Anda di halaman 1dari 9

RESUME KEPERAWATAN PADA NN.

P DENGAN

LIMPA DENOPATI DI RUANG POLI BEDAH

RSU ALIYAH II KOTA KENDARI

OLEH :

SRI RAHAYU

(N202001100)

CI INSTITUSI CI LAHAN

INDRA,S.Kep.,Ns.,M.Kep BOBY PURNAMA,S.Kep.,Ns

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
LIMPA DENOPATI

A. Definisi
Limpadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam
ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya. Pada daerah leher ( cervical )
pembesaran kelenjaran getah bening didefenisikan bila kelenjar
membesar lebih dari diameter satu centimeter. Pembesaran kelenjar
getah bening dapat dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata dan
generalisata ( Spiritia, 2011 ).

B. Etiologi
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian
atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,
Respiratory Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus
ataupun Retrovirus.Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV),
Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster
Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
2. Infeksi bakteri
disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau
stafilokokus aureus.
3. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma
dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis
defenitif suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh
karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi
aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi.
4. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti
fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine,
penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
5. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di
daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
6. Penyakit sistemik lainnya
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati
adalah penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi,
penyakit Kolagen, penyakit Cat scratch, penyakit Castleman,
Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus
erithematosus (SLE). ( Marlynn, 2000 )

C. Manifesasi Klinik
1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.
2. Sering keringat malam.
3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
4. Timbul benjolan di bagian leher. ( Corwin, 2009 )

D. Komplikasi
Limfadenopati secara umum adalah pembesaran yang terjadi pada
lebih dari dua kelompok kelenjar getah bening yang tidak berdekatan.
Kelenjar getah bening (lymphonode atau nodus limfatik) berisi sel
darah putih dan memiliki peran penting dalam kemampuan tubuh
untuk melawan virus, bakteri dan penyeab lainnya. Limfadenopati
biasanya dirasakan dibawa dagu, dileher, ketiak, atau dipangkal paha.
Kondisi ini basanya tidak digolongkan sebagai masakah medis serius.
( T heather. 2012.)
E. Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan
sistem vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan
interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk
dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali
kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan
yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui
bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh
limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada
venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan
interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga,
selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah
dengan cara yang sama. Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan
melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung
mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan
mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang
dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari
tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan
cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh
kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak
menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh
cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan
petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut
secara langsung ( misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto
rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa
penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
(Harrison, 1999). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame
diamdil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu
dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa.
Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah
operasi. (Oswari, 2000).
Pathway

Penembusan lambat cairan interstitial


kedalam saluran limfe jaringan

Radang limfe

Terjadi kenaikan aliran limfe menuju sentral dalam badan


pada daerah peradangan

bergabung kembali ke vena


pembuluh vena yang terkecil
agak meregan perubahan dalam kemampuan 
pembekuan darah

bila terjadi trauma


banyak cairan interstitial kandungan protein bertambah
masuk ke pembuluh limfe

Nyeri akut
terjadi bengkak

kurang pengetahuan cemas

Defisiensi Ansietas
pengetahuan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk
mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk
mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular,
nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat
dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan,
dengan nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
2. CT Scan CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis
dengan diameter 5 mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk
mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall
cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas
yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT
scan.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada
penyebabnya.Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun
selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu
dapat menjadi indikasiuntuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi
dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang
mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau
bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat
mengindikasikan diagnosis yang belum tepat. Antibiotik perlu
diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus
pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan
organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan
bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan
USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
2. Keperawatan
Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah:
a. Memonitor keadaan umum pasien, memonitor suhu tubuh
pasien
b. Menjaga kebersihan saat akan memegang pasien, agar tidak
menjadi infeksi
c. Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protein
d. Mengevaluasi nyeri secara regular
e. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada
kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan
f. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marlynn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Herdman, T heather. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. 2012-2014.


Jakarta : EGC

Nanda International.2011. Nursing Diagnoses : definition dan classification


2012 – 2014 Jakarta : EGC
Price, S.A, Lorraine, M.W, 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Vol I, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta
Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai