MKIreview9 10
MKIreview9 10
No Bp : 1810003530153
Kelas : 6M3
Review Materi 9-10 MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL
(PURCHASING POWER PARITY THEORY)
Sejarah
Diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah perang dunia I (1921, 1922).
Cassel mengembangkan cara bagi pemerintahan negara Eropa yang
menentukan nilai tukar mata uangnya terhadap emas. Nilai mata uang
dipatok pada nilai tertentu berdasar cadangan emas yang dimiliki. Selama
perang, negara-negara di Eropa yang mengalami inflasi yang tinggi harus
menerima penurunan harga yang tajam atau mereka harus mematok mata
uang mereka terhadap emas pada tingkat keseimbangan baru yang akan
menunjukkan bahwa tingkat inflasi mereka lebih tinggi dari mitra
dagangnya. Menurut Cassel bahwa perubahan dalam nilai tukar harus
sesuai dengan perbedaan tingkat inflasi nasional. Dalam perkembangannya
kemudian dikenal the law of one price. Konsep overvaluation dan
undervaluation menunjukkan bahwa nilai tukar tidak konsisten dengan
hubungan antara tingkat harga dalam negeri dan tingkat harga di negara
mitra dagang. Purchasing Power
Purchasing Power Parity (PPP) adalah teori tentang penentuan nilai tukar.
Perubahan nilai tukar antara dua mata uang ditentukan oleh perubahan
relatif harga di dua negara tersebut. Teori ini sering juga disebut the
inflation theory of exchange rate. Teori ini masih banyak menimbulkan
kontroversi, karena kajian empiris kadang menunjukkan bahwa teori ini
salah dan kadang benar. Sehingga teori ini masih meninggalkan ruang
untuk kajian teori dan empiris untuk melakukan spesifikasi kondisi
berlakunya PPP dalam menggambarkan perilaku nilai tukar.
S = P / P*
dimana:
S = nilai tukar yang ditentukan dalam mata uang domestik dibandingkan
terhadap mata uang negara lain;
P = harga sekelompok barang dalam mata uang domestik
P* = harga sekelompok barang di negara lain dalam mata uang asing
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa kenaikan harga di pasar
domestik relatif terhadap harga luar negeri akan mengakibatkan terjadinya
depresiasi mata uang domestik. Sebagai ilustrasi, harga sekelompok barang
di Indonesia adalah Rp10.000, sementara barang yang sama di AS berharga
USD1. Dengan demikian, nilai tukar yang terjadi adalah Rp10.000/USD1 =
Rp10.000/USD1. Selanjutnya jika harga produk di Indonesia naik menjadi
Rp20.000 sementara harga produk di AS tetap, maka nilai tukar menjadi
Rp20.000/USD1 = Rp20.000/USD. Perubahan nilai tukar tersebut
menunjukkan bahwa rupiah mengalami depresiasi.
Dengan mengacu pada hukum the law of one price, pada teori PPP
diasumsikan bahwa dalam transaksi perdagangan tidak terdapat biaya
transportasi, tarif dan hambatan lainnya untuk melakukan perdagangan
internasional. Namun demikian, pada prakteknya aspek tersebut sulit
dihindari sehingga teori PPP relatif lebih tepat digunakan untuk
menjelaskan teori nilai tukar dibandingkan dengan teori PPP absolut. Pada
teori PPP relatif, Pilbeam (2006) mengemukakan bahwa nilai tukar juga
ditentukan oleh perbedaan tingkat inflasi yang terjadi antara dua negara
yang bertransaksi. Secara matematis, rumusan PPP relatif adalah:
ΔP – %ΔP*
dimana:
% ΔS = persentase perubahan nilai tukar
%ΔP = persentase perubahan inflasi domestik
%ΔP* = persentase perubahan inflasi negara asing (mitra dagang)
Dengan pendekatan PPP relatif maka apabila tingkat inflasi di Indonesia
naik 10%, sementara inflasi AS naik 4%, maka nilai tukar Rupiah per Dolar
akan terdepresiasi sebesar 6%. Sebagai contoh, jika pada PPP absolut
diketahui bahwa nilai tukar adalah Rp13.000/USD, maka mungkin saja
nilai tukar sesungguhnya berada pada level Rp12.500/USD jika
memperhitungkan tingkat inflasi. Kemudian, dengan terjadinya perubahan
inflasi maka nilai tukar Rupiah dapat terdepresiasi sebesar 6% menjadi
Rp13.250/USD.
Teori PPP lebih tepat digunakan untuk menentukan nilai tukar dalam
jangka panjang. Hal tersebut disebabkan adanya kesimpulan dari teori PPP
bahwa kurs ditentukan oleh perubahan tingkat harga yang bergantung
pada asumsi bahwa semua barang adalah sama di kedua negara serta biaya
transportasi dan perdagangan sangat rendah. Disamping itu PPP juga
mengesampingkan realita bahwa terdapat barang-barang yang tidak dapat
diperdagangkan antar negara karena sifatnya yang non tradable, seperti
rumah, tanah, jasa pendidikan dan lainlain.
PERBEDAAN
PPP absolut
Paritas daya beli mutlak adalah jenis yang dibahas dalam Panduan Pemula
untuk Membeli Teori Paritas Daya (Teori PPP) . Secara khusus, ini
menyiratkan bahwa "sekumpulan barang harus sama harganya di Kanada
dan Amerika Serikat setelah Anda memperhitungkan nilai tukar". Setiap
penyimpangan dari ini (jika sekeranjang barang lebih murah di Kanada
daripada di Amerika Serikat), maka kita harus mengharapkan harga relatif
dan nilai tukar antara kedua negara untuk bergerak ke tingkat di mana
keranjang barang memiliki harga yang sama di dua negara. Ide ini
diungkapkan secara lebih rinci pada Panduan Pemula untuk Membeli Teori
Paritas Daya (Teori PPP) .
PPP Relatif
PPP relatif menggambarkan perbedaan tingkat inflasi antara dua negara.
Secara khusus, anggap tingkat inflasi di Kanada lebih tinggi daripada di AS,
menyebabkan harga sekeranjang barang di Kanada naik. Membeli paritas
daya membutuhkan keranjang dengan harga yang sama di setiap negara,
jadi ini berarti bahwa dolar Kanada harus terdepresiasi vis-a-vis dolar AS.
Perubahan persentase dalam nilai mata uang harus sama dengan
perbedaan tingkat inflasi antara kedua negara.
Kesimpulan PPP
Kedua bentuk paritas daya beli berevolusi dari premis yang sama - bahwa
perbedaan besar dalam harga barang antara dua negara tidak dapat
dipertahankan, karena menciptakan peluang arbitrase untuk
memindahkan barang melintasi perbatasan.
https://id.eferrit.com/apa-perbedaan-antara-ppp-relatif-dan-ppp-mutlak/
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-purchasing-power-parity/122936/3
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-purchasing-power-parity/122936/2