Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Bakteri ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga
dikenal juga sebagai bakteri tahan asam (BTA).(1)
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat
kejadian 9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus kematian hampir
mencapai 2 juta manusia. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),
pada tahun 2011 kasus TB baru terbanyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus
baru yang terjadi di seluruh dunia. Akan tetapi Afrika Sub Sahara memiliki
jumlah terbanyak kasus baru perpopulasi dengan lebih dari 260 kasus per 100.000
populasi pada tahun 2011.(2)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Pada tahun 2014
terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB dengan jumlah kasus TB
paru terbanyak berada pada wilayah Afrika (37%), wilayah Asia Tenggara (28%),
dan wilayah Mediterania Timur (17%). (3)
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga
kesehatan tahun 2013 adalah berkisar 0,4%. Lima provinsi yang terdiagnosis
dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta
(0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%). Angka
kejadian TB paru di Provinsi Aceh menempati posisi keenam terbanyak dengan
total jumlah (0,3%).(4)
Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia kerja produktif,
kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan rendah.
Meningkatnya kasus Human immunodeficiency virus (HIV) yang menurunkan
daya tahan tubuh juga menyebabkan meningkatnya kembali penyakit TB
(reemerging disease) di negara-negara yang tadinya sudah berhasil mengendalikan
penyakit ini. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus
2

berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan
penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang
definitif. (3)
Saat ini kriteria terpenting untuk menetapkan dugaan diagnosis TB adalah
berdasarkan pewarnaan tahan asam. Walau demikian, metode ini kurang sensitif,
karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >10 organisme/ml sputum.
Kultur memiliki peran penting untuk menegakkan diagnosis TB karena
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada pewarnaan tahan
asam. (5)
Kultur Lowenstein- Jensen merupakan baku emas metode identifikasi
Mycobacterium tuberculosis, dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
99% dan 100%, akan tetapi waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil kultur
cukup lama, yaitu sekitar 8 minggu. Hal ini tentu saja akan menyebabkan
keterlambatan yang bermakna untuk menegakkan diagnosis dan memulai terapi.
(5). Penegakkan diagnosis secara cepat agar terapi dapat dimulai sesegera
mungkin merupakan salah satu cara yang efektif agar prevalensi TB paru kasus
baru setiap tahunnya diberbagai negara dapat dikendalikan.(5)
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. BA
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Ulee Kareng Banda Aceh
Suku : Aceh
Pekerjaan : Swasta
No RM : 1104060
Tanggal Periksa : 07 Oktober 2016
Tanggal Masuk : 29 September 2016

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak napas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak lebih kurang 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan terus menerus dan memberat
dengan aktivitas. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu,
dahak berwarna kuning. Nyeri dada dirasakan hilang timbul. Pasien berkeringat yang
lebih dari biasanya pada malam hari. Riwayat muntah darah tidak ada, demam tidak
ada, penurunan nafsu makan juga tidak ada. Dalam 2 bulan terakhir berat badan
pasien turun 20 kg. Riwayat merokok 9 tahun rata-rata 6 batang per hari.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien mengeluhkan batuk kering sesekali dan sembuh dengan berobat ke
Puskesmas.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien.

3
4

Riwayat Penggunaan Obat-obatan:


Pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan.

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:


Pasien merupakan penarik becak dengan kebiasaan merokok setiap harinya.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak lemah
Keadaan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5

Tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 21 kali/menit
Suhu : 36,8˚C
Kulit : Warna kulit gelap, sianosis (-), turgor kulit normal
Kepala : Bentuk normocephal, simetris, nyeri tekan (-)
Mata : Pupil bulat isokor (+/+), refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), selaput putih (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-/-), deviasi trakea (-/-),
bendungan JVP (-)
Toraks : Bentuk dada normal, sela iga tidak melebar
5

Thoraks anterior
Pemeriksaan Fisik Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Paru
Inspeksi Statis : Simetris, normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoracoabdominal,
retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/ vocal: Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
Tengah Fremitus taktil/ vocal: Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
Bawah Fremitus taktil/ vocal: Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi

Atas Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),


wheezing (-) wheezing (-)
Tengah Vesikuler(+), rhonki (-), Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-) wheezing (-)
Bawah Vesikuler(+), rhonki (-), Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-) wheezing (-)

Thoraks posterior
Pemeriksaan Fisik Thorax Dekstra Thorax Sinistra
6

Paru
Inspeksi Statis : Simetris, normochest
Dinamis : simetris, pernapasan thoracoabdominal,
retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/ vocal: Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
Tengah Fremitus taktil/ vocal: Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
Bawah Fremitus taktil/ vocal: Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi

Atas Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),


wheezing (-) wheezing (-)
Tengah Vesikuler(+), rhonki (-), Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-) wheezing (-)
Bawah Vesikuler(+), rhonki (-), Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-) wheezing (-)

Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS V
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
- Perkusi
Batas atas : ICS III garis midklavikula sinistra
Batas kanan : ICS V garis parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS VI garis midklavikula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II, murmur (-), gallop
(-)
7

Abdomen
- Inspeksi : Distensi (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani pada ke empat kuadran, asites (-)
- Auskultasi : Peristaltik usus normal

Ekstremitas : Akral dingin (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
8

29/09/2016 02/10/2016 05/10/2016


Hematologi Hematologi Hematologi
Hb : 11,3 Hb : 11,0 Hb : 10,4
Ht : 34 Ht : 32 Ht : 32
Eritrosit : 4,7 Eritrosit : 4,2 Eritrosit : 4,
Leukosit : 13,4 Leukosit : 9,6 Leukosit : 12,1
Trombosit : 320 Trombosit : 283 Trombosit : 278

MCV : 72 MCV : 76 MCV : 76


MCH : 24 MCH : 24 MCH : 25
MCHC : 34 MCHC : 31 MCHC : 33
RDW : 14,7 RDW : 15,1 RDW : 15,4
MPV : 8,8 MPV : 8,4 MPV : 8,3

Hitung jenis Hitung jenis Hitung jenis


- Eosinopil :0 - Eosinopil :1 - Eosinopil :1
- Basophil :1 - Basophil :1 - Basophil :0
- Netrofil batang :0 - Netrofil batang :0 - Netrofil batang :0
- Netrofil segmen : 80 - Netrofil segmen : 76 - Netrofil segmen : 82
- Limfosit : 10 - Limfosit : 11 - Limfosit :7
- Monosit :9 - Monosit : 11 - Monosit : 10

Kimia klinik Kimia klinik Kimia klinik


SGOT : 116 ELEKTROLIT SGOT : 41
SGPT : 93 Natrium (Na) : 126 SGPT : 35
Natrium (Na) : 123 Kalium (K) : 4,0 Natrium (Na) : 126
Kalium (K) : 3,5 Klorida (Cl) : 91 Kalium (K) : 3,8
Klorida (Cl) : 84

Gula darah sewaktu : 202 Gula darah sewaktu : 135


Ureum : 14 Ureum : 12
Kreatinin : 0,54

2. Foto Thorax P A
(29 September 2016)
9

Cor : Bentuk dan ukuran normal.


Pulmo : Fibro-infiltrat proses pada apex kanan dan parahiler kiri,sinus
costophrenicus tajam.

3. TB.05 (Pemeriksaan Sputum SPS)


10

06 Oktober 2016 : Dahak sewaktu +3


06 Oktober 2016 : Dahak pagi +3
06 Oktober 2016 : Dahak sewaktu +3

2.5 Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja

1. Tuberkulosis Paru
2. Pneumonia
3. Bronkhitis kronik

Diagnosa kerja : Tuberkulosis Paru

2.6 Tatalaksana

Non Medikamentosa :
- Tirah baring
- Terapi nutrisi (tinggi kalori tinggi protein, makanan berserat)
11

Medikamentosa:
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
- 4 FDC 1 x 3 Tablet
- Curcuma 3 x 1 Tablet
- Neurodex 2 x 1 Tablet
- Fluimucyl 3 x 1 Tablet
- Sucralfat sirup 3 x 1C

2.7 Planning

- OAT Kategori 1

2.8 Prognosis

Ad vitam : dubia ad Bonam


Ad functionam : dubia ad Bonam
Ad sanactionam : dubia ad Bonam

2.9 Follow Up Harian

29 September 2016 30 September 2016


S/ sesak napas (+) S/ sesak napas (+)
O/ O/
TD : 120/74 mmHg TD : 120/70 mmHg
N : 112 kali/menit N : 112 kali/menit
RR : 20 kali/menit RR : 28 kali/menit
T :36,6 ˚C T : 37,7 ˚C

I = Simetris Statis Dinamis I = simetris


P = sf ka = sfki P = sf ka = sfki
P = sonor / sonor P = sonor/sonor
A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-) A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)

A/ A/
- CAP dd/ TB Paru - CAP dd/ TB Paru
- ↑ Enzim Transaminase - ↑ Enzim Transaminase
- Imbalance Elektrolit - Imbalance Elektrolit
- Anemia Ringan - Anemia Ringan
- Sindroma Dispepsia - Sindroma Dispepsia
12

Th/ Th/
- IVFD NaCl 0,9% 20 - IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/menit gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam - Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Curcuma 3 x 1 tablet - Curcuma 3 x 1 tablet
- KSR 3 x 1 tablet - KSR 3 x 1 tablet
- Fluimucyl 3 x 1 tablet - Fluimucyl 3 x 1 tablet
- Sucralfat 3 x C1 - Sucralfat 3 x C1
P/ P/
- Sputum Mo Gram K/R - Sputum Mo Gram K/R
- Sputum BTA SPS - Sputum BTA SPS
- Ulang darah rutin dan elektrolit 3 hari - Ulang darah rutin dan elektrolit 3 hari
pasca koreksi pasca koreksi

01 Oktober 2016 02 Oktober 2016


S/ sesak napas (+) S/ sesak napas (+)
O/ O/
TD : 120/80 mmHg TD : 120/80 mmHg
N : 80 kali/menit N : 80 kali/menit
RR : 26 kali/menit RR : 26 kali/menit
T : 36,8 ˚C T : 36,8 ˚C

I = simetris I = simetris
P = sf ka = sfki P = sf ka = sfki
P = sonor/sonor P = sonor/sonor
A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-) A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)

A/ A/
- CAP dd/ TB Paru - CAP dd/ TB Paru
- ↑ Enzim Transaminase - ↑ Enzim Transaminase
- Imbalance Elektrolit - Imbalance Elektrolit
- Anemia Ringan - Anemia Ringan
13

- Sindroma Dispepsia - Sindroma Dispepsia

Th/ Th/
- IVFD NaCl 0,9% 20 - IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/menit gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam - Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Curcuma 3 x 1 tablet - Curcuma 3 x 1 tablet
- KSR 3 x 1 tablet - KSR 3 x 1 tablet
- Fluimucyl 3 x 1 tablet - Fluimucyl 3 x 1 tablet
- Sucralfat 3 x C1 - Sucralfat 3 x C1
P/ P/
- Sputum Mo Gram K/R - Sputum Mo Gram K/R
- Sputum BTA SPS - Sputum BTA SPS
- Ulang darah rutin dan elektrolit 3 hari - Ulang darah rutin dan elektrolit 3 hari
pasca koreksi pasca koreksi

03 Oktober 2016 04 Oktober 2016


S/ sesak napas (+) batuk berdahak(+) S/ sesak napas (+) Batuk berdahah(+)
O/ O/
TD : 110/70 mmHg TD : 120/70 mmHg
N : 84 kali/menit N : 80 kali/menit
RR : 23 kali/menit RR : 21 kali/menit
T : 36,5 ˚C T : 36,8 ˚C

I = simetris I = simetris
P = sf ka = sfki P = sf ka = sfki
P = sonor/sonor P = sonor/sonor
A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-) A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)

A/ A/
- CAP dd/ TB Paru - CAP dd/ TB Paru
- ↑ Enzim Transaminase - ↑ Enzim Transaminase
- Anemia Ringan - Anemia Ringan
- Sindroma Dispepsia - Sindroma Dispepsia
14

Th/ Th/
- IVFD NaCl 0,9% 20 - IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/menit gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam - Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Curcuma 3 x 1 tablet - Curcuma 3 x 1 tablet
- KSR 3 x 1 tablet - KSR 3 x 1 tablet
- Fluimucyl 3 x 1 tablet - Fluimucyl 3 x 1 tablet
- Sucralfat 3 x C1 - Sucralfat 3 x C1
P/ P/
- Sputum Mo Gram K/R - Sputum Mo Gram K/R
- Sputum BTA SPS(+), rencana - Sputum BTA SPS(+), rencana
OAT(05/10/2016) OAT(05/10/2016)

05 Oktober 2016 06 Oktober 2016


S/ sesak napas berkurang, batuk S/ Batuk (+)
berkurang O/
O/ TD : 100/70 mmHg
TD : 100/60 mmHg N : 76 kali/menit
N : 76 kali/menit RR : 19 kali/menit
RR : 19 kali/menit T : 36,8 ˚C
T : 36,8 ˚C
I = simetris
I = simetris P = sf ka = sfki
P = sf ka = sfki P = sonor/sonor
P = sonor/sonor A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)
A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)
A/
A/ - CAP dd/ TB Paru
- CAP dd/ TB Paru - ↑ Enzim Transaminase
- ↑ Enzim Transaminase - Anemia Ringan
- Anemia Ringan - Sindroma Dispepsia
- Sindroma Dispepsia - Hiponatremi
- Hiponatremi
15

Th/
Th/ - IVFD NaCl 0,9% 20
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
gtt/menit - Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam - Curcuma 3 x 1 tablet
- Curcuma 3 x 1 tablet - Fluimucyl 3 x 1 tablet
- Fluimucyl 3 x 1 tablet - Sucralfat 3 x C1
- Sucralfat 3 x C1 P/
P/ - Rencana OAT
- Rencana OAT - Susul hasil BTA
- Susul hasil BTA
- Cek LFT

07 Oktober 2016 08 Oktober 2016


S/ Batuk (+) S/ Batuk (+)
O/ O/
TD : 110/70 mmHg TD : 110/70 mmHg
N : 80 kali/menit N : 84 kali/menit
RR : 21 kali/menit RR : 24 kali/menit
T : 36,7 ˚C T : 36,2 ˚C

I = simetris I = simetris
P = sf ka = sfki P = sf ka = sfki
P = sonor/sonor P = sonor/sonor
A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-) A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)

A/ A/
- CAP dd/ TB Paru - CAP dd/ TB Paru
- ↑ Enzim Transaminase - ↑ Enzim Transaminase
- Anemia Ringan - Anemia Ringan
- Sindroma Dispepsia - Sindroma Dispepsia
- Hiponatremi - Hiponatremi
- Hipoalbuminemia - Hipoalbuminemia
16

Th/ Th/
- IVFD NaCl 0,9% 20 - IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/menit gtt/menit
- 4 FDC 1 x 3 tablet (H1) - 4 FDC 1 x 3 tablet (H1)
- Curcuma 3 x 1 tablet - Curcuma 3 x 1 tablet
- Fluimucyl 3 x 1 tablet - Fluimucyl 3 x 1 tablet
- Sucralfat 3 x C1 - Sucralfat 3 x C1
- Neurodex 2 x 1 - Neurodex 2 x 1
P/ P/

09 Oktober 2016
S/ Batuk (+)
O/
TD : 100/60 mmHg
N : 84 kali/menit
RR : 21 kali/menit
T : 36,6 ˚C

I = simetris
P = sf ka = sfki
P = sonor/sonor
A = ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)

A/
- TB Paru BTA (+) kasus baru
- ↑ Enzim Transaminase
- Anemia Ringan
- Sindroma Dispepsia
- Hiponatremi
- Hipoalbuminemia

Th/
17

- Diet putih telur


- IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/menit
- 4 FDC 1 x 3 tablet (H2)
- Curcuma 3 x 1 tablet
- Neurodex 2 x 1 tablet
- Fluimucyl 3 x 1 tablet
- Sucralfat 3 x C1
P/
- PBJ
18

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium Tuberculosis yang dimana terjadi penularan melalui udara.(6)
Tuberkulosis merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini
disebabkan mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainnya, dan
membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh
melaui saluran cerna , melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau
kadang-kadang melalui lesi kulit(7)

3.2 Etiologi

Agen tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan


Mycobacterium africannum, merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili
Mikobakteriaseae. Basili tuberkel adalah batang lengkung, gram positif lemah, tidak
bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 nm. M. tuberculosis mempunyai
morfologi koloni khas, menghasilkan niasin tetapi bukan pigmen, mampu mereduksi
nitrat dan menghasilkan katalase.(8)
Dinding sel basil TB merupakan struktur yang sangat kompleks dan
mempunyai banyak elemen. Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang
terbentuk dari asam mikolat (micolid acid) berantai panjang. Asam mikolat ini
mengalami esterifikasi sehingga terdapat tiga elemen dinding basil TB, yaitu lipid
yang berasal dari asam mikolat, arabinogalaktan, serta muramil dipeptida.(9)

3.3 Klasifikasi

Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Penentuan (PDPI) klasifikasi


penyakit atau jenis dari penderita TB paru diperlukan untuk mendapatkan ketepatan
hasil pengobatan, meliputi sebagai berikut :
19

