecahan kaleng yang
diinfeksi oleh kuman tetanus.
2. Anak yang belum mendapat imunisasi tetanus (DPT)
3. Kebersihan lingkungan dan perorangan yang kurang terjaga
4. Infeksi selama masa neonatal (pada neonatus)
5. Pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak aseptik
6. Tetanus pasca injeksi obat terlarang
Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani yang berbentuk batang
yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikrometer dan lebar 0,3-0,5 mikrometer,

2
termasuk gram positif, bersifat anaerob, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat
neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis
bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Kuman tetanus tidak
invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton,
larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi
stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena
toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-kejang.
Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.

C. Klasifikasi

1. Tetanus Lokal (lokalited Tetanus)


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan
tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam
beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal
tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan
dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai
prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai
sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic Tetanus
Tetanus sefal adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1-2
hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India), luka pada
daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan
terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus
(Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung),

3
kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan
sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,
kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya
sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40ºC. Bila dijumpai hipertermi ataupun
hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya
meninggal.
4. Neotal Tetanus
Biasanya disebabkan infeksi Clostridium Tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora Clostridium Tetani, maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali
pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang
tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut
penelitian E. Hamid. dkk, bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Pringadi Medan, pada
tahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus yang biasanya ditolong
melalui tenaga persalianan tradisional (TBA =Traditional Birth Attedence) 56 kasus
(68,29 %), tenaga bidan 20 kasus (24,39 %), dan selebihnya melalui dokter 6 kasus
(7, 32 %)).
Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai
kejang yang  hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan
penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:

1. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka
kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai
rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi tetanus umum.

4
2. Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang
disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa
trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang
terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.
3. Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa
trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut
(opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan
yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti
sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
4. Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat,
umumnya karena teknik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang
tidakmendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah
ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan
spasme. Posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan
opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas
atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari
mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan
fleksi jari-jari kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia,
kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s:


1. Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada atau
ringan, tidak ada gangguan respirasi.
2. Derajat II (sedang)
Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipnea dan disfagia ringan
3. Derajat III (berat)
Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipnea, apnoeic spell, disfagia berat, takikardia
dan peningkatan aktivitas sistem otonomi
4. Derajat IV (sangat berat)

5
Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu
hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi
berat. Hipotensi tidak
 

E. Patofisiologi Tetanus

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku,
pecahan kaca atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi
dapat melalui pemotongan tali pusar. Organisme multipel membentuk dua toksin
yaitu tetanopasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neutropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi sistem syaraf pusat.
Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak signifikan. Exotoksin yang dihasilkan
akan mencapai pada sistem syaraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskular. Kuman ini menjadi terikat pada sel syaraf atau jaringan syaraf dan tidak
dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toxin yang bebas dalam
peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititosin. Hipotesa cara absorbsi dan
bekerjanya toxin; adalah pertama toxin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dan
melalui aksis silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat. Kedua toxin
diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kesusunan syaraf pusat. Toxin bereaksi pada myoneural junktion yang
menghasilkan otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari
sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari.
Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.

F. Pencegahan Tetanus
Pencegahan sangat penting, mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal. Untuk
pencegahan, perlu dilakukan:

1. Imunisasi Aktif

6
Imunisasi dengan toksoid tetanus merupakan salah satu pencegahan yang sangat
efektif.Angka kegagalan relative rendah. Toksoid tetanus tersedia dalam kemasan
antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid disteri sebagai DT atau dengan
toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sevagai DPT. Untuk mencegah tetanus
neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan pemberian imunisasi TT pada
wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu, setiap WUS yang berkunjung ke fasilitas
pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status imunisasi TT mereka dan bila
diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi imunisasi
TT minimal dua kali.

2. Perawatan Luka

Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau
luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob.Jaringan nekrotik dan benda asing harus
dibuang.Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada
pengindaran persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusar selain dari
imunisasi ibu.Perawatan tali pusar, penting memperhatikan hal-hal berikut:
2. Jangan membungkus punting tali pusar/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam
punting tali pusar
3. Mengoleskan alcohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan
karena menyebabkan tali pusar lembab
4. Pemberian ATS dan HTIG profilaksis

Profilaksis dengan ATS hanya efektif pada luka baru (<6 jam) dan harus segera dilanjutkan
dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU.HTIG juga dapat diberikan sebagai
profilaksis luka. Dosis untuk anak <7 tahun : 4 U/kg IM dosis tunggal, sedangkan dosis anak
≥ 7 tahun : 250 U IM dosis tunggal.

G. Pemeriksaan Diagnostik Tetanus


a. Pemeriksaan penunjang
7
1. Pemeriksaan beta HCG meningkat dengan batas minimal 82,5 IU/24 jam.
2. Biopsi dungkul vagina.
3. Foto thoraks minimal.
4. Bila dicurigai metastase jauh, dilakukan CT scan sesuai dengan tempatnya untuk
menetapkan terapi dan tatalaksana selanjutnya.

8
BAB III
KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS TETANUS DENGAN NY F


A.    PENGKAJIAN
1.Identitas/ Biodata Klien

Nama : Ny. F
Tempat/TglLahir : Surabaya, 15 September 1954
Umur  : 56 Tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama                         : Islam
Warga Negara             : Indonesia
Bahasa Yang Digunakan        : BahasaJawa

PenanggungJawab
Nama                           : Tn.H
Alamat                        : Jln. Kertosari No 14 Sby
Hubungan Dg Klien     : Suami
Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Kesehatan Sekarang

Ny. F Datang KeRumah Sakit Dengan Keluhan Kejang. Keluarga Klien Mengatakan
Pasien Kejang Sejak 2 Bulan Yang Lalu. Kejang Dirasakan Semakin Hebat Sejak
Seminggu Terakhir. Berdasarkan Keterangan Dari Keluarga, 3 Tahun Yang Lalu
Pasien Pernah Mengalami Luka Robek Di Kakinya Karena Terkena Patahan Kayu Yang
Tajam.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu

KeluargaPasienMengatakanBahwa 3 Tahun Yang LaluPasienPernahMempunyai Luka


Robek Akibat Terkena Patahan Kayu.

9
Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak AdaKeluarga Yang Menderita Tetanus.

Keadaan Lingkungan

PasienBertempatTinggal Di Daerah Yang KurangBersih.

Observasi

1.   Keadaan Umum

Suhu : 38oC
Nadi : 116 x/menit
Tekanandarah : 120/90 mmHg
RR : 26 x/menit
BB : 52 kg
TB : 160 cm
1.   Review of Sistem (ROS)

B1 (breathing): takipnea, RR= 26 x/menit


B2 (blood): disritmia, febris.
B3 (brain): kelemahanfisik, kelumpuhansalahsatusarafotak.
B4 (bladder): retensi urine (oliguria)
B5 (bowel): konstipasiakibatmenurunnyagerak peristaltic usus
B6 (bone): sulitmenelan.

B.     Analisis Data


No Data Etiologi MK
.
1. DS: TetanusProliferasi clostridium Kejang
Pasienseringmengeluhpeningdiik tetanikepembuluhdarah
utidengankejang-kejang Toksindari clostridium
DO: tetanimenyebarke system saraf di

10
Pasienseringterlihatkejangolehkel otakmelaluipembuluhdarah
uarga Toksinmenimbulkanreaksi di
system saraf di
otakdanmenyebabkankejang
2. DS: Pasienmengeluhbatuk. Spasmeotot faringAkumulasi Bersihanjalannafastidak
DO: ronkhi, sputum di trakea efektif.
batuktidakefektifdisertai sputum Ronkhi
atau lender, hasil lab
menunjukkan AGD abnormal
(asidosisrespiratorik).
3. DS: Pasiensesaknafas. Kekakuanotot faring Polanafastidakteratur
DO:RR= 26 x/menit, Sesaknafas
adaretraksidinding dada,
adapernafasancupinghidung.

C. DiagnosaKeperawatan

1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di system saraf

diotak

2.  Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.

3.  Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme

otot

D.  Intervensi

No Diagnose Jam/tangga Tujuan Intervensi Rasional Paraf


l
1 4.     Kejang b.d 1 -3-2012/ Tujuan: tidak Mandiri 1. Agar
penyebaran Jam : 08:00 terjadi kejang1. Anjurkan pasien tidak

11
toksicclostridi Kriteria hasi: keluarga agar terjatuh dari
um tetani di frekuensi menahan tubuh tempat tidur
system saraf kejang pasien saat saat pasien
di otak berkurang,pasi kejang mengalami
en lebih 2. anjurkan kejang
tenang keluarga untuk
2.Melindungi
memasang
pasien agar tidak
sendok ke
menggigit
mulut pasien
lidahnya sendiri
saat pasien
saat terjadi
kejang
kejang
Kolaborasi
3.      Memberikan
obat anti kejang3.    Obat anti
kepada pasien kejang dapat
membantu
pasien untuk
segera lepas dari
masa kejangnya
dan
menenangkan
pasien
2 bersihan jalan 1-3-2012/ Tujuan : jalan Mandiri: 1. Bila
nafas tidak jam : 09.00 nafas kembali1.      Bebaskan kepala
efektif efektif jalan nafas ekstensi
berhubungan Kriteria hasil : dengan dapat
dengan AGD normal, memberikan meluruskan
akumlasi tidak ada suara posisi kepala sal.pernafasa
sputum. nafas ronkhi, ekstensi. n sehingga

5.        tidak ada 2.Lakukan proses

12
sputum pemerikasaan respirasi
fisik khususnya tetap berjalan
auskultasi tiap lancar.
2-4 jam sekali. 2. Amati

3.Lakukan adanya

suction. ronkhi atau


tidak, karena
ronkhi
menunjukkan
adanya
gangguan
pernafasan.
3. Untuk
mengeluarka
n secret.

