Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN FISIK DENGAN MASALAH HIPERTENSI PADA LANSIA

Dosen Pembimbing : Rina Nur H. M.Kep,Sp.Kep.Kom

Dosen Pembimbing :

Disusun Oleh :
Kristina Yesi Retno Wulan Sari
202003106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2021
BAB 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami ucapan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
membaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Mojokerto,16 Februari 2021


Penyusun
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati,
2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan
beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang
diri.
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
3. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006)
yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.
Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik
dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai
mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai
mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki
yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki,
sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak
dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah
proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat
tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian
besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan,
saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa
pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang
bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan
akan menjadi lebih baik (Darmojo & Martono, 2006).
6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat
kesehatan penduduk yang semakin baik.
Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya
bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami
sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain
hipertensi, artritis, strok, diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).
4. Perubahan pada Lansia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya
banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
1) Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi
atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau
rutin biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki
gangguan fisik, emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan
menganggap dirinya sakit. Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa
diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran,
penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan
sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat
lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus
menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan,
gaya hidup, stressor, dan lingkungan.
2) Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan
penyakit dan tingkat keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan
fungsional dan kesejahteraan seorang lansia. Status fungsional lansia merujuk
pada kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL
sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang
mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan
masalah kesehatan
3) Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan
kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi
pada lansia yang mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami
gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan
keterampilan berbahasa dan berhitung, serta penilaian yang buruk bukan
merupakan proses penuaan yang normal.
4) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi
kehidupan dan kehilangan. Semakin 15 panjang usia seseorang, maka akan
semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi
hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa
pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan,
perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang
memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan sebagai
berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara
hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
(4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
(5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga.
(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri)
5. Permasalahan Lanjut Usia
Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah (2008) usia lanjut
rentan terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum yang dihadapi oleh
lansia diantaranya:
1) Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki masa
pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut dihadapkan
pada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti kebutuhan akan
makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,
kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun kondisi
ekonominya lebih baik karena memiliki penghasilan tetap setiap bulannya.
Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan membawa kelompok lansia pada
kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarga (Suardiman,
2011).
2) Masalah social
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik
dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak sosial
dapat menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi
seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu
dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil (Kuntjoro,
2007).
3) Masalah kesehatan Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya
masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan
rentan terhadap penyakit (Suardiman, 2011).
4) Masalah psikososial Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia kearah
kerusakan atau kemrosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang
mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya
bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti,
kematian pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis.
(Kartinah, 2008).
I. Konsep Dasar

1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan


darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus menerus lebih dari suatu
periode, dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg
(Aspiani, 2014).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization)
memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak
membedakan antara usia danjenis kelamin (Marliani, 2007). Penyakit darah tinggi atau
Hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian
atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun
alat digital lain (Ratna Dewi Pudiastuti,2015).
Hipertensi menurut Sylvia A. Price dalam Nanda NIC-NOC ( 2015 ) merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic
sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung,
tetapi juga menderita penyakit lain seperti syaraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin berar resikonya.

1.2 Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar


yaitu :
1. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain (Lany
Gunawan, 2001 ).
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10%
sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.

1. Hipertensi Primer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data


penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi.

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi


terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik :Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport
Na.

b. Obesitas :Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan


darah meningkat.

c. Stress Lingkungan.

d. Hilangnya elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran


pembuluh darah.

Penyebab hipertensi padaorang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –


perubahan pada :

a. Elastisitas dinding aorta menurun

b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah


berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya


efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data


penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.

2) Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

Berdasarkan jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi
dari pada wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita
mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insien pada wanita
lebih tinggi.
 Ras ( hipertensi pada ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah:

 Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )

 Kegemukan atau makan berlebihan

 Stress

 Merokok

 Minum alkohol

 Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin) (Brunner &


Suddarth, 2002).

2. Hipertensi Sekunder

Artinya penyebab telah pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan
suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti: hipertensi jantung,
hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes
melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik. Hipertensi sekunder atau
hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme
primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Mansjoer, 2001)

1.3 Klasifikasi Hipertensi


Menurut The Sevent Report of The Joint National Commite on Prevention (JNCV)
tekanan darah orang dewasa 18 tahun ke atas diklasifikasikan sebagai berikut :

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <130 <85

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi Perbatasan 130-139 85-89

Stadium 1 (Ringan) 140-159 90-99

Stadium 2 (Sedang) 160-179 100-109

Stadium 3 (Berat) 180-209 110-119

Stadium 4 (Sangat Berat) >210 >120

(Depkes RI, 2006)


1.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan
kabur akibat kerusakan retina akibathipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal
dan lain-lain. Menurut Kasron (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah,
Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun. Adapun tanda dan gejala yang dapat
ditemukan, sebagai berikut :

a) Peningkatan tekanan darah > 140 / 90 mmHg


b) Pusing / migrain
c) Penglihatan Kabur
d) Mudah Marah
e) Telingga berdenging / berdengung
f) Rasa berat di tengkuk
g) Mudah lelah dan lemah.
h) Sukar tidur
i) Sesak nafas
j) Suhu tubuh rendah
k) Muka pucat
l) Mata berkunang ± kunang (Murwani, 2009)

1.5 Faktor Risiko


Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antaralain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
nutrisi (Yogiantoro, 2009).

1. Usia

Usia mempengaruhi faktor resiko terkena Hipertensi dengan kejadian paling


tinggi pada usia 30 –40 th. Kejadian 2X lebih besar pada orang kulit hitam,
dengan 3X lebih besar pada laki-laki kulit hitam, dan 5X lebih besar untuk wanita
kulit hitam.

2. Jenis kelamin

Komplikasi hipertensi meningkat pada seseorang dengan jenis kelamin laki-laki.

3. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga dengan hipertensi memberikan resiko terkena hipertensi


sebanyak 75%.
4. Obesitas

Meningkatnya berat badan pada masa anak-anak atau usia pertengahan resiko
hipertensi meningkat.

5. Serum lipid

Meningkatnya triglycerida atau kolesterol meninggi resiko dari hipertensi.

6. Diet

Meningkatnya resiko dengan diet sodium tinggi, resiko meninggi pada


masyarakat industri dengan tinggi lemak, diet tinggi kalori.

7. Merokok

Resiko terkena hipertensi dihubungkan dengan jumlah rokok dan lamanya


merokok. Terdapat penambahan kriteria, sebagai berikut :

1) Keturunan atau Gen

Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya kepada


anaknya.

2) Stress Pekerjaan

Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress


berhubungan dengan pekerjaan mereka. Stres dapat meningkatkan tekanan
darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab
meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang

3) Asupan Garam

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Terdapat


bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara
keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam
dari tubuhnya

4) Aktivitas Fisik (Olahraga)

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena


olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah (Yogiantoro,
2009).

1.6 Pathway
Kelebihan Volume
Cairan

(Nanda, 2015)

1.7 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di
hantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap
rangsang vasokontriktor. Angiotensin adalah hormone petida yang berasal dari protein
angiotensinogen. Angiotensinogen di ubah menjadi angiotensin I dengan katalisrennin
selanjutnya angiotensin I akan di ubah menjadi angiotensin II dengan dikatalisasi oleh
enzim ACE (Angitensin Converting Enzyme). Angitensin II adalah suatu vasokonstriktor
poten dan pemacu sekresi aldosteron, aldosteron sendiri menyebabkan peningkatan
volume darah sehingga meningkatkan resistensi vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Nugroho, 2012).

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan


fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer &
Bare, 2008).

1.8 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K Chung,
1995)

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri
tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

1.9 Komplikasi

Komplikasi – komplikasi yang bisa terjadi akibat dari hipertensi yaitu :

1. Stroke
2. Gangguan pada penglihatan sampai kebutaan.
3. Gagal ginjal
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
5. Infark miokard
6. kejang (Corwin, 2009)
1.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin / hematokrit : bukan diagnostic tetapi, mengkaji hubungan dari sel ±
sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor-faktor
resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
3. Pemeriksaan retina
4. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
5. Kolesterol dan trigliserida serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
6. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
7. Asam Urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadinya
hipertensi.
8. CT Scan : Mengkaji tumor serebral, ensefalopi.
9. Foto dada / thoraks : Dapat menunjukan obstruksi klasifikasi pada area katup.
10. EKG : Dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi
(Doengoes, 2009).

1.11 Penatalaksanaan Medis

1. Terapi Non Farmakologi


a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurusan berat badan dapat
menurunkan tekanan darah disertai dengan penurunan aktifitas rennin dalam
plasma dan kadar aldosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Pasien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan serta berjalan, jogging atau
berenang.
2. Terapi Farmakologi
Sesuai dengan rekomendasi WHO / ISH dengan mengingat kondisi
pasien,sasarkan pertimbangan dan prisif sebagai berikut :

a. Mulai dosis rendah yang bersedia, naikkan bila respon belum optimal, contoh :
agen beta bloker ACE.
b. Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi.
Contoh : diuretik dengan beta bloker.
c. Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA
yang lain.
d. Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan
kepatuhan.
e. Pasien dengan DM dan insufisiensi ginjal terapi mulai lebih dini yaitu pada
tekanan darah normal tinggi (Suyono, 2001).

II. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Hipertensi

2.1 Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan hipertensi (Muttaqin, 2008 ), yaitu :

1. Pengumpulan Data
1) Identitas
Meliputi nama,usia (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis akelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku,bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
sakit kepala berdenyut disertai rasa berat di tengkuk, pusing.
a. P (Prevetif) : penyebab sakit kepala nya ?

b. Q (Quality) : ada dimana sakitnya ?

c. R (Region) : lokasi sakitnya dimana ?

d. S (Skala) : skala sakitnya berapa?(1-3 Ringan, 4-6 Sedang, 7-10 Berat)

e. T (Time) : waktu sakitnya kapan saja ?


3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala. Gejala
yang di maksud adalah sakit kepala, pendarahan di hidung, pusing,wajah
kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi pada penderita hipertensi. Jika
hipertensinya berat atau menahan tidak di obati, bisa timbul gejala sakit
kepala, kelelahan, muntah, sesak nafas, pandangan menjadi kabur, yang terjadi
karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang
penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah ada riwayat hipertensi sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit ginjal,
obesitas, hiperkolesterol, adanya riwayat merokok, pengunaan alkohol dan
pengguna obat kontrasepsi oral dan lain – lain.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama yaitu
hipertensi.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta sebagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Gejala :
a. Kelemahan
b. Letih
c. Napas pendek 
d. Gaya hidup monoton

Tanda :

a. Frekuensi jantung meningkat


b. Perubahan irama jantung
c. Takipnea
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler 
Tanda :
a. Kenaikan TD
b. Nadi : denyutan jelas
c. Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
d. Bunyi jantung : murmur 
e. Distensi vena jugularis
f. Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer),
pengisian kapiler mungkin lambat
3) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda :
a. Letupan suasana hati
b. Gelisah
c. Penyempitan kontinue perhatian
d. Tangisan yang meledak 
e. otot muka tegang (khususnya sekitar mata)
f. Peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal)
5) Makanan / Cairan
Gejala :
a. Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
b. Mual
c. Muntah
d. Riwayat penggunaan diuretik tanda :
e. BB normal atau obesitas
f. Edema
g. Kongesti vena
h. Peningkatan JVP
i. glikosuria
6) Neurosensori
Gejala :
a. Keluhan pusing / pening, sakit kepala
b. Episode kebas
c. Kelemahan pada satu sisi tubuh
d. Gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia)
e. Episode epistaksis

Tanda :

a. Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori (ingatan)
b. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
c. Perubahan retinal optik 
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
a. nyeri hilang timbul pada tungkai
b. sakit kepala oksipital berat
c. nyeri abdomen
8) Pernapasan
Gejala :
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
b. Takipnea
c. Ortopnea
d. Dispnea nocturnal proksimal
e. Batuk dengan atau tanpa sputum
9) Riwayat merokok
Tanda :
a. Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
b. Bunyi napas tambahan (krekles, mengi)
c. Sianosis
10) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
11) Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
a. Factor resiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit  jantung,
DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
b. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
c. Penggunaan obat / alkohol

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Diagnosa I : Nyeri Akut (D.0077)


a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedure operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
c. Batasan Karakteristik
1) Mayor
Subjektif :
a) Mengeluh nyeri
Objektif :
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
2) Minor
Subjektif : -
Objektif :
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
d. Faktor yang Berhubungan
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) Glaukoma
2. Diagnosa II : Intoleransi Aktifitas (D.0056)
a. Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
c. Batasan Karakteristik
1) Mayor
Subjektif :
a) Mengeluh lelah
Objektif :
a) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
2) Minor
Subjektif :
a) Dispnea saat/setelah aktivitas
b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c) Merasa lemah
Objektif :
a) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d) Sianosis
d. Faktor yang Berhubungan
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit jantung koroner
d) Aritmia
e) Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
f) Gangguan metabolik
g) Gangguan musculoskeletal

