Anda di halaman 1dari 135

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT 4 (UNIT ONCOLOGI)


01 NOVEMBER – 31 DESEMBER 2019

Disusun Oleh :
WAHYU SEPTIAN
191FF05045

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Indsutri
Farmasi PT. Sanbe Farma periode November – Desember 2019.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Profesi Apoteker pada pendidikan Profesi Apoteker di Universitas Bhakti
Kencana.
Selama proses Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan
ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
Karena itu, dalam kesemepatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Entris Sutrisno, M.H.Kes., Apt selaku Rektor Universitas
Bhakti Kencana.
2. Ibu Dr. Patonah, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana.
3. Ibu Herni Kusriani, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Bhakti Kencana.
4. Bapak Dadih Supriadi, M.Si., Apt selaku Pembimbing Praktek Kerja
Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana.
5. Bapak Fajar Sidik Wibowo, S.Si., selaku Manager Produksi dan
Pembimbing di PT. Sanbe Farma, yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Seluruh staf dan karyawan di PT. Sanbe Farma yang telah berkenan
berbagi ilmu dengan penyusun selama penyusun melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker
7. Rekan-rekan PKPA Program Studi Profesi Apoteker Angkatan XXII
Fakultas Farmasi Universitas Bhakti Kencana, serta pihak lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung.

ii
8. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang tidak henti-hentinya
memberikan dukungan baik material maupun moril.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
Karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penyusun berharap semmoga
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama PKPA ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi semua pihak yang
membutuhkannya.

Bandung, Desember 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

SUMPAH APOTEKER ...................................................................................

KODE ETIK APOTEKER ..............................................................................

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA .......................................

STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA ................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................


1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1.2 . Tujuan PKPA......................................................................................
1.3. Waktu dan Tempat PKPA ..................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1. Sejarah Umum.................................................................................
2.2. Persyaratan Pendirian Industri Farmasi...............................................
2.2.1. Izin Usaha Industri Farmasi......................................................
2.3. Organisasi dan Personalia...................................................................
2.4. Cara Pembuatan Obat Yang Baik........................................................
2.4.1.Manajemen Mutu.......................................................................
2.4.2.Personalia...................................................................................
2.4.3.Bangunan dan Fasilitas...............................................................

iv
2.4.7.Pengawasan Mutu.......................................................................
2.4.8.Inspeksi Diri...............................................................................
2.4.9.Keluhan dan Penarikan Produk..................................................
2.4.10.Dokumentasi.............................................................................
2.4.11.Kegiatan Alih Daya..................................................................
2.4.12.Kualifikasi dan Validasi...........................................................
BAB III TINJAUAN KHUSUS INDUSTRI PT. SANBE FARMA
3.1. Lokasi .................................................................................................
3.2. Sejarah.................................................................................................
3.3. Visi dan Misi ......................................................................................
3.4. Personalia ...........................................................................................
3.5. Bangunan dan Fasilitas........................................................................
3.5.1.Sistem HVAC.............................................................................
3.5.2.Sistem Pengolahan Air...............................................................
3.6. Sanitasi dan Higienitas........................................................................
3.7. Produksi...............................................................................................
3.8. Pengawasan Mutu................................................................................
3.9. Penanganan Limbah............................................................................
BAB IV TUGAS KHUSUS............................................................................
4.1 Tujuan..................................................................................................
4.2 Hasil dan Pembahasan..........................................................................
4.3 Kesimpulan..........................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
5.1. Kesimpulan .........................................................................................

v
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Struktur Organisasi PT. Sanbe Farma....................................102

SUMPAH APOTEKER

SAYA AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA GUNA KEPENTINGAN


PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM BIDANG KESEHATAN.

vi
SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA
KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA
SEBAGAI APOTEKER.

SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN


PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN

SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK-


BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR
JABATAN KEFARMASIAN.

DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR


DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH OLEH
PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN, POLITIK
KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.

SAYA IKRARKAN SUMPAH/JANJI INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH


DAN DENGAN PENUH KEINSYAFAN.

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA


MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta


dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam

vii
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA


BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjungjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah / Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

viii
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.

BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.

BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat

ix
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik
Apoteker Indonesia dalam menjalakan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Desember 2009

x
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang dianugerahi bekal
ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan
rakyat dan pengembagan pribadi warga Negara Republik Indonesia, untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berazaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Disiplin apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau
ketentuan menerapkan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan
dalam tiga hal, yaitu :
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab professional pada pasien tidak dilaksanakan
dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.
Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
Apoteker.

BAB II
KETENTUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban
dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar
dijatuhi hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan

xi
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yag harus diikiuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin Apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sajrana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan professional yang diarahkan
guna mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan professional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan

xii
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat
izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana danoleh siapan dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasisan pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.

xiii
BAB III
LANDASAN FORMAL

1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.


2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undanh-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan Peraturan
Turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan : melakukan praktik kefaramsian tidak dengan standar praktik
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/
mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktik kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan professional yang tidak berpihak kepada kepentingan

xiv
pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan da / atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin ‘mutu’, ‘keamanan’, dan
‘khasiat/manfaat’ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-
medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

xv
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin Kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikasi kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
disiplin
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan
yang dimiliki, baik lisan maupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan faramsi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-
Undang-Undangan yang berlaku adalah :
1. Pemberian peringatan tertulis.
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktek Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker,
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksudkan dapat berupa :
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker
yang dimaksud dapat berupa :
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau keterampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana

xvi
pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.
BAB VI
PENUTUP
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi
pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam
menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang
farmasi, seta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh para praktisi
tersebut agar dapat menjalankan praktik kefaramsian secara professional.
Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan terlindungi
dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya mutu
pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi
kefarmasian.

Jakarta, 15 Juni 2014

xvii
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA

TUJUAN
1. Memastikan bahwa seorang Apoteker memiliki seluruh kompetrnsi yang
relevan untuk menjalankan perannya dan mampu memberikan pelayanan
kefarmasian sesuai ketentuan tentang praktik kefarmasian.
2. Memberikan arah dalam pengembangan pendidikan farmasi (a.l. identifikasi
dan penetapan capaian pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan evaluasi
hasil belajar) dan pelatihan ditempat kerja.
3. Memberikan arah bagi Apoteker dalam pengembangan kompetensi diri secara
berkelanjutan.

STRUKTUR
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia terdiri dari 10 (sepuluh) standar
kompetensi.
Kompetensi dalam sepuluh standar tersebut merupakan persyaratan untuk
memasuki dunia kerja dan menjalani praktik profesi.
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) adalah :
1. Praktik kefarmasian secara professional dan etik
2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi.
3. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.
4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi.
6. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat.
7. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
8. Komunikasi efektif.
9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal.
10. Peningkatan kompetensi diri.

Masing-masing area kompetensi terdiri dari beberapa unit kompetensi disertai


deskripsi ringkas kemampuan praktik yang diharapkan. Setiap unit kompetensi

xviii
dilengkapi dengan elemen kompetensi yaitu kemampuan yang diharapkan dimiliki
oleh apoteker pada saat lulus dan masuk ke tempat praktik/kerja.

xix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis
dalam usaha pelayanan kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 16 tahun 2013, Industri Farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat. Industri Farmasi meliputi industri obat jadi dan industri bahan
baku obat. Industri obat jadi merupakan industri yang menghasilkan suatu produk
yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan
baku merupakan industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku
tersebut adalah seluruh bahan, baik bahan berkhasiat ataupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam proses pengelolahan obat.
Untuk mendapatkan mutu obat yang baik, aman dan berkhasiat. Industri
farmasi hendak melakukan suatu kegiatan yang sesuai Cara Pembuatan Obat
Yang Baik (CPOB) yang terus dikontrol dan diawasi oleh badan milik pemerintah
yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut Pedoman CPOB
2018 menjelaskan semua hal yang menyangkut industri farmasi, meliputi sistem
mutu industri farmasi, personalia, bangunan-fasilitas, peralatan, produksi, cara
penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri,
keluhan dan penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, kualifikasi dan
validasi.
Dalam Penerapan CPOB di suatu industri farmasi dapat terlaksana dengan
baik jika para personil telah memiliki pemahaman yang baik mengenai CPOB dan
telah mengikuti pelatihan CPOB. Salah satu sumber daya manusia yang memiliki
ilmu pengetahuan dan wawasan terhadap kefarmasian agar sesuai dengan CPOB
yaitu profesi Apoteker. Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut,
Apoteker dituntut memiliki pengetahuan, wawasan, keterampilan yang memadai,
dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmunya secara profesional terutama
dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Bhakti Kencana Bandung bekerja sama dengan PT. Sanbe Farma Unit

1
2

4 (Unit Onkologi) dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker


(PKPA). Pelaksanaan praktek kerja berlangsung dari tanggal 01 November hingga
31 Desember 2019.

1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Bhakti
Kencana di industri farmasi ialah :
1. Mengetahui dan memahami tugas serta tanggung jawab seorang Apoteker
dalam manjalankan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.

2. Memperoleh wawasan dan pengetahuan secara langsung penerapan Pedoman


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di industri farmasi.

1.3. Waktu dan Tempat PKPA


Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 01 November –
31 Desember 2019 di PT. Sanbe Farma Unit 4 (Unit Onkologi) berlokasi di Jalan
Industri Cimareme No. 8, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA INDUSTRI FARMASI

2.1 Sejarah Umum


Sejarah industri farmasi di Indonesia diawali dengan berdirinya pabrik farmasi
pertama yang didirikan di Hindia Timur pada tahun 1817, yaitu NV. Chemicalien
Rathkamp & Co dan NV. Pharmaceutische Handel Vereneging J. Van Gorkom &
Co. pada tahun 1865. Sedangkan industri farmasi modern pertama kali di
Indonesia adalah pabrik kina di Bandung pada tahun 1896.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1957-1959 setelah perang kemerdekaan
usai perusahaan-perusahaan farmasi milik Belanda yaitu Bovasta Bandoengsche
Kinine Fabriek yang memproduksi pil kina dan Onderneming Jodium yang
memproduksi Iodium dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia yang pada
perkembangan selanjutnya menjadi PT Kimia Farma (persero). Sementara pabrik
pembuatan salep dan kasa, Centrale Burgelijke Ziekeninrichring yang berdiri pada
tahun 1918 menjadi perum Indofarma yang saat ini menjadi PT Indofarma
(persero).
Perkembangan yang cukup signifikan bagi perkembangan industri farmasi di
Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal
Asing (PMA) pada tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) pada tahun 1968 yang mendorong perkembangan industri
farmasi Indonesia hingga saat ini. Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia
merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar yang
terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbedar di kawasan ASEAN.
Indonesia diprediksikan masih mempunyai pertumbuhan yang cukup tinggi
mengingat konsumsi obat per kapita Indonesia paling rendah di antara negara-
negara ASEAN. Rendahnya konsumsi obat per kapita Indonesia tidak hanya
disebabkan karena rendahnya daya beli tapi juga pola konsumsi obat di Indoneisa
berbeda dengan di negara-negara ASEAN lainnya. Di Malaysia misalnya, pola
penggunaan obat lebih mengarah pada obat paten. Harga obat paten jauh lebih
mahal dibandingkan dengan harga obat branded generic.
Dengan makin membaiknya pendapatan per kapita dan sistem jaminan kesehatan

3
4

Indonesia di masa mendatang, maka nilai peredaran obat di Indonesia akan besar.
Keadaan ini tentu akan mempunyai korelasi postif dengan pertumbuhan industri
farmasi Indonesia di masa mendatang.

2.2 Persyaratan Pendirian Industri Farmasi


Industri Farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16/MENKES/PER/II/2013, usaha suatu
industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan penggunaan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 orang Apoteker warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab Pemastian Mutu,
Produksi, dan Pengawasan Mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasian.

Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada poin a dan b, bagi


pemohon izin Industri Farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Selain itu, ada beberapa persyaratan lain yang juga
harus dipenuhi oleh Industri Farmasi yaitu:
a. Industri Farmasi Obat Jadi dan Bahan Baku obat wajib memenuhi persyaratan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat
CPOB, sesuai ketentuan surat Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia
No. 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
b. Obat Jadi yang diproduksi oleh Industri Farmasi hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh persetujuan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah


memperoleh izin usaha Industri Farmasi adalah:
5

a. Membuat laporan jumlah dan nilai produksi sekali dalam enam bulan,
sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam setahun.
b. Menyalurkan produknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah
pencemaran lingkungan.
d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil
produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja. e. Melakukan Analisa
Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL).

2.2.1 Izin Usaha Industri Farmasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
16/MENKES/PER/II/2013 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah
meliputi Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Setiap pendirian
Industri Farmasi wajib memperoleh Izin Industri Farmasi dari Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta telah memenuhi persyaratan CPOB
yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 tahun sepanjang
memenuhi persyaratan.

2.3 Organisasi dan Personalia


Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
pengembangan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu industri farmasi harus
memiliki personel yang terkualifikasi dan jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugasnya. Tiap personel hendaknya memahami tanggung
jawab dari masing-masing tugas. Agar mendapatkan mutu yang baik, tiap
personel harus memahami prinsip CPOB yang diperoleh dari pelatihan awal dan
berkesinambungan, serta memperoleh pelatihan terkait prosedur kerja, hygiene
yang berkaitan dengan pekerjaan.

Suatu industri farmasi harus memiliki struktur organisasi yang


menguraikan tugas dan kewenangan masing-masing personil sesuai dengan
posisinya. Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk dengan
6

syarat wakil tersebut memiliki tingkat kualifikasi yang memadai. Personil kunci
yang harus ada di suatu industri farmasi mencakup Kepala Bagian Produksi,
Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Pemastian Mutu.

2.4 CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)


Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat menjadi
CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa Industri
Farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk
sediaan obat yang diterbitkan oleh Kepada Badan POM.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada
pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara
sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan
jiwa dan memulihkan atau memelihara kesehatan. Kepala Badan Pengawasan
Obat dan Makanan mengeluarkan CPOB No. 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik, sebagai pedoman bagi semua Industri Farmasi.

2.4.1 Manajemen Mutu


Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran mutu,
yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua tingkat di
berbagai departemen dalam perusahaan, juga pemasok dan distributor. Untuk
mencapai sasaran mutu yang handal, diperlukan Sistem Mutu yang didesain
secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta mencakup Cara Pembuatan
Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu. Pelaksanaan sistem ini hendaklah
didokumentasi lengkap dan dimonitor dipantau efektivitasnya. Semua bagian
Sistem Mutu hendaklah didukung ketersediaan personel yang kompeten,
bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan
tanggung jawab legal diberikan kepada pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) dan
kepada Pemastian Mutu.
7

Konsep dasar Manajemen Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik


(CPOB), dan Manajemen Risiko Mutu adalah saling terkait.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a) suatu infrastruktur atau sistem mutu Industri Farmasi yang tepat mencakup
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan
b) tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
Semua bagian Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah didukung dengan
ketersediaan personel yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang
cukup dan memadai. Kepala Bagian Pemastian Mutu memiliki tambahan
tanggung jawab secara hukum.
Manajemen Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua aspek
baik secara individual maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu
produk. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan
penggunaan. Oleh karena itu Manajemen Mutu mencakup juga Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).
CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau
spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Prinsip
dasar CPOB adalah:
a) semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten;
b) tahap kritis dalam proses pembuatan, dan perubahan signifikan dalam proses
divalidasi
c) tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan mencakup:
 personel terkualifikasi dan terlatih;
 bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai;
8

 peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;


 bahan, wadah dan label yang benar;
 prosedur dan instruksi yang disetujui sesuai Sistem Mutu Industri
Farmasi; dan;
 tempat penyimpanan dan transportasi memadai.
d) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa jelas,
tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada fasilitas yang
tersedia;\
e) prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi
pelatihan untuk menerapkannya;
f) pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan/atau dengan
alat pencatat yang menunjukkan bahwa semua langkah pembuatan dalam
prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa
jumlah serta mutu produk sesuai yang diharapkan;
g) setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi
dengan tujuan untuk menentukan akar masalah dan pelaksanaan tindakan
korektif dan tindakan pencegahan yang tepat;
h) catatan pembuatan termasuk distribusi obat yang memungkinkan
ketertelusuran riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan
mudah diakses;
i) Cara Distribusi Obat yang Baik memperkecil risiko yang berdampak pada
mutu obat;
j) sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia; dan
k) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan
pencegahan keberulangan keluhan.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan
produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya
dinilai memuaskan.
9

Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan


penilaian, pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko terhadap mutu obat.
Proses ini dapat diaplikasikan baik secara proaktif maupun retrospektif.
Prinsip Manajemen Risiko Mutu adalah:
a) evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses yang sudah disetujui dan pada akhirnya
dikaitkan pada perlindungan pasien; dan
b) tingkat upaya pengambilan tindakan, formalitas dan dokumentasi dari proses
manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.

2.4.2 Personalia
Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh
sebab itu industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel
yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua
tugas. Tanggung jawab individual secara jelas dipahami oleh masing-masing dan
didokumentasikan. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang
menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Industri farmasi hendaklah memiliki personel dalam jumlah yang memadai
yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Manajemen puncak hendaklah
menetapkan dan menyediakan sumber daya yang memadai dan tepat (manusia,
finansial, bahan, fasilitas dan peralatan) untuk menerapkan dan mengawasi Sistem
Mutu Industri Farmasi dan meningkatkan efektivitas secara terus-menerus. Tiap
personel tidak boleh dibebani tanggung jawab yang berlebihan sehingga
menimbulkan risiko terhadap kualitas.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi di mana hubungan
antara Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu
sebagaimana dimaksud pada butir 2.5 ditunjukkan dengan jelas di tingkat
manajerial.
Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung
jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh
didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk namun memiliki tingkat kualifikasi
10

yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada gap ataupun
tumpang tindih tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Personel Kunci harus memenuhi persyaratan kualifikasi yang ditetapkan
dalam regulasi nasional, dan hendaklah selalu hadir untuk melaksanakan tanggung
jawabnya sesuai dengan Izin Industri Farmasi.
Manajemen puncak memiliki tanggung jawab tertinggi untuk memastikan
efektivitas penerapan Sistem Mutu Industri Farmasi untuk mencapai sasaran
mutu, dan, peran, tanggung jawab, dan wewenang tersebut ditetapkan,
dikomunikasikan serta diterapkan di seluruh organisasi. Manajemen puncak
hendaklah menetapkan kebijakan mutu yang menguraikan keseluruhan maksud
dan tujuan perusahaan terkait mutu dan hendaklah memastikan kesesuaian dan
efektivitas Sistem Mutu Industri Farmasi dan pemenuhan CPOB melalui
keikutsertaan dalam tinjauan manajemen.

Kepala Pemastian Mutu


 Tugas Kepala Pemastian Mutu dijelaskan dalam persyaratan nasional sebagai
berikut:
a) memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;
b) ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
c) memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
d) melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
e) memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok);
f) memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
g) memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu
produk jadi;
h) mengevaluasi/mengkaji catatan bets;
i) meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait;
11

j) memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan diperiksa
sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai dengan
persyaratan Izin Edar; dan
k) tanggung jawab Kepala Pemastian Mutu dapat didelegasikan, tetapi hanya
kepada personel yang berwenang.

Kepala Produksi
 Kepala Produksi memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
a) memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
b) memberikan persetujuan terhadap prosedur yang terkait dengan kegiatan
produksi dan memastikan bahwa prosedur diterapkan secara ketat;
c) memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh
personel yang berwenang;
d) memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunanfasilitas serta
peralatan di bagian produksi;
e) memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan; dan
f) memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

Kepala Pengawasan Mutu


 Kepala Pengawasan Mutu memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
a) memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan sampel,
metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;
b) memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
c) memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;
d) memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunanfasilitas serta
peralatan di bagian produksi pengawasan mutu;
e) memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan;
f) memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan; dan
12

g) menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,


produk ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi.
Kepala Produksi, Pengawasan Mutu dan Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
memiliki tanggung jawab bersama atau menerapkan bersama, semua aspek yang
berkaitan dengan mutu termasuk khususnya desain, pelaksanaan, pemantauan dan
pemeliharaan Sistem Mutu Industri Farmasi yang efektif. Hal ini termasuk, sesuai
dengan peraturan Badan POM:
a) otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain termasuk amandemen;
b) pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan;
c) higiene pabrik;
d) validasi proses;
e) pelatihan;
f) persetujuan dan pemantauan pemasok bahan;
g) persetujuan dan pemantauan terhadap industri farmasi pembuat obat kontrak
dan penyedia kegiatan alih daya terkait CPOB lain;
h) penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk;
i) penyimpanan catatan;
j) pemantauan terhadap kepatuhan persyaratan CPOB;
k) inspeksi, investigasi dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang
mungkin berpengaruh terhadap mutu produk;
l) ikut serta dalam pelaksanaan tinjauan manajemen terhadap kinerja proses,
mutu produk dan Sistem Mutu Industri Farmasi dan mendorong perbaikan
berkelanjutan; dan
m) memastikan komunikasi yang tepat waktu dan efektif dan proses eskalasi
berjalan untuk mengangkat permasalahan mutu ke tingkat manajemen yang
tepat.
Industri farmasi hendaklah mengadakan pelatihan bagi seluruh personel
yang karena tugasnya berada di area produksi dan gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personel teknik, pemeliharaan dan pembersihan), dan
bagi personel lain yang kegiatannya berdampak pada mutu produk.
Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik Sistem Mutu Industri
Farmasi dan CPOB, personel baru hendaklah memperoleh pelatihan sesuai
13

dengan tugas yang diberikan kepadanya. Pelatihan berkesinambungan hendaklah


juga diberikan, dan efektivitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala.
Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui oleh Kepala Produksi,
Kepala Pengawasan Mutu atau Kepala Pemastian Mutu. Catatan pelatihan
hendaklah disimpan.

2.4.3 Bangunan Dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan, kontaminasi
silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan
yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi silang, penumpukan debu atau
kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
kontaminasi dari lingkungan sekitar, seperti kontaminasi dari udara, tanah dan air
serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak
sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap kontaminasi
tersebut.
Bangunan-fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dipelihara sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga,
burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur
untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.
Bangunan-fasilitas hendaklah dipelihara dengan cermat, dibersihkan dan,
bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan
disinfeksi hendaklah dikelola.
Seluruh bangunan-fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dipelihara
dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur
dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta pemeliharaan bangunan-fasilitas
hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak merugikan mutu obat.
14

Pasokan listrik, pencahayaan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah


tepat agar tidak mengakibatkan dampak merugikan baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap obat selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau
terhadap keakuratan fungsi dari peralatan.
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:
a. kompatibilitas dengan kegiatan pengolahan lain yang mungkin dilakukan di
dalam fasilitas yang sama atau fasilitas yang berdampingan; dan
b. pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi
personel dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau
produk selain yang sedang diproses.
Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personel yang
tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area
pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personel
yang tidak bekerja di area tersebut.
Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan:
 penerimaan bahan;
 karantina barang masuk;
 penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas;
 penimbangan dan penyerahan bahan atau produk;
 pengolahan;
 pencucian peralatan;
 penyimpanan peralatan;
 penyimpanan produk ruahan;
 pengemasan;
 karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir;
 pengiriman produk; dan
 laboratorium pengawasan mutu.

Area Produksi
Pada area produksi terdapat tata letak ruang produksi yang sebaiknya
dirancang sedemikian rupa untuk:
15

a) memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling


berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan
yang dipersyaratkan;
b) mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan
c) memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif.
Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang
dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan
dan bahan secara logis, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan
antara obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah kontaminasi silang dan
memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan langkah proses pengolahan
atau pengawasan.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana
terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk
ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan
terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksanaan
pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.
Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap
rembesan, permukaan rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat serta
efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area
pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi layanan lain hendaklah
didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindarkan pembentukan
ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk kepentingan pemeliharaan, sedapat mungkin
hendaklah dapat diakses dari luar area produksi.
Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding
tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku penyangga berjarak cukup
dari dinding untuk memudahkan pembersihan menyeluruh.
Instalasi rangka atap, pipa dan saluran udara yang terpapar ke dalam
ruangan hendaklah dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan
jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.
Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah
dipasang sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.
16

Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi


parit perangkap untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka
dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk memudahkan pembersihan dan
disinfeksi.
Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan
fasilitas pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang
dapat mencegah kontaminasi dan kontaminasi silang, pengendali suhu dan, bila
perlu, pengendali kelembaban udara sesuai kebutuhan produk yang diproses dan
kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan
luar pabrik. Area produksi hendaklah dipantau secara teratur baik selama ada
maupun tidak ada kegiatan produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap
spesifikasi desain.
Kelas kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat didasarkan pada
jumlah maksimum partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan. Kelas kebersihan tersebut hendaklah
disesuaikan dengan tingkat risiko terhadap produk yang dibuat.
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan
produk steril. Persyaratan pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1
Pembuatan Produk Steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan produk nonsteril,
dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat udara pada kondisi
nonoperasional adalah 3.520.000 partikel/m3 untuk partikel ukuran ≥ 0,5 µm dan
29.000 untuk partikel ukuran ≥ 5 µm. Jumlah maksimum mikroba udara
ditetapkan oleh industri berdasar kajian risiko dari jenis sediaan yang ditangani
misal cair, krim, padat.
Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu (misalnya pada
saat pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk, pencampuran dan
pengolahan bahan atau produk, pengemasan produk kering), memerlukan sarana
penunjang khusus untuk mencegah kontaminasi silang dan untuk memudahkan
pembersihan.
Area produksi hendaklah mendapat pencahayaan yang memadai, terutama
di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan.
17

Pengawasan selama-proses dapat dilakukan di dalam area produksi


sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap produksi.

Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar,


seperti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut hendaklah
diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan dalam keadaan
darurat sebagai pintu ke luar. Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai
barier terhadap kontaminasi silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak
digunakan.

Area Pengawasan Mutu


Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi.
Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu
dengan yang lain.
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah
pencampurbauran dan kontaminasi silang. Hendaklah disediakan tempat
penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila
perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.
Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan untuk memberi
perlindungan instrumen terhadap gangguan listrik, getaran, kelembaban yang
berlebihan dan gangguan lain, atau bila perlu untuk mengisolasi instrumen.
Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan
konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara
ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah
dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium
biologi, mikrobiologi dan radioisotop.

2.4.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah
18

kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.

Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas
dan hal sejenis atau karena perbaikan, pemeliharaan, modifikasi dan adaptasi yang
tidak tepat.

Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada


produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh
bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat
buruk pada produk.

Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau


bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah
terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi
serta dibumikan dengan benar.

Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan


hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode
yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah
disimpan.

Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup
untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
kecampurbauran produk.

Semua sabuk (belt) dan puli (pulley) mekanis terbuka hendaklah


dilengkapi dengan pengaman.

Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah
dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa
hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran.

Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang
jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk
menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut
kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
19

Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari area


produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi penandaan yang jelas.

Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar


maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga
dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai,
kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari
bets sebelumnya telah dihilangkan.

Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan.
Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan bila
mungkin dihindarkan karena menambah risiko kontaminasi produk.

Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi


peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat,
divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar kontaminasi
peralatan oleh bahan pembersih atau sanitasi dapat dicegah.

Prosedur ini hendaklah meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal,


metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode
pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan untuk
memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur juga
meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets sebelumnya serta
perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap kontaminasi sebelum
digunakan.

Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan


pemeriksaan sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar.

Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap kontaminasi


mikroba; enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam wadah yang
sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu
tertentu kecuali bila disterilkan.
Pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama
hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk,
kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan
20

untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam
catatan bets.

2.4.5 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar.

Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.


Penanganan bahan dan produk jadi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima
hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah
hendaklah dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data yang
diperlukan. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan
terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian
Pengawasan Mutu. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina
secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai
dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi. Semua bahan dan produk jadi
hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan
disimpan secara teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok.
Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi
kecampurbauran ataupun kontaminasi silang. Produk dan bahan hendaklah
dilindungi terhadap pencemaran mikrobaatau pencemaran lain pada tiap tahap
pengolahan. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil
yang berwenang. Pada umumnya pembuatan produk nonobat hendaklah
dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk obat.

Pembelian bahan awal adalah suatu aktivitas penting dan oleh karena itu
hendaklah melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus dan menyeluruh
perihal pemasok. Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan,
langsung dari produsen. Dianjurkan agar spesifikasi yang dibuat oleh pabrik
21

pembuat untuk bahan awal dibicarakan dengan pemasok. Sangat menguntungkan


bila semua aspek produksi dan pengawasan bahan awal tersebut, termasuk
persyaratan penanganan, pemberian label dan pengemasan, juga prosedur
penanganan keluhan dan penolakan dibicarakan dengan pabrik pembuat dan
pemasok. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah
dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot,
tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa
bila ada. Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah
memenuhi spesifikasidan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam
spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah tidak
dipakai. Tiap pengiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan
yang akan menunjukkan identitas pengiriman atau bets selama penyimpanan
dan pengolahan. Nomor tersebut hendaklah jelas tercantum pada label wadah
untuk memungkinkan akses ke catatan lengkap tentang pengiriman atau bets yang
akan diperiksa. Apabila dalam satu pengiriman terdapat lebih dari satu bets maka
untuk tujuan pengambilan sampel, pengujian dan pelulusan, hendaklah dianggap
sebagai bets yang terpisah. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan
pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran
dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian catatan
pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dan dengan
metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Wadah dari
mana sampel bahan awal diambil hendaklah diberi identifikasi. Sampel bahan
awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap spesifikasi. Dalam keadaan tertentu,
pemenuhan sebagian atau keseluruhan terhadap spesifikasi dapat ditunjukkan
dengan sertifikat analisis yang diperkuat dengan pemastian identitas yang
dilakukan sendiri. Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua
wadah pada suatu pengiriman berisi bahan awal yang benar, dan melakukan
pengamanan terhadap kemungkinan salah penandaan wadah oleh pemasok. Bahan
awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk
pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Persediaan bahan awal
hendaklah diperiksa secara berkala untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup
rapat dan diberi label dengan benar, dan dalam kondisi yang baik. Hanya bahan
22

awal yang sudah diluluskan oleh bagian Pengawasan Mutu dan masih dalam
masa simpan yang boleh digunakan. Bahan awal, terutama yang dapat rusak
karena terpapar panas, hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya
dikendalikan dengan ketat; bahan yang peka terhadap kelembaban dan/atau
cahaya hendaklah disimpan di bawah kondisi yang dikendalikan dengan tepat.
Penyerahan bahan awal hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang
sesuai dengan prosedur yang telah disetujui. Catatan persediaan bahan hendaklah
disimpan dengan baik agar rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan. Penimbangan
bahan awal hendaklah dilakukan oleh personil yang berwenang sesuai prosedur
tertulis untuk memastikan bahan yang benar yang ditimbang atau diukur dengan
akurat ke dalam wadah yang bersih dan diberi label dengan benar. Setiap bahan
yang ditimbang atau diukur hendaklah diperiksa secara independen dan hasil
pemeriksaan dicatat.

Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan


sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan
hendaklah dicatat. Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk
perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau
reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. Hendaklah secara kritis dilakukan
revalidasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap
mampu mencapai hasil yang diinginkan.

Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus
dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya
debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang
diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator Tingkat
risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.
Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan
sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon
tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling
terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan
dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang
panjang. Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Pencemaran silang hendaklah
23

dihindarkan dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat. Tindakan


pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektifitasnya hendaklah diperiksa
secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.

Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran


bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.

Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan


pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus
produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.
Pengendalian terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi,
dari gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah sangat penting.
Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah
diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh
diserahkan. Untuk menghindarkan terjadinya kecampurbauran, pencemaran
silang, hilangnya identitas dan keraguan, maka hanya bahan awal, produk antara
dan produk ruahan yang terkait dari satu bets saja yang boleh ditempatkan dalam
area penyerahan. Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan awal,
produk antara dan produk ruahan hendaklah diangkut dan disimpan dengan cara
yang benar sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat pengolahan
berikutnya. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur yang
dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar.
Untuk tiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian
kebenaran identitas dan jumlah bahan yang ditimbang atau diukur oleh dua orang
personil yang independen, dan pembuktian tersebut dicatat. Ruang timbang dan
penyerahan hendaklah dijaga kebersihannya. Bahan awal steril yang akan dipakai
untuk produk steril hendaklah ditimbang dan diserahkan di area steril. Kegiatan
penimbangan dan penyerahan hendaklah dilakukan dengan memakai peralatan
yang sesuai dan bersih. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang
diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh
supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi. Sesudah ditimbang atau
dihitung, bahan untuk tiap bets hendaklah disimpan dalam satu kelompok dan
diberi penandaan yang jelas.
24

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan
benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan.

Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi dengan


sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup. Parameter operasional
yang kritis (misal: waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran,
pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi
induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan bets.
Kantong filter yang dipasang pada mesin pengering fluid bed tidak boleh dipakai
untuk produk yang berbeda tanpa pencucian lebih dahulu. Untuk produk yang
berisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan sensitisasi hendaklah digunakan
kantong filter khusus bagi masing-masing produk. Udara yang masuk ke dalam
alat pengering ini hendaklah disaring. Hendaklah dilakukan tindakan pengamanan
untuk mencegah pencemaran silang oleh debu yang keluar dari alat pengering
tersebut. Pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi hendaklah
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga risiko pencemaran atau pertumbuhan
mikroba dapat diperkecil.

Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali


debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindarkan
kecampurbauran antar produk. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruangan
terpisah. Kecuali mesin tersebut digunakan untuk produk yang sama atau
dilengkapi sistem pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam
ruangan tanpa pemisah. Untuk mencegah kecampurbauran perlu dilakukan
pengendalian yang memadai baik secara fisik, prosedural maupun penandaan.
Hendaklah selalu tersedia alat timbang yang akurat dan telah dikalibrasi untuk
pemantauan bobot tablet selama proses. Tablet yang diambil dari ruang pencetak
tablet untuk keperluan pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan
lagi ke dalam bets yang bersangkutan. Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan
hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai status
dan jumlahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Bets. Tiap kali sebelum dipakai,
25

punch dan die hendaklah diperiksa keausan dan kesesuaiannya terhadap


spesifikasi. Catatan pemakaian hendaklah disimpan.

Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan


hendaklah disaring dan mempunyai mutu yang tepat. Larutan penyalut hendaklah
dibuat dan digunakan dengan cara sedemikian rupa untuk mengurangi risiko
pertumbuhan mikroba. Pembuatan dan pemakaian larutan penyalut hendaklah
didokumentasikan.

Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan


bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang
sama seperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada
bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan
yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas
dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah
tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah
diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang
disetujui. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi
nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. Bahan
pengemas primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak lain yang tidak berlaku
lagi atau obsolet hendaklah dimusnahkan dan pemusnahannya dicatat. Untuk
menghindarkan kecampurbauran, hanya satu jenis bahan pengemas cetak atau
bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada
saat yang sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang memadai antar tempat
kodifikasi tersebut.

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur


tertulisyang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang
harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan
sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk
memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin
menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses. Prosedur tertulis
untuk pengawasan selama proses hendaklah dipatuhi Prosedu tersebut hendaklah
26

menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan sampel, jumlah


sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan
untuk tiap spesifikasi.

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama


dengan penanggung jawab pengawasan mutu untuk menjamin obat yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar
hendaklah tertulis serta mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi.
Dokumentasi setiap langkah prosedur harus dilakukan dengan cermat, tepat dan
ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

2.4.6 Cara Penyimpanan Dan Pengiriman Obat Yang Baik


Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan
dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini
menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung
jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan
produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman
produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor.
Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang
diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Lebih
lanjut, belum ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan dan
pemeliharaan prosedur penyimpanan dan pengiriman obat, serta pengendalian
kegiatan proses distribusi. Bertujuan untuk membantu dalam menjamin mutu dan
integritas obat selama proses penyimpanan dan pengiriman obat.
Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan dan
pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB.

Jika dilakukan transaksi secara elektronis, hendaklah tersedia sistem yang


memadai dan prosedur yang jelas untuk menjamin ketertelusuran dan kepastian
mutu obat. Hendaklah tersedia prosedur pelulusan obat yang disetujui untuk
memastikan bahwa obat dijual dan didistribusikan hanya kepada distributor
dan/atau sarana yang berwenang. Hendaklah dibuat prosedur dan catatan tertulis
untuk memastikan ketertelusuran distribusi produk. Prosedur tetap harus
tersedia untuk semua pekerjaan administratif dan teknis yang dilakukan.
27

Obat hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk
mencegah kontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi silang. Area
penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua
kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman.
Hendaklah dilakukan rekonsiliasi stok secara berkala dengan
membandingkan jumlah persediaan (stok) sebenarnya dengan yang tercatat.
Semua perbedaan stok yang signifikan hendaklah diinvestigasi untuk memastikan
bahwa tidak ada kecampur-bauran karena kelalaian, kesalahan pengeluaran
dan/atau penyalahgunaan obat.
Semua perbedaan stok yang signifikan hendaklah diinvestigasi untuk
memastikan bahwa tidak ada kecampur-bauran karena kelalaian, kesalahan
pengeluaran dan/atau penyalahgunaan obat.
Industri farmasi hendaklah menginformasikan semua kondisi
penyimpanan dan pengangkutan yang sesuai kepada pihak yang bertanggung
jawab atas transportasi obat. Perusahaan yang mengangkut harus menjamin
kepatuhan terhadap ketentuan ini.
Obat hendaklah disimpan dan diangkut dengan memenuhi prosedur
sedemikian hingga kondisi suhu dan kelembaban relatif yang tepat dipertahankan,
misal menggunakan cold chain untuk produk yang tidak tahan panas.
Penyimpanan dan pengangkutan produk yang tidak tahan panas dapat mengacu
pada dokumen WHO Model Guidance for the Storage and Transport of Time and
Temperature–Sensitive Pharmaceutical Products atau pedoman internasional lain
yang setara.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk melakukan investigasi dan
penanganan terhadap penyimpangan persyaratan penyimpanan, misal
penyimpangan suhu.
Kendaraan dan perlengkapan yang digunakan untuk mengangkut,
menyimpan atau menangani obat hendaklah sesuai dengan penggunaannya dan
diperlengkapi dengan tepat untuk mencegah pemaparan produk terhadap kondisi
yang dapat memengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan, serta mencegah
semua jenis kontaminasi.
28

Rancangan dan penggunaan kendaraan dan perlengkapan harus bertujuan


untuk meminimalkan risiko kesalahan dan memungkinkan pembersihan dan/atau
pemeliharaan yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi, penumpukan debu
atau kotoran dan/atau efek merugikan terhadap obat yang didistribusikan.
Seluruh obat hendaklah disimpan dan dikirimkan dalam wadah pengiriman
yang tidak mengakibatkan efek merugikan terhadap mutu produk, dan
memberikan perlindungan yang memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk
kontaminasi.
Label wadah pengiriman tidak perlu mencantumkan deskripsi lengkap
mengenai identitas isinya (untuk menghalangi pencurian), namun hendaklah tetap
mencantumkan informasi yang memadai mengenai kondisi penanganan dan
penyimpanan serta tindakan yang diperlukan untuk menjamin penanganan yang
tepat.
Hendaklah tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan
seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman obat,
termasuk semua tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama
penerima produk tersebut hendaklah tercantum dalam semua terkait.

2.4.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar.
Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung
jawab, antara lain adalah membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu, mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel
pertinggal dari bahan dan produk bila perlu, memastikan kebenaran label pada
29

wadah bahan dan produk, memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas produk,


ikut serta dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dll. Semua
kegiatantersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan dicatat
di mana perlu.
Dokumentasi laboratorium hendaklah mengikuti prinsip yang berlaku.
Bagian penting dokumentasi yang berkaitan dengan Pengawasan Mutu berikut ini
hendaklah tersedia di bagian Pengawasan Mutu:
 spesifikasi;
 prosedur yang menjelaskan cara pengambilan sampel, pengujian, catatan
(termasuk lembar kerja pengujian/analisis dan/atau buku catatan
laboratorium), terdokumentasi dan terverifikasi;
 prosedur dan catatan kalibrasi/kualifikasi instrumen serta perawatan
peralatan;
 prosedur penyelidikan terhadap Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS) dan
Hasil Uji di Luar Tren (HULT);
 laporan pengujian dan/atau sertifikat analisis;
 data pemantauan lingkungan, (udara, air dan sarana penunjang lain) bila
perlu; dan
 catatan validasi metode analisis, bila perlu.
Kegiatan pengambilan sampel hendaklah dilaksanakan dan dicatat sesuai
dengan prosedur tertulis yang telah disetujui yang menguraikan: metode
pengambilan sampel; peralatan yang digunakan; jumlah sampel yang harus
diambil; instruksi untuk semua pembagian sampel yang diperlukan; tipe dan
kondisi wadah sampel yang digunakan; penandaan wadah yang disampling;
semua tindakan khusus yang harus diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan
pengambilan sampel bahan steril atau berbahaya; kondisi penyimpanan; dan
prosedur pembersihan dan penyimpanan alat pengambil sampel.
Sampel hendaklah mewakili bets bahan atau produk yang sampelnya
diambil. Sampel lain dapat diambil untuk memantau bagian proses berkondisi
terkritis (misal, awal atau akhir suatu proses). Rencana pengambilan sampel
hendaklah dijustifikasi dengan benar dan berdasarkan pendekatan manajemen
risiko.
30

Bahan awal
Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila
sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap sampel.
Pengambilan sampel boleh dilakukan terhadap sebagian dari jumlah keseluruhan
wadah bila telah tersedia prosedur tervalidasi yang menjamin bahwa tidak satu
pun wadah bahan awal yang keliru diidentifikasi pada labelnya.
Validasi tersebut hendaklah mencakup minimal aspek – aspek berikut:
a) sifat dan status industri pembuat dan pemasok serta pemahaman mereka
tentang ketentuan CPOB pada industri farmasi;
b) sistem Pemastian Mutu industri pembuat bahan awal;
c) kondisi pembuatan pada saat bahan awal tersebut diproduksi dan diperiksa;
dan d) sifat bahan awal dan produk jadi yang akan menggunakan bahan awal
tersebut.
Dengan pengaturan seperti pada kondisi di atas, dimungkinkan suatu
prosedur tervalidasi yang mengecualikan keharusan pengujian identitas bagi tiap
wadah bahan awal dapat diterima untuk: a) bahan awal yang berasal dari industri
yang hanya membuat satu bahan; dan b) bahan awal diterima langsung dari
industri pembuat atau dalam wadah tertutup asli dari industri pembuat yang telah
dibuktikan keandalannya dan telah diaudit secara berkala oleh Sistem Pemastian
Mutu dari industri farmasi atau suatu badan terakreditasi.
Adalah tidak mungkin suatu prosedur dapat divalidasi secara memuaskan
dalam hal: a) bahan awal yang dipasok oleh perantara misal broker, di mana
pabrik pembuat tidak dikenal atau tidak diaudit; dan b) bahan awal digunakan
untuk produk parenteral.

Bahan Pengemas
Pola pengambilan sampel bahan pengemas hendaklah setidaknya
memerhatikan hal berikut: jumlah yang diterima, mutu yang dipersyaratkan, sifat
bahan (misalnya bahan pengemas primer, dan/atau bahan pengemas cetak),
31

metode produksi dan pengetahuan tentang pelaksanaan sistem Pemastian Mutu di


pabrik pembuat bahan pengemas berdasarkan audit. Jumlah sampel yang diambil
hendaklah ditentukan secara statistik dan disebutkan dalam pola pengambilan
sampel.
Instruksi pengambilan sampel hendaklah mencakup :
 metode dan pola pengambilan sampel;
 peralatan yang digunakan;
 jumlah sampel yang diambil;
 instruksi pembagian sampel sesuai kebutuhan;
 jenis wadah sampel yang harus digunakan, yakni apakah untuk pengambilan
sampel secara aseptik atau normal;
 identitas wadah yang diambil sampelnya;
 peringatan khusus yang harus diperhatikan terutama yang berkaitan dengan
pengambilan sampel bahan steril atau berbahaya;
 kondisi penyimpanan; dan
 instruksi tentang cara pembersihan dan penyimpanan alat pengambil sampel.

Pengujian
Metode analisis hendaklah divalidasi. Laboratorium yang menggunakan
metode analisis tanpa melakukan validasi awal, hendaklah melakukan verifikasi
kesesuaian metode analisis tersebut. Semua kegiatan pengujian yang diuraikan
dalam Izin Edar obat hendaklah dilaksanakan menurut metode disetujui.

Hasil pengujian yang diperoleh hendaklah dicatat. Hasil pengujian


terhadap atribut mutu kritis hendaklah dibuat tren dan dicek untuk memastikan
bahwa masing-masing konsisten satu dengan yang lain. Semua kalkulasi
hendaklah diperiksa dengan kritis.

Pengujian yang dilakukan hendaklah dicatat dan catatannya hendaklah


mencakup paling sedikit data sebagai berikut:
a) nama bahan atau produk dan, di mana perlu, bentuk sediaan;
b) nomor bets dan, di mana relevan, pembuat dan/atau pemasok;
c) rujukan spesifikasi dan prosedur pengujian yang relevan;
32

d) hasil pengujian, termasuk pengamat-an dan kalkulasi, dan acuan kepada


semua sertifikat analisis;
e) tanggal pengujian;
f) paraf personel yang melaksanakan pengujian;
g) paraf personel yang melakukan verifikasi terhadap pengujian dan kalkulasi, di
mana perlu;
h) pernyataan pelulusan atau penolakan (atau keputusan status lain) yang jelas
dan tanda tangan personel yang bertanggung jawab yang dilengkapi dengan
tanggal; dan
i) rujukan peralatan yang digunakan.

Perhatian khusus hendaklah diberikan pada mutu pereaksi, larutan, alat gelas,
baku pembanding dan media perbenihan. Hal tersebut hendaklah disiapkan dan
dikendalikan sesuai dengan prosedur tertulis. Tingkat pengendalian hendaklah
sepadan dengan penggunaannya dan data stabilitas yang ada.

Baku pembanding hendaklah dibuat sesuai peruntukkannya. Kualifikasi dan


sertifikasi baku pembanding, hendaklah dinyatakan dengan jelas dan
didokumentasikan. Apabila tersedia baku pembanding kompendial yang berasal
dari sumber resmi, sebaiknya digunakan sebagai baku pembanding primer kecuali
telah dijustifikasi (penggunaan baku pembanding sekunder diperbolehkan setelah
ketertelusuran terhadap baku pembanding primer telah dibuktikan dan
didokumentasikan). Baku pembanding kompendia ini hendaklah digunakan untuk
tujuan yang dijelaskan dalam monografi kecuali jika lain ditentukan oleh Badan
POM.

Program Stabilitas Pasca Pemasaran


Setelah dipasarkan, stabilitas obat hendaklah dipantau menurut program
berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua
masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi)
yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan.
33

Tujuan dari program stabilitas pascapemasaran adalah untuk memantau


produk selama masa edar dan untuk menentukan bahwa produk tetap, dan dapat
diprakirakan akan tetap, memenuhi spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi
penyimpanan yang tertera pada label.

Hal ini berlaku bagi obat dalam kemasan yang dijual, namun hendaklah
dipertimbangkan pencakupan dalam program bagi produk ruahan. Misal, apabila
produk ruahan disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum dikemas
dan/atau dikirim dari tempat produksi ke tempat pengemasan, dampak terhadap
stabilitas produk yang dikemas dalam kondisi lingkungan sekeliling hendaklah
dievaluasi dan dikaji. Di samping itu, hendaklah dipertimbangkan produk antara
yang disimpan dan digunakan setelah jangka waktu yang diperpanjang. Studi
stabilitas produk hasil rekonstitusi dilakukan saat pengembangan produk dan tidak
memerlukan pemantauan yang berbasis pascapemasaran. Namun, apabila relevan,
stabilitas produk hasil rekonstitusi dapat juga dipantau.

Protokol untuk program stabilitas pascapemasaran hendaklah menjangkau


akhir masa edar dan hendaklah meliputi, namun tidak terbatas pada, parameter
berikut:

 jumlah bets per kekuatan dan per ukuran bets yang berbeda, di mana perlu;
 metode pengujian fisis, kimiawi, mikrobiologis dan biologis yang relevan;
 kriteria keberterimaan;
 rujukan metode pengujian;
 uraian sistem tutup wadah;
 interval pengujian (titik waktu);
 kondisi penyimpanan untuk pengujian jangka panjang konsisten dengan
penandaan produk; dan
 parameter lain yang berlaku spesifik bagi obat.

Hasil studi stabilitas pascapemasaran hendaklah dapat diakses oleh


personel kunci dan, terutama, personel yang berwenang. Apabila studi stabilitas
on-going diselenggarakan pada lokasi di luar lokasi pembuatan produk ruahan
atau produk akhir, hendaklah tersedia persetujuan tertulis antara kedua pihak.
34

Hasil studi stabilitas on-going hendaklah tersedia di lokasi pembuatan untuk


diperiksa oleh Badan POM.

HULS atau tren atipikal yang signifikan hendaklah diselidiki. Semua hasil
HULS yang dikonfirmasi, atau tren negatif yang signifikan, bets produk yang
terpengaruh di pasaran hendaklah dilaporkan kepada Badan POM.

2.4.8 Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek


produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
objektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan


standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan
mengenai ketentuan CPOB yang mencakup antara lain:

 personel;
 bangunan-fasilitas termasuk fasilitas untuk personel;
 pemeliharaan bangunan dan peralatan;
 penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi;
 peralatan;
 produksi dan pengawasan selama-proses;
 pengawasan Mutu;
 dokumentasi;
 sanitasi dan higiene;
35

 program validasi dan revalidasi;


 kalibrasi alat atau sistem pengukuran;
 prosedur penarikan obat jadi;
 penanganan keluhan;
 pengawasan label; dan
 hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.

Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut program


yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip Pemastian
Mutu.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci oleh personel (-
personel) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim
inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan
memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.

Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan


perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis
dalam prosedur inspeksi diri.

Audit Mutu

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.


Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim
yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga
dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.4.9 Keluhan dan Penarikan Produk

Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang


sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau
36

keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan
obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.

Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat


waktu jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan
produk, temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi
produk, atau isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat
mengakibatkan penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan
produk yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan
kepada Badan POM dan/atau otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan
ketentuan berlaku.

Personel dan Pengelolaan

Personel yang terlatih dan berpengalaman hendaklah bertanggung jawab


untuk mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-
langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul
akibat masalah tersebut, termasuk penarikan. Personel tersebut hendaklah
independen dari bagian penjualan dan pemasaran, kecuali jika ada justifikasi.
Apabila personel tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), hendaklah kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) segera
diberitahukan secara formal setiap investigasi, setiap tindakan pengurangan-risiko
dan setiap pelaksanaan penarikan obat.

Apabila penanganan keluhan dan cacat mutu dikelola secara terpusat di


dalam organisasi, peran dan tanggung jawab masing-masing pihak terkait
hendaklah didokumentasikan. Pengelolaan terpusat (korporasi) tidak boleh
mengakibatkan keterlambatan investigasi dan penanganan masalah.

Prosedur Penanganan Dan Investigasi Keluhan Termasuk Cacat Mutu Yang


Mungkin Terjadi

Ketika investigasi cacat mutu dimulai, hendaklah tersedia prosedur yang


setidaknya mencakup hal-hal berikut:

a) deskripsi cacat mutu yang dilaporkan.


37

b) penentuan luas dari cacat mutu. Hendaklah dilakukan pemeriksaan atau


pengujian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal, dan dalam kasus
tertentu, peninjauan catatan produksi bets, catatan sertifikasi bets dan catatan
distribusi bets (khususnya untuk produk yang tidak tahan panas) hendaklah
dilakukan.
c) kebutuhan untuk meminta sampel atau produk cacat yang dikembalikan dan
bila sampel telah tersedia, kebutuhan untuk melakukan evaluasi yang
memadai.
d) penilaian risiko yang ditimbulkan oleh cacat mutu, berdasarkan tingkat
keparahan dan luas dari cacat mutu.
e) proses pengambilan keputusan yang akan digunakan terkait dengan
kemungkinan kebutuhan tindakan pengurangan-risiko dalam jaringan
distribusi, seperti penarikan bets/produk atau tindakan lain.
f) penilaian dampak dari tindakan penarikan obat terhadap ketersediaannya di
peredaran bagi pasien, dan kebutuhan untuk melaporkan dampak penarikan
obat kepada otoritas terkait.
g) komunikasi internal dan eksternal yang perlu dilakukan sehubungan dengan
cacat mutu dan investigasi.
h) identifikasi potensi akar masalah dari cacat mutu.
i) kebutuhan untuk melakukan identifikasi dan mengimplementasikan Tindakan
Korektif dan Pencegahan yang tepat, dan penilaian terhadap efektivitasnya.

Investigasi Dan Pengambilan Keputusan

Informasi yang dilaporkan terkait kemungkinan cacat mutu hendaklah


dicatat, termasuk semua data yang asli dan rinci. Keabsahan dan luas dari cacat
mutu yang dilaporkan hendaklah didokumentasikan dan dinilai sesuai dengan
prinsip Manajemen Risiko Mutu untuk mendukung keputusan tingkat investigasi
dan tindakan yang diambil.

Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada suatu bets, maka hendaklah
dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin produk lain untuk
memastikan apakah bets lain atau produk lain tersebut juga terkena dampak.
38

Terutama hendaklah diinvestigasi apabila bets lain mengandung bagian atau


komponen yang cacat.

Investigasi cacat mutu hendaklah mencakup tinjauan terhadap laporan


cacat mutu sebelumnya atau informasi terkait lain untuk mencari indikasi masalah
spesifik atau berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin memerlukan
tindakan regulasi lebih lanjut.

Keputusan yang dibuat selama dan setelah investigasi cacat mutu


hendaklah mencerminkan tingkat risiko yang ditunjukkan oleh cacat mutu serta
keseriusan setiap ketidakpatuhan terhadap persyaratan dokumen izin
edar/spesifikasi produk atau CPOB. Keputusan tersebut hendaklah diambil tepat
waktu untuk memastikan keselamatan pasien dengan cara yang sesuai dengan
tingkat risiko yang diakibatkan oleh masalah tersebut.

2.4.10 Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem


pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB.
Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya
ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam
berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas, elektronik atau fotografi. Tujuan
utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk membangun,
mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung
atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Sistem Mutu
Industri Farmasi hendaklah mencakup penjabaran rinci yang memadai terhadap
pemahaman umum mengenai persyaratan, di samping memberikan pencatatan
berbagai proses dan evaluasi setiap pengamatan yang memadai, sehingga
penerapan persyaratan yang berkelanjutan dapat ditunjukkan. Acuan lebih lanjut
terkait penerapan Cara Dokumentasi yang Baik untuk menjamin integritas
dokumen dan catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO Guidance on Good
Data and Record Management Practices atau pedoman internasional lain terkait.

Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan
mencatat pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk, persyaratan) dan
39

catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang tepat hendaklah diterapkan sesuai


dengan jenis dokumen.

Dokumentasi CPOB Yang Diperlukan (Berdasarkan Jenis)

Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF): Dokumen yang menjelaskan


tentang aktivitas terkait CPOB.

Jenis instruksi (petunjuk, atau persyaratan):

 Spesifikasi: menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk


atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini
merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
 Dokumen Produksi Induk, Formula Pembuatan, Prosedur Pengolahan,
Prosedur Pengemasan dan Instruksi Pengujian/Metode Analisis: menyajikan
rincian semua bahan awal, peralatan dan sistem komputerisasi (jika ada) yang
akan digunakan dan menjelaskan semua prosedur pengolahan, pengemasan,
pengambilan sampel dan pengujian. Pengawasan selama-proses dan process
analytical technologies (PAT) yang akan digunakan hendaklah ditentukan
dimana diperlukan bersama kriteria keberterimaannya.
 Prosedur: (disebut juga Prosedur Tetap atau Protap), memberikan petunjuk
cara pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.
 Protokol (kualifikasi, validasi, uji stabilitas, dll): Memberikan instruksi untuk
melakukan dan mencatat kegiatan tertentu.
 Perjanjian Teknis: kesepakatan antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
untuk kegiatan alih daya.

Jenis Catatan/Laporan:

 Catatan: menyajikan bukti dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk


membuktikan pematuhan terhadap instruksi, misal kegiatan, kejadian,
investigasi, dalam hal bets yang dibuat, merupakan riwayat setiap bets
produk, termasuk distribusinya. Catatan meliputi data mentah yang digunakan
40

untuk menghasilkan catatan lain. Untuk catatan elektronik yang mengatur


pengguna hendaklah ditentukan data mana yang akan digunakan sebagai data
mentah. Paling tidak, semua data yang menjadi dasar keputusan kualitas
hendaklah didefinisikan sebagai data mentah .
 Sertifikat Analisis: berisi ringkasan hasil pengujian sampel produk atau bahan
termasuk evaluasi untuk memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan.
 Laporan: mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan tertentu, pelaksanaan
proyek atau penyelidikan tertentu, dilengkapi hasil, kesimpulan dan
rekomendasi.

Cara Dokumentasi Yang Baik

Pencatatan yang ditulis tangan hendaklah jelas, terbaca dan tidak mudah
terhapus. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah
memungkinkan pembacaan informasi semula. Di mana perlu, alasan perubahan
hendaklah dicatat.

Catatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada saat kegiatan dilakukan dan
sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan
obat dapat ditelusuri .

Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah menjelaskan semua dokumen


yang diperlukan untuk memastikan mutu produk dan keamanan pasien. Contoh
dokumen yang diperlukan :

 Spesifikasi untuk bahan awal dan bahan pengemas


 Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
 Spesifikasi Produk jadi
 Dokumen Produksi Induk

Formula Pembuatan Dan Prosedur Produksi

Formula Pembuatan hendaklah mencakup:

a) nama produk dengan kode referen produk yang merujuk pada spesifikasinya;
b) deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran bets;
41

c) daftar semua bahan awal yang digunakan, dengan mendeskripsikan masing-


masing jumlahnya; termasuk pencantuman bahan yang hilang selama proses;
dan
d) pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan dengan batas
penerimaan, dan bila perlu, hasil antara yang relevan.

Catatan Pengolahan Bets

Catatan Pengolahan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang diolah.
Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari formula
pembuatan dan prosedur pengolahan induk yang berlaku. Metode pembuatan
catatan ini hendaklah didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi:

a) nama dan nomor bets produk;


b) tanggal dan waktu dari permulaan, dari tahap antara yang signifikan dan
dari penyelesaian pengolahan;
c) identifikasi (paraf) operator yang melakukan berbagai langkah pengolahan
yang signifikan dan, di mana paraf personel yang memeriksa tiap kegiatan
ini (misalnya penimbangan);
d) nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah nyata tiap
bahan awal yang ditimbang atau diukur (termasuk nomor bets dan jumlah
bahan hasil pemulihan atau hasil pengolahan ulang yang ditambahkan);
e) semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan dan peralatan
utama yang digunakan;
f) catatan pengawasan selama-proses dan paraf personel yang melaksanakan
serta hasil yang diperoleh;
g) hasil produk yang diperoleh dari setiap tahap pengolahan dan penting;
h) catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya dengan
tanda tangan pengesahan untuk tiap penyimpangan dari Formula
Pembuatan dan Prosedur Pengolahan; dan
i) persetujuan oleh personel yang bertanggung jawab terhadap proses
pengolahan.

Catatan Pengemasan Bets


42

Catatan Pengemasan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets atau bagian
bets yang diproses. Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan
dari Prosedur Pengemasan Induk. Catatan pengemasan bets hendaklah berisi
informasi berikut:

a) nama dan nomor bets produk;


b) tanggal dan waktu tiap kegiatan pengemasan;
c) identifikasi (paraf) operator yang melakukan berbagai langkah pengemasan
yang signifikan dan, di mana perlu paraf personel yang memeriksa tiap
kegiatan ini;
d) catatan pemeriksaan terhadap identitas dan konformitas dengan Prosedur
Pengemasan Induk termasuk hasil pengawasan selamaproses;
e) rincian kegiatan pengemasan yang dilakukan, termasuk referensi peralatan
dan jalur pengemasan yang digunakan;
f) apabila dimungkinkan, sampel bahan pengemas cetak yang digunakan,
termasuk spesimen dari kodifikasi bets, pencetakan tanggal daluwarsa serta
semua pencetakan tambahan; dan
g) catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya dengan
tanda tangan pengesahan untuk semua penyimpangan terhadap Prosedur
Pengemasan Induk.

Prosedur Dan Catatan

 Penerimaan
Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap
pengiriman tiap bahan awal, (termasuk produk ruahan, produk antara atau
produk jadi), bahan pengemas primer, sekunder dan bahan pengemas cetak.
 Pengambilan Sampel
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang
mencakup, metode dan alat yang digunakan, jumlah yang diambil dan tindakan
pengamanan yang diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap
bahan atau penurunan mutu.
 Pengujian
43

Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian bahan dan produk yang
diperoleh dari tiap tahap produksi yang menguraikan metode dan alat yang
harus digunakan. Pengujian yang dilaksanakan hendaklah dicatat.
 Prosedur Pembersihan dan Sanitasi
Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan persetujuan
untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara. Prosedur
pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan
tiap jenis alat secara konsisten dan efektif.
 Lain-lain
Hendaklah tersedia secara tertulis kebijakan, prosedur, protokol, laporan dan
catatan yang berkaitan mengenai tindakan yang harus diambil atau kesimpulan
yang dicapai, di mana berlaku, untuk:
a) validasi dan kualifikasi proses, peralatan dan sistem;
b) rakitan peralatan dan kalibrasi;
c) transfer teknologi;
d) pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi;
e) hal yang berkaitan dengan personel termasuk daftar tanda tangan,
pelatihan CPOB dan masalah teknis, pakaian dan higiene dan verifikasi
efektivitas pelatihan;
f) pemantauan lingkungan;
g) pengendalian hama;
h) keluhan;
i) penarikan obat;
j) produk kembalian;
k) pengendalian perubahan;
l) investigasi penyimpangan dan ketidaksesuaian;
m) inspeksi diri terkait kualitas/ pemenuhan CPOB;
n) ringkasan catatan di mana berlaku (misal pengkajian mutu produk); dan
o) audit pemasok.

2.4.11 Kegiatan Alih Daya


44

Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan


hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara
Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan
tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi
Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.

Pemberi Kontrak

Sistem Mutu Industri Farmasi Pemberi Kontrak hendaklah mencakup


pengawasan dan pengkajian terhadap kegiatan alih daya. Pemberi Kontrak
bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin ada proses yang memastikan
pengawasan terhadap kegiatan alih daya. Proses ini hendaklah memasukkan
prinsip manajemen risiko mutu.

Penerima Kontrak

Penerima Kontrak hendaklah dapat melaksanakan pekerjaan yang


diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan misal memiliki bangunan-
fasilitas, peralatan, pengetahuan, pengalaman, dan personel yang kompeten.

Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk, bahan dan


transfer pengetahuan yang diterima sesuai dengan tujuan alih daya.

Penerima Kontrak tidak boleh mengalihkan pekerjaan apa pun yang


dipercayakan sesuai kontrak, tanpa terlebih dahulu dievaluasi, disetujui dan
didokumentasikan oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan antara Penerima Kontrak
dengan pihak ketiga manapun hendaklah memastikan ketersediaan informasi dan
pengetahuan, termasuk penilaian kesesuaian pihak ketiga, yang dilakukan dengan
cara yang sama seperti yang dilakukan antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak.

Kontrak
45

Kontrak tertulis hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima


Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak dan jalur
komunikasi terkait dengan kegiatan alih daya. Aspek teknis dari kontrak
hendaklah dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang
sesuai dengan kegiatan alih daya dan CPOB. Semua pengaturan kegiatan alih
daya harus sesuai dengan peraturan dan Izin Edar produk terkait dan disetujui oleh
kedua belah pihak.

Kontrak hendaklah menguraikan secara jelas pihak yang bertanggung


jawab melaksanakan setiap tahapan pada kegiatan alih daya, misal transfer
teknologi, rantai pasokan, subkontrak (bila ada), mutu dan pembelian bahan,
pengujian dan pelulusan bahan, pelaksanaan produksi dan pengawasan mutu,
(termasuk pengawasan selama-proses, pengambilan sampel, analisis dan uji
stabilitas).

Semua catatan terkait dengan kegiatan alih daya, misal catatan


pengolahan, analisis dan distribusi, serta sampel pembanding hendaklah disimpan
oleh atau disediakan untuk Pemberi Kontrak. Semua catatan yang relevan untuk
penilaian mutu produk, bila terjadi keluhan atau cacat produk atau penyelidikan
kasus dugaan pemalsuan, hendaklah dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur
yang dibuat oleh Pemberi Kontrak.

2.4.12 Kualifikasi dan Validasi


CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis
kegiatan yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup
produk dan proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas,
peralatan, sarana penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk,
hendaklah didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau
strategi pengendaliannya dinilai. Sistem komputerisasi yang digunakan untuk
pembuatan obat hendaklah juga divalidasi sesuai dengan persyaratan.
Data pendukung kualifikasi dan/atau studi validasi yang diperoleh dari
sumber di luar program industri dapat digunakan, dengan syarat pendekatan ini
46

telah dijustifikasi dan ada jaminan yang memadai bahwa pengendalian telah
dilakukan saat mengambil alih data tersebut.

Tahap Kualifikasi Untuk Peralatan, Fasilitas, Sarana Penunjang, Dan Sistem

 Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP)


 Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan.
 Kualifikasi Instalasi (KI) dilakukan terhadap fasilitas, sistem atau peralatan
baru atau dimodifikasi.
 Kualifikasi Operasional (KO) hendaklah mencakup pengujian yang perlu
dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan peralatan.
 Kualifikasi Kinerja (KK) hendaklah mencakup pengujian dengan
menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang memenuhi spesifikasi atau
produk simulasi yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses,
fasilitas, sistem dan peralatan.

Validasi Proses
Validasi proses produk baru hendaklah mencakup semua kekuatan produk
yang akan dipasarkan dan lokasi pembuatan. Bracketing dapat dijustifikasi untuk
produk baru berdasarkan pengetahuan proses yang ekstensif dari tahap
pengembangan bersamaan dengan program verifikasi on-going yang sesuai.

Untuk validasi proses produk yang ditransfer dari satu lokasi ke lokasi
lain atau pindah fasilitas dalam lokasi yang sama, pendekatan bracketing dapat
mengurangi jumlah bets validasi. Namun, pengetahuan produk yang sudah
diproduksi, termasuk isi dari validasi sebelumnya hendaklah tersedia. Kekuatan,
ukuran bets dan ukuran kemasan/jenis wadah yang berbeda juga dapat
menggunakan pendekatan bracketing jika telah dijustifikasi.

 Validasi Konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses produksi


rutin dilakukan. Jika pendekatan validasi konkuren telah diadopsi, hendaklah
tersedia data yang memadai untuk mendukung kesimpulan bahwa tiap bets
produk yang dihasilkan seragam dan memenuhi kriteria keberterimaan. Hasil
47

dan kesimpulan hendaklah didokumentasikan secara formal dan tersedia bagi


Kepala Pemastian Mutu untuk pelulusan bets.
 Validasi Proses Tradisional, dalam pendekatan tradisional, sejumlah bets
produk diproduksi dalam kondisi rutin untuk memastikan reprodusibillitas.
 Verifikasi Proses Kontinu, untuk produk yang dikembangkan berdasarkan
pendekatan quality by design (QbD), selama proses pengembangan telah
ditetapkan secara ilmiah, strategi pengendalian, yang memberikan tingkat
kepastian mutu produk yang tinggi, maka verifikasi proses secara kontinu
dapat dilakukan sebagai alternatif untuk validasi proses tradisional.
 Verifikasi Proses On-going selama Siklus Hidup Produk, Industri Farmasi
hendaklah memantau mutu produk untuk memastikan bahwa keadaan
terkendali dipertahankan sepanjang siklus hidup produk dengan evaluasi
tren proses yang relevan.

Verifikasi Transportasi
Obat jadi, obat untuk uji klinik, produk ruahan, dan sampel hendaklah
diangkut dari lokasi pabrik sesuai kondisi yang ditentukan dalam Izin Edar, label
yang disetujui, spesifikasi produk, atau yang dapat dijustifikasi oleh Industri
Farmasi.
Penilaian risiko hendaklah dilakukan untuk mempertimbangkan dampak
variabel dalam proses transportasi selain kondisi yang terus dikendalikan atau
dipantau, misal penundaan transportasi, kegagalan perangkat pemantau,
penambahan nitrogen cair (yang hilang), kerentanan produk dan faktor lain yang
relevan.

Validasi Metode Analisis


Semua metode analisis yang digunakan dalam kualifikasi, validasi, atau
pembersihan hendaklah divalidasi dengan batas deteksi dan kuantifikasi yang
tepat. Jika pengujian mikroba dilakukan, metode analisis hendaklah divalidasi
untuk memastikan bahwa produk tidak memengaruhi perolehan kembali
mikroorganisme.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS INDUSTRI
PT. SANBE FARMA UNIT 4 (UNIT ONKOLOGI)

3.1 Sejarah
PT. Sanbe Farma didirikan pada tahun 1975 di Bandung oleh Drs. Jahja
Santosa., Apt. Bapak Jahja Santoso merupakan seorang apoteker lulusan Institut
Teknologi Bandung (ITB). Pabrik pertama PT. Sanbe Farma berada di Jl.
Kejaksaan No.35 Bandung dan mulai melakukan produksi sebagai industri
rumahan (home industry) dengan produk pertama yang diproduksi adalah Kapsul
Colsancetine®. Nama Sanbe berasal dari singkatan nama Santoso Bersaudara.

Unit I merupakan pabrik dari PT. Sanbe Farma yang pertama kali
didirikan. Unit ini berlokasi di Jalan Industri I No. 8 Leuwigajah, Cimahi,
Bandung. Unit I ini pada awalnya memproduksi sediaan farmasi baik steril
maupun non steril. Tahun 1985, Sanbe mulai mengembangkan usahanya dengan
memproduksi antibiotika golongan β-Lactam dan sefalosporin. PT. Sanbe Farma
juga mulai memproduksi obat-obatan Over The Counter (OTC), seperti Sanaflu®
pada tahun 1992. Sanaflu® merupakan produk yang memenangkan grand prize
“The Most Popular Brand” pada tahun 1997 dan 1999. Tahun 2000, Sanbe Farma
memproduksi Poldan Mig® yang merupakan obat migrain tanpa resep pertama di
Indonesia.

Tahun 1996 PT. Sanbe Farma mulai mendidirikan Unit II yang


difungsikan untuk memproduksi antibiotika golongan β-Lactam dan sefalosporin.
Unit II berlokasi di Jl. Leuwigajah 162, Cimahi, Bandung. Unit II didirikan
dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan pasar yang semakin tinggi serta untuk
memenuhi CPOB, karena bangunan untuk memproduksi antibiotika golongan β-
Lactam dan sefalosporin harus terpisah dari bangunan lainnya.

Bangunan Unit III mulai difungsikan pada tahun 2005. Unit ini berlokasi
di Jl. Industri Cimareme No.8 Padalarang, Kab. Bandung Barat. Unit III
digunakan untuk memproduksi sediaan steril. Penanganan limbah

31
cair PT Sanbe dari semua unit dilakukan pada Waste Water Treatment Plant
(WWTP) yang bertempatkan di Cimareme.

Tahun 2007, Founder PT. Sanbe Farma mempunyai mimpi untuk


membuat pabrik Onkologi. Awalnya, pabrik akan dibangun di Singapura. Saat itu
beliau mendatangkan konsultan dari Jerman dan India yaitu NNE Pharmaplan
Germany. Karena kecintaannya untuk bangsa Indonesia, maka pabrik akhirnya
dibangun di area Unit III dan Caprifarmindo dengan luas bangunan 3.000 m 2
diatas lahan seluas 18 hektar pada tahun 2008. Di tahun 2009, RIP (Rancangan
Induk Pembangunan) diajukan ke BPOM dan mendapatkan persetujuan dari
BPOM dengan keluarnya RIP PO.03.01.341.1658, 17 JUNI 2009. Akhir tahun
2009, unit Oncology Plant membeli mesin In Line Filling Machine serta Isolator
dan Compact Line.

