Anda di halaman 1dari 37

SUMBER CAHAYA

erkembangan teknik pencahayaan dalam berbagai kehidupan modern dewasa ini, pada

P akhirnya telah memberikan kenyamanan serta keindahan di samping tujuan-tujuan


fungsionalnya dengan maksud diadakannya pencahaya-an. Perkembangan dimaksud sejalan
dengan perkembangan teknologi perlam-puan sebagai sumber cahaya buatan (artificial
lighting) yang sangat pesat akhir-akhir ini. Banyak produk-produk lampu dan aksesorisnya
yang hemat energi, umur lampu yang panjang bentuk yang indah, dan ramah lingkungan.
Perkembangan energi semi konduktor telah meningkatkan penggunaan sumber cahaya LED
(light Emitting Diode) untuk berbagai kebutuhan penerangan (rumah, kantor, industri, jalan,
kendaraan dan sebagainya). Peningkatan kebutuhan penerangan dari lampu LED tidak
terlepas dari kelebihannya yang efisien (hanya 80-90%) energi yang dikonsumsi bila
dibandingkan dengan lampu pijar, di samping umur atau life time-nya yang panjang.
Bagian ini akan membahas sumber cahaya buatan lampu pijar dan lampu gas beserta
jenis lampu yang umum digunakan baik di rumah, kantor, industri, jalan, dan untuk
penerangan olah raga. Perkembangan dan pengelompokan lampu-lampu di atas dapat dilihat
pada Gambar 12 di bawah ini. Berdasarkan Gambar 12 terlihat perkembangan lampu gas
sangat pesat bila dibandingankan dengan lampu pijar. Hal ini disebabkan lampu pijar
merupakan lampu yang paling boros di bandingkan dengan lampu gas, dan umur lampu juga
pendek.
Gambar 1. Bagan Perkembangan Lampu

A. Lampu Pijar
Lampu pijar adalah suatu sumber cahaya yang membangkitkan sinar-terang sebagai
hasil dari pancaran suhu yang sangat tinggi. Pancaran suhu ini hasil dari perubahan energi
arus listrik yang dialirkan pada kawat halus (pijar) yang mempunyai tahanan serta titik lebur
yang tinggi sehingga menimbulkan panas dan cahaya. Lampu pijar sering disebut juga
“lampu dengan filamen” yang tergolong pada group lampu-lampu yang dinamakan dengan
“incandescents”.
Arus listrik yang dialirkan pada filamen atau kawat pijar merupakan gerakan elektron
bebas yang dapat menyebabkan terjadinya benturan-benturan dengan elektron-elektron yang
terikat pada inti atom. Elektron-elektron yang terikat bergerak mengitari inti atom dalam
orbit-orbit tertentu. Bila terjadi benturan dengan elektron bebas, maka sebuah elektron terikat
akan dapat meloncat keluar orbitnya dan menempati orbit lain yang lebih besar, dengan
energi yang lebih besar pula. Kalau kemudian elektron ini meloncat kembali ke orbitnya,
maka kelebihan energinya akan menjadi bebas dan dipancarkan sebagai cahaya atau panas,
tergantung panjang gelombangnya.
Hubungan antara panjang gelombang dengan energi diilustrasikan seperti Gambar 13
yang memperlihatkan grafik energi panjang gelombang kawat wolfram untuk bermacam-
macam suhu. Pada gambar terlihat bahwa panjang gelombang akan bergeser ke ruang
gelombang yang lebih pendek. Jadi, untuk mendapatkan pancaran cahaya (tampak) yang
lebih banyak diperlukan suhu yang tinggi, tetapi tentu harus di bawah titik lebur bahan kawat
pijar. Untuk lebih jelasnya grafik energi panjang gelombang kawat wolfram dengan beberapa
suhu lihatlah Gambar 13 berikut ini.

Gambar 2 Grafik Energi Panjang Gelombang Kawat Wolfram


pada Beberapa Suhu
Sumber: P. Van Harten, 1980: 2

Bahan kawat pijar biasanya digunakan kawat wolfram yang mempunyai titik lebur
36550K. Kawat wolfram dapat memberikan fluk cahaya spesifik ±50 lm/W pada suhu
33000K. Tetapi keterbatasan dari pada lampu dengan kawat pijar ini adalah umur lampu akan
lebih pendek pada suhu yang terlalu tinggi.
Di samping itu, fluk cahayanya makin lama makin menurun setelah dipakai sekian
lama. Hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi menyebabkan penguapan berlangsung lebih
cepat, sehingga luas penampang kawat akan berkurang dan akhirnya putus. Selain dari pada
itu akibat dari penampang kawat pijar menyusut maka arus listrik akan berkurang sehingga
efisiensinya menurun, dan juga bahagian dalam bola akan menjadi hitam.
Oleh sebab itu, banyak orang yang telah mengganti bola lampunya setelah di pakai
±800 jam nyala walaupun lampunya belum putus. Umur lampu pijar biasanya ±1000 jam
nyala. Efisiensi lampu pijar dapat diusahakan bertambah dengan cara sebagai berikut:
1. Mengisi lampu dengan gas, biasanya argon sehingga mengurangi peristiwa penguapan.
2. Membuat kawat pijar berbentuk spiral dan ganda. Cara ini dimaksudkan untuk
mengurangi panas yang hilang akibat konveksi arus dalam gas. Sehingga kawat pijar
bekerja pada suhu yang sama.
1. Eficacy Lampu Pijar
Eficacy (fluk cahaya spesifik) lampu pijar yang ada sekarang ±20 lm/W. Eficacy lampu
pijar ditentukan oleh: a) Ukuran lampu, b) Umur lampu, dan c) Tegangan kerja. Eficacy
berkurang apabila lampu dinyalakan pada tegangan yang kurang dari tegangan ratednya.

2. Sejarah Perkembangan Lampu Pijar

a. Lampu Benang Arang (Carbonised Paper Strip)


Pada tahun 1860 Joseph Swan memproduksi lampu yang menggunakan benang arang
sebagai kawat pijarnya. Tetapi Thomas Alva Edison dipopulerkan sebagai pencipta lampu
filamen yang pertama pada tahun 1879. Suhu yang dibutuhkan untuk memancarkan berkisar
sekitar 20000C dengan cahaya agak kemerah-merahan dan fluk cahaya spesifik ±3 lm/W.
Sampai tahun 1990 lampu dengan kawat pijar karbon ini sangat disukai secara luas,
tetapi sekarang jarang ditemui. Karena lampu ini menggunakan benang arang, maka dia
memiliki koefisien suhu yang negatif.

Gambar 3. Lampu Pijar Benang Arang


Sumber: P. Van Harten, 1980: 56

b. Lampu Vakum Kawat Wolfram


Sekitar tahun 1910 muncul lampu-lampu dengan kawat pijar metal dari bahan osmium,
tantalium dan kemudian menyusul wolfram. Untuk lebih jelasnya lihatlah Gambar 15 berikut
ini
Gambar 4 Lampu Vakum Kawat Wolfram
Sumber: P. Van Harten, 1980: 58

Lampu ini bekerja pada temperatur kira-kira 22000C dan mempunyai output cahaya
yang lebih putih dari pada lampu benang arang, yaitu dengan fluk cahaya spesifik sekitar
8lm/W. Pada mulanya bola lampu pijar ini dikosongkan udaranya, sehingga disebut juga
dengan lampu vakum.

c. Lampu Berisi Gas


Sekitar tahun 1913 lampu pijar hampa udara (vakum) tersebut dikembangkan lagi
dengan mengisikan gas mulia pada bolanya. Lampu ini diisi dengan gas argon atau nitrogen
dengan tekanan 1 atm. Pengembangan ini memungkinkan kawat pijar bekerja pada suatu
temperatur yang lebih tinggi dan mengurangi terjadinya penguapan kawat pijarnya.
Kecepatan menguap menjadi 1/50 kali kecepatan menguap dalam vakum. Tapi biasanya
lampu yang diisi dengan gas, hanya bola lampu 40 Watt ke atas.
Suhu kerja dari lampu yang diisi gas sekitar 27000C dengan output cahaya kira-kira 12
lm/W. Untuk membantu gas mendinginkan kawat pijar maka “Langmuir” seorang bangsa
Amerika menciptakan kawat pijar yang berbentuk spiral. Lampu berisi gas dengan kawat
pijar spiral dikenal dengan nama lampu Arga.

d. Lampu Coil-coil atau Double-Coil ( Bi Arlita)


Lampu berisi gas dengan kawat spiral ganda dikembangkan oleh DR.W.Geiss philips
sekitar tahun 1933 yang dikenal dengan lampu bi Arlita atau lampu Coiled Coil. Output
cahaya dari lampu ini kira-kira 14 lm/W pada suhu kerja kawat pijar antara 2400 – 27000C.
Keuntungan utama dari lampu yang mempunyai kawat pijar ganda ini adalah bahwa formasi
kawat pijarnya lebih kompak, dan panas yang hilang percuma menjadi kurang, sehingga
output cahayanya tinggi. Untuk mengurangi silau, sebelah dalam bola lampu diburamkan.
Agar lebih jelasnya bentuk lampu coil-coil tersebut dapat dilihat berikut ini.

Gambar 5.
Lampu Berisi Gas Kawat Pijar
Spiral Ganda (bi Arleta)
Sumber: P. Van Harten, 1980: 57

e. Lampu Argenta
Pada tahun 1950 lampu pijar dikembangkan lagi dengan memberi lapisan serbuk putih,
sehingga cahayanya lebih merata, mengurangi silau dan bayang-bayang di atas benda kerja.
Lampu tersebut adalah lampu argenta. Bahkan tahun 1960 dibuat pula lampu yang dikenal
dengan nama Supralux. Lampu ini sama dengan lampu argenta, hanya bagian bawah bolanya
diburamkan. Banyak lagi lampu-lampu pijar dengan filamen metal yang dijumpai pada masa
sekarang, seperti lampu halogen, duramaks long life globes, duramaks longlife dekoratif
dengan bermacam-macam bentuk dan kegunaan.
Untuk melihat keluaran (output) lumen dari lampu-lampu pijar seperti lampu natural
light standar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Daya dan Output lumen lampu Superlux


Lumen
No Watt Volt Kode Umur Lampu (Jam)
(lm)
1 40 120 40 A/ntl 12/4 1000 400
2 60 120 60 A/ntl 12/4 1000 680
3 75 120 75 A/ntl 12/4 750 950
4 100 120 100 A/ntl 12/4 750 1350
Sumber: Philips lighting katalog 2011

Tabel 4 di atas menunjukkan umur lampu pijar hanya seribu jam nyala. Fluk s cahaya
spesifik hanya 12 lm/W. Output lumen dari suatu lampu sangat diperlukan dalam teknik
penerangan, yaitu untuk merencanakan suatu penerangan gedung/bangunan.
Bila kita teliti secara terperinci, lampu pijar dalam prosesnya menghasilkan cahaya,
terjadi perubahan dan kerugian akibat radiasi, konveksi, ultraviolet dan infra merah. Untuk
lebih jelasnya distribusi pembagian energi listrik sebuah lampu pijar clear 75 Watt dapat
dilihat Gambar 17 berikut ini.

Energi Listrik 100% (75 Watt)

Pemanasan Filament Kerugian Pemanasan base, gas,


(82%) bola dan lain-lain
(18%)

Cahaya Kerugian dalam bentuk panas


(10%) (90%)

Gambar 6. Distribusi Pembagian Energi Lampu Pijar


Sumber: Mc. Guinnes, 1980: 650

3. Dimensi Lampu Pijar


Apabila filamen (kawat pijar) dari sebuah lampu pijar dioperasikan pada temperatur
dan efisiensi yang telah ditetapkan, maka hubungan antara diameter dengan arus yang
melewatinya dapat dihitung. Selama tidak ada penambahan panas yang akan dibangkitkan
lagi untuk menaikkan temperatur lebih tinggi, maka semua panas yang telah dihasilkan dalam
waktu tertentu pada umumnya (sebagian besar) hilang sebagai radiasi. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa:
Panas yang diproduksi/dt = panas yang hilang sebagai radiasi/dt. Panas yang dihasilkan
berasal dari daya masukan secara listrik, yaitu: I 2 x R
l x
Karena R , maka
q

l x l x
I2 RI2 x I2 2
q d / 4
4l 
I2 RI2 ( )
 d2

Berdasarkan ketentuan di atas, maka panas yang hilang perdetik sebagai radiasi itu juga
sama dengan:
4l 
I2 ( )
 d2

Sedangkan panas yang diradiasikan perdetik dari suatu permukaan adalah sebanding
dengan luas permukaan dan emisivity dari suatu bahan.
Panas yang hilang/dt £ luasan permukaan x emisivity.
I2 ( 4 l ρ/π d2 ) £ l x πd x σ
Atau I2 £ d3 I £ d1,5 atau d I2/3

Secara umum, apabila dua filamen yang terbuat dari bahan yang sama dan dioperasikan
pada temperatur serta efisiensi yang sama pula, maka hubungannya adalah:
2 3
 I1  d 
    1  rumus Preece’s
 I2   d2 

Selanjutnya untuk dua filamen bekerja pada temperatur serta fluk per unit luasan yang
sama, bila masing-masing dengan panjang ℓ1 dan ℓ2 serta diameter d1 dan d2 maka diperoleh:
Lumen output ℓ1 d1 £ ℓ2 d2 atau
ℓ1 d1 = ℓ2 d2 = a (konstan)

Contoh:
Sebuah filamen dari lampu pijar, intensitas cahaya 100 cd pada tegangan 115 volt,
mempunyai panjang filamen 50 cm, dan diameter 0,005 cm.
Hitung panjang dan diameter filamen lampu lain dari 32 cd, dengan tegangan 200 volt, bila
lampu tersebut dioperasikan pada temperatur dan efisiensi yang sama.

Penyelesaian:
Bilamana daya masukan (input) sebanding dengan keluarannya (output) maka:
100 £ 115 l1 dan 32 £ 200 l2
32 115 I 1
l2 = x = 0,184 l1
100 200
I2
 0,184
I1

Sedangkan: ℓ1 £ d1 3/2 dan ℓ2 £ d23/2


3/ 2
 d2  2
    0,184
 d1  1

3
 d2 
   ( 0,184 ) 2
 d1 
 d2  3
   (0,184 ) 2  (0,184 ) 2 / 3  0,327
 d1 

d2 = 0,327 x 0,005 cm = 1,6 x 10-3 cm

Lumen output ℓ1 d1 £ d2 ℓ2
100 £ ℓ1 d1 32 £ ℓ2 d2

32
ℓ2 d2 = ℓ1 d1
100

32 d 32 0,005
ℓ2 = ℓ1 x 1 = ℓ1 x 50 x
100 d2 100 1,6 x 10  3

ℓ2 = 48,93 cm

4. Pengaruh Tegangan Terhadap Lampu Pijar


Walaupun umur lampu pijar telah dirancang sekitar 1000 jam nyala, namun banyak hal
yang juga mempengaruhi umur lampu tersebut, diantaranya adalah: a) tegangan kerja
melebihi tegangan limit (rating voltage) yang seharusnya diberikan. b) seringnya dihidup
matikan, c) temperatur sekeliling, dan d) getaran.
Perubahan tegangan kerja khususnya pada lampu pijar dapat mempengaruhi beberapa
aspek yang berhubungan dengan beberapa besaran. Dalam teknik penerangan yang
dipengaruhi oleh perubahan tegangan kerja seperti dijelaskan oleh MC. Guines dkk
(1980:811) adalah:

Gambar 7. Karakteristik Lampu Pijar


Sumber: MC. Guines, 1980: 811
Gambar di atas, apabila terjadi perubahan tegangan akan menghasilkan fluk cahaya
(lumen) yang semakin besar, namun sebaliknya umur lampu akan semakin pendek. Bila
perubahan tegangan kerja Volt (working voltage) dihitung berdasarkan tegangan ratingnya
(tegangan limit yang seharusnya diberikan), maka secara matematis besaran-besaran lainnya
dapat dihitung. Sebagaimana dijelaskan oleh Ady Syafrul (1975: 19) hubungannya adalah:
a. Fluk cahaya (F atau Ø )
2
  v  v 
log  A2 log   B2 log  
0  v0   v0 

b. daya (P).
2
P  v  v 
log  A3 log   B3 log  
P0  v0   v0 

c. Arus (I)
2
i  v  v 
log  A4 log   B4 log  
i0  v0   v0 

Untuk harga A dan B rumus-rumus di atas dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini (Ady
Syafrul 1975: 19).

Tabel 2. Daftar A dan B Untuk Lampu Pijar


Vakum Diisi Gas
15 – 60 W 40 – 50 W 60 – 150 W 200 – 500 W
A2 - 0,946 - 1,425 - 1,669 - 1,607
B2 3,513 3,685 3,613 3,384
A3 - 0,028 0,057 0,057 0,083
B3 1,5805 1,523 1,523 0,543
A4 - 0,028 0,057 0,057 0,083
B4 0,5805 0,523 0,523 0,543
B5 13,5 13,5 13,5 13,1
B6 0,350 0,398 0,398 0,382
B1 1,932 2,612 2,090 1,841

Contoh:
Sebuah lampu pijar 500 watt memberikan 16 lumen/Watt pada tegangan 105 Volt dengan
fluk 7520 lumen.
Hitunglah besarnya fluk lampu tersebut bila tegangan kerja 115,5 Volt.
Penyelesaiannya:
2
  v  v 
log  A2 log   B2 log  
0  v0   v0 
2
  115 ,5   115 ,5 
log   1,607 log 105   3,394 log  105 
0    

= - 1,607 (0,0414)2 + 3,384 (0,0414)


 
log = 0,1373 = 1,373
0 0

 = 1,373 x 7520 lumen = 10324,96 lumen


Rumus pendekatan yang lebih praktis dan sering digunakan adalah:
B2 2
  v   v 
 10 X   x  A2  log 
0  v0   v 0

Apabila tegangan kerja (working voltage) tidak banyak berbeda dengan tegangan nominalnya
(rating voltage) yaitu ;
2
 v 
v = vo maka: x  A2  log  = A2 (log 1)2 = 0
 v 0

sehingga rumus di atas dapat ditulis;


B2 B2
F  v  F  v 
 10 0   maka  
F0  v0  F0  v0 

Dengan demikian rumus pendekatan lainnya ;


B3
P  v 
a. Daya:  
P0  v 0 
B4
i  v 
b. Arus:  
i0  v 0 

 B5
L  v 
c. Umur:  
L0  v 0 
B6
T  v 
d. Temperatur:  
T0  v 0 
B1
  v 
e. Rendemen:  
 0  v 0 

Soal-soal:
1. Sebuah lampu pijar 75 watt memberikan 1.170 lumen pada tegangan nominal 240 volt.
Umur lampu ditetapkan selama 850 jam kerja. Tentukan fluk cahaya dan umur lampu,
bila dioperasikan pada tegangan 200 volt!
2. Sebuah lampu pijar, filamennya mempunyai tegangan rating 240 volt dengan daya 100
watt dan memberikan fluk cahaya 1.260 lumen. Umur lampu ditetapkan 1.000 jam.
Lampu ini dioperasikan pada tegangan 230 volt.
Hitunglah:
a. Fluk cahaya (F) yang dihasilkan
b. Daya yang dipakai (P)
c. Eficacy (Lumen/watt)
d. Umur lampu pada tegangan kerja di atas.

B. Lampu Tabung Gas


Pada lampu-lampu tabung, arus listrik dilewatkan pada gas atau uap logam melalui
elektroda-elektroda yang di tempatkan pada ujung-ujung tabung. Gas yang digunakan antara
lain; neon, dan argon, sedangkan uap logam yang dipakai biasanya adalah sodium/natrium
serta uap air raksa.
Warna cahaya yang dihasilkan oleh lampu tabung tergantung dari pada gas atau uap
logam yang digunakan lampu tersebut, sebagai pedoman warna cahaya yang dihasilkan
lampu tabung di jelaskan M.G. Say (1973; 19-4) seperti Tabel.

Tabel 3. Warna Cahaya Lampu Tabung


Gas atau uap logam Warna Cahaya
Neon Orange kemerah-merahan
Hydrogen Pink (merah jambu)
Helium Kuning Gading
Uap air raksa Antara hijau dengan merah
Uap Sodium Orange kuning

1. Lampu Tabung Flouresens


Lampu tabung flouresen termasuk lampu mercury tekanan rendah. Tabung berisi dua
buah elektroda pada kedua ujungnya, uap air raksa dan gas mulia argon. Bagian dalam tabung
diberi serbuk fosfor, seperti lampu tabung TLD/54 di bawah ini.

Radiasi Terlihat Radiasi Terlihat

Pelapis Fosfor Atom Merkuri Elektron Elektroda


Gambar 8. Bagian-bagian Lampu Tabung Flouresen
Sumber: Chr. Meyer, 1988: 70
Prinsip kerja lampu ini adalah apabila lampu dihidupkan, arus listrik dilewatkan pada
gas atau uap logam melalui elektroda yang ditempatkan pada kedua ujung tabung. Mula
lampu dihidupkan terjadi loncatan elektron dari kedua elektoda. Kemudian lama kelamaan
suhu tabung meningkat dan air raksa menguap serta memancarkan sinar ultra violet. Sinar ini
diserap oleh serbuk flouresen dan kemudian dipancarkan menjadi cahaya tampak. Untuk
membatasi arus yang bertambah besar akibat naiknya temperatur, maka dipasang kumparan
hambat (choke) yang terhubung seri dengan tabung. Kumparan hambat juga berfungsi untuk
membangkitkan tegangan induksi kejut yang tinggi untuk memulai penyalaan tabung.
Sebagai alat bantu penyalaan tabung flouresen dilengkapi dengan sebuah starter. Philips
memasarkan lampu ini dengan kode TL dan TL-D.
Lampu tabung di dalam proses terbangkitnya cahaya juga mengalami perubahan-
perubahan dan kerugian. Tidak semua energi (daya) yang masuk diubah menjadi cahaya
tampak. Kerugian tersebut diakibatkan oleh konveksi, konduksi, radiasi, pemanasan
ekektroda dan sinar ultra violet. Lampu flouresen digunakan untuk berbagai keperluan
penerangan ruangan kantor, sekolah, hotel, pasar swalayan, industri dan sebagainya.
Distribusi pembagian energi listrik lampu flouresen seperti Gambar 20.

INPUT 40 WATT

UV
24 Watt Tidak
Rad.

Rad. 15 Watt
panas
15 Watt
Rad. Kerugian Daya
terang 30 Watt
10 Watt

Gambar 9. Skema Distribusi Cahaya Lampu TL 40 W.


