Anda di halaman 1dari 89

i

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD


DIPADU PETA KONSEP TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
KREATIF SISWA

Proposal Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Fisika

Disusun Oleh:
Wahyu Firlanza
(1522240025)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2021
ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................10
C. Batasan Masalah .....................................................................................10
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................11
E. Manfaat Penelitian ................................................................................. 11

BAB II KERANGKA DASAR TEORI..............................................................12


A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ........................................ 12
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ................................................... 12
C. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Student
Teams Achievement Division (STAD).....................................................18
D. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dipadu Peta Konsep.................................................................................19
E. Keterampilan Berpikir Kreatif...............................................................23
F. Aspek-Aspek Keterampilan Berpikir Kreatif........................................24
G. Metode Peta Konsep.................................................................................26
H. Kaitan Antara Metode Peta Konsep Terhadap
Keterampilan Berpikir Kreatif...............................................................29
I. Materi Usaha dan Energi.........................................................................30
J. Penelitian Relevan....................................................................................39
K. Hipotesis .................................................................................................... 43
L. Kerangka Berfikir....................................................................................43

BAB III METODELOGI PENELITIAN.........................................................47


A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 47
B. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................................... 47
iii

C. Definisi Operasional Variabel ................................................................ 48


D. Populasi dan Sampel ................................................................................ 51
E. Prosedur Penelitian ................................................................................. 52
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 55
G. Instrumen Penelitian................................................................................56
H. Teknik Analisis Data ............................................................................... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................62
A. Hasil Penelitian..........................................................................................62
B. Pembahasan Hasil Analisis Data..............................................................75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................82
A. Kesimpulan.................................................................................................82
B. Saran...........................................................................................................82
Daftar Pustaka ....................................................................................................84
LAMPIRAN.........................................................................................................87
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan kemampuan dan

sikap serta mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No.20 Tahun 2003).

Pendidikan juga sangat berperan dalam meningkatkan keterampilan dan

kreativitas sehingga menjadikan manusia dengan sumber daya yang berkualitas.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tidak ada pendidikan sedikitpun maka

tidak akan mungkin manusia bisa hidup dengan sejahtera serta bahagia menurut

konsep pandangan hidup mereka. Al-Qur’an memposisikan umat manusia yang

memiliki ilmu dan pengetahuan pada derajat yang tinggi sebagaimana firman

Allah dalam surat Al-Mujadilah ayat 11 sebagai berikut:

ْ ‫ح ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡۖ َوإِ َذا قِي َل ٱن ُش ُز‬


‫وا‬ ۡ ْ ‫س فَ ۡٱف َسح‬ ۡ ْ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِ َذا قِي َل لَ ُكمۡ تَفَ َّسح‬
ِ ِ‫ُوا فِي ٱل َم ٰ َجل‬
ِ ‫ُوا يَف َس‬

ٖ ۚ ‫وا ۡٱل ِع ۡل َم َد َر ٰ َج‬


ٞ ِ‫ت َوٱهَّلل ُ بِ َما ت َۡع َملُونَ َخب‬
‫ير‬ ْ ُ‫وا ِمن ُكمۡ َوٱلَّ ِذينَ أُوت‬
ْ ُ‫وا يَ ۡرفَ ِع ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ‫فَٱن ُش ُز‬

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan

memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di


2

antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al- Mujadilah, 58:11).

Berdasarkan firman Allah tersebut dapat disimpulkan bahwa betapa

pentingnya pendidikan bagi manusia, sesuai dalam tujuan pendidikan yang

memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik dan benar serta indah untuk

kehidupan. Sebagai komponen dari pendidikan tujuan pendidikan merupakan

tempat yang penting dibandingkan komponen pendidikan lainya.

Guru adalah komponen pemegang suatu peranan yang utama pada proses

pembelajaran di kelas, walaupun demikian bukan berarti guru menjadi sumber

informasi atau teacher center melainkan siswa diharuskan lebih kreatif, aktif dan

berani pada proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran fisika. Tujuan

mata pelajaran fisika salah satunya adalah agar siswa memiliki keterampilan

untuk mengembangkan keterampilan bernalar dalam berpikir analisis induktif

dan dekduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif

maupun kuantitatif. Salah satu keterampilan berpikir yang berguna untuk

memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah berpikir

kreatif. Berpikir kreatif berkaitan dengan masalah-masalah, mencari solusi dan

informasi dari berbagai sumber, menduga, serta menciptakan alternatif untuk

memecahkan masalah. Keterampilan berpikir kreatif dimiliki setiap orang, tetapi

tingkatannya berbeda misalnya originality, fluency, flexibility, dan elaboration

(Yahya, 2013). Pengembangan keterampilan berpikir kreatif di sekolah indonesia

masih sangat rendah (Putri, Ibrahim dan Soetjipto, 2016). Hal ini ditunjukkan
3

adanya kesenjangan antara tuntutan pengembangan berpikir kreatif dengan

kenyataan yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA PGRI 5

Palembang, diketahui siswa sudah terbiasa mengerjakan tugas membuat produk

dan mencari fenomena yang terjadi di alam. Dibawah ini adalah hasil penilaian

membuat produk siswa kelas XA

Tabel 1.1Penilaian Produk Kelas Xc

Rata-Rata Skor
No Aspek Yang Dinilai
K1 K2 K3 K4 K5

1 Merumuskan masalah 2,50 1,00 1,00 1,50 2,00

Mengidentifikasi alat dan bahan


2 2,25 2,00 2,00 2,25 2,50
serta merangkai alat

Merumuskan prosedur dan


3 2,25 2,00 2,00 2,00 2,25
melaksanakannya

4 Pembuatan laporan 2,00 1,33 1,00 1,33 1,67

5 Keterampilan presentasi 1,33 1,00 1,00 1,33 1,33

Rata- rata nilai aspek 2,07 1,46 1,40 1,68 1,95

Tabel 1.1 menunjukkan skor rata-rata untuk tiap aspek yang diobservasi

mengenai tugas membuat produk pada pembelajaran fisika, diketahui bahwa

kriteria penskoran 0,00-1,00 kurang baik, 1,01-2,00, cukup baik dan 2,01- 3,00

sangat baik. Berdasarkan hasil pada tabel 1.1 semua kelompok sudah

mendapatkan skor yang baik dalam tugas pembuatan produk, namun banyak

siswa pada aspek keterampilan persentasi belum berani mengungkapkan gagasan


4

atau ide yang dimilikinya. Pengungkapan gagasan atau ide cenderung

diungkapkan siswa pada saat ditunjuk oleh guru dikarenakan takut salah dan

dimarahi guru, jawaban siswa kurang orisinil kebanyakan sama dengan literatur

dan siswa kurang terbiasa untuk menghubungkan suatu persoalan dengan konsep

atau disiplin ilmu (fisika). Saat diskusi dan persentasi hanya sedikit siswa yang

memberikan komentar dan jarang ada yang mengevaluasi hasil pekerjaan

temannya, setelah proses pembelajaran, siswa kesulitan dalam menyimpulkan

hasil belajar. Guru sudah berupaya untuk selalu memotivasi siswa untuk

mencapai kesimpulan dengan bahasa sendiri, namun siswa lambat dalam

merespon dan kurang menunjukkan kemampuan diri , dibuktikan dengan hasil

nilai ulangan harian pada materi usaha dan energi sebagai berikut:

Tabel 1.2 Nilai Ulangan Harian Materi Usaha Dan Energi Semester Genap
Siswa Kelas X MIA SMA PGRI 5 Palembang Tahun Pelajaran 2019/2020

Nilai Ulangan Harian Materi Usaha dan


Energi Jumlah
No Kelas
Siswa
40-54 55-64 65-74 75-84 85-94

1 XA 5 5 13 5 2 30

2 XB 8 12 2 4 4 30

3 XC 8 3 12 4 5 32

4 XD 6 5 15 3 4 33

Jumlah 27 25 42 16 15 125

Persentase 21,6% 20% 33,6% 12,8% 12% 100%


5

Dapat diketahui pada tabel di atas bahwa dari 125 siswa yang tuntas dalam

mata pelajaran fisika materi usaha dan energi adalah siswa yang mendapatkan

nilai ≥ 75 (mencapai KKM) berjumlah 31 siswa atau sebesar 24,8%, sedangkan

yang belum tuntas dalam pelajaran fisika materi usaha dan energi sebanyak 94

siswa atau sebesar 75,2% dari empat kelas, di SMA PGRI 5 Palembang. Dari

data yang sudah didapatkan menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang

berlangsung belum mencapai hasil yang baik, karena lebih dari setengah jumlah

siswa masih mendapatkan nilai di bawah KKM.

Peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya berpikir

kreatif sangat mungkin dilakukan. Tingkat kreativitas seseorang yang

dipengaruhi oleh gen hanya berkisar 1/3 bagian, selebihnya 2/3 bagian dapat

dikembangkan melalui proses pembelajaran (Dyer, dkk., 2009). Upaya

pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan yaitu dengan

mengembangkan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013

dirancang untuk menguatkan kompetensi siswa yang dirumuskan dalam sikap

spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan (Kemendikbud, 2013).

Kualitas pendidikan di indonesia tergolong masih rendah jika dibandingkan

dengan negara-negara lain (Silalahi, Malik dan yuwono, 2018). Hal ini dapat

dilihat dari berbagai indikator, misal dalam bidang sains hasil studi Programme

for International Students Asessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan bahwa

indonesia menempati peringkat ke 74 dari 79 negara dengan skor 396 di bawah

skor rata-rata internasional yaitu 457,6 (OECD, 2018). Oleh karena itu, lembaga

pendidikan dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan perlu


6

melakukan perubahan-perubahan sehingga kemampuan sains siswa dapat

berkembang.

Kualitas pendidikan ditingkatkan melalui pendidikan sains. Pendidikan

sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang menghasilkan manusia

dengan potensi sumber daya yang berkualitas yakni berpikir kritis, kreatif,

mampu memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan menerapkannya untuk

kehidupan manusia (sulaeman, dkk., 2014). Sains pada dasarnya terdiri dari

aspek proses, produk, dan sikap yang saling berintegrasi sesuai dengan

perkembangan sains. Sains sebagai proses yakni serangkaian kegiatan yang

sistematis untuk menemukan teori, konsep dan hukum seperti mengamati,

mengumpulkan data, menganalisis, menyimpulkan dan mengkomunikasikan

data. Sains sebagai produk yakni terdapat teori, konsep dan hukum yang telah

terbukti kebenarannya. Sains sebagai sikap yakni sains memunculkan sikap

ilmiah seperti jujur, tanggung jawab dan kerjasama (Nugroho, dkk., 2012).

Sikap ilmiah dikembangkan melalaui proses pembelajaran pada

pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam diri seseorang.

Pembelajaran merupakan proses transfer ilmu yang menjadikan siswa sebagai

tokoh utama yang bertujuan menumbuhkan keaktifan dan kecakapan siswa dalam

berpikir (Pabumbun dan Dalle, 2017). Partisipasi siswa dalam proses

pembelajaran lebih dipusatkan pada proses berpikir misalnya keterampilan

berpikir kreatif dan penemuan gagasan atau ide baru, bukan hanya sekedar hasil.

Pola berpikir kreatif mudah diwujudkan dalam lingkungan belajar yang

langsung dapat memberikan peluang siswa untuk berpikir terbuka dan fleksibel
7

tanpa adanya rasa takut atau salah. Situasi belajar yang dibentuk harus

memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seseorang untuk mengungkapkan

gagasan atau ide merupakan contoh dari berpikir terbuka dan fleksibel. Aspek-

aspek yang perlu diperhatikan agar kreativitas dalam pembelajaran terpenuhi

yakni: menumbuhkan kepercayaan yang tinggi dan meminimalisir ketakutan,

mendorong terjadinya komunikasi, mengadakan pembatasan tujuan dan penilaian

secara individu oleh siswa dan pengendalian tidak terlalu ketat (Widowati, 2013).

Aspek-aspek penting tersebut dapat diwujudkan dengan menerapkan model

pembelajaran yang inovatif.

Model pembelajaran inovatif banyak terdapat dalam proses pembelajaran

kooperatif. Proses pembelajaran kooperatif memudahkan siswa memahami

materi dan tema dalam pembelajaran. Pengetahuan bisa didapatkan secara merata

karena siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

heterogen kemudian berdiskusi mengenai masalah yang ditugaskan oleh guru.

Pembelajaran kooperatif memberikan pengetahuan, konsep, kemampuan dan

pemahaman pada siswa. Salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan

kreativitas atau keterampilan berpikir kreatif siswa adalah model pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Model

pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang

menganut pandangan kontruktivisme yakni proses pembentukan pengetahuan

yang dilakukan siswa berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya

(Sudawan, Suara dan Zulaikha, 2014).


8

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan model pembelajaran

kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah

anggota tiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen yang diawali dengan

penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis

dan penghargaan kelompok (Wena, 2009). Belajar kooperatif mengkondisikan

siswa belajar dari pengalaman dan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan

persoalan atau permasalahan yang diberikan oleh guru. Adanya interaksi siswa

dalam kelompok memungkinkan siswa tidak segan bertanya pada teman

sekelompoknya untuk dapat memahami materi pelajaran yang diberikan oleh

guru (Ishaq, 2013). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD membutuhkan

perpaduan metode pembelajaran agar keterampilan berpikir kreatif siswa bisa

optimal. Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengkaitkan antar konsep

siswa adalah metode peta konsep. Pemaduan dengan peta konsep merupakan cara

kreatif bagi siswa untuk mencatat pelajaran dan memudahkan mereka

mengidentifikasi sesuatu yang dipelajari (Dewi dan Ngazizah, 2015). Peta

konsep membantu siswa menghasilkan pembelajaran bermakna, membuat siswa

lebih aktif dalam membangun pengetahuannya dan menyediakan visual konkret

untuk mengorganisasikan informasi.

Kemampuan siswa dalam membuat peta konsep dapat digunakan untuk

mengukur keterampilan berpikir kreatif yang dimiliki siswa. Peta konsep adalah

sarana grafis yang digunakan untuk menyusun dan mengembangkan sebuah

gagasan atau ide. Siswa lebih mudah mengetahui konsep-konsep dan

menjelaskan gagasan atau ide yang dimilikinya melalui sarana grafis tersebut.
9

Pemanfaatan peta konsep sesuai dengan pendapat Delfy (2015) dalam

pembelajaran adalah menciptakan gagasan atau ide baru, memotivasi siswa

menemukan konsep baru dan keterkaitan antar konsep, membantu siswa

mengintegrasikan konsep lama dengan konsep baru, membantu siswa untuk

mengkomunikasikan gagasan dengan lebih jelas, serta memperluas pengetahuan

siswa.

Hal tersebut didukung dengan beberapa penelitian sebelumnya menurut

Roslimah (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions) Terhadap

Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Pemetaan Konsep Siswa Pada Materi

Ekosistem. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan pembelajaran

STAD terhadap peningkatan hasil belajar dan kemampuan pemetaan konsep

siswa. Menurut Simatupang dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantu Peta Konsep Terhadap

Hasil Belajar Fisika Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantu peta konsep dapat meningkatkan

aktivitas belajar siswa, ada perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan akibat

pengaruh model pembelajaran STAD berbantu peta konsep pada materi pokok

listrik dinamis di kelas X semester II SMA Negeri 1 Bangun Purba Tahun

Pelajaran 2012/2013.
10

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mencoba untuk

melakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD dipadu Peta Konsep Terhadap Keterampilan Berpikir

Kreatif Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, peneliti mengambil rumusan

masalah sebagai berikut:

Apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa?

C. Batasan Masalah

Mengacu pada masalah-masalah yang muncul di atas, maka peneliti

memfokuskan pada:

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Kooperatif

tipe STAD dipadu peta konsep.

2. Keterampilan yang diteliti yaitu keterampilan berpikir kreatif meliputi

originality, fluency, flexibility dan elaboration.

3. Materi fisika pada penelitian adalah usaha dan energi kelas X MIA semester

genap SMA PGRI 5 Palembang tahun pelajaran 2019/2020.


11

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian ini bertujuan untuk:

Mengetahui pengaruh model kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep terhadap

keterampilan berpikir kreatif siswa.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa

a. Mengembangkan atau meningkatkan keterampilan berpikir kreatif melalui

model kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep.

b. Memberi pengetahuan mengenai pentingnya keterampilan berpikir kreatif

untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

2. Bagi guru

a. Menerapkan alternatif model dan metode pembelajaran yang mampu

mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa.

b. Membuka wawasan dan pengetahuan guruterhadap model pembelajaran

yang inovatif.

3. Bagi sekolah

a. Memberi informasi kepada pihak sekolah dalam upaya mengembangkan

keterampilan berpikir kreatif siswa.

b. Memberi masukan untuk menerapkan model dan metode pembelajaran

yang inovatif.
12

BAB II

KERANGKA DASAR TEORI

A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai

dengan kehidupan. Model belajar kooperatif mendorong peningkatan

kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui

selama proses pembelajaran. Hal ini menumbuhkan rasa ketergantungan yang

positif diantara sesama anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan

kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar (Solihatin, 2007).

Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok,

oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam

pembelajaran kooperatif, karena mereka menganggap telah terbiasa

menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk

kelompok, tetapi tidak setiap kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif

(Isjoni, 2011).

B. Pembelajaran Koperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

Division) dikembangkan oleh Robert Slavin di universitas John Hopkin dan

merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang

menekankan pada aktivitas dan interaksi antara siswa dengan siswa untuk
13

saling memotivasi dan membantu dalam memahami suatu materi pelajaran.

Menurut Slavin (2012), model STAD (Student Team Achievement Division)

merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model

ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam Matematika, IPA, IPS,

Bahasa Inggris, Teknik, dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah

dasar sampai perguruan tinggi.

Menurut Dian (2011) Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah

satu model pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dengan bantuan

lembaran kerja sebagai pedoman secara berkelompok, berdiskusi guna

memahami konsep-konsep, menemukan hasil yang benar. Semua anggota diberi

tanggung jawab, semua siswa secara individu diberi tes yang akan berpengaruh

terhadap evaluasi seluruh kelompok, yaitu terdiri atas 4-5 orang. Setiap tim atau

kelompok hendaknya memiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin (laki-

laki dan perempuan), ras, etnik, maupun berbagai kemampuan (tinggi, sedang

dan rendah).

Tiap anggota tim menggunakan lembaran kerja akademik (lembar kerja

siswa) dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui

tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim secara individu atau tim, tiap

satu atau dua minggu diadakan evaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka

terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap tim diberi

skor atas penguasaanya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu

atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi

penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh


14

penghargaan, jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu. Menurut

Dian ( 2011) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team

Achievement Division) memiliki 5 komponen utama, yaitu:

Bahan pembelajaran di sajikan oleh guru baik secara langsung ataupun

melalui media pembelajaran.

1. Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang yang heterogen dari segi

penampilan akademik, kelamin dan etnis.

2. Dilakukan tes individu setelah beberapa kali siswa mengerjakan latihan.

3. Dilakukan penilaian terhadap nilai kemajuan individu.

4. Diberikan pengakuan terhadap tim berdasarkan kemajuan anggota kelompok.

Menurut Slavin (2011) tahap-tahapan yang dilalui model pembelajaran

kooperatif tipe STAD, meliputi:

1) Tahap Penyajian Materi

Dalam tahap ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan

memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan dipelajari, agar

siswa dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dengan yang disampaikan

oleh guru.

2) Tahap Kegiatan Kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang dipelajari

guna kerja kelompok. Guru menginformasikan bahwa LKS harus benar-benar

dipahami bukan sekedar diisi dan diserahkan pada guru. LKS juga digunakan

sebagai keterampilan kooperatif siswa. Dalam hal ini, apabila di antara anggota
15

kelompok ada yang belum memahami, maka teman sekelompoknya wajib

memberi penjelasan kembali karena guru hanya sekedar menjadi fasilitator

yang memonitor kegiatan setiap kelompok.

3) Tahap Tes Individu

Tes individu atau hasil belajar ini digunakan setelah kegiatan kelompok

usai dan dikerjakan secara individu. Tes ini bertujuan supaya siswa dapat

menunjukkan apa yang mereka pahami saat kegiatan kelompok berlangsung

dan disumbangkan sebagai nilai kelompok.

4) Tahap Perhitungan Nilai Perkembangan Individu

Perhitungan nilai perkembangan individu dimaksudkan agar setiap siswa

terpacu untuk meraih prestasi yang maksimal. Perhitungan nilai perkembangan

individu dihitung berdasarkan skor awal. Skor awal mewakili skor rata-rata

siswa pada kuis-kuis sebelumnya. Apabila memulai model pembelajaran

kooperatif tipe STAD setelah memberikan dua kali atau lebih kuis, maka

digunakan hasil nilai terakhir siswa dari tahun lalu. Menurut Slavin (2012) untuk

menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat

pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perhitungan Perkembangan Skor Individu


16

Nilai Tes Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin di bawah skor


awal
0 poin
10 sampai 1 poin di bawah skor
10 poin
awal Skor awal sampai 10 poin di
20 poin
atasnya Lebih dari 10 poin di atas
30 poin
skor awal

Pekerjaan sempurna (tanpa 40 poin


memperhatikan skor awal)

Skor perkembangan individu didapat dari selisih skor awal dengan skor

tes setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD,

kemudian guru melihat pedoman pemberian skor perkembangan individu.

5) Tahap Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diberikan secara sederhana oleh peneliti (guru)

atas dasar aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar. Bentuk

penghargaannya sangat situasional. Peneliti (Guru) bisa memberikan poin pada

kelompok dengan aturan- aturan khusus ataupun dengan cara sederhana yang

intinya kerja keras siswa beserta kelompoknya dihargai apapun hasilnya.

Menurut Rusman (2012) skor kelompok dihitung dengan membuat rata-

rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua

skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota


17

kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok,

diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2 Perhitungan Perkembangan Skor Kelompok

Rata-rata Kualifikasi

0≤N≤5
Tim yang kurang baik (Bad Team)

6 ≤ N ≤ 15 Tim yang baik (Good Team)

16 ≤ N ≤ 20 Tim yang baik sekali(Great Team)

21 ≤ N ≤ 30 Tim yang Istimewa(Super Team)

Selain itu, terdapat beberapa keuntungan dalam penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Menurut Kagan (2011) ada tiga keuntungan yaitu:

a. Semua siswa memiliki kesempatan untuk menerima hadiah setelah

menyelesaikan suatu materi pelajaran.

b. Siswa mempunyai kemungkinan untuk mencapai hasil belajar yang tinggi.

c. Hadiah yang diberikan kepada kelompok dapat digunakan untuk

memberikan motivasi berpretasi pada semua siswa.

Selanjutnya menurut Suherman, dkk (2001) inti dari Cooperative Learning

model STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian siswa

bergabung dalam kelompoknya yang terdiri dari empat atau lima orang

untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka

menyerahkan secara tunggal untuk setiap kelompok. Kemudian siswa diberikan


18

kuis atau tes secara individu. Skor hasil kuis atau tes digunakan untuk

menentukan skor individu dan untuk menentukan skor kelompoknya.

C. Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Student Teams

Achievement Division (STAD)

Suatu model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan,

demikian pula dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD).

