OLEH
PENDAHULUAN
Teknik diagnose dapat dilakukan dengan melakukan kultur bakteri pada media
diferensial untuk dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan sifat dan morfologi koloni.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui Etiologi dan Karakteristik bakteri penyakit Septicemia Epizootica (SE),
pathogenesis, gejala klinis, teknik isolasi, kultur, dan identifikasi, teknik diagnosa,
pengobatan dan pengendalian penyakit Septicemia Epizootica (SE).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi dan Karakteristik Bakteri Penyebab SE
Septicaemia Epizootica (SE)/ Haemorraghic Septecaemia (HS) atau disebut juga
penyakit ngorok merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida
yang merupakan flora normal di nasopharynx (saluran respirasi atas) sapi sehingga dapat
diisolasi dari ternak sapi normal atau sehat (Taopan et al., 2016).
Pasteurella multocida adalah bakteri fakultatif anaerob berbentuk kokobasil bersifat
non-motil, berdiameter 0.3-1.0μm dengan panjang 1.0-2.0μm (SMIs, 2015). Bakteri ini
merupakan bakteri gram negatif yang sensitif terhadap penisilin dan dapat ditemukan
tunggal, berpasangan, maupun berbentuk rantai pendek. Pasteurella multocida tumbuh
baik pada 35-37oC dengan koloni yang terbentuk biasanya diskrit, melingkar,
cembung, tembus, dan butyraceous. Pasteurella multocida pada media agar darah
berwarna agak keabuan transparan, non-hemolisis, menghasilkan katalase dan oksidase,
reaksi positif indol, serta uji Methyl-Red dan Vogue-Proskauer negatif. Selain itu, bakteri
ini dapat memfermentasi glukosa, sukrosa dan manitol (OIE, 2015).
Tingkat mortalitas SE dapat mencapai 100%. Morbiditas dari kasus ini sangat
tergantung dari kondisi imunitas hewan serta kondisi lingkungan. Morbiditas penyakit ini
akan semakin tinggi bila hewan memiliki kondisi imunitas yang rendah serta berada pada
suatu lingkungan yang lembab (OIE, 2009). Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh SE
cukup besar karena penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada hewan ternak.
Tingkat kematian sapi dan kerbau di daerah Asia akibat SE mencapai 100.000 ekor
pertahun (Natalia dan Priadi, 2006).
Gambaran klinis menunjukkan adanya 3 fase. Fase pertama adalah kenaikan suhu
tubuh, yang diikuti fase gangguan pernafasan dan diakhiri oleh fase terakhir yaitu kondisi
hewan melemah dan hewan berbaring di lantai (Natalia dan Priadi, 2006). Gejala yang
paling nampak adalah demam disertai gangguan pernafasan. Selain itu hewan mengalami
anorexia, hipersalivasi, kurus, adanya kebengkakan limfoglandula bagian bawah,
keluarnya leleran dari hidung, bronchopneumonia akut serta suara ngorok pada hewan.
Bakterimia pada kerbau terjadi setelah 12 jam hewan terinfeksi dan hewan kerbau lebih
peka daripada sapi (Priadi dan Natalia, 2000). Masa inkubasi dari penyakit ini adalah 10-14
hari. Kematian terjadi 24-48 jam sejak munculnya gejala klinis.
Pada kerbau yang diinfeksi secara buatan, ditemukan kenaikan suhu hingga 43oC
dapat teramati 4 jam sesudah infeksi, sedangkan pada sapi kenaikan hingga 40oC baru
teramati (Natalia dan Priadi, 2006).
Gambar 5. Uji motilitas pada media SIM (A); Uji Indole pada media SIM (B)
Gambar 8. Amplifikasi PCR dari P. multocida serotype B yang menggunakan Primer KTT 72
dan KTSP 61 pada 1.5% agarosa. M: Marker 1 kb, 1: Isolat PM B1, 2: Isolat PM B2, 3: Kontrol
Positif, 4: Kontrol Negatif, 5: Kontrol Negatif. (Dartini N, 2018)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit SE disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida. Bakteri P. multocida
pada media agar darah berwarna agak keabuan dan transparan, tidak menghemolisa darah.
Bakteri ini tidak tumbuh pada media MacConkay dan pada pewarnaan termasuk bakteri
Gram negatif, berbentuk kokobasil dan bipolar. Bakteri P. multocida juga bersifat oksidase
positif, katalase positif, positif indol, non-motil, dan memfermentasikan glukosa dan
sukrosa pada media TSIA sehingga berwarna kuning pada bagian butt (dasar). Uji
Konfirmasi dengan PCR bertujuan untuk keperluan identifikasi dan yang paling utama
adalah identifikasi spesies spesifik terutama dalam kondisi infeksi campuran (mixed
infection).
DAFTAR PUSTAKA
Baron EJ, Peterson LR, Finegold SM. 1994. Bailey's & Scott's Diagnostic Microbiology, 9 ed.
St. Louis: Mosby Year Book.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick & Adelberg,
Ed, 23. Vol. 23. Jakarta: EGC.
Cowan ST. 2004. Manual for the Identification of Medical Fungi. London: Cambridge
University Press.
Dartini NL. 2018. Identifikasi P. multocida type b penyebab septicaemia epizootica dengan
polymerase chain reaction. Buletin VeterinerDenpasar, 25 (93): 1-12.
Dartini NL, Narcana IK. 2015. Surveilans Septicaemia Epizootica (Se): Evaluasi Program
Pemberantasan SE di Nusa Penida. Bulletin Veteriner BBVet Denpasar, 27(87): 1-11.
Direktorat Kesehatan Hewan. 1977. Septicaemia Epizootica (SE) dalam Pedoman Pengendalian
Penyakit Hewan Menular.
Faden, H. 2001. The Microbiologic And Immunologic Basis For Recurrent Otitis Media In
Children. Eur J Pediatr, 160(7): 407-13.
Freney J, Kioos WE, Hajek, Webster JA. 1999. Recommended mininal standard for description
of new Staphylococcal sp. Int. J. Syst. Bacterio, 49: 489-502.
Hart T, Shears P. 1997. Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran, 1 Ed. Jakarta: Hipokrates 316.
Jabeen A, Khattak M, Munir S, Jamal Q, Hussain M. 2013. Antibiotic Susceptibility and
Molecular Analysis of Bacterial Pathogen Pasteurella Multocida Isolated from Cattle.
Journal of Applied Pharmaceutical Science, 3 (04): 106-110.
OIE. 2012. Haemorrhagic Septicaemia. Terrestrial Manual.
Markey B, Finula L, Archambault M, Cullinane A, Maguire D. 2013. Clinical Veterinary
Mikrobiology Second Edition. China: Mosby Elsevier.
Natalia L, Priadi A. 2006. Penyakit Septicaemia Epizootica: Penelitian dan Usaha
Pengendalianya pada Sapi dan Kerbau di Indonesia. Dalam: Puslitbang Peternakan .
Prosiding Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit
Stategis pada Ternak Ruminansia Besar, 53-67.
Narcana IK, Suardana IW, Besung INK. 2020. Molecular characteristic of Pasteurella multocida
isolates from Sumba Island at East Nusa Tenggara Province, Indonesia. Veterinary World,
13: 104-109.
Sari Nur Indah. 2014. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Tanahdi Kecamatan
Pattallassangkabupaten Gowa. [Skripsi]. Uin Alauddin Makassar: Fakultas Sains dan
Teknologi.
[SMIs] UK Standards for Microbiology Investigation. 2015. Identification of Pasteurella spesies
and morphologically similar organism. Public Health England. 3:-28.
Rimler RB, Rhoades KR. 1988. Pasteurella multocida: Pasteurella and Pasteurellosis. London:
Academic Press.
Sandle T. 2010. Pharmaceutical Microbiology Resources. https:// www. pharmamicroresources.
com/2015/02/ oxidase-test-introduction.html
Syrjanen RK, Kilpi TM, Kaijalainen TH. 2001. Nasopharyngeal Carriage Of Streptococcus
Pneumoniae In Finnish Children Younger Than 2 Years Old. J Infect Dis, 184(4): 451-9.
Taopan HS, Sanam MUE dan Tangkonda Elisabet. 2016. Isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas
antibiotik terhadap Pasteurella multocida asal sapi yang dipotong di rumah pemotongan
hewan oeba kupang. Jurnal Veteriner Nusantara, 1 (1): 1-9.