Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS DI RUANG CEMPAKA RS

BHAYANGKARA KUPANG

OLEH :

NAMA : JAIMITO SOARES BARRETO

NIM : 181111017

KELAS : A/VI

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
a. Definisi/Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung
menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2012).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk
berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2012)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2011).

b. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm
(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia
itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya4. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens,
atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh
letak apendiks4. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang
mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada
appendicitis bermula di sekitar umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5.

Gambar 1. Variasi lokasi Appendix


c . Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh5(PPNI 2013).

d. Insidensi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan
kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan(Wijaya 2014). Insidensi
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada
laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi

e. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel
lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang
parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus
Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus
species
f. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah
pada dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya
adalah apendiktomi.

f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks


Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak
bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi
kanan.

g. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. apendiks lebih tipis. kurang memudahkan terjadinya perforasi.
(Mansjoer, 2014)
PATWAY (Mansjoer, 2019).

Apendiks

Hiperplasia Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor


Benda asing
folikel limfoid apendik

Obstruksi

Mukosa
terbendung

Appendiks
teregang

Tekanan
intraluminal Nyeri

Aliran darah
terganggu

Ulserasi dan invasi


bakteri pada dinding
apendiks

Appendicitis

Ke peritonium
Perforasi

Peritonitis Pembedahan
operasi
Trombosis pada
vena intramural
Cemas Luka insisi
Pembengkakan
dan iskemia
Nyeri
h. Manifestasi Klinik Jalan masuk
kuman
Gejala klinis yang di temukan pada apendisitis adalah: Manifestasi klinis menurut
Mansjoer, 2012 : Keluhan apendiks biasanya
Defisitbermula
self dari nyeri Resiko
di daerah umbilicus atau
infeksi
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa
jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan
dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan
bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan
diagnosa klinis.

h. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
1. pemeriksaan darah lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%.
2. C-reactive protein  (CRP)
Pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.

B.Radiologi
1. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada appendiks. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%.Computed
Tomography Scanning(CT-scan) pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.CT-Scan mempunyai
tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
2. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
3. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
4. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
5. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
6. .Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
j. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

 Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

k. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
 Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
 Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
 Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. IDENTITAS
Jenis Kelamin :

Kesalahan diagnosa appendicitis 15- 20% terjadi pada perempuan karena

munculnya gangguan yang sama dengan appendicitis seperti pecahnya

folikel ovarium, salpingitis akut, kehamilan ektopik, kista ovarium, dan

penyakit ginekologi lain.

Usia :

Penelitian Addins (2011) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada

usia 10-19 tahun •

Tempat Tinggal :

Amerika Serikat pada anak umur 2-20 tahun didapat bahwa perforasi

appendicitis lebih cenderung di pedesaan (69,6%) daripada perkotaan

(30,4%) KONSEPASUHAN KEPERAWATAN


2. KELUHAN UTAMA
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-
12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu
tinggi. (Mansjoer, 2012)
3. RIWAYAT PENYAKIT
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya

lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing

usus.

• Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks,

sebuah kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum

yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks

(Luxner, 2011)

• Williams dan Wilkins (dalam Indri, et al, 2014) menyatakan

apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika

tidak ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa

menyebabkan pecahnya lumen usus.

4. POLA ADL
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut

Haryono (2012) diantaranya:

a. Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis

(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan

oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis

fekal, 4% karena benda asing, dan sebab lainnya 1% diantaranya

sumbatan oleh parasit dan cacing.

b. Faktor bakteri Infeksi enterogen

merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.

Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat

memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi 9 peningkatan

stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur yang banyak

ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli,

Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman

anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.

c. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang

herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi

yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini

juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga terutama

dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan

menyebabkan obstruksi lumen.

d. Faktor ras dan diet


Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan

sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih

tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat

sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah

pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara

berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke

pola makan rendah serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih

tinggi.

5. PEMERIKSAAN FISIK
Diagnosis apendisitis akut seringkali ditegakkan didasarkan pada

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan laboratorium

seperti hitung sel darah putih dan analisa urine. Pemeriksaan radiologi

masih jarang dilakukan dalam usaha menegakkan diagnosis. Untuk

diagnosis pasti apendisitis akut adalah dengan pemeriksaan histopatologi

(Hardin, 2011; Lawrence, 2012; Khan, 2015).

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinik tentang

respon dari individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah

kesehatan aktual atau potensial, berdasarkan pendidikan dan

pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk 12 menjaga, menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Herdman,


2012). Adapun diagnosa keperawatan yang akan diteliti pada penelitian

ini yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur

operasi) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis,

bersikap protektif, gelisah. (PPNI, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2010, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2013). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2015, Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
1. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Agen injuri biologi Nyeri Akut
- Pasien mengatakan nyeri (distensi jaringan
pada abdomen sebelah kanan intestinal oleh inflamasi)
bawah dirasakan sejak 2 hari
yang sebelum masuk rumah
sakit.
- klien keliatan meringis dan
memegang area yang terasa
sakit.
- P: Klien merasa nyeri pada
abdomen sebelah kanan
bawah
-Q: nyeri yang di rasakan
klien seperti tertusuk-tusuk
-R: lokasi yang dirasakan
klien di perut kanan bagian
bawah.
-S: skala nyeri 6
-T: nyeri terasa saat klien
bergerak dan pindah tempat.

DO :
 TD : 110/70 mmHg
 Spo2: 98
 N : 78 x/menit
 RR : 22 x/.menit
 S: 37 oC

2.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik ditandai dengan Pasien
mengatakan nyeri pada abdomen sebelah kanan bawah dirasakan sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, klien keliatan meringis dan memegang area yang terasa
sakit,
P: Klien merasa nyeri pada abdomen sebelah kanan bawah
Q: nyeri yang di rasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R: lokasi yang dirasakan klien di perut kanan bagian bawah,
S: skala nyeri 3
T: nyeri terasa saat klien bergerak dan pindah tempat.
i. Intervensi Keperawatan
Tujuan
N DIAGNOSA
Goal Objektif Outcomes INTERVENSI
O KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut Pasien tidak akan Pasien tidak akan Dalam jangka waktu 1x24 jam 6. manajemen nyeri
berhubungan mengalami nyeri mengalami Agen perawatan pasien akan 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan Agen akut selama 1x24 cedera fisik menunjukan : secara komprehensif yang
cedera fisik dalam perawatan. meliputi lokasi karakteristik.
Noc Label 1 : Tingkat nyeri
ditandai dengan 2. Observasi adanya petunjuk
Pasien 1. Nyeri yang di non verbal mengenai
mengatakan laporkan(3) ketidaknyamanan terutama
nyeri pada 2. Ekspresi nyeri pada mereka yang tidak dapat
abdomen sebelah wajah(3) berkomunikasi secara efektif.
kanan bawah - 3. Ketenangan otot(4) 3. Gunakan strategi komunikasi
dirasakan sejak 2 4. Frekuensi nafas( 5) terapeutik untuk mengetahui
hari sebelum 5. Tekanan darah (5) pengalaman nyeri terhadap
masuk rumah pasien.
sakit, klien 4. Ajarkan tentang teknik
keliatan meringis relaksasi (nafas dalam)
dan memegang Indikator : 5. Evaluasi keefektifan control
area yang terasa 1. berat nyeri.
sakit, P: Klien 2. cukup berat 6. Ajarkan prinsip – prinsip
merasa nyeri 3. sedang menajemen nyeri .
pada abdomen 4. ringan 7. Dukung istirahat/tidur yang
sebelah kanan 5. tidak ada adukuat untuk membantu
bawah, Q: nyeri penurunan nyeri.
yang di rasakan 8. Kolaborasi dengan pasien,
klien seperti orang terdekat dan tim
tertusuk-tusuk, kesehatan.
R: lokasi yang
ii. Implementasi Keperawatan
No Tanggal Ddiagnosa Implementasi Evaluasi
. keperawatan keperawatan
1. 08/06/2021 Nyeri Akut 07:20. Lakukan S :
berhubungan pengkajian nyeri  Klien
dengan Agen secara komprehensif mengatakan
cedera fisik yang meliputi lokasi masih merasakan
ditandai dengan karakteristik. Pasien nyeri pada perut
Pasien mengatakan nyeri kanan bawah.
mengatakan tertusuk tusuk di  Skala nyeri 3
nyeri pada bagian abdomen kanan O :
abdomen sebelah bawah termasuk  Ekspresi wajah
kanan bawah lokasi,skala nyeri 3 pasien
dirasakan sejak 2 dari 1-10 nyeri hilang terlihattidak
hari sebelum muncul. meringis
masuk rumah 07:25 Mengajarkan kesakitan
sakit, klien teknik relaksasi (napas  Klien tidak
keliatan meringis dalam).untuk memegang area
dan memegang mengurangi nyeri ia yang sakit.
area yang terasa dirasakan.  TTV
sakit, P: Klien  07:35 Mengukur TD :100/80
merasa nyeri tanda-tanda Vital (TD, mmHg
pada abdomen N, RR, S) N : 80x/menit
sebelah kanan  07:40 Mengobservasi RR : 19x/menit
bawah, Q: nyeri reaksi non verbaldari S : 36,50c
yang di rasakan ketidaknyamanan A : Masalah nyeri akut
klien seperti  07:45 Memberikan teratasi sebagian dalam
tertusuk-tusuk, posisi yang nyaman waktu 1x24 jam nyeri
R: lokasi yang pada pasien berkurang (-)
dirasakan klien  07:55 Kolaborasi P : intervensi di lanjutkan
di perut kanan dengan dokter tentang
bagian bawah, S: pemberian analgesic
skala nyeri 3, T: (pemberian obat
nyeri terasa saat paracetamol 500mg)
klien bergerak
dan pindah
tempat.
Catatan perkembangan hari 1.
Tanggal Diagnosa keperawatan Catatan perkembangan Ttd
09/06/202 Nyeri Akut berhubungan dengan S : Klien mengatakan masih
1 Agen cedera fisik ditandai dengan merasakan nyeri pada perut
Pasien mengatakan nyeri pada kanan bawah.
abdomen sebelah kanan bawah
dirasakan sejak 2 hari sebelum O :
masuk rumah sakit, klien keliatan  Ekspresi wajah pasien
meringis dan memegang area yang terlihat tidak meringis
terasa sakit, P: Klien merasa nyeri kesakitan
pada abdomen sebelah kanan  Klien tidak memegang
bawah, Q: nyeri yang di rasakan area yang sakit.
klien seperti tertusuk-tusuk, R:  TTV
lokasi yang dirasakan klien di TD :120/80 mmHg
perut kanan bagian bawah, S: N : 79x/menit
skala nyeri 3, T: nyeri terasa saat RR : 18x/menit
klien bergerak dan pindah tempat. S : 36,80c
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi di hentikan karna
pasien sudah pulang
I:
E :intervensi dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai