Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JURNAL

PERBANDINGAN SISTEM PERALIHAN HAK MILIK MENURUT


KUHPERDATA DAN UUPA NO. 5 TAHUN 1960

DISUSUN OLEH :
RISKY LIANA
NPM : 1916000066
MATA KULIAH : HUKUM PERDATA
DOSEN PENGAMPU : Dr. SITI NURHAYATI, SH, MH
KELAS : REGULER I 2D
PROGRAM STUDY : ILMU HUKUM

FAKULTAS SOSIAL SAINS


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN
REVIEW JURNAL

Nama Jurnal/Vol/No/Tahun Lex Privatum/Vol. VII/No. 5/Mei 2019


Judul Jurnal PERBANDINGAN SISTEM PERALIHAN HAK MILIK
MENURUT KUHPERDATA DAN UUPA NO. 5 TAHUN
1960
Nama Penulis Sultan Pratama Beta
Nama Reviewer Risky Liana (1916000066)
Latar Belakang Berdasarkan ketentuan Pasal 1454 KUHPerdata memberikan
pemahaman, bahwa jual-beli yang didahului dengan panjar
tidak dapat dibatalkan. Hal ini sesuai dengan sifat konsensuil
dalam perjanjian berdasarkan KUHPerdata, karena dengan
adanya panjar sesungguhnya telah terjadi consensus antar
calon pembeli dan penjual, sehingga jual-beli telah terjadi.
Dalam cakupan yang lebih luas dikatakan, bahwa hukum
pertahanan belum mengatur secara komprehensif mengenai
perjanjian hak atas tanah. Pertanyaan yang mengemuka,
bagaimana dengan ketentuan Pasal 5 UUPA, bahwa: “Hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,
dengan Sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-
peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan
dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agama.” Apakah PPJB-HAT yang eksistensinya berdasar
pada norma-norma yang diatur dalam KUHPerdata tersebut
tidak bertentangan dengan Hukum Pertahanan yang
berdasarkan Hukum Adat. Perlu ditegaskan kembali, bahwa
sesungguhnya PPJB-HAT berdasarkan konsep KUHPerdata
tidak bertentangan dan dapat diterima dalam hukum
pertahanan berdasarkan hukum Adat sebagaimana dimaksud
Pasal 5 UUPA, yang intinya bahwa hukum pertahanan
dibangun berdasarkan hukum Adat yang disempurnakan dan
disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara
yang modern (Penjelasan umum III angka (1) UUPA).
Permasalahan 1. Bagaimana cara penguasaan kebendaan hak milik
perspektif sistem hukum perdata (KUHPerdata)?
2. Bagaimana prosedur terjadinya peralihan hak milik
perspektif sistem hukum perdata (KUHPerdata)?
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis
normatif yang bersifat kualitatif.
Hasil Penelitian/Kesimpulan 1. Cara penguasaan benda atau kebendaaan hak milik
dalam sistem hukum perdata sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan dapat melalui
jual-beli; warisan; hibah; tukar-menukar dan lain-
lainnya yang diperuntukkan bagi para pihak dapat
menikmati kegunaan/manfaat suatu benda/kebendaan
secara bebas dengan tidak mengganggu
hak/ketentraman orang lain, sebagaimana diatur dalam
regulasi yang terkait, dengan syarat
peralihan/penguasaan dilakukan oleh orang dewasa,
orang yang berhak, instansi/lembaga yang
berkepentingan untuk hak tersebut.
2. Prosedur terjadinya peralihan hak milik dilakukan
dengan mengacu pada regulasi, sistem hukum perdata,
hukum agraria, sistem hukum Islam, dan sistem
hukum adat. Adapun yang menjadi obyek peradilan
hak milik meliputi: benda atau kebendaan yang
mempunyai nilai ekonomi dan bermanfaat bagi pihak,
dengan cara melakukan pemilihan, jual-beli,
pewarisan, hibah, penyerahan, membuka lahan/hutan,
daluwarsa, wasiat, guna kepentingan para pihak untuk
dapat menikmati secara bebas dengan tidak melanggar
hukum yang berlaku.

Bantahan terhadap Jurnal ini Pasal-pasal yang terdapat dalam Jurnal, yaitu;
1. Pasal 1454 KUHPerdata; “Bila suatu tuntutan untuk
pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi
dengan suatu ketentuan undang-undang khusus
mengenai waktu yang lebih pendek, maka waktu itu
adalah lima tahun.”
2. Pasal 1458 KUHPerdata; “Jual-beli itu dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya
orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan
tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum
di-serahkan, maupun harganya belum dibayar.”
3. Pasal 1459 KUHPerdata; “Hak milik atas barang yang
dijual tidaklah berpindah kepada sipembeli, selama
penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612,
613, dan 616.”
4. Pasal 5 UUPA; “Hukum agraria yang berlaku atas
bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan Sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-
undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya,
segala sesuatu dangan mengindahkan unsur-unsur
yang bersandar pada hukkum agama.”
5. Pasal 529 KUHPerdata; “Yang dinamakan kedudukan
berkuasa ialah, kedudukan seseorang yang menguasai
suatu kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun
dengan perantaraan orang lain, dan yang
mempertahankan atau menikmatinya selaku orang
yang memiliki kebendaan itu.”
6. Pasal 499 KUHperdata; “Menurut paham undang-
undang yang dinamakan kebendaan ialah, tiap-tiap
barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak
milik.”
7. Pasal 1977 Ayat (1) KUHPerdata; “Terhadap benda
bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang
yang tidak harus dibayar kepada pembawa, maka
barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai
pemiliknya.”
8. Pasal 538 KUHPerdata; “Kedudukan berkuasa atas
sesuatu kebendaan dipe roleh dengan cara melakukan
perbuatan menarik kebendaan itu dalam
kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya
untuk diri sendiri.”
9. Pasal 1 Ayat (1) – (3) UUPA;
“(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah
air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai
bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air
serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini
adalah hubungan yang bersifat abadi.”
10. Pasal 27 UUPA;
“Hak milik hapus bila:
a. tanahnya jatuh kepada negara:
1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2. karena penyerahan sukarela oleh pemiliknya;
3. karena ditelantarkan;
4. karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26
ayat (2) UUPA;
b. tanahnya musnah.”
11. Pasal 53 Ayat (1) UUPA; “Hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat
(1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak
menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur
untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut
diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat.”

Tambahan;
Dalam Pasal 1977 KUHPerdata ayat (2) disebutkan:
“Namun demikian, siapa yang kehilangan atau kecurian
sesuatu barang didalam jangka waktu tiga tahun, terhitung
sejak hari hilangnya atau dicurinya barang itu, dapatlah ia
menuntut kembali barangnya yang hilang atau dicuri itu
sebagai miliknya, dari siapa yang dalam tangannya ia
ketemukan barangnya, dengan tak mengurangi hak si yang
tersebut belakangan ini untuk minta ganti rugi kepada orang
dari siapa ia memperoleh barangnya, lagi pula dengan tak
mengurangi ketentuan dalam pasal 582”. Dalam pasal ini
dapat diartikan bahwa si pemilik benda yang sebelumnya
memiliki, namun kehilangan benda tersebut atau bendanya
dicuri, masih termasuk pemilik sah dari benda tersebut dan
berhak menuntut kembali hak miliknya selama belum lewat
jangka waktu tiga tahun sejak hilangnya benda tersebut.
Akan tetapi, dalam Pasal 546 KUHPerdata, disebutkan
bahwa; “Kedudukan atas suatu kebendaan bergerak, berakhir
bertentangan dengan kehendak si yang memangkunya;
1. Apabila kebendaan itu telah diambil orang lain atau
dicuri;
2. Apabila kebendaan itu telah dihilangkannya dan tak
diketahui lagi dimana adanya.”
Yang berarti bahwa si pemilik kehilangan hak memiliki sejak
saat dia menghilangkan benda tersebut, tanpa ada tenggat
waktu yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai