Abstract
___________________________________________________________
The aims of this research is to look at the provisions of the punishment system for perpetrators of
repetition of criminal acts; And applicable criminal levying policies for perpetrators of repeat
offenses. The research method used is Juridical Normative. The results of the study show that the
provision of punishment system for perpetrators of repetition of crime is formulated not only in
the Criminal Code but also laws outside the Criminal Code. This is also a consequence because
in the system of punishment the recidive arrangements are not included in the general provisions.
Although it is set out in a separate law, in some laws outside the Criminal Code the formulation
of recidive provisions is found to be multi-interpretive and potentially lead to juridical issues.
While applicable criminal levy policies for perpetrators of repetition of crime can be seen from the
analysis of some judge decisions related to recidive. To be concluded that the perpetrator is indeed
doing recidive then required clear evidence, not just rely on the perpetrator's description. This
relates to the addition of the maximum criminal threat as mandated by law. Therefore, in its
application requires the precision and accuracy of law enforcement officers.
40
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
41
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
42
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
yaitu Pasal 137 ayat (2), 144 ayat (2), 155 yang sama dengan tindak pidana yang
ayat (2), 157 ayat (2), 161 ayat (2), 163 ayat pertama kali dilakukan. Pengelompokkan
(2), 208 ayat (2), 216 ayat (3), 321 ayat (2), jenis tindak pidana tersebut didasarkan pada
393 ayat (2) dan 303 bis ayat (2) KUHP. Bab XXXI Buku II KUHP tentang aturan
Dalam ketentuan pengulangan penguangan kejahatan yang bersangkutan
kejahatan tertentu sejenis yang ada dalam dengan berbagai-bagai bab, yaitu meliputi
11 pasal tersebut, dapat disimpulkan : Pasal 486, Pasal 487, dan Pasal 488 KUHP.
a. Kejahatan yang diulangi harus sama Dalam pengulangan kejahatan
atau sejenis dengan kejahatan kelompok jenis, dapat ditarik kesimpulan
terdahulu; beberapa hal sebagai berikut :
b. Harus sudah ada keutusan hakim a. Tindak pidana pengulangannya tidak
berupa pemidanaan yang telah harus sama dengan perbuatan
mempunyai kekuatan hukum tetap terdahulu, yang penting berada dalam
terkait dengan kejahata terdahulu; satu kelompok yang sama;
c. Dalam beberapa pasal ditentukan b. Harus sudah ada putusan hakim
bahwa si pelaku melakukan kejahatan berupa pemidananaan yang
yang bersangkutan pada waktu berkekuatan hukum tetap atas
menjalankan pencahariannya ; kejahatan terdahulu;
d. Jangka waktu untuk pengulangan ini c. Pemidanaan atas kejahatan terdahulu
adalah ditentukan pada pasal itu harus berupa pidana penjara;
sendiri, secara umum dapat d. Jangka waktu pengulangan tiga
dikelompokkan dalam tenggang waktu kelompok tindak pidana ini
2 tahun sejak adanya keputusan Hakim ditentukan pada pasal-pasal tersebut,
yang berkekuatan hukum tetap (mis: yaitu belum lewat 5 tahun sejak
Pasal 144 ayat (2), 208 ayat (2)) dan 5 menjalani seluruh atau sebagian
tahun sejak adanya keputusan Hakim pidana penjara yang dijatuhkan; atau
yang berkekuatan hukum tetap (mis: belum lewat 5 tahun sejak pidana
Pasal 155 ayat (2), 157 ayat (2)). penjara tersebut sama sekali telah
e. Pemidanaan yang dilakukan untuk dihapuskan; atau belum lewat
recidive jenis ini berbeda-beda pada tenggang waktu daluwarsa
masing-masing pasal. Pemberatan kewenangan menjalankan pidana
pidana dapat berwujud Ditambah penjara yang terdahulu;
pidana tambahan berupa “pencabutan e. Pemidanaan bagi pelaku pengulangan
hak-hak tertentu”, mis Pasal 144 ayat kejahatan kelompok jenis adalah
(2) KUHP; Ditambah 1/3 (sepertiga), ditambah sepertiga.
mis Pasal 216 ayat (3); atau, Dilipat Selain mengatur mengenai
gandakan sebesar 2 kali, mis Pasal pengulangan melakukan kejahatan, KUHP
393. WvS juga mengatur mengenai pengulangan
Jenis pengulangan kejahatan yang (recidive) Pelanggaran. Pengulangan tindak
kedua yang dikenal dalam KUHP adalah pidana berupa Pelanggaran dilakukan
Pengulangan (Recidive) Kelompok Jenis. secara tersebar dalam Buku III KUHP
Recidive kejahatan kelompok jenis dalam 14 pasal, meliputi : Pasal 489, 492,
mengharuskan pengulangan tindak pidana 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541,
yang dilakukan ada dalam satu kelompok 544, 545, dan 549. Berdasarkan ketentuan
43
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
pengulangan dalam pasal-pasal tersebut, yang memuat 38 pasal, yaitu mulai dari
dapat diketahui : Pasal 111 sampai dengan Pasal 148.
1. Antara tindak pidana yang terdahulu Termasuk ketentuan mengenai pengulangan
dan yang diulangi harus ada keputusan tindak pidana juga diatur di dalam bab ini,
hakim yang berupa pemidanaan dan yaitu dalam Pasal 144, yang selengkapnya
memiliki kekuatan hukum tetap berbunyi sebagai berikut :
(inkracht van gewisjde).
2. Jangka waktu recidive adalah 1 atau 2
tahun, tergantung pada setiap pasal.
3. Sistem pemberatan pemidanaan recidive Pasal 144
pelanggaran diatur masing-masing (1) Setiap orang yang dalam jangka
dalam pasal yang bersangkutan. waktu 3 (tiga) tahun melakukan
pengulangan tindak pidana
Namun, ada pola umum dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
pemberatan pidana bagi recidive 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,
pelanggaran, yaitu: Pidana denda Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,
diganti kurungan; atau Pidana Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,
Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123,
(denda/kurungan) dilipatkan 2 kali
Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126,
lipat. Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat
Perumusan pengulangan tindak (1), dan Pasal 129 pidana
pidana dalam KUHP tidak dilakukan di maksimumnya ditambah dengan
dalam Buku I KUHP, sehingga bukan 1/3 (sepertiga).
(2) Ancaman dengan tambahan 1/3
merupakan aturan umum yang bisa
(sepertiga) sebagaimana dimaksud
diterapkan pada semua lapangan hukum pada ayat (1) tidak berlaku bagi
pidana. Hal ini memiliki konsekuensi pelaku tindak pidana yang dijatuhi
peraturan di luar KUHP harus membuat dengan pidana mati, pidana penjara
aturannya sendiri terkait dengan seumur hidup, atau pidana penjara
20 (dua puluh) tahun.
pengulangan tindak pidana. Sebagaimana
Ketentuan pengulangan tindak
diketahui, dalam sistem pemidanaan
pidana narkotika yang dirumuskan dalam
berlaku subsistem Bagian Umum dan
Pasal 144 tersebut menunjukkan bahwa UU
Bagian Khusus. Bagian umum merupakan
Narkotika telah dengan baik memberi
ketentuan-ketentuan hukum pidana yang
batasan, kapan suatu perbuatan dikatakan
bersifat umum yang berlaku untuk seluruh
sebagai pengulangan tindak pidana
lapangan hukum pidana. Sedangkan bagian
penyalahgunaan narkotika, yaitu berkaitan
khusus merupakan ketentuan-ketentuan
dengan perbuatan kedua/ulangannya
yang menyebutkan perbuatan mana yang
haruslah perbuatan dalam Pasal 111, Pasal
dapat dipidana serta ancaman pidananya.3
112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal
Sebagai undang-undang hukum
116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal
administrasi yang di dalamnya mengatur
120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal
mengenai sanksi pidana (administrative penal
124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat
law), ketentuan pidana dalam UU
(1), Pasal 128 ayat (1), atau Pasal 129.