3 Pola nafas 1-3-2012/ Tujuan :pola Mandiri: 1.    Adanya


tidak teratur Jam 10:00 nafas teratur kelainan pada
1. Monitor
berhubungan dan kembali pernafasan dapat
dengan jalan normal dilihat dari
irama nafas
nafas Kriteri hsil : frekuensi, jenis
& RR
tergaggu tidak sesak pernafasan,
akibat spasme nafas, RR 2.Berikan posisi kemampuan &
otot dalam rentang semi fowler. irama nafas.
pernafasan normal, tidak 3.Observasi 2.    Posisi semi
ada retraksi tanda&gejalasia fowler dapat
dinding dada, nosis memberikan
dan tidak ada rasa nyaman
pernafasan bagi klien &
cuping hidung salah satu cara
untuk
melancarkan

13
jalan nafas.
3.      Sianosis
merupakan
tanda
ketidakadekuaan
perfusi O2 pada
jaringan tubuh
perifer.

E. Implementasi

No Diagnosa Jam/tanggal Implementasi Respon hasil Paraf


1 6.     Kejang 1-3-2012/ 1. Menganjurkan 1.      Pada saat
berhubungan dengan jam :08.00 Keluarga Agar kejang pasien
penyebaran toksic Menahan Tubuh tidak mengalami
clostridium tetani di Pasien Saat Kejang kejang.
system saraf di otak 2. Menganjurkan 2.    Saat kejang

Keluarga Untuk pasien tidak

Memasang Sendok Ke menggigit lidah


Mulut Pasien Saat karna telah di

Pasien Kejang pasang sedok

3. Memberikan Obat
3.    Pasien tampak
Anti Kejang Kepada
telah jarang
pasien
megalami
kejang
2 7.     Bersihan jalan nafas 1-3-2012/ 1.   Membebaskan Jalan 1.   Setelah
tidak efektif Jam: 09.00 Nafas Dengan dilakukan posisi
berhubungan dengan Memberikan Posisi ekspresi ekstasi

14
akumulasi sputum Kepala Ekstensi. pasien tampak
2.  Melakukan nafasnya
Pemerikasaan Fisik kembali efektif
Khususnya Auskultasi2.   Setelah
Tiap 2-4 Jam Sekali. pemeriksaan
3.   Melakukan Suction. fisilk pasien
tampak tidak
mengalami
rohchi

3.      Setelah
melakukan
suction pasien
tampak telah
bernafas dengan
baik walau
masih
mengunakan
kateter dan
spuntum nya
telah hilang
walau masih
sedikit
3 8.      Pola nafas tidak 1-3-2012/ 1. Memonitor 1. nafas,irama
teratur berhubungan Jam : 10.00 Irama Nafas & serta RR pasien
dengan jalan nafas RR kembali normal
terganggu akibat 2. setelah di
2.Memberikan Posisi
spasme otot lakukan dengan
Semi Fowler.
pernafasana posisi semi
3.Mengobservasi powler pasien
9.       
Tanda & Gejala tampak nyaman

15
Sianosis dan bernafas
dengan lancar
Ekspasi otot-
otot tambahan
pernapasan
berkurang

3. Setelah
diobservasi
pasien tidak
tampak
terjadinya
sianosis

F. Evaluasi

No DX Evaluasi Paraf
1 10.  Kejang berhubungan dengan S: pasien/keluarga mengtakan kalau pasien
penyebaran toksic clostridium tampak lebih tenang dan
tetani di system saraf di otak Prekuensi kejang berkurang
O:preuensi kejang klien tampak telah berkurang
A: intervensi tercapai sebagian
P: intervensi di lanjutkan
2 11.  Bersihan jalan nafas tidak S: pasien mengatakan telah bernafas dengan
efektif berhubungan dengan normal
akumulasi sputum. O: klien tampak tidak terdengar lagi nafas rochki
dan telah bernafas dengan normal
A: intervensi berhasil
P: intervensi berhenti
3 12.  Pola nafas tidak teratur S:klien mengatakan nafas kembali normal dan

16
berhubungan dengan jalan nafas teratur
terganggu akibat spasme otot O: klien tampak tidak sesak nafas, RR dalam
pernafasan rentang normal, tidak ada retraksi dinding dada

13.    A: intervensi berhasil


P:intervensi di hentikan

17
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai oleh kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot maseter dan
otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan
toksin yang bersifat neurotik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf tepi lokal. Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium
Tetani yang berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikrometer
dan lebar 0,3-0,5 mikrometer, termasuk gram positif, bersifat anaerob, mengeluarkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP),
patogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Kuman tetanus
tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin
dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000
Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik,
tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin
karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-kejang.
Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/Makalah_Tetanus.doc

http://www.latar_belakang_tetanus.doc

http://www.pengertiantetanus

xix

Anda mungkin juga menyukai