Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN DAN

PERADILAN ATAS HAK-HAK ANAK


DUNIA DAN INDONESIA
oleh Aulia Fajar / 1606878221

“There is no trust more sacred than the one the world holds with children.
There is no duty more important than ensuring that their rights are respected,
that their welfare is protected, that their lives are free from fear and want and
that they can grow up in peace."

-- Kofi Annan

Anak-anak merupakan anugerah Tuhan yang terbesar untuk para orang tua dan orang dewasa
lainnya di sekitar mereka. Merekalah generasi penerus bangsa yang dilahirkan dan dibesarkan
untuk memajukan negeri ini. Oleh Karena itu kita, para orang dewasa, harus berusaha untuk
menjamin hak-hak mereka agar dapat terpenuhi dan juga menjamin keselamatan mereka dari
berbagai ancaman dan hal-hal yang dapat membahayakan diri mereka sendiri, orang-orang di
sekitar mereka, dan ketahanan bangsa.

Pemikiran dan gerakan untuk menjamin hak-hak anak bukanlah fenomena baru. Sir William
Blackstone, seorang sarjana hukum Inggris pada abad ke-18, menyatakan bahwa pada
dasarnya, orang tua harus dapat menjamin tiga hak anak: perawatan, perlindungan, dan
pendidikan.1 Namun perkembangan hak anak-anak tidak mengalami perkembangan yang
pesat, bahkan cenderung mundur. Hingga abad ke-20, anak-anak tidak dapat dijamin haknya,
dan bahkan dieksploitasi dan dipekerjakan secara berlebihan.

Memasuki abad ke-20, tepatnya pada tahun 1924, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mengadopsi
Geneva Declaration of the Rights of the Child rancangan Eglantyne Jebb, seorang aktivis
hak-hak anak asal Inggris, sebagai bentuk komitmen internasional pertama dalam menjamin
hak-hak anak. Negara-negara yang menyetujui dan menandatangani deklarasi ini harus
berusaha untuk memenuhi hak-hak anak berikut:

1
Blackwood. Commentaries on the Laws of England, Book 1 Chapter 16.
http://lonang.com/library/reference/blackstone-commentaries-law-england/bla-116/, diakses pada 16
November 2016

1
1. Anak-anak berhak atas pertumbuhan dan perkembangan yang normal, baik secara
material dan spiritual,
2. Anak-anak harus dijamin makanannya, dijamin kesehatannya, dijauhkan dari
penyimpangan, dan anak yatim piatu dan tidak mampu harus dirawat dan dilindungi,
3. Dalam keadaan darurat, anak-anak harus yang pertama kali dan diutamakan untuk
menerima bantuan,
4. Anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, dan
5. Anak-anak harus dibesarkan dengan kesadaran untuk bekerja bagi sesama manusia.2

Setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibentuk, deklarasi ini juga diadopsi dan
dikembangkan pada tahun 1946. Tahun 1948, deklarasi ini kembali dikembangkan. 3 Setelah
diperbaiki dan direvisi kembali, deklarasi mengenai hak-hak anak masih dirasa perlu untuk
diperbaiki, dikembangkan, bahkan diganti, mengingat kesadaran atas hak anak-anak mulai
meningkat di seluruh dunia.

Oleh Karena itu, maka pada tanggal 20 November 1959, Majelis Umum PBB mengadopsi
Declaration of the Rights of the Child, yang dibuat berdasarkan deklarasi hak-hak anak 1924.
Deklarasi ini dibuat dengan berlandaskan pada sepuluh dasar, yakni:

1. Hak atas kesamarataan, tanpa dibedakan berdasarkan ras, agama, ataupun


kebangsaannya.
2. Hak atas perlindungan khusus terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,
dan sosial.
3. Hak atas nama dan kewarganegaraan (identitas).
4. Hak atas asupan gizi yang cukup, tempat tinggal yang layak, dan pelayanan
kesehatan.
5. Hak atas pendidikan dan perlakuan khusus bagi mereka yang mengalami keterbatasan
fisik atau mental.
6. Hak atas kasih sayang dari orang tua dan lingkungan masyarakat.
7. Hak atas rekreasi (bermain) dan pendidikan.

2
Geneva Declaration of the Rights of the Child – 1924. http://www.un-documents.net/gdrc1924.htm.
Diakses pada 16 November 2016.
3
Declaration of the Rights of the Child – 1948. https://www.crin.org/en/library/un-regional-
documentation/declaration-rights-child-1948. Diakses pada 16 November 2016.

2
8. Hak untuk menerima dan diutamakan dalam menerima bantuan dalam segala
keadaan.
9. Hak atas perlindungan dari segala bentuk penelantaran, kekejaman, dan eksploitasi.
10. Hak untuk dibesarkan dalam kesadaran atas rasa toleransi, persahabatan, dan
persaudaraan antar umat manusia.4

Dalam rapat Majelis Umum PBB ini, delegasi Afghanistan mengajukan resolusi yang
mengharuskan setiap negara yang menandatangani dan meratifikasi untuk mengakui hak-hak
anak, menjamin hak-hak anak, dan menyebarluaskan ide mengenai hak-hak anak.5 Deklarasi
mengenai hak-hak anak tahun 1959 ini merupakan tonggak penting dalam perkembangan
hak-hak anak. Oleh Karena itu, setiap tanggal 20 November kemudian diperingati sebagai
Hari Anak Sedunia.

Untuk kemudian mengikat setiap negara di dunia agar mengakui dan menjamin hak-hak
anak, maka pada tahun 1989, United Nations Convention on the Rights of the Child
(UNCRC) pun disusun, dan mulai berlaku efektif 2 September 1990. Konvensi ini kemudian
diratifikasi oleh seluruh 196 negara anggota PBB, kecuali Amerika Serikat. Salah satu hal
yang membedakan konvensi ini dengan deklarasi hak-hak anak sebelumnya adalah, konvensi
ini mendefinisikan anak-anak sebagai, “Setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun,
kecuali peraturan perundang-undangan negara telah lebih dahulu mengaturnya.”6
Deklarasi-deklarasi sebelumnya belum pernah mendefinisikan anak berdasarkan batas
usianya.

Setelah UNCRC, Majelis Umum PBB kemudian mengajukan tiga protokol opsional sebagai
tambahan, yakni Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the
Involvement of Children in Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak
mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata) yang mulai efektif tanggal 12 Juli
2002, Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of Children,
Child Prostitution, and Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak
mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak) yang mulai berlaku tanggal

4
Declaration of the Rights of the Child – 1959. https://www.unicef.org/malaysia/1959-Declaration-of-
the-Rights-of-the-Child.pdf. Diakses pada 16 November 2016.
5
Van Bueren, G. 1998. The International Law on the Rights of the Child. Martinus Nijhoff Publishers,
hlm. 9.
6
Convention on the Rights of the Child. http://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/crc.aspx.
Diakses pada 16 November 2016.

3
8 Januari 2002, dan Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on a
Communications Procedure (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Prosedur
Berkomunikasi dan Pengaduan), mulai berlaku tanggal 14 April 2014.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Secara umum, hak asasi manusia diatur dalam Pasal 28A
- J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tentang Hak Asasi Manusia.
Secara khusus, regulasi pemerintah Indonesia tentang hak-hak anak terdapat di UU No. 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
UU No. 19 Tahun 1999 sebagai ratifikasi dari International Labor Organization (ILO)
Convention No. 105 tentang penghapusan kerja paksa, UU No. 1 Tahun 2000 sebagai
ratifikasi dari ILO Convention No. 182 tentang pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk
eksploitasi pekerja di bawah umur, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU
No. 19 Tahun 2012 sebagai ratifikasi dari Optional Protocol to the Convention on the Rights
of the Child on the Involvement of Children in Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi
Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata), UU No. 10 Tahun
2012 sebagai ratifikasi dari Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child
on the sale of Children, Child Prostitution, and Child Pornography (Protokol Opsional
Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak),
dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.7

Meski dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan perangkat penegakan hukum


yang ada, perlindungan terhadap hak-hak anak masih belum bisa dijamin sepenuhnya, baik
oleh pemerintah Indonesia maupun oleh berbagai golongan masyarakat. Anak-anak masih
saja menjadi korban kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Sebagai contoh, anak-anak dijadikan objek perbudakan 8, prostitusi
berunsur LGBT9, dan korban pedofilia antar negara.10
7
Regulasi terkait Anak, Bank Data Pelindungan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
http://bankdata.kpai.go.id/regulasi-terkait-anak. Diakses pada 16 November 2016.
8
“Duka Anak Jalanan Jakarta Korban Perbudakan.” http://news.liputan6.com/read/2468354/duka-
anak-jalanan-jakarta-korban-perbudakan. Diakses pada 17 November 2016.
9
“Polisi Endus Anak Korban Perdagangan buat Gay dari Jakarta & Bandung.”
https://www.merdeka.com/peristiwa/polisi-endus-anak-korban-perdagangan-buat-gay-dari-jakarta-
bandung.html. Diakses pada 17 November 2016.
10
“Polda Bali Tangkap Warga Australia Tersangka Pedofil.”
http://regional.liputan6.com/read/2409835/polda-bali-tangkap-warga-australia-tersangka-pedofil.
Diakses pada 17 November 2016.

4
Tidak hanya menjadi korban, anak-anak juga dapat menjadi pelaku dalam suatu kejahatan
atau pelanggaran, dan mereka belum tentu memahami apa yang telah mereka perbuat. Tentu
dalam kejadian semacam ini, anak-anak harus diperlakukan berbeda di hadapan pengadilan,
dan hukuman yang akan mereka terima juga dibedakan dengan hukuman pidana biasa. Dalam
kejahatan pidana anak, unsur hukuman lebih mengarah kepada rehabilitasi dibanding
hukuman, dengan tujuan agar tidak terganggunya tumbuh kembang anak, baik secara fisik
atau mental.

Perlu diingat bahwa subjek hukum di bawah umur yang menjalani proses peradilan
ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).11 Menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dalam kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak, harus
berdasarkan keadilan restoratif dan diversi.12 Hal ini dimaksudkan untuk menghindari dan
menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam
lingkungan sosial secara wajar.

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam terjaminnya hak-hak anak, baik itu
pendidikan bagi anak maupun bagi orang dewasa. Oleh karena itu, setiap orang berhak dan
wajib mendapatkan pendidikan yang disediakan dan dibiayai pemerintah. 13 Meskipun tidak
ada peraturan yang memberikan sanksi bagi warga negara yang tidak mengenyam
pendidikan, namun dalam praktiknya, orang tua yang tidak menafkahi keluarganya sampai
anaknya harus putus sekolah, dapat dijatuhi hukuman pidana karena “menelantarkan orang
dalam lingkup rumah tangga.”14

Efektivitas penegakan hukum pun menjadi hal yang penting dalam menjamin hak-hak anak,
termasuk didalamnya perlindungan anak-anak dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik,
sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan
peperangan.15 Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar
11
Lihat Pasal 86 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
12
Lihat Pasal 5 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
13
Lihat Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945
14
Lihat Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan Nomor PUT/74-K/PM I-02/AD/V/2012.
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/adb59faaa4bf3b6cfbbc8d13adf511b2. Diakses pada 17
November 2016.
15
Lihat pasal 15 UU RI No. 23 Tahun 2002

5
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.16

Pada akhirnya, efektivitas penjaminan hak-hak anak merupakan hal yang wajib ditingkatkan.
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Suatu saat, merekalah yang harus dapat
menjamin hak-hak anak mereka. Tidak ada salahnya jika kita dapat memulai usaha-usaha
untuk dapat menjamin hak-hak anak, demi tercapainya cita-cita diri, bangsa, dan negara.
Dengan usaha-usaha tersebut, yakinlah bahwa kita tidak hanya memajukan diri kita, namun
juga menjamin masa depan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

16
Lihat Pasal 3 UU RI No. 23 Tahun 2002

6
Blackwood. Commentaries on the Laws of England, Book 1 Chapter 16.

League of Nations. Geneva Declaration of the Rights of the Child. 1924.

United Nations. 1946. Declaration of the Rights of the Child.

United Nations. 1948. Declaration of the Rights of the Child.

United Nations. 1959. Declaration of the Rights of the Child.

United Nations. 1989. Convention on the Rights of the Child.

Van Bueren, G. 1998. The International Law on the Rights of the Child. Martinus Nijhoff
Publishers.

REFERENSI

Hukum Online
http://hukumonline.com

Humanium
http://humanium.org

United Nations Office of the High Commisioner on Human Rights


http://ohchr.org

Bank Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).


http://bankdata.kpai.go.id

Anda mungkin juga menyukai