Pemasangan dan validasi mesin utama oncology dan peralatan


laboratorium QC serta laboratorium kimia selesai di tahun 2011. Tahun 2012
dilakukan media fill, proses validasi untuk sediaan liquid dan lyophilized serta
persiapan audit untuk memperoleh sertifikat CPOB. Maret 2012, BPOM
melakukan inspeksi ke Oncology Plant dalam rangka sertifikasi CPOB. April
2012, Oncology Plant memperoleh sertifikat CPOB Nomor 3773/CPOB/A/IV/12
untuk sediaan injeksi serbuk hasil liofilisasi dan sertifikat CPOB Nomor
3774/CPOB/A/IV/12 untuk sediaan injeksi cair setelah melakukan perbaikan
sesuai dengan hasil inspeksi BPOM saat inspeksi CPOB. Pabrik Oncology Plant
diresmikan pada tanggal 12 Mei 2012 oleh Wakil Menteri Kesehatan Republik
Indonesia dan Ketua DPR RI.

PT. Sanbe Farma merupakan industri farmasi pertama dan satu-satunya


yang memproduksi obat kanker dalam bentuk sedian injeksi cair dan injeksi
serbuk hasil liofilisasi yang telah tersertifikasi.

3.2 Lokasi
PT. Sanbe Farma mempunyai beberapa tempat untuk melakukan aktivitas
produksi yaitu:

32
1. PT. Sanbe Farma unit 1 di Jl. Industri 1 no.9 Cimahi memproduksi produk non
beta laktam, non sefalosporin, dan obat hewan (veterinary).
2. PT. Sanbe Farma unit 2 di Jl. Leuwigajah no.162 Cimahi memproduksi produk
betalaktam (lantai 2) dan sefalosporin (lantai 4).
3. PT. Sanbe Farma unit 3 Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi
SVP (Small Volume Parenteral = injeksi volume kecil), LVP (Large Volume
Parenteral atau injeksi volume besar), tetes mata, sediaan steril semisolid,
sediaan serbuk injeksi steril.
4. PT. Sanbe Farma unit 4 di Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi
produk-produk anti kanker (oncology).
5. PT. Sanbe Farma unit 5 di Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi
produk-produk biologi (biological).
1.3 Visi dan Misi
 Visi
Menjadi supplier formulasi generik dan OTC yang terkenal di dunia.

 Misi
a. Integritas: prinsip etika tertinggi dalam proses menyediakan produk dan
pelayanan yang berkualitas.
b. Highest regard for people: sumber daya manusia adalah dasar kesuksesan
sanbe, dan kami akan memperkerjakan, memotivasikan, dan
mempertahankan orang yang tepat dengan kemampuan dan kompetensi
yang tepat.
c. Kepuasan pelanggan: kami akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan kami dengan tepat waktu dan dengan kemampuan terbaik yang
kami miliki.
d. Komunitas: kami akan menyediakan produk berkualitas untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.
e. Inovasi: kami akan selalu melakukan hal-hal yang berbeda dan melakukan
hal-hal yang sama dengan cara yang berbeda.
f. Kerja sama tim: kami akan bekerja sama dalam satu kesatuan, saling
mempercayai tanpa memandang batasan geografis dan organisasi.
g. Kinerja: kami akan menetapkan standar kinerja tertinggi dan memperoleh

33
pencapaian yang lebih baik dari hari ke hari untuk memenuhi dan melebihi
standar tersebut, dengan hasrat yang tidak terpadamkan.
h. Kepemimpinan: kami akan menjadi pemimpin dalam apapun yang kami
lakukan dengan cara kami (pt. Sanbe farma, 2017).
3.4 Personalia
3.4.1 Struktur Oganisasi
Berdasarkan struktur organisasi, pimpinan tertinggi PT. Sanbe Farma adalah
president commisioner yang membawahi director. Director membawahi supply
chain management director, technical operation director, dan RnD corporate
manager. Technical operation director membawahi head of quality, Plant
manager, dan IT corporate senior manager. Head of quality membawahi QC
manager, QA manager, document control manager, validation manager, dan
laboratory complience manager. Plant manager membawahi PPIC manager,
Production manager, human capital manager, serta engineering manager
(Lampiran 3.4.1).

3.5 Bangunan dan Fasilitas


PT. Sanbe Farma unit 4 memproduksi sediaan sitotoksik yaitu obat kanker. Lantai
dasar bangunan utama terdiri dari lobby, meeting room, office production, ruang
produksi onkologi, laboratorium quality control, ruang retained sample, stability
room, ruang water treatment system, ruang pengemasan, gudang obat jadi,
mushola, laundry, kantin dan loker karyawan. Lantai dua gedung ini digunakan
untuk kantor, pengolahan data, materials management, cost accounting,
validation office, personnal and general affairs, departemen QA, gudang bahan
pengemas sekunder, ruang IT, centralized documentation area, dan HVAC.

34
Area produksi telah menggunakan ventilasi dengan sistem pengendali udara
termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah cemaran dan
pencemaran silang yaitu dengan menggunakan HEPA filter, adanya pengendali
suhu, pengendali kelembapan udara sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dalam
ruang produksi tersebut. Ruangan produksi yang telah dilengkapi dengan sistem
HVAC sesuai dengan CPOB, yang mana ruang produksi merupakan ruangan
dengan berbagai grade area dengan temperatur, kelembaban dan tekanan yang
disyaratkan.
Permukaan dinding luar bangunan diberi cat yang tahan terhadap pengaruh cuaca
dan air. Permukaan bagian dalam (dinding lantai dan langit-langit) licin dan bebas
dari retak dan sambungan terbuka dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi.
Lantai dan dinding kedap air. Sudut-sudut antara dinding, langit-langit dan lantai
berbentuk lengkungan sehingga tidak menahan kotoran. sehingga memperkecil
resiko cross contamination dan supaya mudah dibersihkan, sanitasi dan perawatan
yang efektif pada penumpukan debu atau kotoran, dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
Sebagai Industri farmasi PT. Sanbe Farma Unit 4 selalu memberikan kondisi
terbaik bagi produk yang dihasilkannya dengan pengadaan fasilitas penunjang
yang meliputi heating, ventilation dan air conditioning, water system, boiler,
compressed air dan light load (generator listrik). Fasilitas penunjang seperti
pengolahan air, udara, limbah, listrik, laboratorium kimia dan mikrobiologi, serta
gudang baik bahan baku maupun obat jadi semuanya diatur sesuai prinsip CPOB.

3.6 Sanitasi dan Higienitas


Fasilitas dan ruangan tempat pembuatan produk didesain, dikualifikasi dan
divalidasi secara berkala serta lingkungan kerja dijaga dan dimonitor terhadap
partikel, mikroba dan faktor fisik (suhu dan tekanan) sesuai dengan persyaratan
yang berlaku. Karyawan yang bekerja harus mengenakan pakaian yang didesain
sesuai klasifikasi ruang kerja dan memenuhi syarat higienis dan kesehatan.

35
PT. Sanbe Farma membentuk suatu departemen yang bertanggung jawab dalam
menjaga lingkungan, kesehatan, dan keselamatan kerja para karyawan, kontraktor,
pelanggan serta masyarakat dengan cara yang aman serta ramah lingkungan.
Departemen tersebut yaitu Environment Health Safety (EHS). Dalam upaya
meningkatkan dan mendukung keselamatan, EHS menerbitkan bulletin setiap 3
bulan sekali yang berisi keselamatan kerja, kesehatan dan lingkungan. Selain itu
EHS juga menerapkan program “LUCK” atau Langkah Upaya Cegah Kecelakaan,
dimana setiap personil atau karyawaan mengisi form “LUCK” yang tersedia, jika
mengalami kecelakaan kemudian melaporkan pada bagian EHS. Selain itu EHS
juga menerapkan form near miss, form ini diisi oleh setiap personil atau
karyaawaan yang mengalami keadaan hampir celaka.
3.6.1 Sanitasi Perorangan
Secara umum prosedur higienitas perorangan di PT. Sanbe Farma mencakup
kesehatan personel kebersihan personil, higienic behavior, dan kebersihan
pakaian. Dari segi kesehatan, semua karyawan PT. Setiap personil yang memasuki
sarana produksi media harus memenuhi persyaratan yaitu pemantauan kesehatan
karyawan dan telah melakukan gowning qualification.

a. Pemantauan kesehatan

Pemantauan kesehatan adalah upaya pemantauan kesehatan kepada karyawan


dengan maksud untuk mengeliminasi potensi sumber kontaminasi yang berasal
dari karyawan dan melindungi karyawan dari kondisi atau lingkungan yang
berbahaya di PT. Sanbe Farma.
Pemantauan kesehatan harus diterapkan oleh semua karyawan baik yang terlibat
dalam rangkaian pmbuatan suatu produk maupun semua karyawan yang berada di
lingkungan PT. Sanbe Farma. Setiap karyawan harus memenuhi persyaratan
kesehatan yang telah ditetapkan. Disamping itu, bagi tamu yang berkunjung ke
Perusahaan, harus memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan yang telah
ditetapkan.
b. Gowning qualification

Proses aseptik adalah penanganan suatu bahan/media/produk ke dalam wadah


dalam kondisi lingkungan terkontrol (pengaturan suplai udara, material, peralatan,

36
dan personil) untuk mempertahankan sterilitas, sehingga kontaminasi mikroba dan
partikel dapat dicegah dalam tingkat yang dapat diterima. Personil terkait yang
memasuki area aseptik dan yang terkait dengan pekerjaan pendukung di area
aseptik bertanggung jawab untuk melaksanakan kualifikasi cara berpakaian.
Kualifikasi cara berpakaian harus berlaku untuk semua personil yang bekerja di
di area produksi PT Sanbe Farma Unit IV (Unit Onkologi). Personil baru yang
bekerja di formulasi, filling dan area proses aseptik lain harus dikualifikasi
berdasarkan tiga test berturut-berturut.
PT. Sanbe Farma Unit 4 telah memfasilitasi ruang ganti untuk para personil
produksi dan adanya fasilitas kebersihan seperti tempat mencuci tangan beserta
pengeringnya dan toilet yang dilengkapi dengan sabun antiseptik.
3.6.2 Sanitasi Ruangan
Untuk ruang produksi pelaksanaan pembersihan ruangan dilakukan sebelum dan
setelah proses produksi berlangsung. Karena pembuatan produk di onkologi
menggunakan teknik aseptik sehingga sterilitas harus dijaga dari awal proses
produksi hingga akhir proses produksi untuk menghindari dan meminimalisir
kontaminasi yang dapat mempengaruhi mutu produk. Sanitasi ruangan dilakukan
dengan cara vogging.
3.7 Produksi

Proses pembuatan produk bertujuan untuk memastikan produk yang dihasilkan


sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan memperhatikan aspek kualitas,
keamanan dan regulasi kerja serta terhadap aspek penting dampak lingkungan dan
potensi bahaya serta resiko K3 dalam pembuatan produk. Kepala Divisi Produksi
bertanggung jawab agar proses pembuatan produk dapat berjalan dengan baik
dengan memperhatikan aspek dampak penting lingkungan dan potensi bahaya
serta risiko K3 serta mempunyai wewenang untuk menyempurnakannya.
Untuk memastikan lingkungan kerja yang sesuai untuk menghasilkan produk
yang sesuai dengan spesifikasi, maka PT. Sanbe Farma melakukan identifikasi
dan pengelolaan faktor–faktor manusia dan faktor –faktor fisik dari lingkungan
kerja yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk, dan memenuhi
persyaratan lingkungan serta K3.

37
Departemen Produksi merupakan departemen yang bertugas untuk membuat dan
menjalankan proses dalam pembuatan obat di suatu industri farmasi. Terdapat tiga
fokus produksi di PT. Sanbe Farma Unit Onkologi, yaitu Risk Personil, Risk
Lingkungan, dan Risk Produk. Untuk memenuhi fokus tersebut, proses produksi
di PT. Sanbe Farma Unit Onkologi dilakukan di kelas-kelas khusus. Proses
produksi dilakukan di kelas A bertekanan negatif (menggunakan isolator) dengan
latar belakang ruangan kelas C. Produksi di PT. Sanbe Farma Unit Onkologi
terbagi ke dalam dua tahapan, yaitu produksi bagian proses dan produksi bagian
pengemasan.

3.7.1 Produksi bagian Proses


Bagian ini menjalankan proses pembuatan obat dari mulai dalam bentuk bahan
baku hingga produk jadi yang kemudian dikemas dalam kemasan primer atau
vial. Terdapat beberapa tahap dalam proses produksi. Proses tersebut meliputi :

1. Weighing (Penimbangan)
Proses penimbangan dilakukan di dua tempat, yaitu di dalam isolator dan LAF.
Isolator digunakan untuk penimbangan zat aktif serta zat tambahan dengan
kapasitas kecil (bentuk serbuk) sedangkan LAF (Laminar Air Flow) digunakan
untuk penimbangan zat tambahan dengan kapasitas besar (bentuk cairan) misalnya
seperti pelarut etanol dll, serta bahan kemas (Rubber). Isolator penimbangan
sendiri memiliki differential pressure sebesar -10 Pa, sehingga partikel-partikel
yang terdapat di dalam isolator tidak akan keluar dan tidak akan berbahaya bagi
personil. Hal itu juga menjadi tujuan utama mengapa digunakan isolator, salah
satunya untuk meningkatkan keamanan personil. Pada dasarnya sebelum
melakukan proses penimbangan, dilakukan pengujian kebocoran terlebih dahulu
(Leak Test) dengan tekanan minimal 30 Pa. Pada dasarnya isolator diberi tekanan
maksimal 70 Paskal. Kemudian didiamkan selama 97 detik. Jika penurunan cepat
diatas 30 Pa maka isolator tidak bocor, namun jika penurunan cepat dan dibawah
30 Pa maka isolator dinyatakan bocor. Setelah dipastikan bahwa isolator tidak
bocor, dilakukan proses sterilitasi dan sanitasi terlebih dahulu.

38
1. Proses Sterilisasi
Sterilisasi menggunakan VHP (Vaporized Hydrogen Peroxide) yang mengandung
hidrogen peroksida. Pada tahapan ini, sebelum melakukan penimbangan harus
dipastikan terlebih dahulu bahwa tidak ada H2O2 yang tertinggal (dalam artian
H2O2 0%) dengan cara ditunggu selama 2,5 jam.

2. Proses Sanitasi
Sanitasi dilakukan untuk menghitung jumlah partikel menggunakan Particle
Count selama 1 jam. Persyaratan partikel di kelas A adalah < 3520/m 3 untuk
ukuran partikel 0,5µ dan < 20/m3 untuk ukuran partikel 5µ.

Ada 2 tahapan yang dilakukan pada proses penimbangan, yaitu :


a. Penerimaan bahan baku dan bahan tambahan dari departemen PPIC

Proses penerimaan dilakukan melalui passbox dan menerapkan sistem staging in


dan staging out, hal ini dilakukan agar tidak terjadi mix-up atau tercampurnya
bahan yang masuk dan bahan yang akan dikeluarkan, sehingga tidak
tercampurnya bahan satu dengan bahan yang lainnya.

b. Proses penimbangan

Dalam pembuatan sediaan, terdapat zat aktif dan zat tambahan. Proses
penimbangan dilakukan dengan menimbang bahan tambahan terlebih dahulu lalu
dilanjutkan dengan penimbangan bahan baku. Proses penimbangan dilakukan
terpisah dan setiap akan menimbang zat yang berbeda harus dibersihkan terlebih
dahulu, cleaning ini dilakukan terhadap bahan dan dokumen sebelumnya, dan
dipastikan bahwa sudah tidak ada lagi bahan dan dokumen yang tertinggal. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terkontaminasinya bahan-bahan yang akan
digunakan. Yang menjadi poin penting adalah jangan sampai terjadi mix up
bahan baku dengan bahan tambahan, karena bahan tambahan dapat digunakan
untuk beberapa batch yang memungkinkan berbeda produk, sehingga tidak boleh
terjadi pencampuran antara bahan tambahan dengan bahan baku pada saat
penimbangan.

39
Proses memasukkan bahan baku atau bahan bahan tambahan ke dalam isolator
yaitu menggunakan RTP (Rapid Transfer Port), hal ini dilakukan agar bahan baku
atau bahan tambahan tidak mengkontaminasi udara luar. Port pada RTP hanya
akan terbuka jika port α pada isolator menempel dengan port β yang berisi bahan
yang akan dimasukkan. Setelah bahan selesai ditimbang, bahan yang digunakan
disimpan di tempat hasil timbang untuk kemudian digunakan di proses
pencampuran dan sisa yang tidak digunakan disimpan di stagging out untuk
diberikan kembali ke PPIC.

2. Mixing (Pencampuran)
Proses pencampuran dilakukan di isolator dengan tekanan negatif yaitu sebesar
-10 Pa. Bahan yang sebelumnya sudah ditimbang diserahkan ke bagian
pencampuran melalui pass through untuk selanjutnya dilakukan proses
pencampuran. Terdapat dua macam mixing tank dengan kapasitas yang berbeda
yaitu kapasitas 15 L dan small facility dengan kapasitas 5 L. penggunaan mixing
tank disesuai kan dengan batch size produk yang akan dibuat.

1. Small facility (5 L)

a. Proses persiapan mixing tank 5 L meliputi :

1) Sanitasi isolator
2) Autoclave mixing tank
Proses ini dilakukan pada suhu 121oC selama 30 menit.
3) CIP (Cleaning in Place) jalur produk
Proses CIP dilakukan dengan cari mengalirkan WFI (Water for Injection)
dari pressure tank 5 L hingga ke drainase dengan suhu 80oC selama 20
menit/cycle.
4) Autoclave mixing tank selesai.
5) VHP (Vaporized Hydrogen Peroxide) isolator mixing.
VHP dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida selama 1,5 jam.

b. Proses pencampuran mixing tank 5 L meliputi :

40
1. SIP (Sterilization in Place) jalur produk
SIP dilakukan dengan cara mengalirkan pure steam dari pressure tank 5 L
hingga ke drainase dengan suhu 121oC selama 15 menit/cycle.
2. Integritiy filter
Integrity filter dilakukan untuk melihat kelayakan filter yang digunakan
dalam isolator mixing. Terdapat dua filter yang digunakan pada isolator
mixing, yaitu filter pertama dengan ukuran 0,22 µm dan filter kedua dengan
ukuran 0,45 µm + 0,22 µm (double layer). Integrity filter dilakukan
menggunakan alat Palltronic Flowstar. Mekanisme yang terjadi saat proses
integrity filter adalah alat memberikan tekanan sebesar 2500 mbar
(tergantung produk) yang dimasukkan melalui port pada isolator mixing
dan terhubung pada filter yang digunakan. Paramater bahwa filter masih
layak digunakan adalah grafik yang terbaca pada alat menunjukkan bahwa
filter dalam keadaan stabil. Hal ini dapat dilihat dari nilai max flow yang
terbaca harus di bawah 0,1 (tergantung filter yang digunakan) dalam waktu
kurang dari 600 detik. Jika grafik menunjukkan ketidakstabilan atau waktu
yang dibutuhkan lebih dari 600 detik, maka perlu dicurigai bahwa terjadi
kebocoran pada filter.
c. Pencampuran
Proses pencampuran terjadi di mixing tank dan ditransfer ke filling tank
melalui jalur yang sebelumnya sudah disiapkan. Bahan yang sudah
dicampurkan didorong menggunakan peristaltic pump kemudian difiltrasi
menggunakan filter yang sudah diuji kelayakannya kemudian masuk ke filling
tank. Ketika seluruh bahan yang sudah dicampurkan sudah berada di filling
tank maka dilakukan sampling terhadap bahan untuk melihat homogenitas dan
terdapat parameter yang harus dipenuhi, yaitu pH (7), konduktivitas (1,3) dan
Total Organic Carbon (0). Jika sudah memenuhi parameter tersebut,
selanjutnya dapat dilakukan proses filling.
d. Sanitasi isolator mixing setelah selesai
Setelah proses mixing selesai, maka perlu dilakukan sanitasi kembali. Sanitasi
akhir setelah proses mixing dilakukan dengan cara melakukan CIP dengan
WFI 80oC selama 2 jam.

41
2. Mixing Tank (25 L)

a. Proses persiapan mixing tank 25 L meliputi :

1. Sanitasi isolator
2. CIP (Cleaning in Place) press to holding tank
Proses CIP press to hilding tank dilakukan dengan cari mengalirkan WFI
(Water for Injection) dari pressure tank 5 L hingga ke drainase pada
holding tank dengan suhu 80oC selama 20 menit/cycle.

3. CIP (Cleaning in Place) holding to filling tank


Proses CIP holding tank to filling tank dilakukan dengan cara mengalirkan
WFI (Water for Injection) dari holding tank 25 L hingga ke drainase pada
filling tank dengan suhu 80oC selama 24 menit/cycle.
4. VHP (Vaporized Hydrogen Peroxide) isolator mixing.
VHP dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida selama 1,5 jam.

b. Proses pencampuran mixing tank 25 L meliputi :

1) SIP (Sterilization in Place) pressure tank 5 L to holding tank 25 L


SIP press to holding tank dilakukan dengan cara mengalirkan pure steam
dari pressure tank 5 L hingga ke drainase pada holding tank dengan suhu
121oC selama 15 menit/cycle.
2) SIP (Sterilization in Place) holding to filling tank
SIP holding to filling tank dilakukan dengan cara mengalirkan pure steam
dari holding tank 25 L hingga ke drainase pada filling tank dengan suhu
121oC selama 15 menit/cycle.
3) Integritiy filter
Integrity filter dilakukan untuk melihat kelayakan filter yang digunakan
dalam isolator mixing. Terdapat dua filter yang digunakan pada isolator
mixing, yaitu filter pertama dengan ukuran 0,22 µm dan filter kedua

42
dengan ukuran 0,45 µm + 0,22 µm (double layer). Integrity filter
dilakukan sama seperti pada small facility 5 L.

c. Pencampuran
Proses pencampuran terjadi di mixing tank dan ditransfer ke filling tank
melalui jalur yang sebelumnya sudah disiapkan. Bahan yang sudah
dicampurkan ditransfer dari mixing tank ke pressure tank menggunakan
peristaltic pump kemudian difiltrasi menggunakan filter yang sudah diuji
kelayakannya kemudian masuk ke filling tank. Pada proses pencampuran
kapasitas besar (15 L), bahan yang sudah dicampurkan tidak seluruhnya
masuk ke dalam filling tank karena kapasitas filling tank hanya 5 L. Sehingga
bahan yang sudah dicampurkan ditampung terlebih dahulu di holding tank
untuk selanjutnya dialirkan ke filling tank dengan cara bertahap, yaitu mesin
akan secara otomatis mengehentikan proses pemindahan dari holding tank ke
filling tank ketika volume filling tank sudah mencapai 60% dari volume total
dan mesin akan secara otomatis memulai kembali proses pemindahan ketika
volume filling tank mencapai 40% dari total volume filling tank. Ketika proses
pemindahan dilakukan sampling terhadap bahan yang sudah dicampurkan
untuk melihat homogenitas dan terdapat parameter yang harus dipenuhi, yaitu
pH (7), konduktivitas (1,3) dan Total Organic Carbon (0). Jika sudah
memenuhi parameter tersebut, selanjutnya dapat dilakukan proses filling.
d. Sanitasi isolator mixing setelah selesai
Sanitasi akhir setelah proses mixing dilakukan dengan cara melakukan CIP
dengan dengan WFI 80oC selama 2 jam.
3. Washing & Depyrogenation (Pencucian & Depyrogenation Vial)
Untuk proses pencucian vial menggunakan alat Washing Vial and
Depyrogenation Machine Steriline Model RA-V4/STC25. Vial yang akan
digunakan harus dicuci terlebih dahulu sebelum vial kontak langsung dengan
produk. Pencucian ini bertujuan untuk memperoleh vial yang steril dan bebas
endotoksin.