Menurut Kurniasih (2015) berikut ini beberapa kelebihan pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yaitu:

a. Di dalam kelompok siswa dituntut untuk aktif sehingga dengan model ini siswa

dengan sendirinya akan percaya diri dan meningkat kecakapan individunya.

b. Interaksi sosial yang terbangun dalam kelompok dengan sendirinya, siswa

belajar dalam bersosialisasi dengan kelompoknya.

c. Dengan kelompok yang ada siswa diajarkan untuk membangun komitmen dalam

mengembangkan kelompoknya.

d. Mengajarkan menghargai pendapat orang lain dan saling percaya.

e. Dalam kelompok siswa diajarkan untuk saling mengerti dengan materi yang ada,

sehingga siswa saling memberitahu.


19

Selain kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya

sebagai berikut:

a. Tidak adanya kompetisi diantara anggota masing-masing kelompok, anak

berprestasi bisa saja berkurang semangatnya.

b. Jika guru tidak bisa mengarahkan anak, maka anak yang berprestasi bisa jadi

lebih dominan dan tidak terkendali.

D. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dipadu Peta Konsep

Dalam penelitian ini langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dipadu peta konsep dilakukan sebagai berikut:


20

Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD


Dipadu Peta Konsep

Aktivitas Pembelajaran
No Tahap
Guru Siswa

Siswa menyimak tujuan pembelajaran


Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
dan melihat fenomena disekitar
Penyajian
1 memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep tentang konsep usaha dan energi serta
Materi
demonstrasi yang disampaikan oleh
usaha dan energi, serta menjelaskan materi pelajaran.
guru.

2 Kegiatan  Guru membagi anggota kelas menjadi beberapa  Siswa duduk dengan kelompok yang
telah dibagi oleh guru.
Kelompok kelompok, kelompok terdiri dari 4-5 orang dengan
 Siswa mengumpulkan informasi dan
kemampuan berbeda. Materi usaha dan energi.
berdiskusi untuk membuat peta
 Guru memberikan LKS dan mendorong siswa konsep dan dipresentasikan masing
masing kelompok ke depan kelas.
berdiskusi mengisi LKS dan menyimpulkan materi

dalam bentuk peta konsep. Hasil diskusi

diharapkan siswa dapat menganalisis konsep


21

energi, usaha, hubungan usaha dan energi dan

perubahan energi,serta hukum kekekalan energi ke

dalam peta konsep yang ditulis pada kertas karton

 Guru memberikan kuis untuk siswa secara  Siswa mengerjakan soal kuis yang
diberikan oleh guru.
individual.
3 Tes Individu
 Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling

membantu dalam mengerjakan kuis.

 Siswa mendapat skor awal atas


 Tiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari
Perhitungan pencapaian kinerja pada materi
rata-rata kinerja siswa pada materi sebelumnya
sebelumnya.
Nilai
4  Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin  Siswa termotivasi untuk
Perkembanga
mengumpulkan poin skor agar
mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis
n Individu mendapatkan penghargaan dari guru.
mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

5 Penghargaan  Guru memberikan penghargaan pada kelompok  Siswa mendapatkan penghargaan


dari guru atas peningkatan nilai hasil
Kelompok tertinggi berdasarkan prolehan nilai peningkatan
belajar yang telah dilakukan.
22

hasil belajar individual dari skor awal ke skor kuis  Siswa menarik kesimpulan
pembelajaran yang telah
berikutnya.
dilaksanakan.
 Guru mengajak siswa menarik kesimpulan dan

mengevaluasi proses pembelajaran yang telah

dilaksanakan besama-sama.
23

E. Keterampilan Berpikir Kreatif

1. Pengertian Keterampilan Berpikir Kreatif

Keterampilan tingkat tinggi berperan penting dalam

perkembangan mental dan pola pikir siswa, salah satu contoh

keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah yakni keterampilan berpikir kreatif (Suparman

dan Husen, 2015). Keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan

kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan atau ide

baru sebagai pengembangan dari gagasan atau ide yang telah lahir

sebelumnya dan memecahkan masalah secara divergen (Liliawati dan

Puspita, 2010). Berpikir kreatif juga merupakan cara berpikir menyebar

dari satu titik ke segala arah, berpikir kreatif juga merupakan

kemampuan berpikir berawal dari kepekaan terhadap suatu

permasalahan. Kepekaan terhadap suatu masalah akan timbul apabila

ada stimulus yang diberikan oleh guru(Lisliana, dkk., 2016).

Menurut Masek dan Yamin (2012), berpikir kreatif adalah

kemampuan kognitif tingkat tinggi yang di dalamnya termasuk berpikir

kritis, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Aryana (2006)

menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses

berpikir untuk mengembangkan atau menemukan gagasan yang orisinil,

konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep yang

penekannya ada pada aspek berpikir rasional. Berdasarkan beberapa

konsep di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan berpikir


24

kreatif adalah keterampilan kognitif untuk menciptakan dan

mengembangkan gagasan atau ide yang baru sesuai dengan pemikiran

orang tersebut dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Keterampilan bepikir kreatif dapat menumbuhkan kreativitas

siswa, kreativitas merupakan salah satu kemampuan siswa untuk

menciptakan suatu hal yang baru, baik gagasan atau ide maupun karya

yang belum ada sebelumnya (Suparman dan Husen, 2015).

F. Aspek-Aspek Keterampilan Bepikir Kreatif

Menurut Baer (1993) terdapat empat aspek keterampilan bepikir

kreatif yaitu:

a. Originality merupakan keterampilan menghasilkan ide baru atau ide

yang sebelumnya belum ada.

b. Fluency merupakan keterampilan menghasilkan banyak ide.

c. Flexibility merupakan keterampilan menghasilkan ide-ide yang

bervariasi.

d. Elaboration merupakan keterampilan mengembangkan ide-ide

sehingga dihasilkan ide yang rinci.

Menurut Marzano (1998) terdapat 5 aspek berpikir kreatif sebagai

berikut:

a. Kreativitas berkaitan erat antara keinginan dan usaha maksudnya

orang yang kreatif berusaha mencari sesuatu yang baru dan

memberikan alternatif terhadap sesuatu yang ada.


25

b. Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada

maksudnya pemikir kreatif tidak pernah puas terhadap sesuatu yang

telah ditemukan.

c. Kreativitas lebih memerlukan evaluasi internal dibandingkan

eksternal maksudnya pemikir kreatif harus percaya pada standar

yang telah ditentukan sendiri.

d. Kreativitas meliputi ide yang tidak dibatasi maksudnya pemikir

kreatif harus bisa melihat suatu masalah dari berbagai sudut

pandang dan menghasilkan solusi yang baru dan tepat.

e. Kreativitas sering muncul pada saat melakukan sesuatu contohnya

seperti Arcimedes menemukan hukumnya pada saat sedang mandi,

Mendeley menemukan susunan berkala unsur-unsur pada saat

mimpi.

Menurut Baer (1993) aspek keterampilan berpikir kreatif meliputi aspek dan

indikator sebagai berikut :

Tabel 2.4 Indikator Keterampilan Bepikir Kreatif

Aspek Keterampilan Berpikir Kreatif Indikator

Menghasilkan ide baru atau ide yang


Keterampilan bepikir orisinal sebelumnya belum ada.
(originality)

Menghasilkan banyak ide.


Keterampilan bepikir lancar (fluency)
.
26

Menghasilkan ide-ide yang


bervariasi.
Keterampilan bepikir luwes (flexibility)

Mengembangkan ide-ide sehingga


Keterampilan mengelaborasi
dihasilkan ide yang rinci.
(elaboration)

G. Metode Peta Konsep (Concept Map)

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa

dalam pembelajaran adalah metode peta konsep. Konsep merupakan kerangka

pikir yang menjadi dasar perumusan prinsip secara general (Henno dan Reiska,

2008). Konsep-konsep fisika merupakan konsep yang berjenjang, mulai dari

konsep yang sederhana atau mendasar sampai konsep yang kompleks. Fisika

juga memiliki materi yang saling berkaitan, sehingga perlu keterampilan dalam

mempelajarinya agar siswa tidak sekedar tahu dan hafal. Peta konsep yang

diperkenalkan oleh Novak merupakan alat visual yang berisi konsep-konsep dan

hubungan antar konsep yang disusun secara hierarki. Hasil penelitian Kurnia

(2017) membuktikan pembelajaran dengan menggunakan metode peta konsep

dapat memberikan pembelajaran yang lebih efektif dan dapat meningkatkan hasil

keterampilan berpikir kreatif dan motivasi belajar. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Tajuddin, dkk (2016) menyatakan bahwa peta konsep

merangsang pembaca untuk berpikir lebih dalam tentang ide-ide dalam teks,

karena mereka harus mencari tau hubungan antara ide-ide dan mengorganisasi isi
27

peta konsep. Ketika siswa belajar belajar menggunakan peta konsep dapat

merangsang kesulitan siswa dalam berpikir kreatif.

Teori belajar yang mendasari penggunaan metode peta konsep adalah

teori belajar bermakna Ausubel. Menurut Ausubel dalam teorinya Meaningful

Verbal Learning, belajar bermakna merupakan suatu proses dalam belajar yang

mengkaitkan antara informasi baru dengan konsep-konsep lama yang sudah ada

dalam struktur kognitif siswa. Ada beberapa kelebihan metode peta konsep

antara lain sebagai berikut:

a. dapat meningkatkan keaktifan dan keterampilan berpikir kreatifsiswa,

sehingga akan muncul sikap mandiri siswa.

b. membantu siswa melihat materi belajar bermakna secara konprehensif.

c. meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa.


28
29

H. Kaitan Antara Metode Peta Konsep Terhadap Keterampilan Berpikir

Kreatif

Menurut Iwan Sugiarto (2004) peta konsep merupakan suatu metode

pembelajaran yang sangat baik digunakan oleh guru untuk meningkatkan daya

hafal siswa dan pemahaman konsep siswa yang kuat, siswa juga dapat

meningkatkan daya kreatifitasnya melalui kebebasan berimajinasi.

Peta konsep dapat berperan sebagai grafhic organizer yang membantu

siswa untuk mengembangkan dan menyusun gagasan-gagasan tentang subjek

yang dipelajari. Pengembangan peta konsep pada umumnya dimulai di tengah

dengan menempatkan konsep utama sebagai konsep sentral ( Pribadi dan

Delfy, 2015). Peta konsep menggunakan pengingat-pengingat visual dan

sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan seperti peta jalan yang

digunakan untuk belajar, mengorganisasikan dan merencanakan. Peta konsep

dapat menumbuhkan ide-ide orisinil, baru dan berbeda dari yang telah ada

sehingga memudahkan siswa untuk mengingat suatu materi pelajaran. Cara ini

dapat mempermudah membuat catatan dan melatih kreativitas bepikir siswa.

Hasil penelitian Ferlin (2009) menyatakan bahwa penerapan peta konsep

dapat meningkatkan kreativitas berpikir dalam proses pembelajaran dan

meningkatkan penguasaan konsep terhadap materi pembelajaran. Hal ini

ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa.


30

I. Materi Usaha dan Energi

Sebagian besar dari kita mungkin menafsirkan istilah “usaha”

sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sesuatu, kegiatan yang

dilakukan untuk memperoleh uang, atau kegiatan yang dilakukan untuk

mencapai suatu keinginan. Misalnya, seorang siswa yang belajar dengan

sunguh-sungguh agar mendapatkan nilai 100 pada saat ujian dikatakan telah

melakukan usaha. Seorang mahasiswa mengerjakan skripsi dengan keras

karena ingin mendapatkan gelar sarjana. Seorang pedagang yang setiap hari

menawarkan dagangannya guna mendapatkan keuntungan atau laba

dikatakan telah melakukan usaha. Seorang anak yang akan mengambil

mainannya yang terletak pada rak yang agak tinggi dengan menggunakan

bangku dikatakan telah melakukan usaha, dan banyak lagi contoh-contoh

kasus lainnya.

Apakah pengertian usaha dalam hal ini tepat? Dalam konteks kehidupan

sehari-hari, tentu saja pernyataan ini tidaklah salah. Tetapi dalam sudut

pandang fisika, pengertian usaha bila diartikan seperti ini adalah keliru.

Lantas bagaimana pengertian usaha dalam sudut pandang fisika?

1. Pengertian Usaha

Dalam sudut pandang fisika, khususnya mekanika, usaha

mengandung pengertian sebagai segala sesuatu yang dilakukan oleh gaya

pada suatu benda sehingga benda itu bergerak. Agar usaha berlangsung,

maka gaya harus dikerahkan pada suatu benda hingga benda tersebut

menempuh jarak tertentu. Apakah usaha baru dapat berlangsung bila


31

benda berpindah? Bagaimana apabila benda yang diberikan gaya ternyata

tidak bergerak atau berpindah? Apakah telah terjadi usaha?

Gambar 2.1 Sejumlah orang yang sedang mendorong kereta salju


Sumber: Fishbane (2007)

Gambar 2.1 menunjukkan sejumlah orang yang sedang mendorong sebuah

kereta salju. Orang-orang tersebut masing-masing memberikan gaya melalui suatu

dorongan kepada kereta salju sehingga kereta salju bergerak (berpindah). Adanya

gaya yang bekerja sebuah kereta salju yang menyebabkan kereta salju tersebut

berpindah tempat menunjukkan adanya usaha yang telah dilakukan oleh masing-

masing orang itu.

Gambar 2.2 Seorang atlet angkat besi sedang mengangkat barbell


32

Sumber: Hewitt (2007)

Pada Gambar 2.2 ditunjukkan seorang atlet sedang mengangkat sebuah

barbel dalam suatu olimpiade kejuaraan angkat besi. Atlet tersebut mencoba

mengangkat barbel yang mula-mula terletak di lantai hingga berada di atas

kepalanya. Gaya yang diberikan oleh atlet tersebut pada barbel menyebabkan

barbel dapat berpindah (berubah ketinggiannya). Adanya gaya yang diberikan oleh

atlet itu kepada barbel sehingga barbel dapat berpindah menunjukkan adanya usaha

yang diberikan oleh atlet tersebut kepada barbel.

Sekarang marilah perhatikan Gambar 2.3 Seorang tahanan (narapidana)

sedang mendorong dinding sel tempatnya dipenjara. Tahanan tersebut mengerjakan

sejumlah gaya kepada dinding, namun dinding sel tersebut tetap di tempatnya

(tidak bergerak atau berpindah). Adanya gaya yang diberikan oleh tahanan

tersebut kepada dinding sel tetapi dinding sel tersebut tidak berpindah

menunjukkan bahwa tahanan itu tidak melakukan usaha atau tidak ada usaha yang

terjadi

Gambar 2.3 Seseorang sedang mendorong tembok


Sumber: Hewitt (2007)
33

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada dua syarat

terjadinya suatu usaha, yaitu:

1) adanya gaya yang bekerja pada suatu benda.

2) adanya perpindahan yang dialami oleh benda tersebut.

Dengan demikian usaha didefinisikan sebagai sejumlah gaya yang bekerja

pada suatu benda sehingga menyebabkan benda berpindah sepanjang garis lurus

dan searah dengan arah gaya.

Secara matematis, usaha yang dilakukan pada suatu benda dinyatakan

sebagai berikut.

W = F́ . ś .............(1)

Keterangan:
W = Usaha (Joule)
F = Gaya (N)
S = Perpindahan (m)

2. Energi

Menurut Bueche (2006) energi adalah ukuran dari perubahan yang

diberikan pada suatu sistem. Energi dapat dipindahkan secara mekanis

ke suatu benda ketika suatu gaya melakukan usaha pada benda

tersebut. Sedangkan menurut Nurachmandani (2009) energi

merupakan kemampuan untuk melakukan usaha.


34

Menurut Bueche (2006) kaitan antara usaha dan energi adalah

ketika suatu melakukan usaha, benda tersebut melepaskan energi

sebesar usaha yang dilakukan. Karena perubahan dapat dipengaruhi

oleh banyak cara yang berbeda, terdapat banyak variasi bentuk

dari energi yang di antaranya adalah usaha. Sedangkan menurut

Tipler (1991) jika kerja atau usaha dilakukan oleh suatu sistem

pada sistem lain, energi dipindahkan antara kedua sistem tersebut.

Menurut Bueche (2006) macam-macam energi yaitu energi kinetik

dan energi potensial gravitasi. Energi kinetik adalah energi yang

dimiliki oleh suatu benda karena benda tersebut dalam keadaan

bergerak. Jika suatu benda memiliki massa m bergerak dengan laju v,

maka benda tersebut memiliki energi kinetik translasi yang ditentukan

oleh

1
Ek = v́ . v́ m .............. (2)
2
Keterangan :
Ek = Energi Kinetik (Joule)
m = massa (kg)
ν = m
Kecepatan ( )
s

Pada Gambar 2.4 berikut disajikan ilustrasi palu yang bergerak


mempunyai energi kinetik.
35

Gambar 2.4 Palu yang bergerak mempunyai energi kinetik (palu


mengalami perubahan kecepatan)

Sumber: Hewitt (2007)

Sedangkan energi potensial gravitasi menurut Bueche adalah

energi yang dimiliki oleh suatu benda karena interaksi gravitasi. Ketika

benda jatuh dari suatu ketinggian h, suatu massa m dapat melakukan

usaha sebesar mgh. Bueche mendefinisikan energi potensial gravitasi

(EP) dari suatu benda relatif terhadap suatu permukaan nol sembarang,

yang seringkali adalah permukaan bumi, persamaannya adalah sebagai

berikut:

EP = m g h ............(3).

Keterangan :
36

E =Energi Potensial (Joule)


P
m =massa (kg)

G = m
Percepatan Gravitasi ( 2 )
s
H =Ketinggian Benda (m)
37

Pada Gambar 2.5 berikut disajikan sebuah benda bermassa m yang


dijatuhkan dari ketinggian h.

Gambar 2.5 sebuah benda bermassa m yang dijatuhkan dari


ketinggian h.
Sumber: Hewitt (2007)

3. Hukum Kekekalan Energi Mekanik

Kita telah mengenal kekekalan energi melalui contoh berikut,

kita memiliki energi karena kita makan (energi kimia). Dari mana asal

energi kimia bahan makanan yang kita makan? Ternyata asalnya dari

Matahari. Contoh ini menunjukan bahwa energi tidak dapat diciptakan

ataupun dimusnahkan, melainkan hanya dapat diubah dari satu

bentuk ke bentuk lainnya. Inilah yang dinamakan Hukum Kekekalan

Energi.

Kita awali pembahasan hukum kekekalan energi mekanik

dengan menurunkannya secara kuantitatif. Dari teorema usaha-energi

kinetik kita peroleh

Wres = Ek
38

Usaha oleh gaya resultan Wres adalah usaha yang dilakukan oleh gaya-gaya

konservatif (Wk) dan gaya-gaya tak konservatif (Wtk) sehingga,

Wk + Wtk = Ek

Jika pada sistem hanya bekerja gaya konservatif maka Wtk = 0, dan persamaan

di atas menjadi

W k + 0 = Ek

Wk = Ek

Telah kita ketahui bahwa Wk = - EP sehingga, - EP = Ek atau EP + Ek = 0 . Jumlah

EP + Ek sama dengan EM sehingga dapat kita tulis

EM = EMakhir - EMawal atau Emakhir = Emawal ............................ (4)

EM = EP+ EK ............................ (5)

Keterangan :

EM = Energi Mekanik (Joule)


EP = Energi Potensial (Joule)
Ek = Energi Kinetik (Joule)

Persamaan 1 dan 2 dikenal dengan sebutan hukum kekekalan enegi mekanik.

Hukum ini berbunyi :


39

Jika pada suatu sistem hanya bekerja gaya-gaya dalam yang bersifat

konservatif (tidak bekerja gaya luar dan gaya dalam tak konservatif), maka

energi mekanik sistem pada posisi apa saja selalu tetap (kekal). Artinya energi

mekank sistem pada posisi akhir sama dengan energi mekanik sistem pada

posisi awal.

J. Penelitian Relevan

Adapun beberapa penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe

STAD, Peta Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa yang telah

dilakukan dan dapat dijadikan kajian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muti’ah (2017) dengan judul “Upaya

Meningkatkan Kreativitas Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Student Teams Achivement Division (STAD) Dalam Pembelajaran

Ekonomi Kelas XI SMA N 2 SukoharjoTahun Ajaran 2016/2017”

menyimpulkan bahwa kreativitas siswa yang belajar menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, nilai rata-rata tes akhir dan observasi

sebesar 79,94 dan 10,86 lebih baik dibandingkan dengan kreativitas siswa

yang belajar tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

sebesar 74,29 dan 1,03.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Larasati (2018) dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Dipadu Peta Konsep

Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa” menyimpulkan bahwa

perbandingan rata-rata skor aspek keterampilan berpikir kreatif siswa kelas


40

kontrol sebesar 2,39 dan nilai signifikansi sebesar 0,1 untuk kelas

eksperimen sebesar 2,81 dan nilai signifikansi sebesar 0,2 terdapat pengaruh

model pembelajaran Group Investigation (GI) Dipadu Peta Konsep

Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Niendy (2017) dengan judul “Pengaruh

Metode Peta Konsep Berbasis Media Visual Terhadap Keterampilan

Berpikir Kreatif dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X” menyimpulkan bahwa

ada Pengaruh Metode Peta Konsep Berbasis Media Visual Terhadap

Keterampilan Berpikir Kreatif dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X pada

konsep pencemaran lingkungan di SMA Negeri 13 Bandar Lampung.

Diperoleh t hitung lebih besar dari t table dan taraf signifikansi sebesar 5%.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Loza (2017) dengan judul “ Pendekatan

Model Kooperatif Tipe Student Teams Achivement Division (STAD) Untuk

Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Pembelajaran Kimia MAN 2 Kota

Padang” menyimpulkan bahwa pendekatan model kooperatif tipe STAD

disertai dengan LKS dan Peta konsep dapat meningkatkan hasil

pembelajaran kognitif, aktivitas positif dan menurunkan aktivitas negatif

dalam pembelajaran kimia lintas minat pada siswa kelas X IS 2 MAN 2 Kota

Padang.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Mufida (2017) dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran Biologi Reading-Concept-Map-Student Team

Achievment Division pada Kemampuan Akademik Berbeda terhadap

Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Kelas X MIPA SMA” . Hasil penelitian


41

menunjukkan ada pengaruh signifikan pembelajaran Remap-STAD dan

kemampuan akademik terhadap keterampilan akademik siswa, dibuktikan

dengan peningkatan keterampilan berpikir kreatif lebih tinggi 40,02%

dibandingkan pembelajaran konvensional.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Ermayanti (2017) dengan judul “Perbedaan

Kemampuan Problem Solving dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Antara

Siswa Yang Diberi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Dengan Tipe

STAD di SMA Kuala Beringin”. Hasil penelitian menunjukkan (1) Terdapat

perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kreatif antara siswa

yang diberi model GI dengan siswa yang diberi model STAD;(2) Terdapat

perbedaan rata-rata respon siswa sebesar 1,12.

7. Penelitian yang dilakukan Lestari (2016) dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Pada Materi Keliling dan Luas Daerah Lingkaran di Smp Negeri 18

Palu”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi keliling dan luas daerah lingkaran dengan mengikuti fase-fase (1)

Penyajian materi, (2) Belajar kelompok, (3) Membimbing kelompok belajar,

(4) Evaluasi dan (5) Penghargaan kelompok.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2018) Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD Disertai Media LKS Berbasis Multirepresentasi

Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa (1) Ada pengaruh signifikan pada hasil belajar siswa setelah
42

menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Disertai Media

LKS Berbasis Multirepresentasi pada pembelajaran fisika di SMA, (2)

Aktivitas belajar siswa dengan menggunakan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD Disertai Media LKS Berbasis Multirepresentasi

adalah kategori baik.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Indriany (2017) dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Motivasi dan Hasil

Belajar Biologi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Motivasi

Belajar Siswa, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Mann whitney U sebesar

0,001<0,05; (2) Tedapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa, hal ini ditunjukkan dari hasil uji

Independent Sampel T-Test nilai Posttest menunjukkan sebesar 0,019<0,05.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Charlina (2016) dengan judul “Perbandingan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Yang

Diajar Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model

Kooperatif Tipe STAD”. Hasil penelitian dari uji hipotesis kesamaan dua

rata-rata untuk berpikir kritis didapatkan -0,6<1,99 berarti t h it < t tabel

sedangkan untuk berpikir kreatif didapatkan -0,7<1,99 berarti t h it < t tabel , tidak

dapat menolak H 0 yang berart inilai tes kemampuan berpikir kritis dan

berpikir kreatif sama hal ini disebabkan dari beberapa kendala seperti
43

lingkungan dan aktivitas siswa yang belum sering berlatih tentang materi

yang diajarkan.

K. Hipotesis

Hipotesis adalah kesimpulan sementara tentang masalah yang akan diteliti

yang perlu pembuktian kebenarannya melalui pengumpulan data. Hipotesis

penelitian ini adalah:

H0 : tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa.

Ha :  ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa.

L. Kerangka Berpikir

Kualitas pendidikan di indonesia tergolong masih rendah (Silalahi, Malik

dan yuwono, 2018). Pembelajaran merupakan proses transfer ilmu yang

menjadikan siswa sebagai tokoh utama yang bertujuan menumbuhkan keaktifan

dan kecakapan siswa dalam berpikir (Pabumbun dan Dalle, 2017). Partisipasi

siswa dalam proses pembelajaran harus lebih dipusatkan pada proses berpikir

misalnya keterampilan berpikir kreatif dan penemuan gagasan atau ide baru,

bukan hanya sekedar hasil. Pendidikan hanya diarahkan pada pengembangan

kompetensi, kurang mengembangkan potensi dan karakter yang dimiliki oleh

siswa.
44

Pengembangan keterampilan berpikir kreatif di sekolah indonesia masih

sangat rendah (Putri, Ibrahim dan Soetjipto, 2016). Hal ini ditunjukkan adanya

kesenjangan antara tuntutan pengembangan berpikir kreatif dengan kenyataan

yang ada dikarenakan masih banyak siswa yang belum berani mengungkapkan

gagasan atau ide yang dimilikinya. Pengungkapan gagasan atau ide cenderung

diungkapkan siswa pada saat ditunjuk oleh guru dikarenakan takut salah dan

dimarahi guru, jawaban siswa kurang orisinil kebanyakan sama dengan literatur.

Pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep dapat mengatasi masalah proses pembelajaran siswa, karena model

pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang

menganut pandangan kontruktivisme yakni proses pembentukan pengetahuan

yang dilakukan siswa berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya

(Sudawan, Suara dan Zulaikha, 2014). Model pembelajaran kooperatif tipe

STAD membutuhkan perpaduan metode pembelajaran agar keterampilan berpikir

kreatif siswa bisa optimal. Salah satu metode pembelajaran yang dapat

mengkaitkan antar konsep siswa adalah metode peta konsep.

Kemampuan siswa dalam membuat peta konsep dapat digunakan untuk

mengukur keterampilan berpikir kreatif yang dimiliki siswa. Peta konsep adalah

sarana grafis yang digunakan untuk menyusun dan mengembangkan sebuah

gagasan atau ide. Siswa lebih mudah mengetahui konsep-konsep dan

menjelaskan gagasan atau ide yang dimilikinya melalui sarana grafis tersebut.

Pemanfaatan peta konsep sesuai dengan pendapat Delfy (2015) dalam

pembelajaran adalah menciptakan gagasan atau ide baru, memotivasi siswa


45

menemukan konsep baru dan keterkaitan antar konsep, membantu siswa

mengintegrasikan konsep lama dengan konsep baru, membantu siswa untuk

mengkomunikasikan gagasan dengan lebih jelas, serta memperluas pengetahuan

siswa.

Masalah:
1. Jawaban siswa kurang orisinil kebanyakan sama dengan literatur.
2. Siswa belum berani mengungkapkan gagasan atau ide yang
dimilikinya.
3. Pengungkapan gagasan atau ide cenderung pada saat ditunjuk oleh
guru.

Solusi yang diberikan

1. Penggunaan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD


2. Penggunaan metode peta konsep

Pengaruh positif terhadap guru


46

1. Mampu mendorong bakat dan potensi yang dimiliki siswa.


2. Meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa dengan cara siswa ikut
berpatisipasi dalam proses pembelajaran seperti:
a. Memberikan masalah yang dapat diselesaikan. Sehingga siswa dapat
berpikir dan bertindak kreatif untuk menemukan solusi dan hasil
karya yang dihasilkan unik dan orisinil.
b. Memberikan peluang kepada siswa untuk berpikir terbuka dan
fleksibel tanpa adanya rasa takut dan tidak percaya diri.

Hasil

Keterampilan berpikir kreatif siswa meningkat.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir.


47

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 di

kelas X MIA PGRI 5 Palembang. Sekolah PGRI 5 Palembang berada di Jl.

Parameswara No. 18, Bukit Baru, Kec. Ilir Bar. I, kota Palembang, Sumatera

Selatan.

B. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuasi eksperimen.

Penelitian ekperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan

mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dengan kondisi yang

terkendalikan (Sugiyono, 2015). penelitian ini menggunakan penelitian Quasi

Eksperimen Design dengan desain penelitian Postest Only With Nonequivalent

Control Group Design.

Design Nonequivalent Control Group Design. Desain ini menggunakan

dua kelas yang dipilih secara random (R). Kelas pertama yang terpilih adalah

sebagai kelas kontrol dan kelas kedua sebagai kelas eksperimen. Kelas kontrol

dan eksperimen sama-sama mendapatkan perlakuan, tetapi jenis perlakuannya

berbeda. Kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan model kooperatif tipe

STAD dipadu peta konsep, selanjutnya kedua kelas diberi postest diakhir
48

pembelajaran. Hasil postest kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui

ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa kelas X SMA PGRI 5

Palembang. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelas Treatment Postest


Kontrol (R) X1 O1
Eksperimen (R) X2 O2

Keterangan:
O1 : Postest kelas kontrol.
O2 : Postest kelas ekperimen.
X1 : kelas dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
X2 : kelas dengan penerapan model kooperatif tipe
STAD dipadu peta konsep

C. Definisi Operasional Variabel

Adapun variabel dari penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu Peta konsep

adalah model pembelajaran yang diterapkan melalui 5 langkah

yaitu:

a. Penyajian Materi

Dalam penyajian materi guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep

yang akan dipelajari, serta menjelaskan materi pembelajaran.

b. Kegiatan Kelompok
49

Dalam kegiatan kelompok guru membagi anggota kelas

menjadi beberapa kelompok, kelompok terdiri dari 4-5 orang

dengan kemampuan berbeda. Masing-masing kelompok diberikan

LKS dan siswa berdiskusi mengisi LKS dan menyimpulkan materi

dalam bentuk peta konsep. Hasil diskusi dipresentasikan masing

masing kelompok ke depan kelas dalam bentuk peta konsep.

c. Tes Individu

Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual dan para

siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam

mengerjakan kuis.

d. Perhitungan Nilai Perkembangan Individu

Tiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata

kinerja siswa tersebut dalam mengerjakan kuis yang diberikan.

Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin mereka berdasarkan

tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal

mereka.

e. Penghargaan Kelompok

Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan

prolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor awal ke

skor kuis berikutnya. Guru memberikan kesimpulan dan

mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

2. Keterampilan Berpikir Kreatif


50

Keterampilan berpikir kreatif dapat diartikan keterampilan

seseorang untuk memecahkan masalah dari sudut pandang yang lain

dan menghasilkan karya atau gagasan baru dari karya atau gagasan

yang telah ada sebelumnya. Keterampilan berpikir kreatif dapat

diukur dengan memberikan tes pada empat aspek yaitu:

keterampilan bepikir orisinal (originality), keterampilan bepikir

lancar (fluency), keterampilan bepikir luwes (flexibility),

keterampilan mengelaborasi (elaboration).

X1 Y X1Y
X

X2 Y X2Y
Gambar 3.1 Skema Paradigma Penelitian
Keterangan :
X : Model dan metode pembelajaran
X1 : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
X2 : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dipadu peta konsep
Y : Keterampilan berpikir kreatif
X1Y : Keterampilan berpikir kreatif kelas kontrol
X2Y : Keterampilan berpikir kreatif kelas eksperimen

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian
51

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2016).

Populasi dari penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X MIA di SMA PGRI

5 Palembang, dengan jumlah keseluruhan 125 siswa yang terbagi kedalam

4 kelas yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.2 Jumlah Siswa-Siswi Kelas X MIA di SMA PGRI 5


Palembang
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah Siswa
X MIA A 13 17 30
X MIA B 14 16 30
X MIA C 15 17 32
X MIA D 16 17 33
Jumlah 58 67 125
(Data SMA PGRI 5 Palembang, 2021)

2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2016) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampling yang

digunakan adalah teknik probability Sampling. probability Sampling

adalah teknik pengambilan sampel yang diberikan peluang yang sama bagi

setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Ada

beberapa macam teknik didalam probability Sampling, dan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik simple random sampling, karena

pengambilan anggota sampel populasi dilakukan secara acak tanpa

memerhatikan strata yang ada di dalam populasi tersebut. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ekperimen ini yaitu simple random


52

sampling dari populasi penelitian yaitu kelas X MIA A terdapat 30 siswa

yang dijadikan kelas eksperimen dan X MIA C terdapat 32 siswa yang

dijadikan kelas kontrol

Tabel 3.3 Jumlah Siswa-Siswi Kelas Penelitian


di SMA PGRI 5 Palembang

Jumlah
Kelas Laki-laki Perempuan Kelas Penelitian
Siswa

Kelas
X MIA A 30 13 17
Eksperimen

X MIA C 32 15 17 Kelas Kontrol


(Data siswa SMA PGRI 5 Palembang 2021)
E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdapat 3 tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan dan tahap pelaporan. Adapun langkah-langkah pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:


53

Tabel 3.4 Prosedur Penelitian


No Tahapan Kegiatan Waktu
1 Perencanaan a. Meminta izin kepada Kepala Sekolah PGRI 5 Palembang untuk
melaksanakan penelitian.
b. Melakukan observasi ke sekolah dengan melakukan wawancara dengan
guru pelajaran fisika untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas
dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dibuat.
c. Konsultasi dengan guru mata pelajaran fisika untuk menentukan
populasi, sampel dan waktu pelaksanaan penelitian.
d. Membuat perangkat pembelajaran yaitu rencana pelaksanaan Januari – April 2021
pembelajaran, lembar kerja siswa, soal postest.
e. Melakukan uji instrumen penelitian untuk silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, lembar kerja siswa, lembar observasi dengan melakukan
uji validitas pakar sedangkan untuk soal postest dilakukan uji validitas,
uji reabilitas dan tingkat kesukaran.

2 Pelaksanaan a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di masing-masing kelas dengan April 2021


menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta
konsep pada kelas eksperimen dan menerapkan model pembelajaran
54

kooperatif tipe STAD pada kelas kontrol.


b. Melaksanakan postest dengan soal yang sama pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol.

3 Pelaporan a. Melakukan pengolahan data yang didapat dari pelaksanaan


pembelajaran.
b. Menganalisis data dan pembahasan. Mei 2021
c. Membuat kesimpulan.
55

F. Teknik Pengumpulan Data

Tekik pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui informasi-informasi

dilapangan selama penelitian. Teknik yang di gunakan pada penelitian ini yaitu

teknik tes dan teknik non-tes

a. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa melalui

tes formatif.

b. Teknik non-tes

Teknik non-tes yang digunakan yaitu:

1) Wawancara

Wawancara dilakukan pada saat sebelum penelitian yang bertujuan

untuk mencari informasi mengenai permasalahan dilapangan, serta dapat

digunakan untuk mengetahui hal-hal yang mendalam dari informan. Peneliti

melakukan wawancara dengan guru fisika kelas X SMA PGRI 5 Palembang.

2) Dokumentasi

Dokumentasi digunakan sebagai bukti dan data akurat untuk

mendukung kegiatan penelitian. Dokumentasi digunakan yaitu berupa foto

kegiatan yang menggambarkan pelaksanaan pembelajaran siswa.


56

G. Instrumen Penelitian

1. Tes

Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa melalui tes formatif.

Bentuk tes yang digunakan adalah essay yang terdiri dari 5 soal pada materi

usaha dan energi, Tes yang digunakan posttest. Posttest digunakan untuk

mengetahui pengetahuan siswa setelah proses pembelajaran.

2. Lembar observasi

Lembar observasi yang digunakan untuk mendapatkan data penilaian

pencapaian kreativitas peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran

berbasis model kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep dengan indikator aspek

keterampilan berpikir kreatif. Lembar observasi keterampilan berpikir kreatif

juga dilengkapi dengan rubrik penilaian agar observer dapat mengukur

pencapaian berpikir kreatif siswa.

Adapun analisis data persentase keterampilan berpikir kreatif siswa, untuk

menghitung persentase jawaban item menggunakan rumus.

sebagai berikut :

Skor yang diperoleh


Skor Ak hir= ×100
Skor Maksimal

Keterangan :

Skor akhir = Persentase keterampilan berpikir kreatif

(Suharsimi dan Arikunto, 2006)


57

H. Teknik Analisis Data

1. Tes

a. Validitas Menurut Putra (2013), validitas dalam bahasa Indonesia

sering disebut valid atau sahih. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai

validitas tinggi jika alat tersebut menjalankan fungsi ukurannya atau

memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Dengan kata lain, validitas adalah kemampuan suatu

alat ukur untuk mengukur sasaran ukurnya. Makin tinggi validitas instrumen,

makin baik instrumen itu untuk digunakan. Analisis validitas menggunakan

fungsi CORREL software microsoft excel. Hasil dapat dikatakan valid

apabila rhitung lebih besar dari rtabel. Sampel yang digunakan sebanyak 30

siswa. Nilai rtabel pada taraf signifikansi 5% adalah 0,361. Klasifikasinya bisa

dilihat sebagai berikut:

Tabel 3.5 Klasifikasi Uji Validitas


Nomor Butir
rhitung rtabel Interpretasi
Soal
1 0,537 0,361 Valid
2 0,451 0,361 Valid

3 0,555 0,361 Valid

4 0,367 0,361 Valid

5 0,464 0,361 Valid


(Hasil uji validitas microsoft excel)
58

Berdasarkan tabel 3.5 hasil uji validitas 5 butir soal postest sudah valid

maka bisa diterapkan di kelas X MIA A sebagai kelas eksperimen dan X MIA

C sebagai kontrol di SMA PGRI 5 Palembang.

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan hasil tes apabila diteskan kepada subjek

yang sama dalam waktu yang berbeda. Data diakatakan reliabel apabila dua

atau lebih penelitian dengan objek yang sama akan menghasilkan data yang

sama pula.

Dalam pemberian interprestasi terhadap koefisein reliabilitas tes pada

umumnya menggunakan patokan sebagai berikut :

Tabel 3.6 Kriteria reliabilitas


No Nilai Interprestasi
1 ¿0,80 Sangat Tinggi
2 0,70 < r i  0,80 Tinggi
3 0,40 < r i  0,70 Sedang
4 0,20 < r 11  0,40 Tinggi
5 r i  0,20 Sangat Rendah
(Sugiono , 2013)

Untuk menguji reliabilitas soal tes, diukur dengan menggunakan

fungsi CORREL pada softwere microsoft excel. Didapatkan hasil

reliabilitasnya sebesar 1,116 termasuk kriteria sangat tinggi, dengan

demikian soal dapat digunakan secara kontinu.

2. Uji Persyaratan Analisis


59

Persyaratan analisis meliputi uji normalitas dan uji homogenitas,

sebelum melakukan uji hipotesis.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan

uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan software SPSS.16. Adapun

langkah-langkahpengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov

adalah sebagai berikut:

1. Klik Analyze, pilih Descriptive Statistics, lalu pilih Explore, lalu

masukkan variabel Hasil ke Dependent List dan Kelas masukkan ke

dalam Factor List lalu pilih Plots ceklist Normality Plots With Tests,

lalu ceklist Power Estimation kemudian Klik Continue dan Klik Ok.

2. Setelah output muncul, lihat pada kolom sig Kolmogorov-Smirnov

apabila nilai sig > 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan data

berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Menurut Sugiyono (2016) uji homogenitas data bertujuan untuk

mengetahui varians kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sama atau tidak. Uji homogenitas pada hasil belajar

kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan

bantuan software SPSS.16. Adapun langkah uji homogenitas adalah

sebagai berikut:
60

1. Klik Analyze, pilih Descriptive Statistics, lalu pilih Explore, lalu

masukkan variabel Hasil ke Dependent List dan Kelas masukkan ke

dalam Factor List lalu pilih Plots lalu ceklist Power Estimation

kemudian Klik Continue dan Klik Ok.

2. Setelah output muncul, lihat pada kolom Levene Statistic lihat nilai

sig > 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan data hasil belajar bersifat

homogen.

c. Uji Hipotesis

Menurut Sudjana (2005) hipotesis adalah asumsi atau dugaan

mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering

dituntut untuk melakukan pengecekannya. Setiap hipotesis bisa benar

atau tidak benar dan karenanya perlu dilakukan penelitian sebelum

hipotesis itu diterima atau ditolak. Setelah dilakukan uji normalitas dan

uji homogenitas, didapatkan bahwa data hasil belajar kelas eksperimen

dan kelas kontrol berdistribusi normal dan bersifat homogen sehingga

uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Independent

Sample t Test. Uji Independent Sample t Test dilakukan untuk melihat

ada tidaknya perbedaan pada hasil belajar post test siswa dari kelompok

eksperimen dan kontrol.

Adapun langkah-langkah melakukan uji Independent Sample t

Test adalah sebagai berikut:


61

1. Pilih Analyze pada menu file yang ada, pilih compare mean lalu

pilih independent sample t test

2. Setelah muncul kotak dialog, pada posisi Test variable masukkan

variabel terikat yaitu data hasil belajar dan factor masukkan kelas

dan kemudian Klik Ok.

3. Setelah output muncul, maka lihat nilai sig. apabila nilai sig< 0,05

maka H0 ditolak dan Ha diterima

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


62

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA PGRI 5 Palembang yang beralamatkan di

Jalan Parameswara No. 18, Bukit Baru, Kec. Ilir Bar. I, kota Palembang,

Sumatera Selatan. Pada semester genap tahun ajaran 2020/2021. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD

di Padu Peta Konsep Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa.

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 maret - 22 april 2021,

pada kelas X MIA di SMA PGRI 5 Palembang. Sampel penelitian yang

digunakan adalah kelas X MIA A dan kelas MIA C, kelas MIA A sebagai kelas

eksperimen sedangkan kelas X MIA C sebagai kelas kontrol. Materi yang

diajarkan adalah materi Usaha dan Energi, hasil posttest keterampilan berpikir

kreatif masing-masing kelas kemudian dibandingkan sehingga diketahui

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di Padu Peta Konsep

Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa.

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Maret- 22 April

pada kelas X MIA A sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIA C sebagai

kelas kontrol di SMA PGRI5 Palembang tahun ajaran 2020/2021.

Pembelajaran yang digunakan dalam kelas eksperimen yaitu model

pembelajaran kooperatif tipe STAD di padu peta konsep, sedangkan pada

kelas kontrol penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD, yang membedakan antara kelas kontrol dan kelas eksperimennya


63

hanyalah pada saat pembelajaran model kooperatif tipe STAD di kelas

eksperimen menggunakan peta konsep sedangkan di kelas kontrol tidak.

a. Kelas Eksperimen

Kelas eksperimen pada penelitian ini yaitu kelas X MIA A. Jumlah

siswa/siswi sebanyak 13 bejenis kelamin laki-laki dan 17 berjenis

kelamin perempuan. Kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa

model pembelajaran kooperatif tipe STAD di padu peta konsep untuk

mengukur keterampilan berpikir kreatif siswa.

1). Proses Pembelajaran Model Kooperatif Tipe STAD di Padu Peta

konsep.

Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara

heterogen. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang. Setelah

pembagian kelompok, peneliti melakukan proses pembelajaran.

Pertemuan ketiga dimulai dengan materi Energi Mekanik, proses

pembelajaran yang dilakukan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD di padu peta konsep. Model kooperatif tipe

STAD di padu peta konsep memiliki 5 langkah-langkah pembelajaran

yaitu penyajian materi, kegiatan kelompok, tes individu, perhitungan

nilai perkembangan individu dan penghargaan kelompok.

Pada tahap penyajian materi, peneliti memberikan stimulus

kepada siswa yang berkaitan dengan materi Energi Mekanik. Peneliti

bertanya kepada siswa/siswi tentang peristiwa kehidupan sehari-hari.


64

Peneliti bertanya pada permainan roller coaster apakah ada

hubungan dengan ilmu fisika? kemudian salah satu siswa menjawab

ada, karena dalam permainan roller coaster mempunyai energi kinetik

dan energi potensial kemudian, peneliti mengajak siswa/siswi untuk

membuktikan permainan roller coaster dalam aspek bidang fisika.

Tahap kegiatan kelompok, peneliti memberitahu bahwa

kelompoknya masih sama seperti minggu lalu, kemudian peneliti

membagikan LKS ke masing-masing kelompok. Peneliti kemudian

memberikan petunjuk yang ada di LKS. Peneliti meminta masing-

masing kelompok untuk merangkai roller coaster.

Gambar 4.1. Siswa Pada Saat Merangkai Roller Coaster

Peneliti kemudian meminta masing-masing kelompok untuk

menampilkan hasil proyek roller coasternya, siswa kemudian

mempersentasikan hasil proyek roller coaster mereka.

Tahap tes ndividu, peneliti memberikan kuis membuat peta konsep apa

yang sudah di pelajari dari awal sampai akhir dan peneliti menginstruksikan
65

kepada siswa/siswi untuk mengerjakan kuis secara individu dan tidak saling

bekerja sama walaupun satu kelompok. Skor kuis yang didapatkan oleh

masing-masing siswa/siswi akan digunakan untuk penilaian skor tim mereka.

Tahap perhitungan nilai perkembangan individu, peneliti meminta

kepada siswa/siswi untuk menghitung perolehan skor kuis dari pertemuan

pertama sampai akhir, kemudian, peneliti meminta siswa/siswi menuliskan

hasil perolehan skor kuis mereka ke dalam kartu kelompok masing-masing,

kemudian peneliti menjumlahkan hasil skor yang didapatkan oleh masing-

masing kelompok.

Tahap penghargaan kelompok, peneliti membacakan hasil skor yang

didapatkan oleh masing-masing kelompok, kelompok yang mendapatkan

perolehan skor tertinggi didapatkan oleh kelompok humble coaster,

kemudian peneliti memberikan penghargaan kepada kelompok humble

coaster dan peneliti bersama-sama siswa/siswi menarik kesimpulan belajar

yang telah dilaksanakan.

b. Kelas Kontrol

Kelas kontrol pada penelitian ini adalah kelas X MIA C, sebanyak 32

siswa/siswi dengan 15 berjenis kelamin siswa dan 17 berjenis kelamin

perempuan. Pada kelas kontrol peneliti menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD saja untuk mengukur keterampilan

berpikir kreatif siswa.

1. . Proses Pembelajaran Model Kooperatif Tipe STAD


66

Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara

heterogen. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang. Setelah

pembagian kelompok, peneliti melakukan proses pembelajaran.

Pertemuan ketiga dimulai dengan materi Energi Mekanik, proses

pembelajaran yang dilakukan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Model kooperatif tipe STAD memiliki 5

langkah-langkah pembelajaran yaitu penyajian materi, kegiatan

kelompok, tes individu, perhitungan nilai perkembangan individu dan

penghargaan kelompok.

Pada tahap penyajian materi, peneliti memberikan stimulus

kepada siswa yang berkaitan dengan materi Energi Mekanik. Peneliti

bertanya kepada siswa/siswi tentang peristiwa kehidupan sehari-hari.

Peneliti bertanya pada permainan roller coaster apakah ada

hubungan dengan ilmu fisika? kemudian salah satu siswa menjawab

ada, karena dalam permainan roller coaster ada ketinggian dan ada

kecepatan lalu peneliti mengarahkan jawaban ke materi energi

mekanik. Peneliti kemudian mengajak siswa/siswi untuk

membuktikan permainan roller coaster dalam aspek bidang fisika.

Tahap kegiatan kelompok, peneliti memberitahu bahwa

kelompoknya masih sama seperti minggu lalu, kemudian peneliti

membagikan LKS ke masing-masing kelompok. Peneliti kemudian

memberikan petunjuk yang ada di LKS. Peneliti meminta masing-

masing kelompok untuk merangkai roller coaster.


67

Gambar 4.2. Siswa Pada Saat Merangkai Roller Coaster

Peneliti kemudian meminta masing-masing kelompok untuk

menampilkan hasil proyek roller coasternya, siswa kemudian

mempersentasikan hasil proyek roller coaster mereka.


68

Gambar 4.3 siswa pada saat mempersentasikan hasil roller coaster

Tahap tes ndividu, peneliti memberikan kuis soal-soal tentang materi

energi mekanik dan peneliti menginstruksikan kepada siswa/siswi untuk

mengerjakan kuis secara individu dan tidak saling bekerja sama walaupun

satu kelompok. Skor kuis yang didapatkan oleh masing-masing siswa/siswi

akan digunakan untuk penilaian skor tim mereka.

Tahap perhitungan nilai perkembangan individu, peneliti meminta

kepada siswa/siswi untuk menghitung perolehan skor kuis dari pertemuan

pertama sampai akhir, kemudian, peneliti meminta siswa/siswi menuliskan

hasil perolehan skor kuis mereka ke dalam kartu kelompok masing-masing,

kemudian peneliti menjumlahkan hasil skor yang didapatkan oleh masing-

masing kelompok.

Tahap penghargaan kelompok, peneliti membacakan hasil skor yang

didapatkan oleh masing-masing kelompok, kelompok yang mendapatkan

perolehan skor tertinggi didapatkan oleh kelompok baby coaster, kemudian

peneliti memberikan penghargaan kepada kelompok baby coaster dan


69

peneliti bersama-sama siswa/siswi menarik kesimpulan belajar yang telah

dilaksanakan.

2. Deskripsi dan Distribusi Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa

Data keterampilan berpikir kreatif siswa diperoleh dari nilai tes tertulis

kognitif , nilai dari unjuk kerja kreativitas dan nilai dari test kreativitas peta

konsep yang mencakup aspek-aspek keterampilan berpikir kreatif

diantaranya berpikir lancar (fluency), berpikir orisinil (originality), berpikir

terperinci (elaboration) dan berpikir luwes (flexibility). Data ini diambil dari

dua kelas yaitu satu kelas kontrol (X MIA C) dengan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan satu kelas eksperimen (X MIA A) dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD di padu peta konsep pada materi Usaha

dan Energi. Data keterampilan berpikir Kreatif siswa pada kelas kontrol dan

eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata nilai keterampilan berpikir

kreatif siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol yaitu

69,824 untuk kelas eksperimen dan 63,752 untuk kelas kontrol. Selisih data

keterampilan berpikir kreatif antara kelas eksperimen dan kontrol sebesar

6,072. Nilai variansi kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan nilai

variansi kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki nilai standar deviasi

14,732 dan variansi 217 sedangkan untuk kelas kontrol memiliki nilai

standar deviasi 15,978 dan variansi 255,289. Tingkat keragaman dan

penyebaran nilai pada kelas eksperimen lebih kecil sehingga dapat dikatakan
70

bahwa data tersebut lebih homogen dibandingkan dengan kelas kontrol.

Nilai maksimum dan minimum kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

dengan kelas kontrol. Keterampilan berpikir kreatif kelas eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di padu peta

konsep lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD saja.

Tabel 4.1 Distribusi data Keterampilan Bepikir Kreatif Siswa


Frekuensi Kelas Frekuensi Kelas
Interval Nilai
Eksperimen Kontrol
31-41 1 5
42-52 1 2
53-63 6 6
64-74 10 12
75-85 10 7
86-100 2 0
Jumlah 30 32
Mean 67 60,53
Median 70 65,50
Variansi 217 255,289
Standar deviasi 14,732 15,978
Maksimum 100 85
Minimum 36 31

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dibuat rangkuman menggunakan diagram

batang perbandingan nilai rata-rata keterampilan berpikir kreatif siswa pada

kelas kontrol dan kelas eksperimen pada grafik 4.1


71

Rata-rata Nilai Keterampilan Berpikir Kreatif


72
70
68
66
64
62
60
58
56
54
Unjuk Kreativitas post test

Grafik 4.1 Hasil nilai rata-rata keterampilan berpikir Kreatif

Berdasarkan dari hasil grafik 4.1 menunjukkan rata-rata nilai

keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen lebih tinggi yaitu untuk

unjuk kerja kreativitas kelas eksperimen sebesar 70,07 sedangkan kelas

kontrol sebesar 66,28 selisih unjuk kreativitas siswa antara kelas eksperimen

dan kontrol sebesar 3,79 dan nilai rata-rata keterampilan berpikir kreatif

siswa untuk posttest kelas eksperimen sebesar 67, sedangkan kelas kontrol

sebesar 60,53 selisih nilai rata-rata posttest siswa kelas eksperimen dan

kontrol sebesar 6,47. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD di padu Peta Konsep terhadap

keterampilan bepikir kreatif siswa.

2. Pengujian Prasyarat Analisis


72

Pengujian terhadap asumsi sebagai prasyarat analisis perbedaan dua

perlakuan dengan uji t perlu dilakukan pengujian prasyarat analisis secara

statistik. Analisis uji t memerlukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan

uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua data

kelas eksperimen dan kontrol terdistribusi normal atau tidak. Uji

normalitas kelas kontrol dan eksperimen menggunakan uji

Kolmogorov-smirnov dengan α =0,05 dan dibantu program SPSS.16.

Keputusan untuk uji ini adalah apabila nilai signifikansi lebih besar

dari 0,05 maka dapat dinyatakan data terdistribusi normal. Hasil uji

normalitas keterampilan bepikir kreatif dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil uji Normalitas Keterampilan Bepikir Kreatif

Keputus Kesimpul
Kolmogorov-smirnov Kriteria
Kelas an an

Statistic df Sig.
Data
Kontrol 125 32 200 H0 =
Sig>0,05 terdistribu
diterima
Eksperimen 114 30 200 si normal
73

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas

pada kelas kontrol dan kelas eksperimen mempunyai variansi data

yang homogen atau tidak. Uji homogenitas data keterampilan berpikir

kreatif menggunakan uji Levene statistic dengan α =0,05 dan dibantu

dengan SPSS.16. Keputusan untuk uji ini adalah apabila nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat dinyatakan data tersebut

homogen. Hasil uji homogenitas keterampilan bepikir kreatif dapat

dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 hasil Uji Homogenitas Keterampilan Berpikir Kreatif


Levine
df1 df2 Sig. Kriteria keputusan kesimpulan
statistic
0,165 1 60 0,686
Variansi
0,116 1 60 0,735 H0 =
Sig>0,05 data
0,116 1 59,977 0,735 diterima
homogen
0,165 1 60 0,695

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji t. Data

keterampilan berpikir kreatif pada penelitian dinyatakan normal dan

homogen sehingga uji prasyarat terpenuhi. Uji hipotesis data

keterampilan berpikir kreatif menggunakan uji Independent dengan


74

α =0,05 dan dibantu dengan SPSS.16. Keputusan untuk uji ini adalah

H0 diterima apabila nilai sig> 0,05 dan H0 ditolak apabila nilai

sig<0,05. Hasil uji hipotesis keterampilan bepikir kreatif dapat dilihat

pada tabel 4.4

Tabel 4.4 hasil Uji Hipotesis Keterampilan Berpikir Kreatif

Sig. Kriteria Keputusan

0,0394
Sig<0,05 Ha = diterima

Berdasarkan hasil uji statistik mengunakan uji t maka dapat diambil

keputusan bahwa Ha diterima dan menunjukkan bahwa ada pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu Peta Konsep Terhadap Keterampilan

Berpikir Kreatif Siswa.

B. Pembahasan Hasil Analisis Data

Hasil analisis data menggunakan uji t menunjukkan bahwa ada pengaruh

model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep terhadap

keterampilan bepikir kreatif siswa. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai sig<0,05,

serta nilai rata-rata keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep


75

lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD saja.

Distribusi data keterampilan berpikir kreatif pada tabel 4.1 menunjukkan

bahwa frekuensi kelas kontrol maupun kelas eksperimen paling banyak berada

pada interval nilai 64-74. Sedangkan nilai minimum ditempati oleh kelas kontrol

sebanyak 5 orang, sedangkan nilai maksimum ditempati oleh kelas eksperimen

sebanyak 2 orang. Frekuensi nilai tersebut terjadi karena siswa pada kelas

eksperimen cenderung aktif dalam mengungkapkan gagasan-gagasan yang unik

yang dimiliki melalui diskusi kelompok dan memetakan konsep-konsep yang

dipelajari ke dalam peta konsep. Pembuatan peta konsep mampu meningkatkan

keterampilan berpikir kreatif siswa. Pratiwi dan Hambali (2015) menyatakan

bahwa peta konsep dapat membantu siswa memahami materi pelajaran yang

disampaikan dan menjadikan siswa tersebut lebih kreatif.

Santrock (2007) berpendapat bahwa siswa yang memiliki inteligensi

tinggi yaitu siswa yang kreatif, biasanya memperoleh hasil belajar yang lebih

tinggi dari teman lainya. Hasil penelitian Komarudin (2011) menyatakan bahwa

hasil belajar yang dicapai seseorang siswa erat kaitanya dengan tingkat

inteligensinya. Siswa yang memiliki inteligensi tinggi lebih mudah untuk

mengungkapkan, mencerna dan memahami materi pelajaran yang diterimanya.

Kaitan antara tingkat inteligensi dengan keterampilan berpikir kreatif dapat

dilihat dari gambaran sebagai berikut : Individu yang memiliki higlhly

intelegency dan moderately intelegency menunjukkan variasi-variasi dalam

keterampilan berpikir kreatifnya.


76

Guilford (1968) mengungkapkan bahwa tes intelegensi hanya menuntut

individu untuk berpikir konvergen. Kreativitas tidak hanya bergantung pada

intelektual yang tinggi, tetapi juga pada perkembangan emosi yang harmonis dan

kekuatan egonya. Orang yang tegang dan takut, walaupun sebenarnya pandai

tetapi tidak tahan terhadap stress maka kurang dapat berpikir kreatif. Siswa yang

memiliki keterampilan berpikir kreatif tinggi cenderung memberikan jawaban

yang tidak lazim dan tidak terpikirkan oleh teman-temannya. Model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep memberikan kesempatan

pada siswa untuk mengembangkan kreativitas baik secara individu maupun

secara kelompok.

