Oleh :
Nama Kelompok : 5
1. Eklesia M siregar
2. Indah Cristiani Gulo
3. Lisda Putri Rahmadani
4. Nova Laila
5. Raise Delsa
6. Samuel Panjaitan
7. Tri Ananda Sari
Dosen Pembimbing : Grace Erlyn Damayanti Sitohoang, S.kep,Ns,M.kep
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dengan tema
yang kami ambil yaitu “Pasien Dengan Penyakit Tetanus”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembacanya.
i
DAFTAR ISI
BAB I .....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. TUJUAN.............................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................................2
A. PENGERTIAN...................................................................................................................2
B. ETIOLOGI..........................................................................................................................2
C. KLASIFIKASI....................................................................................................................3
D. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................................4
E. PATOFISIOLOGI...............................................................................................................6
F. PENCEGAHAN..................................................................................................................7
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................................................8
BABIII.....................................................................................................................................9
KASUS....................................................................................................................................9
A.PENGKAJIAN....................................................................................................................9
B. ANALISIS DATA.............................................................................................................10
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN.......................................................................................11
D. INTERVENSI...................................................................................................................11
E. IMPLEMENTASI.............................................................................................................14
F. EVALUASI.......................................................................................................................16
BAB IV...................................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................................18
KESIMPULAN......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKAN.........................................................................................................xix
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Mengetahui defenisi tetanus
2. Mengetahui penyebab tetanus
3. Mengetahui gejala dan tanda tetanus
4. Mengetahui pengobatan tetanus
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai oleh kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot maseter dan
otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan
toksin yang bersifat neurotik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf tepi lokal. Toksin ini dapat menghancurkan eritrosit, merusak
leukosit, dan merupakan tetanospasmin yang menyebabkan ketegangan dan spasme
otot (Muttaqin, 2008). Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease" dan pada
tahun 1890, ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi
dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus
(Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin
kuman Clostridium tetani yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot
(Ritharwan, 2004).
B. Etiologi
Etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tetanus adalah sebagai berikut:
1. Adanya luka pada tubuh akibat tusukan kaca, paku, maupun pecahan kaleng yang
diinfeksi oleh kuman tetanus.
2. Anak yang belum mendapat imunisasi tetanus (DPT)
3. Kebersihan lingkungan dan perorangan yang kurang terjaga
4. Infeksi selama masa neonatal (pada neonatus)
5. Pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak aseptik
6. Tetanus pasca injeksi obat terlarang
Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani yang berbentuk batang
yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikrometer dan lebar 0,3-0,5 mikrometer,
2
termasuk gram positif, bersifat anaerob, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat
neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis
bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Kuman tetanus tidak
invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton,
larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi
stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena
toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-kejang.
Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
C. Klasifikasi
3
kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan
sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,
kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya
sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40ºC. Bila dijumpai hipertermi ataupun
hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya
meninggal.
4. Neotal Tetanus
Biasanya disebabkan infeksi Clostridium Tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora Clostridium Tetani, maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali
pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang
tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut
penelitian E. Hamid. dkk, bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Pringadi Medan, pada
tahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus yang biasanya ditolong
melalui tenaga persalianan tradisional (TBA =Traditional Birth Attedence) 56 kasus
(68,29 %), tenaga bidan 20 kasus (24,39 %), dan selebihnya melalui dokter 6 kasus
(7, 32 %)).
Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai
kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan
penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:
1. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka
kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai
rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
4
2. Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang
disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa
trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang
terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.
3. Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa
trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut
(opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan
yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti
sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
4. Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat,
umumnya karena teknik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang
tidakmendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah
ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan
spasme. Posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan
opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas
atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari
mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan
fleksi jari-jari kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia,
kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.
5
Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu
hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi
berat. Hipotensi tidak
E. Patofisiologi Tetanus
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku,
pecahan kaca atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi
dapat melalui pemotongan tali pusar. Organisme multipel membentuk dua toksin
yaitu tetanopasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neutropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi sistem syaraf pusat.
Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak signifikan. Exotoksin yang dihasilkan
akan mencapai pada sistem syaraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskular. Kuman ini menjadi terikat pada sel syaraf atau jaringan syaraf dan tidak
dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toxin yang bebas dalam
peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititosin. Hipotesa cara absorbsi dan
bekerjanya toxin; adalah pertama toxin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dan
melalui aksis silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat. Kedua toxin
diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kesusunan syaraf pusat. Toxin bereaksi pada myoneural junktion yang
menghasilkan otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari
sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari.
Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.
F. Pencegahan Tetanus
Pencegahan sangat penting, mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal. Untuk
pencegahan, perlu dilakukan:
1. Imunisasi Aktif
6
Imunisasi dengan toksoid tetanus merupakan salah satu pencegahan yang sangat
efektif.Angka kegagalan relative rendah. Toksoid tetanus tersedia dalam kemasan
antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid disteri sebagai DT atau dengan
toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sevagai DPT. Untuk mencegah tetanus
neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan pemberian imunisasi TT pada
wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu, setiap WUS yang berkunjung ke fasilitas
pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status imunisasi TT mereka dan bila
diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi imunisasi
TT minimal dua kali.
2. Perawatan Luka
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau
luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob.Jaringan nekrotik dan benda asing harus
dibuang.Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada
pengindaran persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusar selain dari
imunisasi ibu.Perawatan tali pusar, penting memperhatikan hal-hal berikut:
2. Jangan membungkus punting tali pusar/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam
punting tali pusar
3. Mengoleskan alcohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan
karena menyebabkan tali pusar lembab
4. Pemberian ATS dan HTIG profilaksis
Profilaksis dengan ATS hanya efektif pada luka baru (<6 jam) dan harus segera dilanjutkan
dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU.HTIG juga dapat diberikan sebagai
profilaksis luka. Dosis untuk anak <7 tahun : 4 U/kg IM dosis tunggal, sedangkan dosis anak
≥ 7 tahun : 250 U IM dosis tunggal.
8
BAB III
KASUS
Nama : Ny. F
Tempat/TglLahir : Surabaya, 15 September 1954
Umur : 56 Tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa Yang Digunakan : BahasaJawa
PenanggungJawab
Nama : Tn.H
Alamat : Jln. Kertosari No 14 Sby
Hubungan Dg Klien : Suami
Keluhan Utama : Kejang
Ny. F Datang KeRumah Sakit Dengan Keluhan Kejang. Keluarga Klien Mengatakan
Pasien Kejang Sejak 2 Bulan Yang Lalu. Kejang Dirasakan Semakin Hebat Sejak
Seminggu Terakhir. Berdasarkan Keterangan Dari Keluarga, 3 Tahun Yang Lalu
Pasien Pernah Mengalami Luka Robek Di Kakinya Karena Terkena Patahan Kayu Yang
Tajam.
9
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keadaan Lingkungan
Observasi
Suhu : 38oC
Nadi : 116 x/menit
Tekanandarah : 120/90 mmHg
RR : 26 x/menit
BB : 52 kg
TB : 160 cm
1. Review of Sistem (ROS)
10
Pasienseringterlihatkejangolehkel otakmelaluipembuluhdarah
uarga Toksinmenimbulkanreaksi di
system saraf di
otakdanmenyebabkankejang
2. DS: Pasienmengeluhbatuk. Spasmeotot faringAkumulasi Bersihanjalannafastidak
DO: ronkhi, sputum di trakea efektif.
batuktidakefektifdisertai sputum Ronkhi
atau lender, hasil lab
menunjukkan AGD abnormal
(asidosisrespiratorik).
3. DS: Pasiensesaknafas. Kekakuanotot faring Polanafastidakteratur
DO:RR= 26 x/menit, Sesaknafas
adaretraksidinding dada,
adapernafasancupinghidung.
C. DiagnosaKeperawatan
diotak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot
D. Intervensi
11
toksicclostridi Kriteria hasi: keluarga agar terjatuh dari
um tetani di frekuensi menahan tubuh tempat tidur
system saraf kejang pasien saat saat pasien
di otak berkurang,pasi kejang mengalami
en lebih 2. anjurkan kejang
tenang keluarga untuk
2.Melindungi
memasang
pasien agar tidak
sendok ke
menggigit
mulut pasien
lidahnya sendiri
saat pasien
saat terjadi
kejang
kejang
Kolaborasi
3. Memberikan
obat anti kejang3. Obat anti
kepada pasien kejang dapat
membantu
pasien untuk
segera lepas dari
masa kejangnya
dan
menenangkan
pasien
2 bersihan jalan 1-3-2012/ Tujuan : jalan Mandiri: 1. Bila
nafas tidak jam : 09.00 nafas kembali1. Bebaskan kepala
efektif efektif jalan nafas ekstensi
berhubungan Kriteria hasil : dengan dapat
dengan AGD normal, memberikan meluruskan
akumlasi tidak ada suara posisi kepala sal.pernafasa
sputum. nafas ronkhi, ekstensi. n sehingga
12
sputum pemerikasaan respirasi
fisik khususnya tetap berjalan
auskultasi tiap lancar.
2-4 jam sekali. 2. Amati
3.Lakukan adanya
13
jalan nafas.
3. Sianosis
merupakan
tanda
ketidakadekuaan
perfusi O2 pada
jaringan tubuh
perifer.
E. Implementasi
3. Memberikan Obat
3. Pasien tampak
Anti Kejang Kepada
telah jarang
pasien
megalami
kejang
2 7. Bersihan jalan nafas 1-3-2012/ 1. Membebaskan Jalan 1. Setelah
tidak efektif Jam: 09.00 Nafas Dengan dilakukan posisi
berhubungan dengan Memberikan Posisi ekspresi ekstasi
14
akumulasi sputum Kepala Ekstensi. pasien tampak
2. Melakukan nafasnya
Pemerikasaan Fisik kembali efektif
Khususnya Auskultasi2. Setelah
Tiap 2-4 Jam Sekali. pemeriksaan
3. Melakukan Suction. fisilk pasien
tampak tidak
mengalami
rohchi
3. Setelah
melakukan
suction pasien
tampak telah
bernafas dengan
baik walau
masih
mengunakan
kateter dan
spuntum nya
telah hilang
walau masih
sedikit
3 8. Pola nafas tidak 1-3-2012/ 1. Memonitor 1. nafas,irama
teratur berhubungan Jam : 10.00 Irama Nafas & serta RR pasien
dengan jalan nafas RR kembali normal
terganggu akibat 2. setelah di
2.Memberikan Posisi
spasme otot lakukan dengan
Semi Fowler.
pernafasana posisi semi
3.Mengobservasi powler pasien
9.
Tanda & Gejala tampak nyaman
15
Sianosis dan bernafas
dengan lancar
Ekspasi otot-
otot tambahan
pernapasan
berkurang
3. Setelah
diobservasi
pasien tidak
tampak
terjadinya
sianosis
F. Evaluasi
No DX Evaluasi Paraf
1 10. Kejang berhubungan dengan S: pasien/keluarga mengtakan kalau pasien
penyebaran toksic clostridium tampak lebih tenang dan
tetani di system saraf di otak Prekuensi kejang berkurang
O:preuensi kejang klien tampak telah berkurang
A: intervensi tercapai sebagian
P: intervensi di lanjutkan
2 11. Bersihan jalan nafas tidak S: pasien mengatakan telah bernafas dengan
efektif berhubungan dengan normal
akumulasi sputum. O: klien tampak tidak terdengar lagi nafas rochki
dan telah bernafas dengan normal
A: intervensi berhasil
P: intervensi berhenti
3 12. Pola nafas tidak teratur S:klien mengatakan nafas kembali normal dan
16
berhubungan dengan jalan nafas teratur
terganggu akibat spasme otot O: klien tampak tidak sesak nafas, RR dalam
pernafasan rentang normal, tidak ada retraksi dinding dada
17
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai oleh kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot maseter dan
otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan
toksin yang bersifat neurotik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf tepi lokal. Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium
Tetani yang berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikrometer
dan lebar 0,3-0,5 mikrometer, termasuk gram positif, bersifat anaerob, mengeluarkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP),
patogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Kuman tetanus
tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin
dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000
Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik,
tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin
karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-kejang.
Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/Makalah_Tetanus.doc
http://www.latar_belakang_tetanus.doc
http://www.pengertiantetanus
xix