2.3 Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


no
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi L.08063 a. Manajemen Nyeri I.08238
(D.0077) keperawatan selama x24 Observasi
jam, maka diharapkan nyeri  Identifikasi lokasi,
akut dapat terkontrol dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Melaporkan nyeri dapat intensitas nyeri
terkontrol meningkat (5)  Identifikasi skala
2. Kemampuan mengenali nyeri
onset nyeri meningkat  Identifikasi respon
(5)
3. Kemampuan mengenali nyeri non verbal
penyebab nyeri  Identifikasi faktor
meningkat (5) yang memperberat
4. Kemampuan dan memperingan
menggunakan teknik nyeri
non-farmakologis  Identifikasi
meningkat (5) pengetahuan dan
5. Dukungan orang keyakinan tentang
terdekat meningkat (5) nyeri
6. Keluhan nyeri menurun  Identifikasi pengaruh
(5) budaya terhadap
7. Penggunaan analgesik respon nyeri
menurun (5)  Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgesik
Therapeutic
 Berikan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. Akupresur,
terapi musik,
aromaterapi, kompres
hangat/dingin)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
anlgesik secara tepat
 Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

2 Intoleransi Setelah dilakukan L.05047 a. Dukungan mobilisasi I.05173


Aktivitas intervensi keperawatan Observasi
(D.0056) selama x 24 jam  Identifikasi adanya
diharapkan toleransi nyeri atau keluhan
aktivitas pasien dapat fisik lainnya
meningkat dengan kriteria  Identifikasi toleransi
hasil Pasien akan : fisik melakukan
1. Frekuensi nadi pergerakan
meningkat (5)  Monitor frekuensi
2. Kemudahan dalam jantung dan tekanan
melakukan aktivitas darah sebelum
sehari-hari meningkat memulai mobilisasi
(5)  Monitor kondisi
3. Kekuatan tubuh bagian umum selama
atas meningkat (5) melakukan mobilisasi
4. Kekuatan tubuh bagian Therapeutic
bawah meningkat (5)  Fasilitasi aktivitas
5. Keluhan lelah menurun mobilisasi dengan alat
(5) bantu (mis. Pagar
6. Dispnea saat/setelah tempat tidur)
aktivitas menurun (5)  Fasilitasi melakukan
7. Perasaan lemah pergerakan, jika perlu
menurun (5)
 Libatkan keluarga
8. Aritmia saat/setelah
untuk membantu
aktivitas menurun (5)
pasien dalam
9. Sianosis menurun (5)
meninglkatkan
10. Warna kulit membaik
pergerakan
(5)
Edukasi
11. Tekanan darah
 Jelaskan tujuan dan
membaik (5)
prosedur mobilisasi
12. Frekuensi nafas
membaik (5)  Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
tim medis lain dalam
pemberian obat untuk
pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth,2002 Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.

Corwin, 2009 Gaya hidup pada penderita hipertensi. Surakarta : Fakultas psikologis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Depkes RI, 2006 Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular. Jakarta.

Doengoes, ( 2009 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : BBC.

Gunawan, Lany. 2005.Hipertensi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Harrison’s Principles of Internal Medicine 16thEdition page 1653. TheMcGraw –Hill


Companies. 2005

Kasron. (2001). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Selemba Medika.
Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purworkerto: Fajar Medika.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Marliani, L., & S, H. T. (2007). 100 Question Answer Hipertensi. Jakarta : PT Elex Media.

Mohammad Yogiantoro. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial.
Perhipunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Murwani, 2009 Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. Mustamir Pedak. (2009).


Metode Supernol Menaklukan Stress. Jakarta: Himah Publishing House.

Muttaqin, 2008 Buku Ajar Asuhan Keperawatan pasien dengan Gangguan System
Pernapasan. Jakarta : Salembaa Medika.

Nugroho, 2012 Proses Keperawatan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.


Prabowo Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika.
PPNI. 2018. SDKI, SLKI, SIKI, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Smeltzer, B. C., & Bare, B. G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Suyono Slamet, ( 2001 ). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta : Elex Media
Komputindo.

The Eight Joint National Commitee. Evidence based guideline for the management of high
blood pressure in adults-Report from the panel members appointed to the eight joint
national commitee. 2014.

Anda mungkin juga menyukai