43
a. Washing
Vial dicuci menggunakan PW, WFI, dan CA yang secara otomatis
disemprotkan ke dalam vial. Urutan pencucian adalah dengan menggunkan
PW terlebih dahulu sebayak dua kali lalu di akhir dibersihkan menggunakan
WFI. Penggunaan WFI ini dikarenakan vial merupakan kemasan primer
sehingga harus dibilas menggunakan pelarut yang digunakan pada produk
yaitu WFI. Setelah itu, untuk mengeringkan PW dan WFI (air) yang masih
terdapat dalam vial dengan menyemprotkan CA (gas). Washing speed yang
digunakan saat pencucian vial adalah sebagai berikut:

a) Vial 2 mL, 5 mL, dan 10 mL


Jika menggunakan vial dengan jumlah < 3000 vial maka 800 vial/jam,
sedangkan jika menggunakan vial dengan jumlah > 3000 vial maka 1000
vial/jam.
b) Vial 20 mL
Kecepatan vial yang digunakan adalah 550 vial/jam.
c) Vial 50 mL
Kecepatan vial yang digunakan adalah 265 vial/jam.
b. Depyrogenation
Proses depyrogenation atau bisa disebut juga dengan sterilisasi dilakukan
untuk menghilangkan senyawa endotoksin pada vial menggunakan Tunnel
dengan suhu tinggi. Suhu yang digunakan tergantung dari volume vial yang
digunakan, yaitu:
a) Vial 2 mL, 5 mL, dan 10 mL
Jika menggunakan vial dengan jumlah < 3000 vial maka digunakan suhu
320oC dengan kecepatan konveyor (jalur) 40 mm/menit, sedangkan jika
menggunakan vial dengan jumlah > 3000 vial maka digunakan suhu 340oC
dengan kecepatan konveyor 50 mm/menit.
b) Vial 20 mL dan 50 mL
Digunakan suhu 340oC dengan kecepatan konveyor 40 mm/menit.
4. Filling (Pengisian)
Pada dasarnya proses pengisian dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur manual
dan jalur OLSA. Hal ini dibedakan berdasarkan dari batch size produk yang akan

44
dibuat. Jalur manual digunakan jika batch size produksi < 5 L, jalur manual yang
dimaksud adalah proses transfer dari mixing tank ke filling tank dilakukan di
isolator mixing lalu dipindahkan ke isolator filling melalui RTP. Sedangkan jalur
OLSA digunakan jika batch size > 5 L, yaitu hasil pencampuran ditransfer secara
bertahap dari holding tank pada proses mixing dengan ketentuan call level 40%
dan stop level 60%. Artinya, filling tank (kapasitas 5 L) akan secara otomatis terisi
produk pada holding tank ketika sudah mencapai 40% dari total volume dan
berhenti terisi ketika sudah mencapai 60%.

Tedapat titik kritis pada proses pengisian, yaitu:

a. Ketika vial masuk ke dalam isolator


b. Ketika proses pengisian produk
c. Ketika proses pemasangan rubber (penutup vial)

Hal yang mempengaruhi filling volume pada proses pengisian:

a. Pompa (untuk mengisi produk ke vial) filling pump digunakan untuk


mengukur dosis dan volume.
b. Bobot jenis air (produk)
Sebelum memulai pengisian, dilakukan perhitungan keseragaman filling
volume dengan cara memisahkan 10 vial. 5 vial digunakan untuk trial filling
volume sedangkan 5 vial selanjutnya untuk mengecek keseragaman filling
volume pada saat proses pengisian. Tahapan yang dilakukan sebagai berikut:

- Berat vial kosong (tanpa rubber) ditimbang.


- Berat vial setelah pengisian produk ditimbang.
- Selisih berat dihitung.
- Hasil selisih harus berada pada rentang antara target filling volume dengan
batas atas filling volume.
Secara umum proses filling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

 Vial dari hasil depyrogenation masuk ke dalam isolator filling bersamaan


dengan transfer produk dari holding tank menuju filling tank.
 Sensor filling bekerja ketika terdapat vial yang lewat sehingga dapat dilakukan
pengisian.

45
 Vial diberikan pregas (N2) untuk menghilangkan gas O2 dalam vial.
 Vial diisi produk menggunakan pompa yang terhubung dengan filling tank dan
selang untuk pengisian vial.
 Vial berisi produk disemprotkan postgas (N2) untuk menghilangkan gas O2.
 Vial ditutup oleh rubber.
 Vial selanjutnya diarahkan menuju tempat capping untuk selanjutnya
dilakukan proses capping & EDMC.
5. Lyophilization
Liofilisasi merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk merubah produk
sediaan cair menjadi sediaan padatan (serbuk). Proses ini hanya digunakan untuk
produk tertentu, contohnya adalah Gemcitabine dan Getanosan. Proses liofilisasi
yang dilakukan di PT. Sanbe Farma Unit Onkologi menggunakan metode freeze
drying, yaitu metode pengeringan beku. Perbedaan dengan produk liquid ada pada
penutupan rubbernya. Agar terbentuk serbuk atau padatan, rubber harus ditutup
setengahnya jangan sampai tertutup rapat. Proses liofilisasi menggunakan alat
bernama TERRUZZI. Terdapat beberapa komponen yang digunakan dalam
melakukan proses liofilisasi, yaitu:

- Steam & Vaccuum (pengatur suhu dan tekanan),


- Chamber (tempat proses vial freeze drying),
- Freon (untuk mengatur suhu),
- Oli freon (diathermik oil),
- Komputer (untuk mengatur proses freeze drying).
Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk persiapan dan proses liofilisasi adalah
sebagai berikut:

1) Menentukan waktu, tekanan, dan suhu yang digunakan pada setiap step
(mengacu pada hasil validasi proses).
2) Menentukan jadwal personil, hal ini dilakukan karena:
 Terdapat pencatatan proses setiap 30 menit selama proses berlangsung (48
jam)
 Terdapat titik kritis ketika terjadi perubahan tekanan (harus dipantau oleh
personil yang bertugas).
3) Vial berisi cairan produk dimasukkan ke dalam frame.

46
4) Frame dimasukkan ke dalam plot atau rak chamber.
5) Proses liofilisasi dijalankan dengan tahapan proses sebagai berikut:
 Produk cairan dibekukan dengan cara menurunkan suhu secara bertahap
hingga -40oC.
 Uap hasil pembekuan disedot oleh vacuum dengan tekanan 0,7 mbar untuk
menghilangkan kadar air dan suhu dinaikkan hingga 0oC.
 Suhu dinaikkan hingga 10oC dan divakum dengan tekanan 0,2 mbar
hingga suhu terus meningkat sampai 25oC untuk menghilangkan air hingga
batas <5% .
 Produk menjadi sediaan padat (serbuk).
 Rubber yang pada awalnya hanya tertutup setengah kemudian ditutup
sepenuhnya.
6) Setelah proses berjalan selama 48 jam, frame berisi vial diambil (proses
unloading)
7) Produk dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu proses Capping & EDMC
6. Capping (Penyegelan) dan EDMC (External Decontaminating Machine
Compact)
Proses capping dilakukan secara otomatis setelah proses filling dan proses
liofilisasi (produk lyophilized). Proses capping dilakukan untuk menyegel vial
yang telah berisi produk agar tertutup rapat setelah ditutup oleh rubber. Setelah
vial tertutup rapat dan disegel, bagian luar vial dibersihkan melalui proses EDMC.
Proses EDMC terdiri dari proses pencucian dan proses pengeringan. Vial yang
masuk ke dalam mesin disemprot dengan PW (Purified Water) kemudian
dikeringkan dengan cara disemprot dengan CA (Clean Air). Fungsi EDMC adalah
untuk membersihkan bagian luar vial agar terbebas dari sisa produk sitotoksik
yang mungkin terkena produk ketika proses filling.

3.7.2 Produksi bagian Packaging


Setelah proses produksi selesai maka dilakukan proses pengemasan. Pengemasan
adalah sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk
ditranportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual dan dipakai. Adanya wadah
berfungsi untuk mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang
ada didalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik

47
(gesekan, benturan, getaran). Pada dasarnya sebelum melakukan tahapan
pengemasan dilakukan sanitasi dan verifikasi terhadap ruangan dan peralatan
setiap harinya. Sebelum pemeriksaan visual dilakukan pastikan bahwa meja yang
akan digunakan sudah berlabel “CLEAN”. Pastikan sudah dilakukan jalur
pembersihan (line clearance) yang bertujuan untuk membersihkan semua jalur
yang ada dibagian pengemasan dari seluruh hal yang tidak ada kaitannya dengan
proses pengemasan yang sedang berlangsung, dimana line clearance ini
meminimalisir terjadinya mix up antara produk yang akan dikerjakan dengan
produk yang sebelumnya telah dikerjakan. Produk yang akan diamati harus
dipastikan telah ditandai dengan label berstatus quarantine after capping.

Ada beberapa proses yang dilakukan dalam pengemasan, yaitu :

1. Serah terima produk jadi ke packing


Serah terima produk dilakukan dari bagian produksi ke bagian packing. Pada
saat serah terima dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Pengecekan yang
dilakukan berupa jumlah tray dan vial untuk memastikan kebenaran jumlah
dan produk sesuai dengan Batch Record. Verifikasi dilakukan sebanyak 3 kali
(triple cross check) oleh operator packing, AA, dan SPV pengemasan. Jika
terjadi kesalahan atau ketidaksesuaian, maka akan melaporkan ke bagian
produksi yang selanjutnya akan dilakukan investigasi. Setelah itu disimpan ke
lemari before visual.
2. Pengamatan visual dan uji kebocoran vial (visual and leak test)
a. Pengamatan visual
1. Verifikasi lampu lux
1. Pengamatan visual dilakukan dengan menggunakan meja dan lampu
dengan syarat intensitas 2000-3750 lux dengan jarak ±25 cm. Alat yang
digunakan untuk lampu visual yaitu lux meter yang dikalibrasi setiap satu
tahun sekali dan diperiksa setiap hari sebelum lampu visual digunakan.
Pengamatan visual menggunakan latar belakang hitam dan putih. Tujuan
digunakannya latar belakang hitam untuk melihat adanya benda bening di
dalam produk, seperti pecahan kaca dan serat putih. Sedangkan latar
belakang putih digunakan untuk melihat adanya benda-benda berwarna
hitam atau gelap di dalam produk, seperti partikel dan serat hitam.

48
Operator visual maksimal melakukan pengamatan selama 4 jam, dengan
waktu istirahat 10 menit tiap 1 jamnya. Terdapat contoh spesimen reject
sebagai acuan dalam pengamatan visual untuk memudahkan operator
dalam melakukan pengamatan.

2. Persyaratan Inspektor
Persyaratan awal inspektor yang akan melakukan pengamatan visual antara lain :

a. Berusia dibawah 40 tahun


b. Sehat, tidak buta warna, ketajaman mata kanan dan kiri tidak kurang dari 6/6.
c.Bagi pengguna kacamata bisa ditoleransi maksimal minus atau plus 2.
d. Cermat dan teliti.
3. Pelatihan inspektor
Pelatihan dilakukan dengan dua metode, yang pertama yaitu di dalam kelas.
Pelatihan di dalam kelas menjelaskan beberapa hal mengenai partikel, volume
kurang, media fill dan lain lain. Kemudian metode yang kedua adalah training
dengan cara melakukan demonstrasi terkait pengenalan produk visual di lapangan
dan kategori reject.
Inspektor visual diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum akhirnya mengikuti
kualifikasi dengan menggunakan challenge set. Kualifikasi dilakukan dengan
mengamati 800 vial (setara dengan jumlah unit produk yang dihasilkan oleh
operator visual selama kurang lebih dua kali istirahat mata). Pengamatan
dilakukan selama 150 menit dengan istirahat mata selama 10 menit setiap 1 jam
pemeriksaan challenge set. Vial sebanyak 800 buah, 20% atau 160 vial
diantaranya merupakan vial yang ditolak dari 80% atau 640 vial yang memenuhi
syarat. Pembuatan vial untuk challenge set terkualifikasi oleh 3 operator visual
atau personil yang sudah terkualifikasi. Kualifikasi pada inspektor visual
dilakukan dua kali setiap satu tahun.

4. Seleksi kategori reject


2. Terdapat tiga kategori produk reject yaitu:
 Kritikal

49
3. Kategori kritikal adalah kecacatan yang dapat menyebabkan reaksi serius
atau kematian jika digunakan oleh pasien, misalnya vial retak, pecah,
bagian bawah terkelupas, tidak ada flip off, flip tidak menutup sempurna,
serta produk mengandung pecahan kaca atau beling.

 Mayor
4. Kategori mayor adalah kecacatan yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan sementara atau berulang pada pasien, misalnya produk yang
mengandung partikel, serat, volume kurang, volume lebih, dan
mengandung plastik.
 Minor
5. Kategori minor adalah kecacatan yang tidak memengaruhi efikasi dan
keamanan produk, hanya berpengaruh terhadap penampilan produk,
misalnya alucap penyok, alucap berlubang, alucap sobek, tergores atau
buram, dan terdapat benjolan di luar. Deviasi yang diijinkan dalam
pengamatan challenge set adalah sebesar 0% untuk kategori kritikal, ±10%
untuk mayor, dan ±20% untuk minor.
6. Prosedur pemeriksaan visual :
 Peralatan disiapkan (lampu, meja) diverifikasi,
 Ruang terpisah jangan ada kebisingan,
 Wajib ada spill kit (apd dll),
 Kebersihan ruangan, kesiapan alat, kesiapan inspektor,
 Dicek keseluruhan vial syarat mengecek vial 5 detik,
 Setelah visual kemudian di sampling oleh ipc 1 box berisi 20 vial disampling,
 Kemudian setelah itu dilakukan retest (uji kebocoran)
7. Produk yang telah lolos uji visual dimasukkan ke dalam boxy sesuai
dengan batch nya untuk dilakukan pengujian selanjutnya. Produk yang
reject dipisahkan dan disimpan di dalam lemari produk reject maksimal 3
bulan untuk selanjutnya dimusnahkan. Kategori produk yang diperiksa,
antara lain clear, amber, liofilisasi, dan media fill dimana kategori
penerimaan sebesar 10-15% standar yield setiap produk.

50
b. Uji kebocoran vial
8. Uji kebocoran sediaan liquid menggunakan leak test, dilakukan dengan
menggunakan vacuum chamber yang dilengkapi dengan pompa vacum,
yang sebelumnya dipastikan terlebih dahulu jumlah sampel yang akan
diuji kebocoran berdasarkan tabel ansi. Uji kebocoran pada produk liquid
dilakukan dengan mengisikan air ke dalam chamber, kemudian
meletakkan vial di dalam chamber dengan posisi terbalik di atas selembar
tisu. Vakum dijalankan hingga tekanan di dalam chamber mencapai –(60-
70) cmhg selama 5 menit. Ada atau tidaknya kebocoran diamati dari basah
atau tidaknya alas tisu. Uji kebocoran pada produk liofilisasi dilakukan
dengan merendam vial di dalam chamber berisi larutan yang diberi
indikator warna ponchou (merah). Vakum dijalankan hingga tekanan di
dalam chamber mencapai –(60-70) cmhg selama 5 menit. Kebocoran vial
ditandai dengan adanya larutan warna yang masuk ke dalam vial dan
membasahi serbuk.
9. Produk yang lolos uji kebocoran dimasukkan kembali kedalam box setelah
diberi label quarantine after visual dan leak test . Produk yang telah
dinyatakan lulus dari pengujian maka produk akan diberi label passed
after visual dan leak test oleh ipc untuk selanjutnya dilakukan serah terima
produk ruahan dari visual ke bagian packing, kemudian disimpan didalam
lemari wip (work in process) terkunci untuk selanjutnya dilakukan
packing yang sudah dijadwalkan ppic.
3. Coding labelling dan packing
10. Proses coding dan labelling dilakukan terhadap bahan kemas sekunder
meliputi folding box, master box, dan etiket. Bahan kemas yang akan
dilakukan proses coding harus dinyatakan released terlebih dahulu oleh
qc. Serah terima bahan kemas dari ppic ke bagian pengemas dilakukan
dengan menyamakan spesifikasi, data, jumlah, kode vers, dan nomor bpb
dari bahan kemas yang diterima sesuai dengan batch record. Kemudian
bahan kemas disimpan pada lemari bahan kemas dan diberi tanda agar
tidak terjadi mix up dengan bahan kemas lainnya. Setelah sesuai,
dilakukan line clearance dan proses coding bahan kemas. Proses coding

51
pada bahan kemas folding box mencantumkan nomor batch, tanggal
manufaktur, tanggal kadaluarsa, dan het. Sedangkan coding untuk bahan
kemas master box mencantumkan nama sesuai nie (nomor izin edar),
nomor batch, expire date, dnan jumlah folding box. Bahan kemas yang
sudah dilakukan proses coding diverifikasi dan dibawa menuju proses
packing.
11. Jika proses packing selesai, produk dimasukkan kedalam master box untuk
selanjutnya dibawa ke gudang obat jadi (goj) dan diberi label quarantine
finish product untuk dilakukan pengecekan kembali oleh ipc. Produk yang
telah lulus uji kemudian diberi label released finish product oleh qa.
Produk yang sudah rilis selanjutnya disimpan dalam goj sebelum pada
akhirnya didistribusikan ke konsumen oleh pt. Bina san prima.
4. Serah terima produk ke GOJ (Gudang Obat Jadi)
Membuat surat Production Finished Good Delivery dan syarat release oleh QA,
QC, dan dokumen- dokumen yang ada dan harus dilakukan pelaporan setiap
bulannya. Produk harus diluluskan oleh IPC terlebih dahulu misalnya jumlah
barang dan lain lain. Semua kegiatan serah terima dicantumkan di dalam logbook.

5. Jenis Pengemasan
a. Packing (normal)
Pengemasan produk yang dilakukan sedemikian rupa tanpa adanya perubahan
pada proses pengemasan.

b. Pengemasan Batch yang Dibagi (Share Batch)


Produk yang akan di share batch adalah batch produk yang pada saat
pengolahannya menggunakan nama bahan aktif yang sama, formula yang
sama dan bahan kemas primer yang sama tetapi dalam pengemasannya dibagi
menjadi dua, yaitu ethical dan generik.

c. Pengemasan Ulang (Repacking)


Produk yang akan dikemas ulang adalah produk yang bahan kemas
sekundernya mengalami kerusakan, kesalahan pada pencetakan identitas
produk (nomor batch, manufactured date, expired date dan HET).

52
d. Redressing
Produk yang akan diredressing adalah penggantian bahan kemas sekunder
dari ethical ke generik atau sebaliknya.

3.8 Pemastian Mutu (Quality Assurance)


Departemen QA merupakan bagian penting dalam Industri farmasi karena
berkaitan dengan penjaminan mutu produk. Di PT. Sanbe Farma, departemen QA
dipimpin oleh seorang Apoteker yang telah terkualifikasi untuk menjalankan
aktivitas pemastian mutu produk yang diproduksi. Departemen QA bertanggung
jawab atas segala kegiatan yang berkaitan dengan mutu produk agar produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan penggunaanya.
Departemen QA memiliki beberapa tugas, diantaranya adalah :

1. Meluluskan produk jadi.


2. Melakukan Program Audit baik Audit Internal, Audit Eksternal, dan Audit
Supplier/ Audit Vendor dan Inspeksi diri.
3. Penanganan penyimpangan.
4. Penanganan produk recall, retur, dan rework. Mengkaji laporan CAPA.
5. Menangani product complaint.
6. Memastikan penerapan sistem pengendalian perubahan dan menyetujui
perubahan.
7. Membuat PQR (Product Quality Review) dalam periode tertentu.

3.8.1 QA System
QA System memiliki tugas yaitu :

1. Pelulusan Produk Jadi

Tugas utama QA System adalah menjamin mutu produk, diantaranya dengan


memastikan produk yang diluluskan telah sesuai dengan spesifikasi produk jadi
yang telah ditetapkan. Pada pelulusan produk, QA melakukan peninjauan kembali
terhadap dokumen produksi yang berupa catatan pengolahan bets dan catatan
pengemasan bets untuk memastikan :

- Penilaian telah dilakukan terhadap seluruh kondisi pembuatan dari mulai


penimbangan sampai dengan pengemasan.

53
- Hasil pengujian dan pengawasan selama proses meliputi peninjauan data
analisis dengan pemenuhannya terhadap persyaratan dan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
- Pengkajian terhadap ada atau tidaknya penyimpangan dari prosedur yang
ditetapkan.
Di PT. Sanbe Farma, status terhadap produk jadi dapat diberikan apabila sudah
dilakukan review terhadap beberapa dokumen, mencakup Batch Record (BR),
hasil pemeriksaan departemen QC berupa finished product worksheet (FPW) dan
bulk product worksheet (BPW) serta dokumen IPC (In Process Control) Record.
Review terhadap dokumen-dokumen tersebut dilakukan oleh Batch Record
Reviewer dan akan di-review kembali oleh QA Manager sebelum mendapatkan
disposisi atau status releas atau reject produk tersebut.
2. Penanganan terhadap Penyimpangan atau Deviation Report (DVR)
Penanganan penyimpangan adalah upaya yang dilakukan untuk meminimalkan
kesalahan dengan cara tindakan perbaikan dan pencegahan. Penyimpangan dapat
terjadi pada produk atau segala yang berkaitan dengan proses produksi. Ketika
terjadi suatu penyimpangan, departemen terkait membuat Quality Information
yang menjelaskan terkait penyimpangan yang terjadi untuk dilaporkan ke
departemen QA. QA Manager akan memberikan disposisi dan klasifikasi dari
penyimpangan tersebut.

Deviation Report (DVR) merupakan dokumen terkait aktivitas yang tidak


memenuhi syarat atau spesifikasi dan mungkin dapat mempengaruhi kualitas
maupun keamanan dari suatu produk. DVR dibuat oleh supervisor departemen
yang bersangkutan dan dilaporkan ke manager yang bersangkutan dan QA
Manager. Deviasi atau penyimpangan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu minor,
major dan critical.

Dalam laporan DVR berisi deskripsi penyimpangan yang terjadi, remedial action
yang telah dilakukan, root cause analysis, investigation report, proposed
corrective and preventive action serta disposisi dari Head of Quality. Untuk
penetuan root cause, metode yang digunakan adalah fish bone diagram dan 5
WHY. Laporan CAPA dibuat setelah Head of Quality menyetujui Corrective dan

54
Preventive Action diajukan. CAPA selanjutnya diimplementasikan dan hasil
implementasi direview oleh QA

3. Pengendalian Perubahan atau Change Control (CC)


Usulan perubahan merupakan permintaan yang dibuat jika ada perubahan.
Perubahan yang dimaksud meliputi semua perubahan yang akan diusulkan dari
setiap departemen yang ada di industri. Perubahan tersebut dapat berupa
perubahan sistem, dokumen, dan prosedur yang terkait dengan CPOB, peralatan,
proses produksi, sarana penunjang, fasilitas, sistem komputer, metode pengujian,
formulasi, bahan baku, bahan kemas, pemasok, pelabelan, penentuan waktu
kadaluarsa, dan semua perubahan yang dapat berdampak atau tidak berdampak
pada mutu produk yang dihasilkan.

Setiap departemen yang mengusulkan atau merencanakan perubahan harus


mengajukan permohonan perubahan dengan membuat form change control.
Apabila form ini telah disetujui oleh departemen QA, departemen tersebut dapat
melakukan perubahan. Terdapat dua level pada change control, yaitu:

1. Level 1: Perubahan yang tidak berhubungan langsung terhadap kualitas


produk. Contohnya adalah perubahan SOP.
2. Level 2: Perubahan yang berhubungan langsung terhadap kualitas produk.
Contohnya perubahan bahan baku yang digunakan, proses mesin, spek analisis
dan kenaikan batch size produk.
4. Penanganan CAPA (Corrective Action Preventive Action)
CAPA merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan dan mencegah penyebab
ketidaksesuaian atau situasi yang potensial yang tidak diinginkan. CAPA dapat
dirumuskan oleh QA sendiri atau juga dirumuskan bersama-sama dengan
departemen terkait lainnya. Sumber CAPA dapat berasal dari internal audit,
external audit, DVR, PQR, product complaint, product recall dan OOS (Out of
Spesification). Departemen QA akan melakukan monitoring effectiveness CAPA
untuk melihat apakah CAPA yang dilakukan sudah efektif atau tidak.

Untuk penyimpangan yang tidak berkaitan dengan batch produksi seperti air,
edotoksin, maka monitoring dilakukan selama 3 (tiga) bulan setelah closing

55
CAPA. Sedangkan untuk penyimpangan yang berkaitan dengan batch produksi
seperti bahan baku, proses produksi dan lain-lain, maka monitoring dilakukan
untuk 3 (tiga) batch produk yang diproduksi berikutnya. Jika CAPA dinyatakan
tidak efektif, maka dilakukan investigasi ulang dan membuat CAPA ulang.

5. Pengkajian mutu produk (PMP) atau Product Quality Review (PQR)


PMP merupakan evaluasi berkala untuk mengkaji kualitas produk obat yang
dibuat, memastikan konsistensi dari proses yang dilakukan dan juga merupakan
suatu upaya peningkatan kualitas produk. Di PT. Sanbe PQR dilakukan setiap
tahun terhadap batch produksi dengan periode setiap 1 tahun atau minimal 6 Batc,
kemudian dievaluasi dan diperbaiki melalui pembelian saran untuk meningkatkan
penjaminan mutu produk. Laporan PQR berisi trend data produksi, meliputi bulk
& finished product, testing result, yield product, validasi, stability, product
complaint, product recall, hasil kualifikasi dan kalibrasi peralatan, NIE, dan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam1 (satu) tahun produksi untuk produk
tersebut. Untuk produk generik dan eutical dibuat 1 (satu) laporan PQR dengan
ketentuan semua proses yang dilakukan dan fasilitas yang digunakan sama. Hal-
hal yang perlu dikaji dalam laporan PQR meliputi jumlah batch produksi,
kesesuaian formula, spesifikasi bahan baku, uji validasi, utility performance,
product reject, product rework, product recall, returned goods, Uji stabilitas serta
adanya Change Control dan Deviation Report. PQR ini bisa digunakan sebagai
bahan evaluasi selanjutnya. Selain itu, PQR merupakan dokumen utama yang
digunakan jika ada audit.

6. Penanganan terhadap keluhan


Keluhan merupakan respon/masukan dari yang dirasakan dan dilihat oleh
konsumen dari produk yang dibuat oleh industri farmasi. Jika muncul keluhan
maka akan dilakukan pencatatan oleh bagian marketing dan selanjutnya di follow
up oleh QA. Departemen QA akan berkoordinasi dengan departemen terkait untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya keluhan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menguji retained sample yang ada. Hasil investigasi harus dibuat laporan oleh
departemen terkait, di-review oleh QA Manager dan disetujui oleh Head of

56
Quality. Setelah itu QA Manager membuat surat kepada Product Manager yang
akan dikirimkan ke customer.

Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan


mengenai suatu produk maka dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut tersebut
diputuskan berdasarkan hasil rapat semua departemen terkait, dimana tindak
lanjut ini dapat berupa:

- Tindakan perbaikan bila diperlukan.


- Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan.
- Tindakan lain yang tepat.

7. Penanganan Produk Kembalian (Retur) dan Penarikan Kembali (Recall)

Produk kembalian adalah produk jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke Industri farmasi karena keluhan. Terdapat beberapa hal yang
dapat menyebabkan dikembalikannya produk baik dari internal (gudang produk
jadi), atau eksternal (distributor), diantaranya adalah administrasi atau pengiriman,
produk kadaluarsa, perintah penarikan BPOM dan ada keluhan produk yang
berefek serius. Mengenai kerusakan, kadaluwarsa, atau alasan lain misalnya
kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas,
mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.

Departemen QA dibantu oleh divisi warehouse & departemen QC adapun tugas


masing–masing departemen QA bertugas untuk menangani produk kembalian
yang telah diterima kemudian disimpan dalam gudang dengan baik dan benar, dan
melakukan pemeriksaan terhadap produk retur tersebut, dan menentukan apakah
perlu dilakukan pengujian atau harus langsung dimusnahkan. Bagian warehouse
terfokus sebagai penerima retur. Dari hasil pengujian yang dilakukan bagian QC
akan didapatkan hasil TMS/MS pada produk retur tersebut. Jika MS maka produk
retur dilakukan reproses/repack oleh bagian produksi. Sedangkan jika hasil
pengujian ternyata TMS maka produk harus dimusnahkan.

57
Sedang kan untuk Recall, Penarikan kembali produk dapat berupa penarikan satu
bets tertentu atau seluruh bets dari rantai distribusi yang sudah dipasarkan karena
alasan khusus industri itu sendiri atau permintaan BPOM. Adanya penarikan
kembali produk yang telah dipasarkan kemungkinan dapat terjadi karena :

- Instruksi Pemerintah (Mandatory recall) ,


- Keputusan Produsen/Importir sendiri (Voluntary recall).
8. Audit
Audit merupakan kegiatan pemantauan atau pemeriksaan terhadap kondisi yang
terdapat pada industri farmasi yang berkaitan dengan produk agar sesuai dengan
mutu produk. Terdapat 3 (tiga) macam audit, yaitu:

a. Self Inspection
Self inspection atau inspeksi diri dilakukan setiap bulan oleh manager dan
supervisor dari masing-masing departemen untuk departemen itu sendiri. Hasil
inspeksi dilaporkan kepada departemen QA.
b. Internal Audit
Internal audit merupakan audit yang dilaksanakan oleh departemen QA. Auditor
berasal dari departemen lain dalam perusahaan tersebut atau unit lain yang ada di
bawah naungan PT. Sanbe Farma. Pelaksanaan audit internal dilakukan setiap 6
(enam) bulan sekali. Tim Auditor harus memahami GMP (Good Manufacturing
Practice) atau CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan berpengalaman
terhadap prosedur dan sistem operasional departemen tersebut.
c. External Audit
External audit merupakan audit yang dilakukan oleh regulator nasional (BPOM)
maupun regulator luar negeri atau perusahaan lain baik dalam negeri maupun luar
negeri yang akan bekerja sama dengan PT. Sanbe Farma.
9. Training
Training diberikan kepada seluruh karyawan yang ada pada Plant tersebut.
Seluruh karyawan memiliki jadwal training selama setahun (TNA) sesuai dengan
job desc masing-masing karyawan. Training GMP dilakukan oleh Training

58
Organizer setiap setahun sekali. Untuk karyawan lama refreshment training
dilakukan setiap satu tahun sekali. Sedangkan untuk karyawan baru dilakukan
training sebelum masuk ke jobdesk nya yang akan dilakukan dilapangan nanti.

3.8.2 Document Control Center (DCC)


Pengelolaan protap penting dilakukan terutama di Industri farmasi guna menjaga
protap yang digunakan adalah protap yang sesuai dengan kondisi terkini dan
masih dalam masa berlakunya. Untuk memastikan hal tersebut, maka perlu
dilakukan pengendalian protap oleh departemen QA. Pengontrolan dokumen
dilakukan oleh departemen Document Control Center (DCC) dibawah Head of
Quality. Document Control Center (DCC) merupakan departemen yang
bertanggung jawab terhadap dokumen perusahaan atau pusat dokumentasi suatu
perusahaan atau industri (SOP, master batch record, prosedur analisa,
penyimpangan, product recall, dan compliance). DCC pada PT. Sanbe Farma,
memiliki satu DC Officer yang bertanggung jawab di setiap unit, termasuk unit
Onkologi. Namun aturan atau SOP yang diberlakukan bersifat corporate yaitu
sistem yang digunakan di seluruh unit sama (unit 1-6) dan PT. Caprifarmindo.

Terdapat tiga tipe dokumen yang digunakan di PT. Sanbe Farma, yaitu:

a. Level 1 (Pedoman Mutu/Quality Manual)


Pedoman mutu merupakan panduan yang bersifat global yang ditetapkan di
organisasi atau industri farmasi. Pedoman ini merupakan dokumen utama yang
menjadi acuan seperti kebijakan mutu, sasaran mutu, visi, dan misi.

Contoh: Quality Manual.


b. Level 2 (Prosedur Operasi/Operation Procedure)
Prosedur operasi merupakan prosedur yang menjelaskan cara penerapan pedoman
mutu (Level 1) dan melaksanakan aktivitas yang terkait secara umum.

Contoh: Prosedur, rencana mutu, dan instruksi kerja.

c. Level 3 (Form, Catatan, dan Record)


Dokumen ini menjelaskan penerapan dokumen Level 2 dan melaksanakan
aktivitas terkait secara rinci dan berurutan. Dokumen Level 3 ini berisi rekaman
dari suatu aktivitas yang telah dilakukan. Dokumen ini bertujuan untuk

59
menunjukkan hasil tertulis dari pelaksanaan kegiatan. Dokumen pada level ini
bersifat sangat rahasia karena merupakan kegiatan nyata yang dilakukan oleh
perusahaan.

Contoh: Batch Record, Form Checklist, Logbook, dan laporan.

Dalam pengelolaan dokumen di PT. Sanbe Farma, dokumen dibedakan menjadi


dua macam sistem, yaitu dokumen terkontrol dan dokumen tidak terkontrol.

a. Controlled Document
Dokumen terkontrol adalah salinan dari dokumen asli yang selalu diperbaharui
dan didistribusikan kepada pihak tertentu yang diperlukan untuk efektivitas
penerapan sistem manajemen mutu. Contoh dokumen terkontrol adalah : protap,
batch record, protokol, dan laporan.

Sistem controlled digunakan untuk dokumen-dokumen yang didistribusi ke


internal Plant atau company atau antar departemen. Cara pendataan yang
digunakan adalah dengan menggunakan distribution sheet sehingga penyebaran
suatu dokumen akan diketahui telah didistribusikan kemana saja. Apabila ada
perubahan atau revisi, document officer harus memberikan revisi terbaru dan
menarik yang lama. Contoh: SOP yang dikeluarkan DCC didistribusikan ke
seluruh departemen, maka akan terdata di distribution sheet bahwa dokumen SOP
disebarkan ke seluruh departemen.

b. Uncontrolled Document
Dokumen tidak terkontrol adalah salinan dari dokumen yang dapat diberikan
kepada pihak yang memerlukan tanpa ada pembaharuan, serta dapat segera
dimusnahkan apabila sudah tidak digunakan lagi. Dokumen diberikan pada orang
yang tidak termasuk dalam distribution sheet. Selain itu document officer
diperbolehkan tidak mengajukan kenaikan revisi atau penarikan dokumen. Contoh
dokumen tidak terkontrol adalah : dokumen–dokumen untuk keperluan registrasi,
audit, dll.

60
Sistem uncontrolled digunakan untuk dokumen-dokumen yang didistribusi ke luar
Plant atau company. Cara pendataan yang digunakan adalah dengan menggunakan
document transmittal yaitu untuk mengetahui dokumen-dokumen yang telah
dikeluarkan disebarkan ke mana saja. Contoh: dokumen registrasi yang telah
diberikan ke BPOM.

SOP DCC terdiri dari :

 Document Control
 Preparation of Document
 Document Numbering System
 Record Control
 Drawing Numbering System
 Good Documentation Practice
Setiap departemen yang memiliki SOP, baik untuk SOP internal departemen
ataupun SOP yang berhubungan dengan departemen lain. Setiap SOP memiliki
waktu efektif atau masa expired selama tiga tahun, dan satu bulan sebelum waktu
efektif habis harus segera diperpanjang atau direvisi apabila terdapat perubahan,
sehingga SOP tersebut harus ditinjau kembali. Setelah departemen terkait
memberikan revisi SOP kepada DCC, maka SOP lama akan ditarik dan diberi
tanda “OBSOLETE”. Jika SOP tidak ada pembaharuan, maka setiap departemen
dapat mengisi Reviewed of Document untuk kemudian SOP diberikan cap
“REVIEW DATE” sehingga waktu efektif SOP secara otomatis diperpanjang tiga
tahun. Namun untuk pemberian cap, maksimal pemberian cap oleh DCC sebanyak
2 kali. Jika sudah 2 kali terdapat cap “REVIEW DATE” maka departemen terkait
harus melakukan pembaharuan terhadap SOP tersebut sehingga umur dokumen
maksimal 9 tahun. Bagi departemen yang melakukan pembaharuan terhadap SOP,
maka harus melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1. Change Control
Change control merupakan daftar perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh
departemen terkait terhadap SOP yang diperbaharui dan menyertakan alasan
terhadap perubahan pada SOP tersebut sesuai literatur yang digunakan.

2. Tracking & Tracing

61
Tracking & tracing merupakan daftar perbandingan antara SOP yang baru dan
SOP yang lama (perubahannya apa saja). Dokumen ini dilampirkan untuk
mempermudah dalam melihat perubahan yang diterapkan pada SOP tersebut.
3. Recall of Document
Recall of Document merupakan dokumen revisi sebelumnya yang harus ditarik di
lapangan, karena akan diganti dengan revisi dokumen yang terbaru.

Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan:

1. Jika personil menghilangkan controlled copy dan meminta controlled copy


lagi dokumen tersebut maka personil harus mengisi form permintaan atau
document request dengan alas an menghilangkan dokumen dan bila sudah
disetujui maka DC Officer akan memeberikan dengan nomor controlled copy
yang berbeda.
2. Jika personil meminta dokumen namun personel tersebut tidak ada didalam
list distribution sheet maka harus mengisi form document request yang sudah
disetujui Originator Manager dan HOQ.
3. Untuk dokumen level 1 harus menggunakan bahasa inggris sedangkan untuk
dokumen level 2 dan 3 bisa menggunakan bahasa Inggris atau bahasa
Indonesia.
4. Pada dokumen yang sudah due date, bila tidak ada perubahan atau revisi dapat
di cap reviewed sebanyak 2 kali dengan jangka waktu sesuai dengan jenis
dokumen. Dengan syarat sudah diperiksa dan disetujui oleh Originator atau
manager terkait.
5. Dokumen apapun kecuali VMP memiliki masa kadaluarsa tiga tahun.
Terdapat ketentuan-ketentuan lain yang diatur oleh departemen DCC, yaitu:

 Setiap dokumen yang berhubungan dengan produk, harus diberi cap


“Checked by QA”
 Maksimal halaman pada logbook yaitu 62 halaman (untuk penggunaan 2
bulan)
 DCC menyimpan dokomen-dokumen dari luar Plant atau external document,
contohnya adalah Manual Book (buku pedoman untuk alat ataupun instrumen
yang digunakan)

62
 Terdapat Back up electronic untuk setiap dokumen yang disimpan oleh DCC
dan hanya departemen DCC yang memiliki akses. Password diganti selama 6
bulan sekali.
3.9 Validasi dan Kualifikasi
Validasi merupakan kegiatan dengan cara dokumentasi apakah bahan, proses,
mesin, prosedur, kegiatan, sistem dan mekanisme yang digunakan dalam produksi
dan pengawasan akan mencapai hasil yang diinginkan dan konsisten. Sistem
validasi di Oncology Plant PT. Sanbe Farma dilakukan secara corporate dengan
menggunakan Rencana Induk Validasi (RIV) yaitu Validation Master Plan (VMP)
yang bertujuan mengatur segala macam dokumentasi. Pembuktian tersebut
dilakukan sebanyak tiga kali dengan maksud menentukan kisaran parameter yang
akan divalidasi, jika ada perubahan apakah masih memenuhi spesifikasi, dan yang
terakhir untk memastikan apakah pengujian yang dilakukan sudah valid atau
belum.

Terdapat beberapa tujuan dilaksanakannya validasi di suatu industri farmasi, yaitu


untuk:

a. Menjamin mutu produk

b. Menekan biaya

c. Mengikuti peraturan pemerintah

Tahapan sebelum melakukan validasi proses adalah memastikan bahwa alat atau
mesin yang akan divalidasi sudah terkualifikasi, sebelum dilakukan kualifikasi
semua instrumen pengukuran harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kualifikasi yang
dilakukan yaitu DQ, IQ, OQ, dan PQ. Kualifikasi dilakukan setelah industri
memiliki user requirement spesification (URS), yaitu spesifikasi yang diinginkan
dan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah dan menentukan
vendor/supplier mana yang memenuhi persyaratan. Tahapan selanjutnya antara
lain:

a. Design Qualifiqation (DQ)


Kualifikasi rancangan adalah proses melengkapi dan mendokumentasikan kajian
rancangan (design review). Sistem atau peralatan perlu terlebih dahulu dilakukan

63
FAT dan SAT sebelum diinstalasi untuk mempermudah tahapan selanjutya. FAT
(factory acceptance test) merupakan verifikasi oleh user kepada vendor terhadap
peralatan sebelum dikirim ke pelanggan/user. Vendor melakukan tes terhadap
peralatan atau sistem tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan user
dengan tujuan sistem atau peralatan tersebut akan sesuai saat dipasang atau
diinstalasi ditempat user atau industri. SAT (site acceptance test) dilakukan
ditempat user bersama dengan vendor, namun pemasangan alat dilakukan sendiri
oleh user. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa sistem /peralatan telah
dipasang dan bekerja sesuai dengan tujuannya di tempat user.

b. Installation Qualification (IQ)


Kualifikasi instalasi dilakukan untuk memastikan bahwa sistem atau peralatan
yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian,
manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan. Pada kualifikasi instalasi ini merupakan tahap
verifikasi.

c. Operational Qualification (OQ)


Kualifikasi operasional adalah proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa
semua fungsi sistem, sensor, alarm, atau peralatan beroperasi sesuai dengan
spesifikasi dan untuk mencatat semua data informasi yang dapat menunjang
bahwa alat tersebut berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.

d. Performance Qualification (PQ)


Kualifikasi kinerja adalah proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa sistem
atau alat yang bekerja sesuai dengan tujuan penggunaan dalam worst case
scenario dan mencatat seluruh informasi dan data terkait. Tahapan ini dilakukan
secara berkala, 6 bulan sampai 2 tahun sekali yang hasilnya menunjukan apakah
kinerja sistem atau alat secara konsisten dapat memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan.

Validasi yang dilakukan di PT. Sanbe Farma mencakup kualifikasi utility,


kualifikasi equipment, kualifikasi computerized system, validasi proses, validasi
pembersihan, dan validasi metode analisa. Khusus untuk metode analisa dilakukan
oleh bagian R&D. Kualifikasi yang dilakukan oleh PT. Sanbe Farma, antara lain:

64
a. Kualifikasi Utility
Kualifikasi utility terdiri dari water system, sistem udara, dan ruangan. Sistem
yang dikualifikasi di plant oncology antara lain PW dan WFI dengan parameter
uji yaitu pH, konduktiviti, dan TOC (Total Organic Carbon). Sistem udara yang
perlu dikualifikasi adalah HVAC, steam, dan compressed air dengan parameter
uji antara lain suhu, kelembapan, jumlah partikel (menggunakan particle counter),
microbiology test, differential pressure, air change, air flow pattern, dan particle
removal test. Kualifikasi dilakukan di user (ruangan) dan dicocokan sesuai dengan
spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Kualifikasi Equipment
Kualifikasi equipment terdiri kualifikasi alat atau mesin yang digunakan dalam
proses produksi, quality control, warehouse, serta equipment yang digunakan
dalam performance qualification (PQ) dilihat pada fungsi alat yang digunakan.

c. Kualifikasi Computerized
Kualifikasi computerized bertujuan untuk memastikan bahwa sistem
komputerisasi yang digunakan untuk pengaturan masing-masing sistem atau
tahapan proses berjalan sesuai spesifikasi. Sistem komputer (computerized)
dilakukan terhadap SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition), MRP
yaitu monitoring terhadap produk released dan quarantine, dan panel sistem
mesin.

Terdapat beberapa jenis validasi, antara lain:

a. Validasi Proses
Validasi proses dilakukan untuk memastika keseluruhan fasilitas, sistem,
peralatan, dan proses berjalan sesuai parameter yang ditetapkan sehingga bekerja
dengan efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk
jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya.
Validasi proses dimulai dari proses penimbangan bahan awal sampai pengemasan
produk jadi dan dilakukan pada proses produksi. Parameter kritikal alat/peralatan
(kecepatan mixing, waktu pengisian, volume pengisian, spesifikasi pengisian,

65
sterilisasi, suhu, waktu sterilisasi). Konsep dan strategi validasi; Critical Proses
Parameter (CPP) dan Critical Quality Atribut (CQA). Contoh CPP , batch size,
pH, temperature, sterilitas, berat per mL, bioburden, dan endotoksin. Contoh
CQA, pengujian kadar logam, deskripsi larutan.

Jenis-jenis validasi proses, antara lain:

1) Validasi Prospektif

Validasi prospektif dilakukan untuk produk-produk baru yang belum pernah


diproduksi atau dipasarkan, untuk mencari parameter proses produksi. Validasi
prospektif juga dapat dilakukan terhadap proses pembuatan yang dirubah,
berakibat pada karakteristik produk sebelum dipasarkan. Proses validasi dilakukan
minimal 3 batch produksi dan hasilnya harus konsisten dan sesuai standar.

2) Validasi Konkuren

Validasi konkuren dilakukan terhadap proses produksi yang sedang berjalan dan
belum dilakukan validasi prospektif (dalam kondisi khusus, harus terdapat
justifikasi) atau karena terdapat perubahan pada parameter kritis yang dapat
mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk. Validasi ini dilakukan untuk produk
yang telah dipasarkan, dilakukan bersamaan dengan produk rutin. Proses validasi
dilakukan minimal 3 batch produksi dan hasilnya harus konsisten dan sesuai
standar.

3) Validasi Retrospektif

Validasi retrospektif dilakukan terhadap produk-produk yang telah dipasarkan.


Validasi ini dilakukan dengan cara penelusuran menggunakan data dari batch
record dan laporan Quality Control. Sebelumnya dilakukan review data sejarah
catatan bets untuk mendapatkan kesimpulan yang signifikan secaea statistik. Data
yang digunakan untuk validasi proses produksi minimal 10-30 batch berurutan
untuk menilai konsistensi dari suatu proses. Bets yang dipilih yaitu seluruh bets
yang dibuat selama periode pengamatan, termasuk yang tidak memenuhi
spesifikasi. Validasi retrospektif tidak bisa digunakan bila terjadi perubahan,

66
misalnya perubahan peralatan, bahan awal, formula, proses, dan metode. Proses
validasi retrospektif tidak dilakukan di PT. Sanbe Farma.

b. Aseptic Process Simulation


Produksi produk steril memerlukan simulasi proses aseptis yakni memastikan
seluruh rangkaian proses terjamin sterilitasnya dan terhindar dari kontaminasi
mikroba. Simulasi dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan media fill untuk melihat
pertumbuhan bakteri dan tidak menggunakan zat aktif. Sebelum digunakan media
fill harus dilakukan GPT (Grow Promotion Test) untuk melihat apakah media
yang akan digunakan dapat menumbuhkan bakteri atau tidak. Simulasi dilakukan
terhadap produk yang dibuat secara aseptis. Tujuan dari aceptic process yaitu
untuk memastikan proses aseptis terjaga dari kontaminasi bakteri maupun
cemaran lainnya. Apabila selama pembuatan produk terdapat perubahan proses,
mesin, atau layout produksi, maka simulasi dilakukan sebanyak tiga batch.
Sampling batch diambil 2 batch dari produk dengan kemasan terbesar dan 1 batch
dari produk dengan bahan kemas terkecil. Sampel dari kemasan terbesar
digunakan karena memiliki risiko kontak dengan lingkungan yang lebih besar
sehingga mengakibatkan potensi kontaminasi menjadi lebih besar. Sedangkan 1
batch dari produk dengan bahan kemas terkecil karena proses filling berlangsung
lebih cepat dengan mobilitas yang tinggi, akibatnya risiko tercecer dan
kontaminasi semakin tinggi. Acceptance criteria untuk simulasi media fill adalah
sebagai berikut:

a. < 5000 unit, maka tidak boleh ada kontaminasi;

b. 5000 – 10.000 unit, jika terdapat 1 unit terkontaminasi maka dilakukan


investigasi dan dipertimbangkan untuk dilakukan pengulangan, jika terdapat 2
unit terkontaminasi maka dilakukan investigasi dan revalidasi;

c. > 10.000 unit, jika 1 terkontaminasi maka hanya dilakukan investigasi,


sedangkan jika terdapat 2 unit terkontaminasi maka dilakukan investigasi dan
revalidasi.

c. Validasi Pembersihan

67
Validasi pembersihan (cleaning validasi) dilakukan pada mesin-mesin produksi
yang bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur
pembersihan yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan
berulang-ulang (reliable dan reproducible). Tahapan awal proses ini adalah
bracketing yakni menentukan produk sebagai marker dalam melihat sifat
toksisitas dan kelarutan. Produk yang dipilih yang paling toksik dan sangat sukar
larut. Toksisitas dapat dilihat dari data Permitted Daily Exposure (PDE) untuk
produk tersebut, LD50, ADE, dan lain-lain.

Metode yang digunakan, yakni swab untuk area mesin yang mudah dijangkau dan
rinse untuk yang sulit seperti pipa sekitar housing filter. Luas area swab yang
harus dijangkau sebesar 5 x 5 cm2. Hasil pengujian disampling dan dianalisis
pada titik kritis, yaitu TOC, pH, konduktivitas, TVC, endotoksin, dan sisa residu
zat aktif berupa kadar.

Dokumentasi yang diperlukan dalam melakukan validasi diawali dari Rencana


Induk Validasi (RIV) atau Validation Master Plan (VMP) yang berisi rincian
jadwal, struktur organisasi yang terlibat dan tanggung jawab, acuan referensi,
ringkasan fasilitas, dan pengendalian perubahan. SOP atau Standar Operasional
Prosedur sebagai standar kualifikasi alat dan proses secara general. Dokumen
selanjutnya yakni protokol, dibuat saat akan melakukan eksekusi sebagai acuan
parameter yang lebih detail dibandingkan dengan SOP dan testing point produk
yang akan divalidasi, serta report yakni dokumen yang berisi hasil dari validasi
terhadap produk yang sudah dilakukan.

3.10 Pengawasan Mutu (Quality Control)


Quality Control (QC) pada PT. Sanbe Farma khususnya di Oncology Plant dibagi
menjadi 3 bagian yaitu quality control kimia, mikrobiologi, dan in process control.
QC kimia memiliki tugas untuk menguji kualitas air (water quality testing),
memeriksa bahan baku dan bahan pengemas (raw material testing), pengujian
bulk dan finished product, serta stability study.

Pengujian yang dilakukan oleh QC kimia, antara lain:

68
a. Pengujian kualitas air
Sebagian besar produk di oncology plant menggunakan air sebagai bahan baku
utama untuk proses produksi. Kualitas air diuji tiap seminggu sekali dengan
melakukan sampling pada titik-titik tertentu. Air yang diuji meliputi DRW
(Drinking Water), PW (Purified Water) 12 titik sampel, dan WFI (Water for
Injection) 16 titik sampel . Parameter yang diuji untuk menilai kualitas air adalah
total organic carbon (TOC), konduktivitas, dan pH.

b. Pemeriksaan bahan baku dan bahan pengemas


Bahan baku serta bahan pengemas yang datang akan diterima oleh bagian gudang,
selanjutnya supervisor gudang memeriksa spesifikasi barang yang diterima
apakah sesuai dengan yang dipesan oleh perusahaan. Jika sudah sesuai dengan
spesifikasi perusahaan, bahan baku serta bahan kemas diberi label karantina
berwarna kuning dan disimpan di rak karantina.

Bahan yang sudah diberi label karantina, kemudian dilakukan sampling oleh QC
terhadap bahan tersebut dan menempelkan label sampling berwarna ungu. Label
sampling minimal berisi nama bahan, jumlah yang diambil sebagai sample dan
tanggal sampling. Pemeriksaan bahan kemas dilakukan terhadap bahan kemas
primer, sekunder, dan tersier. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
fisik (dimensi, bobot, kecacatan) dan juga kimia. Pemeriksaan bahan kemas
sekunder meliputi pemeriksaan dimensi, bobot, penampilan dan redaksi.

Pemeriksaan terhadap bahan baku dilakukan dengan menguji identifikasi kadar,


kadar air, kemurnian bahan, serta adanya residual solvent. Jika bahan baku dan
bahan kemas tersebut memenuhi syarat maka QC akan mengeluarkan label
“Released” berwarna hijau yang ditandatangani oleh manager QC, yag
selanjutnya bisa digunakan untuk proses produksi dan pengemasan. Sedangkan
bahan yang tidak memenuhi persyaratan akan ditolak oleh QC dan diberi label
berwarna merah dengan tulisan “Rejected”. Bahan yang ditolak disimpan di
tempat terpisah dari bahan released oleh bagian gudang untuk meminimalisisr
terjadinya mix up.

c. Pengujian bulk product dan produk jadi

69
Pengujian ini dilakukan untuk memastikan mutu produk tetap terjaga, setelah
semua pengujian telah sesuai maka dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu
filling (pengisian). Sedangkan pengujian terhadap produk jadi dilakukan dengan
pengamatan visual, uji pH, kadar, berat jenis, osmolaritas, serta ada tidaknya
produk hasil degradasi atau pengotor.

d. Uji stabilitas
Tujuan dilakukannya uji stabilitas yaitu untuk menjamin kualitas produk yang
telah released dan dipasarkan. Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh
lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter stabilitas produk
seperti kadar zat aktif, pH, penampakan fisik, dan pengotor atau produk degradasi
sehingga

Uji stabilitas yang dilakukan pada produk baru atau jika terdapat perubahan,
misalnya perubahan alat, metode, formula, bahan baku dan bahan kemas primer.
Post marketing stability test merupakan test yang dilakukan pada produk yang
telah tervalidasi tetapi tidak mengalami perubahan, test ini dilakukan setiap satu
tahun sekali dan penyimpanannya dilakukan hingga waktu kadaluarsa (expired
date) yang disimpan di climatic chamber sesuai dengan masa simpannya.

Climatic chamber yang digunakan untuk uji stabilitas:

1) Suhu 25 ± 2ºC, 60 ± 5% RH (dipercepat suhu dingin)

2) Suhu 30 ± 2ºC, 75 ± 5% RH (real time suhu normal)

3) Suhu 40 ± 2ºC, 75 ± 5% RH (dipercepat suhu normal)

4) Suhu 2-8ºC (real time suhu dingin)

Instrumen yang terdapat di laboratorium kimia untuk melakukan pemeriksaan


antara lain:

a. SSA (Spektrofotometer Serapan Atom) digunakan untuk mengukur kandungan


logam pada raw material, dimana satu kali running untuk menguji 1 jenis logam.

70
b. GC (Gas Chromatography) digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa
volatile dan menguji sisa pelarut (residu solvent) yang terdapat pada raw
material.

c. TOC analyzer digunakan untuk mengukur total karbon organik yang terdapat
dalam PW (purified water) dan WFI (water for injection) yang digunakan
dalam produksi dan WFI hasil CIP (clean in procces). Syarat TOC yaitu ≤500
pb.

d. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) digunakan untuk


identifikasi, menguji kadar, dan kemurnian kromatogram. Pengujian
menggunakan HPLC digunakan untuk raw material, bulk /ruahan, dan finish
product.

e. FTIR (Fourier Transform Infra Red) digunakan untuk mengidentifikasi bahan


baku berdasarkan serapan infra merah. Digunakan untuk pengujian raw
material.

f. Conductivity meter untuk mengukur konduktivitas cairan dengan syarat ≤1,3


µs/cm.

g. pH meter untuk mengukur pH air dan produk.

h. Osmometer untuk mengukur osmolaritas cairan obat jadi.

i. Polarimeter untuk mengukur rotasi optik sediaan dan bahan baku.

j. Liquid particle counter untuk mengukur jumlah partikel dalam sediaan cair
produk jadi dengan syarat > 60µm ≤ 6000 partikel per wadah dan > 25µm ≤
600 partikel per wadah.

k. Climatic Chamber untuk menyimpan produk uji stabilitas.

l. Lemari asam

71
m.Timbangan

Quality Contol Manager

QC

In Process Microbiology Raw Material


Control (IPC) Chemistry & Physics
Supervisor Supervisor Supervisor

QC Staff QC Staff Laboran QC Staff


QC Staff

Gambar 1.10 Struktur organisai departemen QC

3.11 Production Planning & Inventory Control (PPIC)


Production Planning & Inventory Control (PPIC) merupakan departemen yang
menghubungkan antara departemen Marketing dan departemen lain yang
barkaitan dengan produksi obat jadi. PPIC bertugas untuk melakukan perencanaan
produksi dan pengendalian persediaan. PPIC menerjemahkan kebutuhan
pengadaan obat jadi dalam bentuk rencana produksi dan ketersediaan bahan baku
serta bahan pengemas. Oleh karena itu, PPIC harus mengendalikan persediaan
mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sampai obat jadi. Terdapat
beberapa bagian dalam departemen PPIC yang memiliki tugas dan fungsinya
masing-masing, yaitu:

72
1. Production Planning & Control (PPC)
PPC bertugas untuk menerjemahkan forecast dari departemen Marketing terkait
permintaan pasar terhadap produk kepada departemen terkait yaitu departemen
Produksi (produksi obat jadi), Validasi (batch validasi dan jadwal media fill), QC
(pengujian produk), dan Engineering (jadwal maintenance alat), sehingga produk
dapat mulai diproduksi.

Tahapannya adalah departemen Marketing akan memberikan forecast untuk


produksi selama satu tahun ke depan, setelah itu PPC akan melakukan analisa
terkait forecast tersebut dan menganalisis stok produk yang masih tersedia di
Gudang dan stok produk yang masih tersedia di cabang, kemudian membuat
jadwal produksi untuk setiap bulannya (jumlah batch per bulan) dan diberikan
kepada setiap departemen terkait. Setelah itu setiap 3 bulan sekali terdapat ROFO
(Rolling Forecast), sehingga jadwal produksi bulan-bulan berikutnya akan
diperbaharui menggunakan hasil analisa forecast terbaru. Contohnya adalah
forecast dari departemen Marketing untuk produksi obat A adalah 1000 produk,
maka PPC akan menerjemahkan forecast tersebut ke dalam jumlah batch dan
jadwal produksi yang harus dibuat (4 batch @250 produk). Ketika bagian PPC
sudah mendapatkan forecast dari departemen Marketing maka bagian PPC dapat
turut serta dalam menganalisis stok produk yang masih tersedia di Gudang dan
stok produk yang masih tersedia di cabang.

Terdapat beberapa tugas yang dilaksanakan oleh PPC, yaitu:

a. Membuat rencana produksi yaitu rencana produksi tiga bulanan, bulanan, dan
mingguan dalam bentuk draft yang telah disetujui oleh Manajer PPIC dan Plant
Manager.

b. Melakukan meeting untuk menentukan produk yang akan diproduksi kemudian


dieksekusi/dilaksanakan oleh departemen produksi.

c. Melakukan perencanaan packing setelah obat jadi.

d. Memantau obat yang akan direlease agar tidak telat waktu releasenya (biasanya
obat/produk baru bias release setelah 16-17 hari).

73
2. Inventory Control (IC)

Inventory Control (IC) memiliki tujuan untuk memastikan bahwa persediaan


(bahan baku/bahan pengemas) tersedia dan dapat mencukupi untuk digunakan
dalam proses produksi. Jika persediaan yang tersedia di Gudang tidak dapat
memenuhi jumlah kebutuhan persediaan untuk produksi, maka IC akan membuat
BPPB (Bon Permintaan dan Pembelian Barang), memantau proses pemesanan
sampai barang datang, serta memastikan barang yang diterima benar jumlah dan
datang tepat waktu sesuai dengan pesanan. Selanjutnya IC memberikan pesananan
kepada bagian Purchasing untuk selanjutnya dipesan. Ketika barang sudah datang,
IC bersama dengan bagian Warehousing akan memeriksa persediaan yang datang
untuk memastikan persediaan sesuai dengan pesanan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur persediaan barang :

• Sisa barang di Gudang

• Kebutuhan perbulan

• Lead time

• Minimum order

c. Warehousing (Gudang)
Terdapat 2 (dua) fungsi utama warehousing yaitu sebagai tempat untuk
menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi serta memantau suhu dan
kelembaban Gudang untuk penyimpanan bahan, serta melindungi dari pengaruh
luar dan kerusakan. Selain itu bagian warehousing melakukan pemeriksaan
persediaan barang yang datang (sudah dipesan) bersama dengan bagian IC dan
bagian warehousing akan melakukan stock opname setiap 1 (satu) bulan sekali.

 Safety Stock Level (SSL)


Safety Stock Level merupakan batas aman/minimal suatu produk harus ada. Hal
ini pula yang menentukan besaran produk yang akan diproduksi. Untuk stock
produk terbagi ke dalam kategori fast moving yaitu 4 bulan dan slow moving
yaitu 2-2,5 bulan. Sedangkan untuk safety stock bahan baku yaitu 6-7 bulan

74
dengan lead time bahan baku selama 5-6 bulan dan lead time bahan kemas primer
selama 4-5 bulan sedangkan bahan kemas sekunder selama 1,5-2,5 bulan.

3.12 Penanganan Limbah


Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan seperti proses
produksi. Sedangkan limbah sitotoksik adalah limbah yang mengandung zat yang
berbahaya dan efek yang dihasilkan zat tersebut pada konsentrasi tertentu dapat
menyebabkan mutagenic, teratogenic, carcinogen yang akan membahayakan
kesehatan. Limbah yang dihasilkan oleh Industri Farmasi merupakan salah satu
sumber pencemaran lingkungan. Untuk mencegah serta menanggulangi masalah
tersebut, maka diperlukan pengolahan terhadap limbah. Limbah yang dihasilkan
oleh PT. Sanbe Farma terdiri dari limbah cair, limbah padat, limbah B3 dan gas
emisi.

a. Limbah Cair
Secara garis besar limbah cair diolah di WWTP (Waste Water Treatment Plant)
lalu diolah dengan cara di deaktivasi dengan penambahan sodium hipoklorit 5%
sehingga limbah berubah warna menjadi pudar. Setelah memenuhi persyaratan
baku mutu baru boleh dibuang ke lingkungan (sungai). WWTP digunakan untuk
pengolahan limbah cair dari sisa produksi, proses pencucian mesin dan peralatan
laboratorium, limbah domestik, dan limbah cair dari proses USP water.

b. Limbah Padat
Limbah padat dibawa ke TPS B3 dan disimpan maksimal 90 hari kemudian
dimusnahkan oleh pihak ke 3 yang telah memiliki izin dari pemerintah.

c. Limbah B3
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta mahluk hidup lain.

75
Untuk limbah yang tergolong B3 seperti produk kembalian atau produk reject anti
kanker yang diperiksan oleh oncology plant, limbah campuran asam, basa, pelarut
organik, raw material reject yang tergolong bahan berbahaya atau beracun (B3),
produk ruahan dalam jumlah besar, limbah berbahaya lainnya seperti pacahan
termometer, material mengandung asbes, pereaksi padat dari laboratorium, solar
atau pelumas bekas. Semua limbah padat B3 dimusnahkan oleh pihak ketiga yang
telah memiliki izin dari pemerintah.

d. Gas Emisi
Pemantauan emisi gas buang dari sumber emisi tidak bergerak (genset dan boiler)
yang dilakukan setiap 6 bulan sekali, pemantauan gas buang dari bus jemputan
karyawan, pemantauan kualitas udara ambient area produksi yang dilakukan
setiap 6 bulan sekali.

Yang bertanggung jawab dalam pengelolaan limbah yang meliputi penyimpanan


sementara, pengemasan, pemberian label, dan penyimpanan semua sampah atau
limbah yang terdapat di area PT. Sanbe Farma adalah EHS. Setiap limbah harus
mempunyai penandaan limbah kemudian dilakukan pemisahan berdasarkan
bentuknya yaitu bahan kemas atau bahan baku.

76
BAB IV
TUGAS KHUSUS
4.1 TUJUAN
 Membandingkan rata-rata MO perbulan dengan forecast produk 1 bulan.
 Membandingkan forecast material bahan kemas 1 bulan dengan stock
aktual digudang.
 Menghitung kapasitas gudang bahan kemas
4.2 HASIL dan PEMBAHASAN
Nama Produk Prioritas Forecast Rata – rata Rata-rata MO /
Product MO Forecast
(Pcs/Bulan) (Pcs/Bulan) Product (Dalam
%)
DOCETAXEL 40 mg/mL
Concentrate for Solution for 1 1800 790 43,89
Infusion 0,59 mL

DOCETAXEL 40 mg/mL
Concentrate for Solution for 1 900 351 39,00
Infusion 2,34 mL

DOXETASAN Concentrate
for Solution for Infusion 0,59 1 80 32 40,00
mL

DOXETASAN Concentrate
for Solution for Infusion 2,34 1 50 28 56,00
mL

DOXORUBICIN HCl 2 1 2200 1533 69,68

77
mg/mL Injection 5 ml

DOXORUBICIN HCl 2
mg/mL Injection 25 ml
1 1000 573 57,30
EPIRUBICIN HCl 2 mg/mL
Injection 5 ml
1 1000 326 32,60
EPIRUBICIN HCl 2 mg/mL
Injection 25 ml
1 1000 332 33,20
GEMCITABINE 200 mg
Sterile Lyophilized Powder 2 200 153 76,50
for Injection

GEMCITABINE 1000 mg
Sterile Lyophilized Powder 2 500 54 10,80
for Injection

GETANOSAN 200 mg Sterile


Lyophilized Powder for 2 30 13 43,33
Injection

GETANOSAN 1000 mg
Sterile Lyophilized Powder 2 25 17 68,00
for Injection

IRINOTECAN HCl 20
mg/mL Concentrate for 2 700 266 38,00
Infusion 2 mL

IRINOTECAN HCl 20
mg/mL Concentrate for 2 550 281 51,09
Infusion 5 mL

METHOTREXATE 25
mg/mL Injection 2 mL
1 4500 1804 40,09
OXALIPLATIN 5 mg/mL
Concentrate for Infusion 10 1 1100 516 46,91
mL

PACLITAXEL 6 mg/mL
Injection 5 mL
1 2400 1440 60,00
PACLITAXEL 6 mg/mL
Injection 16,7 mL
1 1300 738 56,77
RASTEO Injection 1 mL 3 10 0,91 9,10
RASTEO Injection 2 mL 3 10 1 10,00
ROMISAN Concentrate for
Infusion 2 mL
3 25 10 40,00
ROMISAN Concentrate for
Infusion 5 mL
3 10 12 120,00
RUBISANDIN Injection 5
mL
3 10 2 20,00

78
RUBISANDIN Injection 25
mL
3 40 28 70,00
SANDOBICIN Injection 5
mL
3 75 59 78,67
SANDOBICIN Injection 25
mL
3 30 24 80,00
SANOTREXAT Injection 2
ml
3 120 80 66,67
SANROXA Concentrate for
Infusion 10 mL
3 10 29 290,00
SANTOTAXEL Injection 5
mL
2 200 96 48,00
SANTOTAXEL Injection
16,7 mL
2 10 49 490,00
VINCRISTINE SULFATE
1mg/ mL Injection 1 mL
1 700 446 63,71
VINCRISTINE SULFATE
1mg/ mL Injection 2 mL
1 1000 366 36,60

Tabel 1. Tabel Perbandingan Rata-Rata MO dan Forecast Produk 1 Bulan


Pada tabel diatas terdapat 3 warna pada kolom prioritas, warna merah menunjukkan
prioritas 1, biru prioritas 2, dan hijau prioritas 3. Prioritas 1 berarti jumlah permintaan banyak
sehingga jumlah yang harus diproduksi dalam 1 bulan juga banyak, prioritas 2 jumlah permintaan
tidak terlalu banyak sehingga jumlah produk yang diproduksi dalam 1 bulan tidak terlalu banyak,
sedangkan prioritas 3 jumlah permintaan sangat sedikit setiap bulannya sehingga produk yang
diproduksi sangat sedikit juga sehingga pada produk dengan prioritas 2 dan 3 ada kemungkinan
tidak diproduksi dalam 1 bulan karena persediaan digudang dari hasil produksi sebelumnya masih
dapat memenuhi permintaan dalam 1 bulan. Selanjutnya dari hasil perbandingan antara rata-rata
MO (Manufacturing Order) per bulan dan forecast produk dalam 1 bulan terdapat 3 produk yang
persentasenya lebih dari 100% yaitu Romisan 5 mL, Sanroxa 10 mL, dan Santotaxel 16,7 mL.
Untuk produk lain yang persentasenya kurang dari 100% biasanya jumlah permintaannya dilihat
dari forecast produk sedangkan untuk yang persentasenya lebih dari 100% dilihat dari rata-rata
MO.
Forecast Stock Stock
Nama Produk Bahan Kemas material Aktual MOI
(pcs/bln) (pcs) (bulan)
DOCETAXEL 40 5448 21944 4,03
5 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
mg/mL
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
Concentrate for mm
Solution for 16620 31664 1,91
Infusion 0,59 Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Docetaxel 40mg/mL Concentrate for 2.053 22136 10,78

79
Solution for Infusion 0,5 mL
Folding box Docetaxel 40mg/mL Concentrate for 2.053 12463 6,07
Solution for Infusion 0,5 mL
Brosur Docetaxel 40mg/mL Concentrate for 3173 20257 6,38
Solution for Infusion
2145 11883 5,54
Blister (ukuran 6,5 x 6,5 cm)
400 1331 3,33
mL Master Box Tanpa Sekat MB 032-1
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
6165 72789 11,81
10 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Docetaxel 40mg/mL Concentrate for 1.120 3473 3,10
Solution for Infusion 2 mL
DOCETAXEL 40 Folding box Docetaxel 40mg/mL Concentrate for 1.120 2603 2,32
mg/mL Solution for Infusion 2 mL
Concentrate for Brosur Docetaxel 40mg/mL Concentrate for 3173 20257 6,38
Solution for Solution for Infusion
Infusion 2,34 1182 10651 9,01
Blister (ukuran 6,5 x 7,5 cm)
mL 400 1331 3,33
Master Box Tanpa Sekat MB 032-1
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
DOXETASAN 5448 21944 4,03
5 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Concentrate for
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
Solution for mm
Infusion 0,59 16620 31664 1,91
mL Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Doxetasan 40mg/mL Concentrate for 91 1102 12,08
Solution for Infusion 0,5 mL
Folding box Doxetasen 40mg/mL Concentrate for 91 1476 16,17
Solution for Infusion 0,5 mL
Brosur Doxetasan 40mg/mL Concentrate for 153 1554 10,16
Solution for Infusion
2145 11883 5,54
Blister (ukuran 6,5 x 6,5 cm)
Master Box Tanpa Sekat MB 032-1 400 1331 3,33

80
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
6165 72789 11,81
10 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Doxetasan 40mg/mL Concentrate for 62 903 14,52
Solution for Infusion 2 mL
DOXETASAN Folding box Doxetasan 40mg/mL Concentrate for 62 1555 25,00
Solution for Infusion 2 mL
Concentrate for
Brosur Doxetasan 40mg/mL Concentrate for 153 1554 10,16
Solution for Solution for Infusion
Infusion 2,34 1182 10651 9,01
mL Blister (ukuran 6,5 x 7,5 cm)
400 1331 3,33
Master Box Tanpa Sekat MB 032-1
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
2.526 14880 5,89
Etiket Doxorubicin HCl 2mg/mL Injection 5 mL
Folding box Doxorubicin HCl 2mg/mL Injection 5 2.526 11051 4,38
DOXORUBICIN mL
HCl 2 mg/mL 3784 22033 5,82
Injection 5 ml Brosur Doxorubicin HCl 2mg/mL Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
DOXORUBICIN 1296 15244 11,76
50 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)

81
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
1.258 31177 24,77
Etiket Doxorubicin HCl 2mg/mL Injection 25 mL
Folding box Doxorubicin HCl 2mg/mL Injection 1.258 14427 11,46
HCl 2 mg/mL 25 mL
Injection 25 ml 3784 22033 5,82
Brosur Doxorubicin HCl 2mg/mL Injection
175 475 2,71
Master Box Tanpa Sekat MB 018-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
5448 21944 4,03
5 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
1141 9795 8,58
Etiket Epirubicin HCl 2mg/mL Injection 5 mL
Folding box Epirubicin HCl 2mg/mL Injection 5 1141 10085 8,84
EPIRUBICIN HCl mL
2 mg/mL 2321 9890 4,26
Injection 5 ml Brosur Epirubicin HCl 2mg/mL Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
EPIRUBICIN HCl 1280 4678 3,65
50 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
2 mg/mL
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
Injection 25 ml mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
1179 5130 4,35
Etiket Epirubicin HCl 2mg/mL Injection 25 mL
Folding box Epirubicin HCl 2mg/mL Injection 25 1179 6200 5,26
mL
2321 9890 4,26
Brosur Epirubicin HCl 2mg/mL Injection
175 475 2,71
Master Box Tanpa Sekat MB 018-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
Security Seal Tape "SANBE" 38 100 2,63