Narkotika dicantumkan dalam Bab XV
Syarat kedua adalah berkaitan
dengan tenggang waktu pengulangannya
3
Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: adalah dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun
Yayasan Sudarto. Hlm. 19-20
44
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
45
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
4
Barda Nawawi Arief. 2012. Pidana Mati
Perspektif Global, Pembaharuan Hukum Pidana dan
Alternatif Pidana untuk Koruptor. Semarang:
Penerbit Pustaka Magister. Hlm. 57-60
46
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
47
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
48
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
49
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
tidak dibayar diganti dengan pidana Penjara c. Dengan maksud untuk memiliki
selama 6 (enam) bulan, adalah sudah tepat. barang itu secara melawan hukum;
Apalagi apabila dibandingkan dengan d. Pengulangan tindak pidana yang
putusan pertama yang berupa pidana dilakukan belum lewat 5 (lima) tahun.
penjara 5 (lima) tahun sub 2 (dua) bulan, Sebelum akhirnya menjatuhkan
maka terlihat bahwa putusan vonis selama satu tahun penjara, majelis
pengulangannya ini sudah lebih berat. hakim juga mempertimbangkan adanya hal
Dapat disimpulkan bahwa prinsip yang memberatkan dan hal yang
pemberatan pidana dalam kasus ini meringankan. Salah satu hal yang
terpenuhi. memberatkan adalah karena perbuatan ini
Studi Kasus Putusan Nomor merupakan pengulangan pencurian. Selain
306/Pid.B/2014/PN.Kis. Terdakwa dalam karena terdawa mengaku bahwa
kasus ini melakukan perbuatan mengambil perbuatannya ini adalah perbuatan
40 tandan buah kelapa sawit milik sebuah pengulangan, pengulangan perbuatan yang
perusahaan, degan tujuan buah kelapa sawit dilakukan terdakwa terlihat jelas dengan
tersebut akan dijual dan keuntungannya tenggang waktu yang belum lewat lima
berupa uang dapat ia miliki. Kerugian yang tahun, karena putusan No.
dialami perusahaan tersebut adalah sebesar 991/Pid.B/2011/PN-Kis menunjukkan
Rp. 684.000 (enam ratus delapan puluh tanggal diputusnya perbuatan yang pertama
empat ribu rupiah). Perbuatan Terdakwa ini yaitu 16 Februari 2012, sedangkan
bukan yang pertama kali, karena ternyata perbuatan keduanya adalah di tahun 2014.
berdasarkan putusan No. Dengan demikian, sudah ada lebih dari satu
991/Pid.B/2011/PN- Kis tanggal 16 alat bukti untuk menetapkan bahwa pelaku
Februari 2012, Terdakwa pernah dihukum merupakan pelaku pengulangan tindak
atas perkara pencurian Getah Lump milik pidana.
sebuah perusahaan dan menjalani hukuman Oleh karena melakukan
Penjara selama 7 (tujuh) bulan di Lembaga pengulangan, maka ancaman pidana yang
Pemasyarakatan Labuhan Ruku pada tahun ada di pasal 362 harus ditambah dengan
2012. sepertiga. Ancaman pidana penjara paling
Setelah dilakukan pembuktian lama lima tahun, apabila ditambah
dengan pemeriksaan alat bukti, maka sepertiga, maka ancaman maksimal pidana
majelis hakim lebih condong pada dakwaan penjaranya menjadi 6 tahun 8 bulan
pertama yaitu melakukan perbuatan dalam penjara. Sedangkan dendanya menjadi
Pasal 362 jo. Pasal 486 KUHP. Pada paling banyak 80 rupiah.
pertimbangan yang pertama, berkaitan Ancaman pidana penjara maksimal
dengan unsur-unsur perbuatan, Majelis 6 tahun 8 bulan, memiliki arti majelis hakim
hakim berpendapat bahwa perbuatan dapat bergerak dalam range satu hari sampai
terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal 6 tahun 8 bulan. Maka, vonis satu tahun
yang didakwakan, yang meliputi : penjara yang dijatuhkan majelis hakim bisa
a. Barang siapa; dikatakan sudah tepat. Apalagi apabila
b. Mengambil sesuatu barang yang dibandingkan dengan vonis pertamanya
seluruhnya atau sebagian milik orang yaitu selama tujuh bulan penjara, maka
lain; vonis kedua ini sudah dapat dikatakan
wujud pemberatan pidana.
50
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
51
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
52
Rahmi Dwi Sutanti / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
53