Langkah pertama dalam model kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep

pada pertemuan ketiga yaitu penyajian materi, diawali oleh peneliti yang

memberikan pertanyaan yang mengarah pada topik pembelajaran yaitu energi

mekanik, memberikan pertanyaan kepada siswa sebagai sarana untuk melatih

keterampilan berpikir kreatif siswa seperti (fluency, originality, flexibility dan

eleboration). Peneliti menanyakan “apakah kalian pernah bermain roller

coaster dan apakah ada hubungannya dengan ilmu fisika?” dari proses ini siswa

akan timbul rasa keingintahuan mereka mengenai energi mekanik yang akan

dipelajari.

Langkah kedua yaitu kegiatan kelompok, diawali dengan peneliti

memberikan LKS kepada masing-masing kelompok tentang proyek roller

coaster, kemudian peneliti meminta kepada siswa untuk memulai membuat

proyek roller coaster milik kelompok mereka. Siswa mulai membaca petunjuk
77

LKS yang diberikan oleh peneliti, kemudian siswa menyiapkan peralatan yang

akan digunakan dalam mendesain rangkaian roller coaster milik kelompok

mereka. Siswa terlihat sangat antusias dalam membuat rangkaian roller coaster

milik mereka dengan ditandai banyaknya siswa yang bergantian dalam

mengemukakan pendapat dan berkreativitas dalam mendesain roller coaster.

Pembuatan proyek roller coaster sebagai sarana untuk menumbuhkan aspek

keterampilan berpikir kreatif yaitu aspek berpikir orisinil (originality), aspek

berpikir lancar (fluency), aspek berpikir luwes (flexibility) dan aspek berpikir

mengelaborasi (elaboration). Setelah selesai membuat rangkaian roller coaster

maka masing-masing kelompok diminta oleh peneliti untuk mempersentasikan

hasil proyek roller coaster milik kelompok mereka, masing-masing kelompok

mempersentasikan hasil rancangan roller coaster milik mereka.

Langkah ketiga yaitu tes individu, peneliti memberikan kuis membuat

peta konsep apa yang sudah di pelajari dari awal sampai akhir dan peneliti

menginstruksikan kepada siswa/siswi untuk mengerjakan kuis secara individu

dan tidak saling bekerja sama walaupun satu kelompok dan Skor kuis yang

didapatkan oleh masing-masing siswa/siswi akan digunakan untuk penilaian skor

tim mereka. Menurut Novak dan Gowin (1984) Metode peta konsep digunakan

untuk menghubungkan konsep-konsep bermakna dalam bentuk proporsi,

sehingga keterampilan berpikir kreatif siswa lebih terlatih. Jailani (2016)

menyatakan bahwa kelebihan peta konsep bagi siswa yaitu dapat meningkatkan

keaktifan dan kreativitas berpikir sehingga dapat menimbulkan kemandirian

siswa dalam belajar.


78

Langkah keempat yaitu perhitungan nilai perkembangan individu, peneliti

meminta kepada siswa/siswi untuk menghitung perolehan skor kuis dari

pertemuan pertama sampai akhir, kemudian, peneliti meminta siswa/siswi

menuliskan hasil perolehan skor kuis mereka ke dalam kartu kelompok masing-

masing, kemudian peneliti menjumlahkan hasil skor yang didapatkan oleh

masing-masing kelompok.

Langkah kelima penghargaan kelompok, peneliti membacakan hasil

skor yang didapatkan oleh masing-masing kelompok, kelompok yang

mendapatkan perolehan skor tertinggi didapatkan oleh kelompok humble

coaster, kemudian peneliti memberikan penghargaan kepada kelompok

humble coaster dan peneliti bersama-sama siswa/siswi menarik kesimpulan

belajar yang telah dilaksanakan.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep dikontrol melalui lembar observasi keterlaksanaan sintaks. Hasil

observasi menunjukan bahwa semua sintaks model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dipadu peta konsep telah terpenuhi. Keterlaksanaan sintaks menunjukkan

bahwa peneliti dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan unsur-unsur

yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta

konsep sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar. Siswa antusias

dan aktif saat pembelajaran, dikarenakan mereka dihadapkan langsung pada

pembuatan proyek roller coaster sehingga bisa dengan mudah mengamatinya

dan menganalisis permasalahan yang terdapat pada proyek tersebut. Peneliti

hanya berperan sebagai fasilitator dan membimbing jalannya diskusi maupun


79

dalam proses pembuatan proyek roller coaster, serta memberikan konfirmasi

yang cukup kepada siswa agar tidak terjadi kesalahan konsep.

Menurut Delismar, dkk (2013) siswa yang kreatif lebih termotivasi dan

tertantang untuk lebih bisa mengikuti sintaks dari model kooperatif tipe STAD

dipadu peta konsep yang membutuhkan kreativitas yang tinggi, sebaliknya siswa

yang mempunyai kreativitas rendah menemukan kesulitan dalam mengikuti

pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD. Peran guru dalam model

kooperatif tipe STAD adalah sebagai narasumber dan fasilitator.guru berkeliling

di antara kelompok-kelompok yang ada untuk melihat siswa bisa mengelola

tugas dan membantu apabila siswa mengalami kesulitan.

Berdasarkan nilai rata-rata unjuk kerja kreativitas nilai tiap aspek

keterampilan berpikir kreatif siswa didominasi oleh kelas eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep

1. Aspek Keterampilan Berpikir Orisinal (Originility)

Nilai rata-rata keterampilan berpikir orisinal (originility) pada kelas

eksperimen sebesar 2,133 sedangkan kelas kontrol 2,062. Perolehan nilai

tersebut membuktikan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep lebih baik dalam

upaya meningkatakan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam aspek

orisinal.

2. Apek Keterampilan Bepikir Lancar (Fluency)

Nilai rata-rata keterampilan berpikir lancar (fluency) pada kelas

eksperimen sebesar 2,167 sedangkan kelas kontrol 1,937. Perolehan nilai


80

tersebut membuktikan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep lebih baik dalam

upaya meningkatakan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam aspek

fluency.

3. Apek Keterampilan Bepikir Luwes (Flexibility)

Nilai rata-rata keterampilan berpikir luwes (flexibility) pada kelas

eksperimen sebesar 2,1 sedangkan kelas kontrol 2,062. Perolehan nilai

tersebut membuktikan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep lebih baik dalam

upaya meningkatakan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam aspek

flexibility.

4. Apek Keterampilan Bepikir Mengelaborasi (Elaboration)

Nilai rata-rata keterampilan berpikir elaborasi (elaboration) pada kelas

eksperimen sebesar 2,167 sedangkan kelas kontrol 1,937. Perolehan nilai

tersebut membuktikan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep lebih baik dalam

upaya meningkatakan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam aspek

elaboration.

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep

terbukti berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa. Hasil

penelitian suartika, dkk (2013) yang menyatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe STAD memiliki potensi yang sangat besar untuk melatih

keterampilan berpikir kreatif siswa. Pemetaan konsep dapat mewujudkan


81

pembelajaran yang bermakna untuk siswa. Siswa harus mengkaitkan

pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam

struktur otak siswa.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep terhadap keterampilan

berpikir kreatif siswa pada materi Usaha dan Energi pada kelas X MIA di SMA
82

PGRI 5 Palembang, maka dapat disimpulkan yaitu hasil analisis keterampilan

bepikir kreatif siswa dari uji t dengan hasil posttest diperoleh nilai 0,0394<0,05

kesimpulannya yaitu HO ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada pengaruh

model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep terhadap

keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi Usaha dan Energi pada kelas X

MIA di SMA PGRI 5 Palembang.

B. SARAN

1. Bagi Guru diharapkan untuk :

a. Menciptakan dan mengembangkan pembelajaran fisika yang

menyenangkan, menggunakan alam dan peristiwa-peristiwa alam sebagai

tempat belajar dan penyelidikan sehingga siswa mampu mengembangkan

keterampilan berpikir dan membangun pengetahuannya sendiri.

b. Mengembangkan pembelajaran fisika yang mengakomodasi kolaborasi

kelompok agar terjadi pertukaran informasi antar siswa melalui proses

diskusi.

c. Melatihkan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran fisika

agar siswa dapat mengungkapkan gagasan atau ide yang baru atau unik

(originility), menghasilkan banyak ide dengan lancar (fluency), memiliki

banyak alternatif ide atau gagasan untuk memecahkan permasalahan

(flexibility) dan melakukan langkah-langkah terperinci (elaboration) dalam

melaksanakan ide-idenya.
83

2. Bagi Peneliti

a. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini sangat terbatas pada kemampuan

peneliti, maka perlu diadakan lebih lanjut mengenai pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadu peta konsep terhadap

keterampilan berpikir kreatif siswa dengan pokok bahasan yang lain dan

karakteristik siswa yang berbeda untuk memperoleh hasil yang berbeda.

b. Untuk penelitian selanjutnya harus lebih diperhitungkan dalam memberi

alokasi waktu yang longgar dalam mengerjakan LKS agar siswa tepat

waktu dalam mengerjakannya.

c. Sebaiknya pelaksanaan posttest dilakukan di pagi hari agar hasilnya dapat

maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsmi. (2006). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI.

Jakarta: PT Rneka Cipta

Baer. (1993). Creativity and Divergent thinking: A Task Specific Approach. London:

Lawrance Earlbaum Associates Publisher.


84

Borich, Gray D. (1994). Observation Skill for Effective Teaching. New York :

Macmillan Publishing Company.

Bueche, Frederick J. & Hecht, Eugene. (2006). Fisika Universitas Edisi Kesepuluh.

Jakarta: Erlangga pada e-book yang diakses dalam books.google.co.id pada

15 January 2020 pukul 19.00 WIB.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan. Bandung: Diponegoro, 2009.

Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. 2011. Survey

International PISA [Online]. http://litbang.kemendikbud.go.id/-

index.php/survey internasional-pisa. (Diakses: 15 January 2020 pukul 15.47

WIB.

Depdikbub Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika. Jakarta:

Balitbang Depdiknas.

Ferlin. (2009). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Strategi

Peta Konsep Pada Materi Stoikiometri. Skripsi. Gorontalo: Fakultas MIPA

UNG

Florentina, Noviyani. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Jurnal Formatif, 1(2):153-

161.
85

Handayani, Sri & Damari, Ari. (2009). Fisika untuk SMA dan MA Kelas

XI.Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Hungerford, Harold R., dkk. (1990). Science-Technology-Society Investigating

and Evaluating STS Issues and Solutions. Houston: STIPES PUBLISHING

COMPANY.

Isjoni. 2014. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:

Alfabeta.

Iskandar, Ali. Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Jurnal studi

Agama dan Masyarakat, STAIN Palang Karaya, 2013.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013. Diakses dari

http://www.slideshare.net/MAzhend/kompetensi inti dan kompetensi dasar

sma revisi feb13 pada tanggal 5 febuary 2020, pukul 20.12 WIB.

Koes H, Supriyono. (2003). Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: Universitas

Malang.

Kuswana, Wowo Sunaryo. (2012). Taksonomi Kognitif Perkembangan Ragam

Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Liliawati, W. dan Puspita, E. (2010). Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah

dalam meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Prosiding


86

Seminar Nasional Fisika 2010.Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung:

tidak diterbitkan.

Novak, J. D.,dan Gowin, D. B. (1984). Learning How to Learn. New York:

Cambridge University Press.

OECD. 2018. Result From Pisa 2018. http://www.oecd.org/pisa/pisa-2018-result-in-

focus.pdf. Diakses pada 15 january 16.15 WIB.

Sugiarto, Iwan. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berpikir Holistik dan

Kreatif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RnD. Bandung:

Alfabeta.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, landasan dan

Implementasinya Pada Kurikulum 2013. Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup. 2017

Anda mungkin juga menyukai