1. Pembagian secara lokasi organ yang terkena:


a) TB paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru).
b) TB ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain organ paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lai-lain. TB
ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu:
i. TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
ii. TB Ekstra Paru Berat
Misalnya : Meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kencingdan alat kelamin.
2. Pembagian secara bakteriologis (pemeriksaan BTA) :
a) BTA positif dapat dinyatakan sebagai berikut :
i. Minimal didapatkan hasil dahak positif, dari 2 sampai 3 spesimen dahak
(10).
ii. Satu spesimen dahak dengan hasil positif, dan pada pemeriksaan foto
toraks didapatkan kelainan gambaran radiologi yang menunjukan infeksi
kuman TB paru (10).
iii. Hasil dari satu pemeriksaan spesimen dahak didapatkan BTA positif dan
biakan positif (10).
b) BTA negatif dapat dinyatakan sebagai berikut :
i. Setelah dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali didapatkan hasil
BTA negatif dengan hasil pemeriksaan radiologi foto toraks didapatkan
gambaran infeksi kuman TB (10).
ii. Hasil pemeriksaan dahak selanjutnya didapatkan hasil BTA negatif dan
biakan kuman positif, pengobatan di tentukan oleh dokter serta setelah
dilakukan pengobatan dengan non-OAT tidak ada perbaikan (10).
20

3. Pembagian secara patologis :


a) Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada
pasien nonsensitif yang sebelumnya belum pernah terinfeksi. Terdapat respons
radang ringan pada tempat infeksi. Pasien biasanya tanpa gejala. Kompleks ini
mengalami penyembuhan dengan fibrosis, dan sering kali timbul kalsifikasi
tanpa pemberian terapi.
b) Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
Merupakan sindrom yang disebabkan oleh M. tuberculosis pada orang yang
pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien sensitif terhadap tuberkulin.
Reaktivasi diikuti respons granulomatosa singkat seyang cenderung menunjukka
tempat penyakit dan jarang mengenai getah bening regional.
4. Pembagian secara aktivitas radiologis : TB paru aktif, non aktif, dan bentuk
aktif yang mulai menyembuh (quiescent) (10).
5. Pembagian bedasarkan terapi menurut kategori WHO :
a) Kategori I :
i. Kasus baru dengan sputum positif.
ii. Kasus baru bentuk TB berat.(19)
b) Kategori II :
i. Kasus kambuh.
ii. Kasus gagal dengan sputum BTA positif.(10)

3.4 Patofisiologi

Penularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi “dropplet nucleus”


yang mengandung basil TB. Dropplet dengan ukuran 1—5 mikron yang dapat
melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan
berserang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitian menyebutkan 25%-50%
angka terjadinya infeksi pada kontak tertutup. Karena didalam tubuh pejamu belum
ada kekebalan awal, hal ini memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan
menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah.(11)
Secara umun patogenesis TB terbagi dua yaitu TB primer dan TB post primer
seperti berikut:
21

1. TB primer : infeksi primer terjadi ketika seseorang menginhalasi


Mycobakterium Tuberculosis. Kuman ini akan mencapai alveolus dan
multiplikasi di paru, disebut focus ghon yang akan membentuk kompleks
primer dan akan menyebar melalui pembuluh darah dan akan menuju ke
seluruh tubuh. Respon imun Hypersensitivity seluler (lambat) umumnya terjadi
setelah 4 sampai 6 minggu infeksi primer. Seharusnya respon imun tubuh dapat
menghentikan multipkikasi penyebaran kuman. Pada penderita yang daya
tahan imunnya rendah, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi
sehingga akan menjadi sakit selama beberapa bulan, sehngga kompleks primer
akan mengalami salah satu hal sebagai berikut :
a) Penderita akan sembuh dan tidak meninggalkan cacat
b) Sembuh dengan meninggalkan bekas.
c) Menyebar dengan cara perkontinuitatum ke jaringan sekitar,
penyebaran bronkogen ke paru sekitarnya, penyebaran secara
hematogen, limfogen.
2. TB post primer : Individu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya
mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil basil TB, hal ini
dapat terlihat pada tes tuberkulin yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika
orang sehat yang pernah mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya
tahan tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil TB yang sebelumnya
berada dalam keadaan dorman. Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun
setelah infeksi primer. Penurunan daya tahan tubuh dapat disebabkan oleh
bertambahnya umur (proses menua), alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat,
diabetes melitus dan HIV/AIDS.

Gejala tuberkulosis pascaprimer berbeda dengan gejala penyakit tuberkulosis


yang disebabkan oleh infeksi primer. Hal ini disebabkan karena pada penderita
tuberkulosis pascaprimer, individu tersebut telah mempunyai mekanisme kekebalan
terhadap basil TB. (9)
22

Gambar 1. Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru

3.5 Manifestasi Klinis

Kompleks paru primer seringkali asimtomatik atau hanya ditandai oleh demam
yang sembuh sendiri.Penyakit klinis disebabkan oleh perkembangan reaksi
hipersensitivitas atau akibat infeksi yang menandai perjalanan progresif. Penyakit
primer progresif dapat timbul selama perjalanan penyakit awal atau setelah interval
laten selama beberapa minggu atau bulan. Tuberkulosis endobrakial dapat
menyebabkan mengi dan batuk. Kolaps dan/atau konsolidasi akibat obstruksi atau
bronkopneumonia tuberkulosis biasanya berkaitan dengan gejala konstitusi, batuk
yang mengeluarkan sputum.(12)
TB millier adalah infeksi berat dan seringkali terlambat didiagnosis. Pasien
biasanya mengalami 2 sampai 3 minggu riwayat demam, keringat malam dan
anoreksia, penurunan berat badan dan batuk kering dan kemungkinan timbul
hepatomegali sekitar 25%. Auskultasi dada mungkin dapat normal namun dengan
23

penyakit tahap lanjut dapat timbul ronki yang membesar. Tuberkel koroid terjadi pada
5% kasus. Rontgen toraks menunjukan tampilan millet-seed yang berukuran 1 -2 mm
di kedua paru.(12)

3.6 Diagnosa
Untuk menagakkan diagnosa penyakit TB seorang dokter harus melakukan
beberapa cara pemeriksaan sebagai berikut :
1. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu
dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksan secara mikroskopis SPS (sewaktu-pagi-sewaktu).(13)
Pemeriksaan ini pada umumnya menggunakan teknik pewarnan Ziehl
Neelseen yang mampu mendeteksi kuman TB dengan menggunakan
mikroskop biasa.(14) Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya.(13)
2. Apabila pada pemeriksaan bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis dengan menggunakan hasil
pemeriksaan foto toraks yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah
terlatih dalam bidang TB.(13)
3. Pada sarana terbatas penegakkan diagnosis dilakukan setelah pemberian obat
antibioika spektrum luas (Non OAT dan Non Kuinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis. (13)
4. Foto torak posterior-anterior rontgen dada digunakan untuk mendeteksi
kelainan dada. Lesi dapat muncul di mana saja di paru-paru dan mungkin
berbeda dalam ukuran, bentuk, kepadatan, dan kavitasi. (13)
5. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan berdasarkan pemeriksaan
foto toraks. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis pada pemeriksaan foto torak.
(13)
6. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji serologis.
(13)
24

7. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji


tuberkulin. (13)
8. Uji resistensi obat : Hal ini penting untuk mengidentifikasi resistensi obat
sedini mungkin untuk memastikan pengobatan yang efektif. Pola kerentanan
terhadap obat harus diulang untuk pasien yang tidak merespon secara
memadai terhadap pengobatan atau yang memiliki hasil kultur positif
meskipun 3 bulan terapi. Hasil Kerentanan dari laboratorium harus segera
dilaporkan kepada penyedia layanan kesehatan primer dan program
pengendalian TB negara bagian atau lokal. Uji resistensi obat ini juga dapat
mengetahui faktor risiko untuk TB-MDR (Multi Drug Resistance), dan juga
untuk mengetahui kegagalan obat secara dini.(15,16)

3.7 Penatalaksanaan

Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu lama


karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat bermutasi apabila
terpajan antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk individu pengidap infeksi
aktif adalah kombinasi empat obat dan setidaknya selama 9 bulan atau lebih lama.
Apabila pasien tidak berespons terhadap obat-obatan tersebut, obat dan protokol
pengobatan lain akan diupayakan.(7)
Berikut beberapa jenis OAT lini pertama dengan efek sampingnya:
a. Isoniazid (INH) : Tablet putih yang kecil, dosis 100 mg, yang ampuh
terhadap kuman TB. Tablet ini kadang-kadang menimbulkan gejala kecil
seperti jengkel, lesu, sulit berkonsentrasi atau memburuknya jerawat. Rasa
lemah, dan tangan dan kaki terasa kesemutan. Gejala seperti mual, nyeri
perut, mata kuning, air kencing yang kehitaman atau air besar yang
warnanya pucat seharusnya segera dilaporkan, karena gejala ini dapat
mengisyaratkan toksisitas hati (lever). Apabila minum INH, biasanya juga
diresepkan piridoksin (Vitamin B6) berupa tablet putih yang kecil,
berkekuatan 25 mg.(17)
b. Rifampisin : Kapsul atau tablet yang disediakan dengan tiga dosis, 150 mg,
300 mg, dan 600 mg, dan yang paten terhadap kuman TB memiliki warna
yang bervariasi tergantung pada merek dan dosisnya. Obat ini dapat
25

mengakibatkan warna air kencing menjadi merah, jingga atau merah tua,
dan sekali-sekali mengalirkan cairan tubuh lain seperti air mata. Hal ini
tidak perlu dikhawatirkan, karena hal tersebut menunjukkan bahwa obatnya
telah meresap ke dalam tubuh. Rifampisin dapat mempengaruhi ampuhnya
obat-obatan tertentu, khususnya warfarin, prednison serta pil kontrasepsi.
Apabila sedang menggunakan pil kontrasepsi, efektivitasnya dapat
dikurangi, sehingga perlu menggunakan bentuk atau alat kontrasepsi lain.
(17)
c. Etambutol : Tablet yang disediakan dua dosis, 400 mg yaitu tablet kelabu
yang besar, dan 100 mg yaitu tablet kuning yang kecil. Apabila terjadi
perubahan penglihatan (misalnya penglihatan yang kabur atau perubahan
penglihatan warna) saat minum obat ini, hal ini sangatlah penting untuk
segera dilaporkan. (17) Etambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan kepada pasien berupa berkurangnya tajam penglihatan, buta
warna untuk warna merah dan hijau, sebaiknya etambutol tidak diberikan
pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteteksi. (10)
d. Pirazinamid : Tablet dengan dosis 500 mg yang bewarna putih dan besar
ini sangat paten dalam melawan kuman TB dalam tahap pengobatan fase
awal. Sangatlah penting agar dilaporkan kepada dokter apabila mengalami
gejala seperti ruam kulit, demam, muntah-muntah, kulit atau mata yang
kelihatan kuning, air kencing yang kehitaman, nyeri di persendian,
perdarahan atau memar yang tidak biasa. (17)
e. Streptomisin : Obat ini diberikan dengan cara disuntikkan pada pasien
tetapi sangat jarang digunakan. Harap dilaporkan kepada dokter apabila
mengalami gejala seperti pusing, kehilangan keseimbangan, desing di
telinga, atau hilangnya pendengaran. (17)

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

 TB paru (kasus baru)


 BTA positif atau
 Foto toraks: lesi luas
26

1. Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau

2 RHZE/ 6HE atau

2 RHZE / 4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas.

2. TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau

6 RHE atau

2 RHZE/ 4R3H3

Kemasan dan Dosis Pengobatan

 Obat tunggal, yaitu Obat yang disajikan secara terpisah, masing-masing


INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
 Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC) Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet. (18)

Tabel 1. dosis OAT dosis tunggal


27

Tabel 2. Dosis Kombinasi Dosis Tetap

3.8 Komplikasi

Penyakit tuberkulosis memiliki beberapa komplikasi sebagai berikut:


1. Tuberkulosis yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas,
dan kematian. Tb yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan
galur lain yang resisten obat dapat terjadi.(7)
2. Komplikasi dini : Pleuritis, Efusi pleura, empiema, laringitis, usus dan
poncet`s arthropathy.(12)
3. Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas atau sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis (SOPT), kerusakan parenkin berat yang menyebabkan fibrosis
paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru dan sindrom gagal napas.
(12)

3.9 Prognosis

Dengan terapi jangka pendek yang menggunakan empat obat lini pertama,
diharapkan dapat terjadi kesembuhan. Kadang-kadang pasien meninggal akibat infeksi
berat (biasanya penyakit milier, meningitis, atau bronkopneumonia) dan beberapa
pasien mengalami komplikasi lanjut tuberkulosis (misalnya kor pulmonal). Pada
tuberkulosis terkait HIV, mortalitas meningkat, namun terutama disebabkan oleh
infeksi bakteri yang bertumpang tindih (superimposed).(19)
28

BAB IV
ANALISA KASUS

Tn. BA, pasien laki-laki berusia 45 tahun datang ke IGD rumah sakit umum
Zainal Abidin dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Sesak napas yang dirasakan oleh pasien tersebut memberat jika
pasien melakukan aktifitas. Dengan aktifitas yang ringan pun pasien merasa sesak.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak. Batuk dialami pasien sejak 2 bulan yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan penurunan berat badan sebanyak 20 kilogram. Nyeri
dada dirasakan hilang timbul dengan keringat malam(+).
Hasil anamnesis dari pasien Tn. BA cukup jelas mengarahkan gejala khas dari
TB paru. Pemeriksan fisik didapatkan thoraks simetris statis dan dinamis, fremitus
taktil kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada kedua lapangan paru dan asukultasi
vesikuler(+), ronkhi(-), wheezing(-).
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien meliputi foto thorax
PA yang didapatkan Cor bentuk dan ukuran normal, Pulmo: Fibro-infiltrat proses pada
apex kanan dan parahiler kiri, sinus costophrenicus tajam. Pada pemeriksaan sputum
BTA SPS didapatkan hasil ( 3+,3+,3+). Dari hasil pemeriksaan penunjang yang
dilakukan cukup menguatkan pengakan diagnosis Tuberkulosis Paru pada pasien.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah, Fluimucyl tab 3x1, Curcuma tab
3x1, neurodex tab 2x1, sucralfat sirup, dan Pro TB 4FDC tab 1x3. Fluimucyl tablet
diberikan untuk mengencarkan dahak pada pasien, Curcuma diberikan untuk
memperbaiki nafsu makan, neurodex tablet untuk gejala defisiensi vitamin
neurotropik, anemia, gangguan neurologis, roburansia untuk pemulihan, dan Pro TB
4FDC adalah untuk pengobatan tuberkulosisnya, sesuai dengan kasus ini yaitu TB
paru kasus baru BTA (+).
29

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan mulai dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosa pasien Tn. BA ini
mengacu kepadaTB paru. Kemudian dilihat dari pengklasifikasian TB berdasarkan
tipe pasien maka pasien ini termasuk dalam TB paru kasus baru BTA (+).
TB paru kasus baru ialah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
tuberkulosis dengan OAT sebelumnya. Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacteria. Penularan TB biasanya melalui udara,
yaitu dengan inhalasi droplet nukleus yang mengandung basil TB. Hanya droplet
nukleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier
saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus maupun alveolus.
Jenis pengobatan TB lini pertama yang digunakan ialah antara lain rifampisin,
etambutol, streptomisin, pirazinamid, dan isoniazid. Sediaan terbagi menjadi 2 jenis
dosis yaitu dosis tunggal dimana obat disediakan ter;pisah dan kombinasi dosis tetap
yaitu beberapa jenis obat digabungkan menjadi satu jenis obat.
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Prognosis pengobatan sangat bergantung pada
beberapa faktor. Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan tb antara
lain peran sarana, peran keluarga, dan peran penderita.
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiarni Sm, Sutomo Ah, Hariyono W. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan,


Status Ekonomi Dan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pada Orang Dewasa Di Wilayah Kerja Puskesmas Tuan-Tuan Kabupaten
Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal Of Public
Health). 2013;5(3).
2. Pulungan Ellyn F. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Pengawas
Menelan Obat Dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis. 2014.1-7.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberkulosis. Cetakan ke-2. Jakarta: Depkes RI ;2008.hal.8-14.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 2013.
5. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
6. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2014. France: 2014.
7. Corwin Ej. Handbook Of Pathophysiology.2009. 545-548.
8. Behrman. Ka. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC; 2012.1028-1030.
9. Dr.R.Darmanto Djojodibroto Sp, Fccp. Respirologi. Penerbit EGC: Jakarta 151-
155 Ed 2009.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman, Diagnosis, Dan
Penatalaksanaan Di Indonesia 2006. [Cited 2015 09 12]. Available From:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.
11. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk
Teknis Manajemen Tb Anak. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI; 2013.
12. Mandal Bk, Wilkins Eg, M.Dunbar E, Mayon-White Rt. Tuberkulosis. Penyakit
Infeksi. 6 Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. P. 220-8.
13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta: November 2014.38-43.
31

14. Susanti D, Kountul C, Buntuan V. Pemeriksaan Basil Tahan Asam (Bta) Pada
Sputum Penderita Batuk ≥ 2 Minggu Di Poliklinik Penyaki Dalam Blu
Rsup.Prof.Dr. R.D Kandou Manado. E-Clicnic. Maret 2013;Vol. 1.
15. Priyanti, Soepandi. Diagnosis Dan Faktor Yang Mempengaruhi Tuberkulosis
Multi Drug Resitant. Departemen Pulmonologi Dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI-RS Persahabatan. 2011.
16. National Center For Hiv/Aids Vh, Std, And Tb Prevention. Tb Elimination:
Diagnosis Of Tuberculosis Disease. Cdc. Oktober 2011:1-2.
17. Department of Health. Tuberculosis Medications. Queensland Goverment. April
2013:1-6.
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2005.
19. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing;
2009.

Anda mungkin juga menyukai