82
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
276 5432 19,68
10 mL Clear Lyo-Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Kaki 2 Diameter 20 mm Grey, 2573 8458 3,29
SIL A
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Gemcitabine 200 mg Sterile Lyophilized 240 7730 32,21
Powder for Injection
GEMCITABINE
Folding box Gemcitabine 200 mg Sterile 240 11295 47,06
200 mg Sterile Lyophilized Powder for Injection
Lyophilized Brosur Gemcitabine Sterile Lyophilized Powder 2428 5082 2,09
Powder for for Injection
Injection 837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
2496 5905 2,37
50 mL Clear Lyo-Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Kaki 2 Diameter 20 mm Grey, 2573 8458 3,29
SIL A
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Gemcitabine 1000 mg Sterile Lyophilized 2188 2304 1,05
GEMCITABINE Powder Injection
1000 mg Sterile Folding box Gemcitabine 1000 mg Sterile 2188 4368 2,00
Lyophilized Lyophilized Powder Injection
Powder for Brosur Gemcitabine Sterile Lyophilized Powder 2428 5082 2,09
Injection Injection
175 475 2,71
Master Box Tanpa Sekat MB 018-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
GETANOSAN 276 5432 19,68
10 mL Clear Lyo-Vial Non-Printing (Polos)
200 mg Sterile
Rubber Stopper Kaki 2 Diameter 20 mm Grey, 2573 8458 3,29
Lyophilized SIL A
Powder for 16620 31664 1,91
Injection Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Gentanosan 200 mg Sterile Lyophilized 36 626 17,39
Powder for Injection
Folding box Gentanosan 200 mg Sterile 36 0 0,00
Lyophilized Powder for Injection
Brosur Gentanosan Sterile Lyophilized Powder for 40 469 11,73
Injection

83
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
2496 5905 2,37
50 mL Clear Lyo-Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Kaki 2 Diameter 20 mm Grey, 2573 8458 3,29
SIL A
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
Etiket Gentanosan 1000 mg Sterile Lyophilized 109 502 4,61
GETANOSAN Powder Injection
1000 mg Sterile Folding box Gentanosan 1000 mg Sterile 109 304 2,79
Lyophilized Lyophilized Powder Injection
Powder for Brosur Gentanosan Sterile Lyophilized Powder 40 469 11,73
Injection Injection
175 475 2,71
Master Box Tanpa Sekat MB 018-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
875 7245 8,28
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Merah
Etiket Irinotecan HCl 20 mg/mL Concentrate for 845 2670 3,16
Infusion 2 mL
IRINOTECAN HCl Folding box Irinotecan HCl 20 mg/mL 845 1797 2,13
20 mg/mL Concentrate for Infusion 2 mL
Concentrate for Brosur Irinotecan HCl 20 mg/mL Concentrate for 1565 12289 7,85
Infusion
Infusion 2 mL
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
IRINOTECAN HCl 10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
20 mg/mL
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
Concentrate for mm
Infusion 5 mL Alucaps diameter 20 mm Flip Off Biru 733 8252 11,26

84
Etiket Irinotecan HCl 20 mg/mL Concentrate for 720 3360 4,67
Infusion 5 mL
Folding box Irinotecan HCl 20 mg/mL 720 6012 8,35
Concentrate for Infusion 5 mL
Etiket Irinotecan HCl 20 mg/mL Concentrate for 1565 12289 7,85
Infusion
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
5070 113520 22,39
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Orange
4932 229031 46,44
Etiket Methotrexate 25 mg/mL Injection 2 mL
Folding box Methotrexate 25 mg/mL Injection 2 4932 236288 47,91
METHOTREXAT mL
E 25 mg/mL 4932 84244 17,08
Injection 2 mL Brosur Methotrexate 25 mg/mL Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
OXALIPLATIN 5 6165 72789 11,81
10 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
mg/mL
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
Concentrate for mm
Infusion 10 mL 5430 32869 6,05
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Hijau
Etiket Oxaliplatin 5mg/mL Concentrate for 1272 0 0,00
Infusion 10 mL
Folding box Oxaliplatin 5mg/mL Concentrate for 1272 0 0,00
Infusion 10 mL
Brosur Oxaliplatin 5mg/mL Concentrate for 1272 0 0,00
Infusion
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
Segel passed by final print "SANBE" 4529 11373 2,51
Security Seal Tape "SANBE" 38 100 2,63

85
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
6165 72789 11,81
10 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
2593 7944 3,06
Etiket Paclitaxel Injection 5 mL
2593 9285 3,58
PACLITAXEL 6 Folding box Paclitaxel Injection 5 mL
mg/mL Injection 4099 35692 8,71
5 mL Brosur Paclitaxel Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
1518 3057 2,01
20 ml Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
1506 3595 2,39
Etiket Paclitaxel 6mg/mL Injection 16,7 mL
1506 3430 2,28
PACLITAXEL 6 Folding box Paclitaxel 6mg/mL Injection 16,7 mL
mg/mL Injection 4099 35692 8,71
16,7 mL Brosur Paclitaxel 6mg/mL Injection
400 1331 3,33
Master Box Tanpa Sekat MB 032-1
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
RASTEO 885 19103 21,59
2 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Injection 1 mL
Rubber Stopper diameter 13 mm, Grey Teflon 885 92884 104,95
Coated
885 5922 6,69
Alucaps 13 mm Flip off Biru
12 243 20,25
Etiket Rasteo Injection 1 mL
12 1838 153,17
Folding box Rasteo Injection 1 mL
Brosur Rasteo Injection 84 4310 51,31
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2 837 199 0,24

86
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
5430 32869 6,05
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Hijau
72 251 3,49
Etiket Rasteo Injection 2 mL
72 1838 25,53
RASTEO Folding box Rasteo Injection 2 mL
Injection 2 mL 84 4310 51,31
Brosur Rasteo Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
875 7245 8,28
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Merah
31 1705 55,00
Etiket Romisan Concentrate for Indusion 2 mL
Folding box Romisan Concentrate for Indusion 2 31 1838 59,29
ROMISAN mL
Concentrate for 44 10980 249,55
Infusion 2 mL Brosur Romisan Concentrate for Infusion
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
ROMISAN 10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Concentrate for
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
Infusion 5 mL mm
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Biru 733 8252 11,26

87
13 147 11,31
Etiket Romisan Concentrate for Indusion 5 mL
Folding box Romisan Concentrate for Indusion 5 13 1838 141,38
mL
44 10980 249,55
Brosur Romisan Concentrate for Indusion
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
5448 21944 4,03
5 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
23 1741 75,70
Etiket Rubisandin Injection 5 mL
23 80 3,48
RUBISANDIN Folding box Rubisandin Injection 5 mL
Injection 5 mL 70 1486 21,23
Brosur Rubisandin Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
1280 4678 3,65
50 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
47 -5 -0,11
Etiket Rubisandin Injection 25 mL
RUBISANDIN 47 250 5,32
Folding box Rubisandin Injection 25 mL
Injection 25 mL
70 1486 21,23
Brosur Rubisandin Injection
175 475 2,71
Master Box Tanpa Sekat MB 018-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
SANDOBICIN 5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos) 10566 23696 2,24

88
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
86 137 1,59
Etiket Sandobicin Injection 5 mL
86 80 0,93
Folding box Sandobicin Injection 5 mL
124 2283 18,41
Injection 5 mL Brosur Sandobicin Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
1296 15244 11,76
50 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
38 558 14,68
Etiket Sandobicin Injection 25 mL
SANDOBICIN 38 1836 48,32
Folding box Sandobicin Injection 25 mL
Injection 25 mL
124 2283 18,41
Brosur Sandobicin Injection
175 475 2,71
Master Box Tanpa Sekat MB 018-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
SANOTREXAT 10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Injection 2 ml
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
5070 113520 22,39
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Orange
138 1060 7,68
Etiket Sanotrexat Injection 2 mL
138 727 5,27
Folding box Sanotrexat Injection 2 mL
138 2001 14,50
Brosur Sanotrexat Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
Security Seal Tape "SANBE" 38 100 2,63

89
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
6165 72789 11,81
10 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
5430 32869 6,05
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Hijau
12 0 0,00
Etiket Sanroxa Concentrate for Infusion 10 mL
Folding box Sanroxa Concentrate for Infusion 10 12 0 0,00
SANROXA mL
Concentrate for 12 0 0,00
Infusion 10 mL Brosur Sanroxa Concentrate for Infusion
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
6165 72789 11,81
10 mL Clear Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
234 4405 18,82
Etiket Santotaxel Injection 5 mL
234 6848 29,26
SANTOTAXEL Folding box Santotaxel Injection 5 mL
Injection 5 mL 246 7740 31,46
Brosur Santotaxel Injection
837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
SANTOTAXEL 1518 3057 2,01
20 ml Clear Vial Non-Printing (Polos)
Injection 16,7
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mL mm
16620 31664 1,91
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Putih
12 -5 -0,42
Etiket Santotaxel Injection 16,7 mL
12 1854 154,50
Folding box Santotaxel Injection 16,7 mL
246 7740 31,46
Brosur Santotaxel Injection
Master Box Tanpa Sekat MB 032-1 400 1331 3,33

90
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
885 19103 21,59
2 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper diameter 13 mm, Grey Teflon 885 92884 104,95
Coated
885 5922 6,69
Alucaps 13 mm Flip off Biru
872 11583 13,28
Etiket Vincristine Sulfate 1mg/mL Injection 1 mL
VINCRISTINE Folding box Vincristine Sulfate 1mg/mL Injection 872 13653 15,66
SULFATE 1mg/ 1 mL
mL Injection 1 2050 15653 7,64
Brosur Vincristine Sulfate 1mg/mL Injection
mL 837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"
10566 23696 2,24
5 mL Amber Vial Non-Printing (Polos)
Rubber Stopper Grey Teflon Coated Diameter 20 26155 3214 0,12
mm
5430 32869 6,05
Alucaps diameter 20 mm Flip Off Hijau
1178 15457 13,12
Etiket Vincristine Sulfate 1mg/mL Injection 2 mL
VINCRISTINE Folding box Vincristine Sulfate 1mg/mL Injection 1178 13930 11,83
SULFATE 1mg/ 2 mL
mL Injection 2 2050 15653 7,64
Brosur Vincristine Sulfate 1mg/mL Injection
mL 837 199 0,24
Master Box Tanpa Sekat MB 025-2
168 126 0,75
Master Box Tanpa Sekat MB 033-1
4529 11373 2,51
Segel passed by final print "SANBE"
38 100 2,63
Security Seal Tape "SANBE"
32 37 1,16
Plakban Kertas 2"

Tabel 2. Tabel Perbandingan Forecast Material per bulan dengan Stock Aktual

91
Pada tabel diatas terdapat keterangan bahan kemas yang digunakan untuk masing-masing
produk, terdapat juga data jumlah kebutuhan bahan kemas tersebut dalam 1 bulan (forecast
material) dan stock aktual yang tersedia per tanggal 18 November 2019. Untuk bahan kemas
seperti vial, rubber, flip off, masterbox dan bahan kemas lain yang digunakan bersama oleh
beberapa produk jumlah tersebut sudah mencakup untuk kebutuhan seluruh produk yang
menggunakan bahan kemas tersebut dalam 1 bulan, sedangkan untuk bahan kemas seperti etiket,
brosur, dan folding box jumlah tersebut khusus untuk produk tersebut dalam 1 bulan. Setelah
forecast material untuk 1 bulan dibandingkan dengan stock aktual bahan kemas didapatkan data
stock aktual bahan kemas tersebut dapat memenuhi kebutuhan untuk berapa bulan (stock MOI).
Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa data diarsir dengan warna kuning hal itu menunjukkan
bahwa stock aktual bahan kemas yang tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk 1 bulan.
Untuk bahan kemas yang digunakan bersama oleh beberapa produk stock bahan kemas rubber 20
mm master box 25-2 dan 33-1 tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk 1 bulan dan untuk bahan
kemas yang digunakan khusus untuk tiap produk stock bahan kemas tidak dapat memenuhi
kebutuhan untuk produk Getanosan 200 mg, Oxaliplatin 5mg/mL@10 mL, Rubisandin @25 mL,
Sandobicin @5mL, Sanroxa @10mL dan Santotaxel @16,7 mL, sedangkan untuk bahan kemas
produk lain terjadi kelebihan stok yang sangat banyak bahkan ada yang lebih dari 100 bulan. Hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor, salah satunya tidak memperhatikan lead time
pada pemesanan sehingga bahan kemas masih dalam proses pengiriman yang menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan bahan kemas untuk beberapa produk dalam bulan tersebut dan
perencanaan yang kurang tepat sehingga terjadi over stock pada bahan kemas beberapa produk.

Nama Item Kemasan 1 Lvl


(Rak/Lemari/Locker)

2 mL Vial Dus @6600 Pcs 3 Dus (Rak)

5 mL Vial Dus @2880 Pcs 3 Dus (Rak)

10 mL Vial Dus @1984 Pcs 3 Dus (Rak)

20 mL Vial Dus @1092 Pcs 3 Dus (Rak)

50 mL Vial Tray @134 Pcs 14 Tray (Rak)

Rubber Stopper Dus @4000 Pcs 8 Dus (Rak)

Alucaps diameter Dus @4500 Pcs 8 Dus (Rak)

Etiket Roll @2000 Pcs 3 Roll (Locker)

Dus @1500 Pcs 6 Dus (Rak)/3 Dus


Folding box Lemari)

Dus @4000 Pcs 6 Dus (Rak)/3 Dus


Brosur Lemari)

92
Dus @4000 Pcs 6 Dus (Rak)/3 Dus
Blister Lemari)

Master Box Tanpa Sekat Ikat @25 Pcs 24 Ikat (Rak)


MB 025-2
Master Box Tanpa Sekat Ikat @25 Pcs 9 Ikat (Rak)
MB 018-1
Master Box Tanpa Sekat Ikat @20 pcs 20 Ikat (Rak)
MB 032-1
Master Box Tanpa Sekat Ikat @ 10 Pcs 10 ikat (Rak)
MB 033-1
Segel passed by final print Pack @5000 Pcs 6 Pack (Rak)
"SANBE"
Security Seal Tape Dus @100 Roll (1000 6 Dus (Rak)
"SANBE" Pcs/roll)

Plakban Kertas 2" Dus @30 Pcs 6 Dus (Rak)

Tabel 3. Kemasan dan Kapasitas bahan kemas dalam 1 Lvl

Dari penjelasan diatas dapat dihitung gudang bahan kemas dapat menampung 19800 pcs
vial 2 mL/ 8640 pcs vial 5 mL/ 5952 pcs vial 10 mL/ 3276 pcs vial 20 mL/ 1876 pcs vial 50 mL
per level dalam sebuah rak. Untuk flip off dan rubber 1 level rak dapat menampung 36000 flip off
atau 32000 rubber. Untuk master box 1 level rak dapat menampung 100 master box 33-1, 225
master box 18-1, 600 master box 25-2, atau 400 master box 32-1. Pada rak general supply tiap lvl
dapat menampung @30000 pcs Segel pass/@600 Roll security Seal/ plakban @180 pcs tiap lvl .
Untuk etiket, tiap level locker dapat menampung 6000 pcs etiket. Sedangkan untuk folding box,
brosur, dan blister tiap level lemari dapat menampung 4500 folding box/ 16000 pcs brosur/ 16000
pcs blister

Locker
6 lvl
(Reject)

General supply (plastik box


Master dll) (25-2, 18-1
Rubber
Vial (2dll)
mL,dan flip
5 mL, 10off
Vial
mL(2dll)
mL, 5 mL, 10Folding
mL box,dll)brosur dll Cup Cup C
Master box (33-1)
3 lvl

4 lvl
4 lvl

boar boa p
3 lvl d rd o
4 lvl
4 lvl

3 lvl 3
lvl
Cup Cup Cl
o
boar boa
3
d rd
3 lvl 3 lvl 3 lvl
4 lvl
4 lvl
3 lvl

Lo Lo Cu
Etiket ck ck pb
er er oa
rd
1 15
4 lvl
4 lvl

5 lvl 3
lvl lv
Rual
Quarantine Rak 4 ng
Cup Cu
2 lvl

4 lvl
4 lvl

2
boar bo
d d
3 lvl 3l
Rak 3
93 Cup
boar
Cup
oar
d 3 lv
Quarantine Folding box, brosur
3 lvl dll
Rak 1 Rak 2

Rua
1
3
Cup Cup
boa oar
l rd 3 lv
v 3 lvl
l
r
a
k

Gambar 1. Layout Gudang Bahan Kemas


Berdasarkan layout gudang bahan kemas diatas, Jika dibagi rata gudang tersebut memiliki
kapasitas untuk menampung

Nama Item Kapasitas Kebutuhan dalam 1 Kapasita


bulan s (bulan)

2 mL Vial 59400 pcs (3 lvl) 885 Pcs 67,12


5 mL Vial 25920 pcs (3 lvl) 16014 Pcs 1,62
10 mL Vial 23808 pcs (4 lvl) 6441 Pcs 3,70
20 mL Vial 9828 pcs (3 lvl) 1518 Pcs 6,47
50 mL Vial 5628 pcs (3 lvl) 5072 Pcs 1,11
Rubber Stopper 192000 pcs (6 lvl) 29613 Pcs 6,48
Alucaps diameter 216000 pcs (6 lvl) 29613 Pcs 7,29
Etiket 90000 pcs (30 lvl) 26639 Pcs 3,38
94500 pcs (21 lvl/7 26639 Pcs
Folding box lemari) 3,55
336000 pcs (21 lvl/7 26639 Pcs
Brosur lemari) 12,61
48000 pcs (3 lvl) 3327 Pcs
Blister 14,43
Master Box Tanpa Sekat 2400 pcs (4 lvl) 837 Pcs
MB 025-2 2,87
Master Box Tanpa Sekat 900 pcs (4 lvl) 175 Pcs
MB 018-1 5,14
Master Box Tanpa Sekat 1600 pcs (4 lvl) 400 Pcs
MB 032-1 4,00

94
Master Box Tanpa Sekat 600 pcs (6 lvl) 168 Pcs
MB 033-1 3,57
Segel passed by final 60000 pcs (2 lvl) 4529 Pcs
print "SANBE" 13,25
Security Seal Tape 1200 roll (2 lvl) 38 Roll
"SANBE" 31,58
Plakban Kertas 2" 360 pcs (2 lvl) 32 Pcs 11,25
Tabel 4. Kapasitas gudang bahan kemas jika dibagi rata penyimpanan bahan kemas

59400 pcs (3 lvl) vial 2 mL, 25920 pcs (3 lvl) vial 5 mL, 23808 pcs (4 lvl) vial 10 mL,
9828 pcs (3 lvl) vial 20 mL dan 5628 pcs (3 lvl) vial 50 mL. Untuk penyimpanan flip off dan
rubber gudang tersebut memiliki kapasitas penyimpanan 216000 pcs (6 lvl) untuk menampung flip
off dan 192000 pcs (6 lvl) rubber. Untuk penyimpanan master box gudang tersebut dapat
menampung 900 pcs (4 lvl) master box 18-1, 2400 pcs (4 lvl) master box 25-2, 1600 pcs (4 lvl)
master box 32-1dan 600 pcs (6 lvl) master box 33-1. Kemudian untuk etiket gudang bahan kemas
dapat menampung 90000 pcs (30 lvl) etiket sedangkan untuk folding box, blister dan brosur
gudang bahan kemas dapat menampung folding box 94500 pcs (21 lvl/7 lemari) folding box,
48000 pcs (3 lvl) blister dan 336000 pcs (21 lvl/7 lemari) brosur. Untuk penyimpanan plakban dan
segel pass gudang bahan kemas dapat 60000 pcs (2 lvl) segel pass, 1200 roll (2 lvl) security seal
menampung 360 pcs (2 lvl) plakban. Gudang bahan kemas dapat menampung kebutuhan untuk
produksi 1,11 bulan, akan tetapi jika diatur lagi penyimpanannya gudang bahan kemas dapat
menampung kebutuhan lebih dari 1,11 bulan produksi

4.3 KESIMPULAN
 Hasil perbandingan rata-rata MO dan forecast produk 1 bulan terdapat 3 produk yang
memiliki persentase >100% yaitu Romisan 5 mL, Sanroxa 10 mL, dan Santotaxel 16,7
mL.
 Hasil perbandingan stock aktual dengan forecast material terdapat beberapa produk yang
stock bahan kemasnya kurang dari 1 bulan yaitu Getanosan 200 mg, Oxaliplatin
5mg/mL@10 mL, Rubisandin @25 mL, Sandobicin @5mL, Sanroxa @10mL dan
Santotaxel @16,7 mL dan produk-produk yang menggunakan rubber diameter 20 mm
 Gudang bahan kemas dapat menampung kebutuhan untuk produksi 1,11 bulan jika tidak
diatur penyimpanannya

95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peran penting di
bagian perencanaan produksi dan pengendalian penyimpanan (bahan
awal, produk jadi, serta bahan kemas), bagian penelitian dan
pengembangan, bagian produksi, bagian pengawasan mutu, dan bagian
pemastian mutu. Selain itu, seorang apoteker memiliki tanggung jawab
yang penting dalam hal terselenggaranya pembuatan obat agar
memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditetapkan dimulai dari
tahap awal hingga menjadi produk akhir yang siap dipasarkan
2. PT. Sanbe farma merupakan industri farmasi yang memproduksi
sediaan farmasi dengan menerapkan aspek CPOB dengan baik dan
menyeluruh pada setiap aspek dan rangkaian proses produksinya.
5.2 Saran
1. Penerapan prinsip CPOB di Sanbe Farma hendaknya senantiasa
dipertahankan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan.

96
DAFTAR PUSTAKA

BPOM. 2018. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Tahun 2018 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 16 Tahun 2013. Tentang perubahan


atas peraturan menteri kesehatan nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010tentang Industri Farmasi. Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 51 Tahun 2009. Tentang pekerjaan


kefarmasiaan. Jakarta.

97
LAMPIRAN
Lampiran 1
Director

Technical Operation R&D Corporate


Director General Manager

Quality
Management
System

Head of Supply IT Corporate


Head of Quality
Chain Division Senior Manager

Plant Manager

Laboratory Quality Calibration IT System


Quality Control Validation Doc. Control Production Human Capital Engineering IT Operational
Compliance Assurance PPIC Manager Manager EHS Manager Corporate Development
Manager Manager Manager Manager Manager Manager IT Corporate
Manager Manager Manager Manager
System Integration
Assistant Manager
R&D Quality Calibration IT System Analysis Software
Doc. Control EHS
Coordinator Corporate Infrastructure & Documentation Development
Coordinator Coordinator
Coordinator Coordinator Coordinator Coordinator

Laboratory Utilities RM PM Human IT Software


Chemical Lab Doc. Control QA Production Electrical EHS Calibration System
Compliance Qualification Warehouse Capital Infrastructure Development
Supervisor Officer Inspector Supervisor Supervisor Supervisor Supervisor Analyst
Pharmacist Engineer Supervisor Supervisor Supervisor Lead

Microbiology Process & Product Utility Software


FG WH Packaging General Affair Technical
Lab. Cleaning Val. Quality Services Application
Supervisor Supervisor Supervisor Documentator
Supervisor Engineer Reviewer Supervisor Designer

Equipment Procedure & PPC Civil/Building Database


IPC Qualification System
Supervisor Supervisor Supervisor Administrator
Engineer Development

Computer Training
Organizer & IC Maintenance
Validation Product
Engineer Supervisor Supervisor
Complaint
DVR
Handling &
Batch Record
Reviewer

Registration
Officer

Struktur Organisasi PT. Sanbe Farma

98

Anda mungkin juga menyukai