Sumber: W.J.M Van Bomme, 1980: 85
Gambar di atas menunjukkan hanya 25% (10 W) dari energi (daya) yang dibutuhkan
lampu TL yang dapat diubah menjadi cahaya tampak. Fluk cahaya spesifik lampu TL ini ± 35
lumen/watt. Maksudnya adalah kemampuan lampu menghasilkan fluk cahaya (lumen) dalam
setiap daya (Watt) yang dibutuhkannya.
Temperatur lampu flouresen sangat menentukan keluaran fluk cahaya yang
dipancarkannya. Suhu yang terlalu tinggi dapat memperpendek umur. Temperatur kerja yang
cocok untuk lampu flouresen berkisar 20-300 C. Pada grafik berikut ini dapat dilihat pengaruh
temperatur terhadap fluk cahaya dan tekanan dalam tabung yang dijelaskan Chr. Meyer
(1988: 71). Bahkan bila temperatur melebihi 400C maka fluk cahaya yang dipancarkan
semakin berkurang.
ρ(Pa)
-1 0 1

(%)

T ( oC)

Gambar 10. Pengaruh Temperatur


Terhadap Fluk Cahaya Lampu Flouresen.
Sumber: Chr. Meyer, 1980: 71
Fluk cahaya yang dipancarkan lampu flouresen secara perlahan akan berkurang sampai
batas umur yang direncanakan. Hal demikian sesuai dengan karakteristik dari lampu seperi
gambar berikut

(%)
Ф

t (h)

Gambar 11. Karakteristik Fluk Cahaya Lampu TL


Sumber: Chr. Meyer, 1988:135
Pada gambar terlihat bahwa terjadinya perubahan lumen yang dipancarkan lampu
flouresen tersebut setelah lampu dioperasikan 100 jam nyala. Oleh sebab itu untuk
mempertahankan penerangan yang baik pada sistem penerangan, sebaiknya lampu flouresen
diganti secara berkala, walaupun lampu belum putus. Hal ini disebabkan faktor penurunan
lumen (depresiasi lumen) sangat mempengaruhi tingkat penerangan yang dihasilkan lampu,
apabila telah dioperasikan pada waktu yang cukup lama.
Di dalam perhitungan penerangan, daya dan lumen lampu yang dihasilkan lampu TL
dijelaskan Philips seperti tabel berikut:

Tabel 4. Daya dan Lumen Lampu TL


Renderasi Warna
Tipe dan daya Tegangan Warna Suhu warna (K) Lumen (lm)
(RA)
TL-D 15 W 51 Cool White 4100 63 960
TL-D 15 W 51 Cool Daylight 6200 72 830
TL-D 18 W 59 Cool White 4100 63 1200
TL-D 18 W 59 Cool Daylight 6200 72 1050
TL-D 23 W 95 Cool White 4100 63 1900
TL-D 23 W 95 Cool Daylight 6200 72 1550
TL-D 30 W 98 Cool White 4100 63 2100
TL-D 30 W 98 Cool Daylight 6200 72 1825
TL-D 36 W 103 Cool White 4100 63 2850
TL-D 36 W 103 Cool Daylight 6200 72 2500
TL-D 38 W 104 Cool White 4100 63 3100
TL-D 58 W 111 Cool White 4100 63 4600
TL-D 59 W 111 Cool Daylight 6200 72 4000
TL-D 70 W 132 Cool White 4100 63 5250
Data Sheet Philip 2009
Lampu flouresen (neon/TL) umurnya direncanakan 6000 jam nyala. Namun ada juga
lampu neon yang hidup lebih baik dari waktu tersebut, hal ini banyak faktor yang
mempengaruhi. Bahkan ada juga lampu neon yang umurnya lebih pendek dari yang
direncanakan. Beberapa hal yang mempengaruhi umur lampu flouresen adalah sebagai
berikut:
a. Tegangan yang kurang atau lebih dari batasan,
b. Seringnya dihidup matikan,
c. Temperatur sekeliling,
d. Mutu dari rangkaian,
e. Mutu dari kumparan hambat (choke) dan starter.
Rangkaian lampu flouresen secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 23.

220 VAC

Gambar 12. Rangkaian Lampu Flouresen.


Sumber: Chr. Meyer, 1988: 107
a. Perlengkapan lampu TL, TL-D electromagnetic
lampu TL dan TL-D membutuhkan komponen lainnya dalam proses penyalaan seperti
gambar di atas yaitu ballast starter dan kapasitor 1)Prinsip kerja starter yang menggunakan
bimetal sebagai penghubung yang menyambungkan dan memutuskan arus listrik dengan
kecepatan yang tepat pada proses penyalaannya, dan 2) Ballast electromagnetic adalah
kumparan kawat pada inti besi ferromagnetic yang berfungsi sebagai kumparan hambat dan
untuk membangkitkan tegangan kejut pada penyalaan lampu

b. Perlengkapan lampu TL-D, TL 5 ballast electronic


Ballast electronik mengoperasikan lampu diatas 20 kHz, sehingga frekuensinya duluar
jangkauan pendengaran manusia. Beberapa kelebihan ballast electronic adalah:
1) Hemat energi 10%,
2) Mudah diredupkan untuk mendapatkan kuat pencahayaan yang diinginkan/ fleksibel,
3) Lebih nyaman, mengurangi keletihan mata,
4) Lampu dan ballast bekerja lebih dingin,
5) Mengurangi beban AC.

Sebagai perbandingan rugi daya ballast electronic dengan ballast electromagnetic


seperti tabel 8 berikut:
Tabel 5. Rugi Daya Ballast Electronic dan Electromagnetic
Jenis lampu Jenis ballast Rugi daya
TL – T12 electromagnetic 9w
TLD – T8 electromagnetic 9w
TLD – T5 mengurangi kehilangan electromagnetic 6w
TLD – T8 elektronik 4w
TL5 – T5 elektronik 3w

c. Lampu fluoresen terintegrasi


Perkembangan lampu fluoresen (neon) dari bentuk tabung panjang keberbagai bentuk
lain yang terintegrasi dengan pengendalinya sangat pesat. Hal ini karena lampu neon tersebut
sangat cocok digunakan baik di rumah, kantor, industri dan ruangan komersial lainnya.
Lampu ini banyak digunakan karena tergolong lampu hemat energi karena memiliki
pengendali elektronik, dan umur lampu dapat mencapai 6000 jam.
Berikut ini lampu neon terintegrasi seperti: Master PL electronic warm white, Genie ES
saver Warm white, master PL electronic Polar dan SL electronic. Supaya lebih jelas dapat
dilihat pada gambar berikut.
Gambar 13. Lampu Neon Terintegrasi

d. Lampu fluoresen tidak terintegrasi


Lampu neon yang tidak terintegrasi antara lampu dengan pengendalinya di antaranya
adalah:
Master PL R Eco 4 pin, Master PL R Eco, Master PL-S 4 pin, master PL-C 4 pin,
master PL-C Ekstra 4 pin, Master PL-T 4 pin, dan master PL-T top 4 pin. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 14. Lampu Neon Tidak Terintegrasi

e. Efek stroboskop lampu tabung


Lampu flouresen dan lampu tabung tekanan tinggi lainnya saat dioperasikan pada
rangkaian arus bolak-balik menimbulkan kedipan yang sangat cepat yang disebut efek
stroboskop. Timbulnya kedipan (stroboskop) ini adalah pada setiap sumbernya (arus bolak-
balik) mencapai nilai sesaat sama dengan nol. Efek kedipan ini akan terlihat pada benda-
benda yang bergerak (pada kecepatan tertentu) seakan-akan kelihatan gerakan yang terhenti-
henti (tak lancar). Sedangkan pada benda-benda yang berputar efeknya akan kelihatan seolah-
olah berhenti atau lambat dari putaran yang sesungguhnya. Kejadian ini tentu sangat
berbahaya pada keadaan tertentu, misalnya dalam bengkel/industri yang menggunakan
motor-motor listrik serta pada ruangan yang dipakai secara kontinyu untuk kegiatan
perkantoran, ruang baca (visual).
Gambar 26 berikut memperlihatkan variasi perioda antara arus dan output cahaya dari
lampu flourescent yang menggunakan sumber arus bolak balik.

waktu

Gambar 15. Variasi Arus dan Output Cahaya Lampu TL


Sumber: Chr. Meyer, 1988: 118
Dari gambar di atas dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
a. Makin rendah frekuensi sumber semakin nyata atau jelas pula kedipan output cahayanya.
b. Frekuensi kedipan adalah sama dengan dua kali frekuensi sumbernya.
Bila sumber listrik yang digunakan untuk lampu flouresen (jaringan PLN 50 Hz), maka
fluk cahaya yang dipancarkan akan terjadi kedipan sebanyak 2 x 50 = 100 kali. Dengan arti
kata bahwa perubahan (kedipan) akan terjadi setiap 1/100 detik. Reaksi mata manusia tidak
sanggup mengikuti perubahan ini, sehingga cahaya lampu flouresen kelihatannya seperti
konstan saja pancarannya. Akan tetapi perubahan ini sangat berpengaruh terhadap benda-
benda yang bergerak dan berputar.
Efek stroboskop dapat dikurangi dengan cara menghubungikan rangkaian lampu ke
sumber tiga fasa dan dihubungkan pada fasa yang berbeda. Perbedaan fasa R, S, dan T
sebesar 120 listrik, akhirnya output cahaya lampu dengan sumber 3 fasa dapat mengurangi
efek stroboskop. Dapat juga dilakukan dengan menghubungkan dua buah lampu leading-
lagging atau menggunakan kumparan hambat (ballast) star seri-paralel pada sistem jaringan 1
phasa. Namun dewasa ini telah ditemukan ballast (kumparan hambat) elektronik yang disebut
high frekuensi (HF ballast) yang dapat menghilangkan efek stroboskop. Ini dimungkinkan,
karena lampu disuplai melalui HF ballast dengan arus searah, dan bahkan lampu dapat
dimmer/diredupkan. Namun ballas ini harganya sangat mahal.

2. Lampu Mercury Tekanan Tinggi


Lampu mercury (air raksa) tekanan tinggi ada dua jenis, yaitu lampu normal mercury
tekanan tinggi dan lampu mercury cahaya campuran.

a. Lampu Normal Mercury Tekanan Tinggi


Lampu ini memiliki dua tabung, yaitu tabung gas terbuat dari kuarsa dan tabung
pelindung. Dua buah elektroda utama dan suatu elektroda bantu yang dihubungkan seri
dengan sebuah tahanan. Elektroda utama terbuat dari kumparan tungsten dengan emiter yang
dilapisi thorium. Tabung pelindung dilapisi serbuk fosfor untuk jenis lampu mercury dengan
kode HPLN, sedangkan lampu mercury jernih dengan kode HP tidak dilapisi serbuk fosfor.
Lampu ini digunakan untuk penerangan lampu jalan, sarana olahraga, pabrik, pompa bensin,
dan penerangan lapangan parkir.
Untuk lebih jelasnya konstruksi lampu mercury jenis HPLN berikut.
1
2
Keterangan gambar:
1. Pegas penyangga
3 4
2. Tabung kaca pelindung
3. Argon + Mercury
5
4. Lapisan dalam dengan fosfor
6
5. Tabung gas
7 6. Elektroda bantu
8
7. Elektroda utama
9 8. Tahanan asut star
1 9. Kawat penghubung

Gambar 16. Konstruksi Lampu Mercury (HPLN)


Sumber: W. J. M. Van Bommel, 1980: 86

Rangkaian lampu mercury secara lengkap dapat dilihat seperti dijelaskan Chr. Meyer.

Gambar 17. Rangkaian Lampu Mercury


Sumber: Chr. Meyer, 1980: 200
Lampu mercury saat diberi tegangan sumber, mula-mula akan terjadi pelepasan
elektron melalui gas bantu antara elektroda utama dengan elektroda bantu, kemudian
menyebar keseluruh gas bantu dalam tabung antar elektroda utama, sehingga suhu dalam
tabung meningkat. Bersamaan dengan itu tekanan dalam tabung gas akan bertambah dan
perbedaan tegangan antara elektroda utama naik. Karena suhu naik, maka air raksa akan
menguap dan tekanan meningkat sampai ±5 atm. Setelah itu pelepasan elektron akan
berlangsung pada uap air raksa dan lampu baru bekerja normal. Tahanan asut star berfungsi
untuk membatasi arus yang mengalir antara elektroda bantu setelah lampu dinyalakan.
Distribusi pembagian energi (daya) listrik pada lampu mercury jenis HPLN seperti Gambar
29.
Input 400 W

Daya dalam tabung


370 W
Kerugian
Elektroda
Kerugian Radiasi yang dilepaskan
30 W
Tidak 192 W
Rad.
178 W UV Pancaran
73 W Cahaya IR
Kerugian Radiasi
59 W 60 W
Daya Tabung
281 W

Gambar 18. Distribusi Pembagian Cahaya Lampu Mercury HPLN


Sumber: W. J. M. Van Bommel, 1980: 87

Skema di atas terlihat hanya ± 31 % (119 W) cahaya tampak yang dihasilkan lampu mercury,
selebihnya merupakan kerugian baik akibat radiasi, kerugian pemanasan elektroda dan radiasi
ultra-violet. Flux cahaya spesifik lampu mercury ± 58 lm/watt. Daya dan keluaran lumen,
lampu mercury dijelaskan Philips seperti Tabel 9.
Tabel 6. Daya dan Lumen Lampu Mercury
Kode dan daya lampu Umur (Jam) Lumen (lm)
HPL 80 Watt 16000 4000
HPL 125 Watt 16000 6700
HPL 250 Watt 16000 13500
HPL 400 Watt 16000 23400
HPL – N 50 Watt 16000 1700
HPL – N 80 Watt 16000 3600
HPL – N 125 Watt 16000 6200
HPL – N 250 Watt 16000 12700
HPL – N 400 Watt 16000 22000
Sumber: Katalog Philips 2013

Fluk cahaya yang dipancarkan lampu mercury secara perlahan berkurang sampai batas
umur lampu yang direncanakan. Hal demikian sesuai dengan karakteristik dari lampu ini
seperi gambar.

(%)
Ф

t (h)
Gambar 19 Karakteristik Fluk Lampu Mercury.
Sumber: Chr. Meyer, 1988: 211

b. Lampu Mercury Cahaya Campuran.


Lampu ini merupakan kombinasi sebuah lampu air raksa dengan lampu pijar ataupun
dengan lampu flouresen. Konstruksi dan cara kerjanya sama seperti lampu mercury (HPLN).
Perbedaannya hanya terdapat pada tabung gas yang dihubungkan seri dengan sepotong kawat
pijar yang juga berfungsi sebagai pembatas arus. Dengan demikian, lampu ini tidak
memerlukan kumparan hambat dan dapat dihubungkan langsung pada tegangan sumber.
Lampu ini dipasarkan Philips dengan kode MLL.
Konstruksi lampu mercury cahaya campuran dijelaskan W. J. M. Van. Bommel seperti
Gambar 31.
Keterangan:
1. Tabung pelindung
2. Kawat Filamen
3. Tabung Gas
4. Penyangga
5. Elektroda Utama
6. Lapisan Dalam dengan Fosfor
7. Kawat Penghubung
8. Kaki Lampu

Gambar 20 Konstruksi Lampu Mercury Cahaya Campuran


Sumber: W. J. M. Van. Bommel, 1980: 88

Daya dan keluaran lumen lampu mercury cahaya campuran guna perhitungan penerangan
dijelaskan Philips Lighting (1988: 248) seperti tabel berikut:
Tabel 7. Daya dan Lumen Mercury Cahaya Campuran
Kode dan Daya lampu Lumen
M L 100 Watt 1100
M L 160 Watt 3100
M L 250 Watt 5500
M L 500 Watt 13000

3. Lampu Metal Halide


Lampu Metal Halide konstruksinya hampir sama dengan lampu mercury tekanan tinggi.
Tabung lampu berisikan beberapa logam halide dan campuran air raksa. Lampu ini
menghasilkan lumen yang tinggi dan tersedia dua jenis yaitu lampu metal halide tabung baur
dengan kode HPI dan tabung jernih dengan simbol HPI/T. Efek warna yang dihasilkan
cahaya lampu cukup baik. Lumen spesifik ± 80 lm/watt. Lampu ini sangat cocok digunakan
untuk sistem penerangan industri dan komersial dalam gedung, penerangan umum, lampu
sorot, irradiasi tanaman, serta penerangan olahraga. Konstruksi kedua jenis tabung lampu
metal halide seperti gambar.

Keterangan gambar:
1. Ring pengaman vakum
2. Tabung pelindung
3. Lapisan dalam dengan fosfor
4. Tabung gas
5. Lengan penyangga
6. Kawat penghubung
7. Kaki lampu

Gambar 21. Konstruksi Lampu Metal Halide


Sumber: W. J. Van Bommel, 1980: 89

Di dalam perhitungan penerangan, data lumen dan daya lampu merupakan faktor yang
penting. Data lumen dan daya lampu metal halide dijelaskan Philips adalah:
Tabel 8. Daya dan Lumen Lampu Metal Halide
Kode dan daya lampu Volt Umur (Jam) Lumen (lm)
250 Watt HPI PLUS BU 220 20000 18000
250 Watt HPI PLUS BUP 220 20000 18000
250 Watt HPI PLUS ABU 220 20000 18000
400 Watt HPI PLUS BU 220 20000 32500
400 Watt HPI PLUS BUP 220 20000 32500
400 Watt HPI PLUS BUS 220 20000 32500
400 Watt HPI PLUS BUSP 220 20000 32500
1000 Watt HPIT 220 12000 85000
2000 Watt HPITN 380 12000 21000
2000 Watt HPIT 220 12000 18900
Sumber: Katalog Phipips 2013
Lampu metal halide menghasilkan lumen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
lampu mercury tekanan tinggi serta memiliki cahaya yang lebih baik. Di dalam proses
kerjanya tidak semua energi (daya) listrik dapat diubah menjadi cahaya yang tampak.
Kerugian-kerugian energi serta pemanasan elektroda dan tabung, radiasi, konveksi serta
akibat sinar ultra violet. Distribusi pembagian energi listrik pada lampu metal halide adalah:
Lampu Metal Halide 400 Watt (100%)

Daya masuk tabung 364 Watt

Radiasi 210 Watt

Elektroda Kerugian lain Ultra Violet


36 watt 154 watt 16 Watt

Kerugian daya keseluruhan 6 Rad cahaya pancaran cahaya


200 Watt 96 watt 98 Watt

Gambar 22 Distribusi Pembagian Cahaya Lampu Metal Halide


Sumber: Chr. Meyer (1988: 233)

Secara bertahap fluk cahaya yang dipancarkan lampu metal halide akan berkurang
sampai batas umur yang direncanakan. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari lampu ini
seperti gambar.

Gambar 23 Karakteristik Fluk


Cahaya Lampu Metal Halide
Sumber: Chr. Meyer, 1988: 245

4. Lampu Sodium Tekanan Tinggi


Lampu Sodium terdiri dari dua bagian bila ditinjau dari suhu kerja operasinya, yaitu
lampu sodium tekanan rendah dan tekanan tinggi. Lampu sodium sekarang banyak dipakai
untuk penerangan jalan karena memiliki keluaran lumen yang tinggi walaupun memiliki daya
yang kecil, dan juga kesilauan rendah. Tetapi cahaya yang dihasilkan membuat efek warna
yang jelek bila dibandingkan dengan lampu lain. Lampu ini banyak digunakan untuk penera-
ngan jalan dan tempat parkir serta penerangan olahraga.
Lampu sodium tekanan tinggi ada dua jenis, yaitu lampu sodium dengan tabung baur
dengan kode SON dan SON-H serta tabung jernih dengan kode SON-T. Konstruksi kedua
jenis tabung lampu sodium tekanan tinggi seperti Gambar 35.
Keterangan gambar:
1. Pegas penyangga tabung
2. Kawat penghubung
3. Tabung pelindung
4. Tabung gas
5. Lapisan dalam dengan fosfor
6. Penyangga tabung gas
7. Kawat penyangga

Gambar 24 Konstruksi Lampu Sodium Tekanan Tinggi


Sumber: W. J. M. Van Bommel, 1980: 90
Lampu ini mempunyai dua buah tabung, posisi tabung yang satu di dalam tabung yang
lain. Tabung bagian dalam berisi cairan sodium ditambah dengan gas neon dan 1% argon
sebagai gas bantu serta dua buah elektroda yang masing-masing mempunyai emiter.
Pelepasan elektron pada mula-mula star terjadi pada gas bantu neon memberikan
cahaya berwarna merah. Setelah beberapa menit pelepasan elektron akan berlangsung pada
sodium cair, karena suhu yang semakin meningkat, maka sodium cair akan menguap dan
sekaligus memancarkan warna orange kuning. Sampai pada suhu kerja normal semua tabung
memancarkan cahaya kuning muda.
Suhu kerja sodium tekanan tinggi adalah 7800C dengan tekanan uap jenuh ± 1/3 atm.
Bila telah mencapai suhu kerja, lampu dimatikan dan kemudian langsung dihidupkan
kembali, lampu tidak langsung menyala karena masih tingginya tekanan di dalam tabung gas.
Rangkaian lampu sodium tekanan tinggi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 36.

(a) paralel

(b) semi-paralel

(c) serial

Gambar 25 Rangkaian Lampu Sodium Tekanan Tinggi


Sumber: Chr. Meyer (1988: 262)
Distribusi pembagian energi pada lampu sodium tekanan tinggi dijelaskan oleh Chr.
Meyer (1988: 255) seperti gambar diagram berikut:

Lampu Sodium tekanan tinggi 400 Watt (100%)

Daya masuk tabung 376 Watt

Radiasi 224 Watt

Elektroda Kerugian lain


24 watt 152 watt

Kerugian daya keseluruhan Rad. cahaya pancaran cahaya


176 Watt 124 watt 100 Watt

Gambar 26 Distribusi Pembagian Cahaya Lampu Sodium


Sumber: Chr. Meyer, 1988: 255

Dari skema di atas jelas bahwa sebahagian besar energi (daya) dapat diubah menjadi
cahaya. Oleh sebab itu, lampu sodium tekanan tinggi termasuk lampu hemat energi.
Fluk cahaya spesifik lampu sodium tekanan tinggi ini adalah ±118 lm/watt atau 10 kali
lampu pijar. Daya dan lumen yang dihasilkan lampu sodium ini dijelaskan philips seperti
tabel berikut:
Tabel 9. Daya dan Lumen Lampu Sodium Tekanan Tinggi
Kode dan daya lampu Umur lampu/Lifet time Lumen
SON 50 Watt 30000 4400
SON 70 Watt 30000 6600
SON 100 Watt 36000 10700
SON 150 Watt 36000 18000
SON 250 Watt 36000 33300
SON 400 Watt 36000 56500
SON 600 Watt 30000 90000
Sumber: Katalog Philips 2013
Tampak jelas dari Tabel 12 di atas lampu sodium tekanan tinggi dapat menghasilkan
lumen yang tinggi, dengan hanya membutuhkan daya yang kecil bila dibandingkan dengan
lampu-lampu lain.
Secara bertahap fluk cahaya yang dipancarkan lampu sodium tekanan tinggi akan
berkurang sampai batas umur yang direncanakan. Hal ini sesuai dengan karakteristik lampu
sebagaimana dijelaskan Chr. Meyer adalah.
Gambar 27. Karakteristik Lampu Sodium Tekanan Tinggi
Sumber: Chr. Meyer, 1988: 280

5. Lampu Sodium Tekanan Rendah


Lampu sodiun tekanan rendah adalah salah satu lampu hemat energi yang banyak
dipakai untuk penerangan jalan maupun penerangan tempat-tempat lainnya. Hal ini
disebabkan karena fluk cahaya spesifik yang tinggi yaitu ± 200 lm/Watt dan luminansi yang
rendah sehingga tidak menimbulkan kesilauan. Namun efek warna yang dihasilkan cahaya
lampu ini memang tidak baik karena menghasilkan warna kuning. Tetapi warna ini
mempunyai daya tembus yang tinggi pada daerah berkabut. Lampu ini banyak digunakan
untuk penerangan industri, lapangan parkir, dan penerangan jalan.
Lampu ini juga memiliki dua tabung, dimana tabung bagian dalam berbentuk “U”.
Tabung U berisi sodium ditambah dengan gas neon dan 1% argon sebagai gas bantu serta
dilengkapi dengan dua buah elektroda yang dilapisi dengan tugsten. Pada tabung U terdapat
tonjolan-tonjolan yang fungsinya untuk mengumpulkan (mengembunkan) cairan sodium
apabila tabung menjadi dingin setelah lampu dimatikan. Tabung bagian luar adalah tabung
pelindung yang berfungsi untuk mempertahankan suhu kerja pada tabung U.
Konstruksi lampu sodium tekanan rendah dijelaskan seperti gambar berikut:

Keterangan gambar:
1. Boyonet 2. Pengamanan vakum tinggi
3. Pegas penyangga 4. Elektroda
5. Tempat pengembunan sodium 6. Gelas Tabung U

Gambar 28. Konstruksi Lampu Sodium Tekanan Rendah


Sumber: W.J.M. van Bomel, 1980: 92

Secara umum prinsip kerja lampu ini sama dengan lampu sodium tekanan tinggi. Hanya
perbedaan tekanan uap jenuhnya ± 4 x 10 -3 mm Hg. Philips memasarkan lampu ini dengan
kode SOX dan SOX –E. Rangkaian lengkap lampu sodium tekanan rendah ini dijelaskan Chr.
Meyer (1988: 163) seperti gambar:

Gambar 29. Rangkaian Lampu Sodium tekanan rendah


Sumber: Chr. Meyer, 1988: 163
Distribusi pembagian energi listrik pada lampu sodium tekanan rendah dijelaskan Chr.
Meyer seperti terlihat gambar diagram di bawah ini:
Lampu Sodium tekanan rendah 90 Watt (100%)

Daya masuk tabung 81 Watt

Radiasi 39,6 Watt

Elektroda Kerugian lain


9 watt 41,4 watt

Kerugian daya keseluruhan Rad. cahaya Pancaran cahaya


50,4 Watt 36,4 watt 3,2 Watt

Gambar 30.
Distribusi Pembagian Cahaya Lampu Sodium Tekanan Rendah
Sumber: Chr. Meyer, 1988: 154
Lumen yang dihasilkam lampu sodium tekanan rendah dijelaskan Philips seperti tabel13.
Tabel 10. Daya dan Lumen Lampu Sodium Tekanan Rendah
Kode dan daya lampu Umur/Life time Lumen
SOX-E 18 watt 18000 1800
SOX-E 26 watt 18000 3600
SOX-E 36 watt 18000 6100
SOX-E 66 watt 18000 10500
SOX-E 91 watt 18000 17400
SOX-E 131 watt 18000 26200
SOX 35 watt 18000 4550
SOX plus 35 watt 18000 4550
SOX 55 watt 18000 7800
SOX plus 55 watt 18000 7800
SOX 90 watt 18000 26000
SOX plus 90 watt 18000 13600
SOX 135 watt 18000 22600
SOX 180 watt 18000 32000
Katalog Philips 2013

Dari tabel di atas terlihat besarnya lumen yang dihasilkan lampu sodium tekanan
rendah, sehingga lampu ini merupakan lampu yang paling tinggi fluk cahaya spesifiknya bila
dibandingkan dengan lampu lainnya.
Secara bertahap fluk cahaya yang dipancarkan lampu sodium tekanan rendah akan
berkurang sampai batas umur yang direncanakan. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari
lampu sodium tekanan rendah sebagaimana dijelaskan Chr. Meyer (1988: 173) seperti
gambar berikut ini.

Gambar 31.
Karakteristik Fluk Cahaya Lampu Sodium Tekanan Rendah
Sumber: Chr. Meyer, 1988: 173
C. Lampu LED
LED atau singkatan dari Light Emitting Diode adalah salah satu komponen elektronika
yang terbuat dari bahan semi konduktor jenis dioda yang mengeluarkan cahaya apabila
diberikan tegangan listrik. Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi pada LED elektron
menerobos sambungan P-N (Positif-Negatif).

Gambar 32. Lampu LED


Sumber: http://www.sparkenergy.com 2011
Untuk mendapatkan emisi cahaya pada semi konduktor, bahan yang pakai adalah
galium, arsenic dan phosporus. Jenis bahan yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang
berbeda pula. LED memiliki bentuk fisik seperti gambar berikut:
Gambar 33. Bentuk Fisik LED, Polaritas dan Simbolnya.
Sumber: http://elektronade.blogspot.com 2012

LED memiliki dua kaki yang terbuat dari sejenis kawat. Kawat yang panjang adalah
anoda, sedangkan kawat yang pendek adalah katoda. Coba perhatikan bagian dalam LED,
akan terlihat berbeda antara kiri dan kanannya. Yang ukurannya lebih besar adalah katoda,
atau yang mempunyai panjang sisi atas yang lebih besar adalah katoda.
Anoda adalah elektroda, bisa berupa logam maupun penghantar listrik lainnya pada sel
elektrokimia yang terpolarisasi jika arus mengalir ke dalamnya. Arus listrik mengalir
berlawanan dengan arah pergerakan elektron. Katoda merupakan kebalikan dari anoda.
Katoda adalah elektroda dalam sel elektrokimia yang terpolarisasi jika arus listrik mengalir
keluar darinya.

1. Cara Kerja LED


Dalam hal ini LED akan menyala bila ada arus listrik mengalir dari anoda ke katoda.
Pemasangan kutub LED tidak boleh terbalik karena apabila terbalik kutubnya maka LED
tersebut tidak akan menyala. LED memiliki karakteristik berbeda-beda menurut warna yang
dihasilkan. Semakin tinggi arus yang mengalir pada LED maka semakin terang pula cahaya
yang dihasilkan, namun perlu diperhatikan bahwa besarnya arus yang diperbolehkan adalah
10mA-20mA dan pada tegangan 1,6V – 3,5 V menurut karakter warna yang dihasilkan.
Apabila arus yang mengalir lebih dari 20 mA maka LED akan terbakar. Untuk menjaga agar
LED tidak terbakar perlu kita gunakan resistor sebagai penghambat arus.
Arah arus konvensional hanya dapat mengalir dari anoda ke katoda. Untuk pemasangan
LED pada board mikrokontroller anoda dihubungkan ke sumber tegangan dan katoda
dihubungkan ke ground. Di dalam LED terdapat sejumlah zat kimia yang akan mengeluarkan
cahaya jika elektron-elektron melewatinya. Dengan mengganti zat kimia ini (doping), kita
dapat mengganti panjang gelombang cahaya yang dipancarkannya, seperti infra red,
hijau/biru/merah, dan ultraviolet.

2. Jenis-jenis LED
a. Dioda Emiter Cahaya
Sebuah dioda emisi cahaya dapat mengubah arus listrik langsung menjadi cahaya.
Dengan mengubah-ubah jenis dan jumlah bahan yang digunakan untuk bidang temu PN.
LED dapat dibentuk agar dapat memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda. Warna yang biasa dijumpai adalah merah, hijau dan kuning.
b. LED Warna Tunggal
LED warna tunggal adalah komponen yang paling banyak dijumpai. Sebuah LED warna
tunggal mempunyai bidang temu PN pada satu keping silicon. Sebuah lensa menutupi
bidang temu PN tersebut untuk memfokuskan cahaya yang dipancarkan.
c. LED Tiga Warna Tiga Kaki
Satu kaki merupakan anoda bersama dari kedua LED. Satu kaki dihubungkan ke katoda
LED merah dan kaki lainnya dihubungkan ke katoda LED hijau. Apabila anoda
bersamanya dihubungkan ke ground, maka tegangan pada kaki merah atau hijau akan
membuat LED menyala. Apabila tegangan diberikan pada kedua katoda dalam waktu
yang bersamaan, maka kedua LED akan menyala bersama-sama. Pencampuran warna
merah dan hijau akan menghasilkan warna kuning.
d. LED Tiga Warna Dua Kaki
Di sini, dua bidang temu PN dihubungkan dalam arah yang berlawanan. Warna yang akan
dipancarkan LED ditentukan oleh polaritas tegangan pada kedua LED. Suatu sinyal yang
dapat mengubah polaritas akan menyebabkan kedua LED menyala dan menghasilkan
warna kuning.

3. Klasifikasi Tegangan LED Menurut Warna yang Dihasilkan


Tegangan kerja/jatuh tegangan pada sebuah menurut warna yang dihasilkan:
Infra merah: 1,6 V Merah: 1,8 V – 2,1 V
Oranye: 2,2 V Kuning: 2,4 V
Hijau: 2,6 V Biru: 3,0 V – 3,5 V
Putih: 3,0 – 3,6 V Ultraviolet: 3,5 V
4. Keunggulan dan Kelemahan dari Lampu LED
Keunggulan:
 LED memiliki efisiensi energi yang lebih tinggi, dimana LED lebih hemat energi 80%
sampai 90% dibandingkan lampu lain.
 LED memilki waktu penggunaan yang lebih lama hingga mencapai 100 ribu jam.
 LED memiliki tegangan operasi DC yang rendah.
 Cahaya keluaran dari LED bersifat dingin atau cool (tidak ada sinar UV atau energi
panas).
 Ukurannya yang mini dan praktis.
 Tersedia dalam berbagai warna.
 Biaya pemeliharaan yang lebih rendah.

Kelemahan:
1. Suhu lingkungan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan elektrik pada LED.
2. Harga LED per lumen lebih tinggi dibandingkan lampu lain.
3. Intensitas cahaya (Lumen) yang dihasilkannya tergolong kecil.

Contoh Rangkaian LED

(a) (b)

Gambar 34 (a) Rangkaian LED Diserikan,


(b) Rangkaian LED Diparalelkan
Sumber: http://elektronade.blogspot.com: 2012
Gambar 35. Rangkaian LED Dihubung Secara Seri dan Parallel.
Sumber: http://elektronade.blogspot.com: 2012

Menghitung Nilai Resistor yang akan dihubungkan dengan LED


Berdasarkan Hukum Ohm, V=I.R
Keterangan: V = tegangan, I = arus listrik, R = Resistor.
Apabila kita mencari nilai resistor maka: R = V/I

Contoh:
Misal kita mempunyai sebuah LED warna merah (memiliki jatuh tegangan 1,8 Volt) yang
akan dinyalakan menggunakan sumber tegangan (misalnya accu) 12Volt maka kita harus
mencari nilai resistor yang akan dihubungkan secara seri dengan LED. Sebelumnya kita
mengetahui bahwa arus maksimal yang diperbolehkan adalah 20mA. Jadi dari masalah diatas
dapat diketahui, tegangan yang digunakan = 12V, tegangan jatuh = 1,8V, dan Arus listrik =
20mA/0,02Ampere, maka R=(12 v-1,8 v)/0,02 A= 510 Ω

5. Pemakaian Lampu LED


Lampu LED mempunyai kelebihan memancarkan cahaya putih hangat keseluruh arah,
kenyamanan pelanggan, kualitas cahaya yang baik, tidak adanya sinar UV atau IR dalam
berkas cahaya sehingga cocok menerangi objek panas (makanan, bahan organik serta
lukisan), serta ramah lingkungan. Lampu LED semakin diminati karena dapat dipakai untuk
keperluan antara lain:
a. Penerangan rumah
b. Penerangan hotel (restoran, dapur, koridor, tangga)
c. Toko dan supermarket
d. Area industri (penerangan umum, lobi dan Tangga)

6. Tipe lampu LED


Beberapa tipe lampu LED yang ada dipasaran antara lain:
a. Master LEDbulb
b. Master LEDlamps dim Tone
c. Master LEDcandle
d. Master LEDspot LV
e. Master LEDspot Par
f. Core Pro LEDlamps
g. Master LEDtubes GA
h. Core Pro LEDtube

Berikut ini diperlihatkan bentuk LED jenis bola dan jenis tabung seperti gambar di
bawah.

Gambar 36. Bentuk LED Jenis Bola dan Tabung

7. Lumen Lampu LED


Di bawah ini diperlihatkan data Watt dan lumen lampu LED jenis bentuk bola dan
tabung seperti tabel di bawah ini.
Tabel 11 Daya dan Umur Lampu LED Jenis Bola
Daya dan Tipe Temperatur Umur
suhu lampu
MLED 8 WA 60 E 27 D 27000 25000
MLED 8 WA 60 B 22 D 27000 25000
MLED 12 WA 60 E 2727 27000 25000
MLED 12 WA 60 B 2727 27000 25000
MLED 13 WA 60 E 27 27000 25000
MLED 13 WA 60 B 22 27000 25000
Katalog Philips 2013

Lampu LED lebih mahal dibandingkan lampu tabung lainnya, namun umur lampu yang
panjang sampai sepuluh kali umur lampu lain. Di samping itu, konsumsi energi hanya
sepuluh % dibandingkan dengan lampu pijar. Daya dan lumen lampu Master LED tube GA
dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 12. Daya dan Umur Lampu LED Jenis Tabung


Daya dan type RA Umur Lumen
(Jam) (lm)
MASTER LEDtube GA110 600mm 10W 840 C 83 40000 825
MASTER LEDtube GA300 600mm 11W 840 C 85 40000 1050
MASTER LEDtube GA110 900mm 15W 840 C 83 40000 1265
MASTER LEDtube GA110 1200mm 19W 840 C 83 40000 1650
MASTER LEDtube GA300 1200mm 22W 840 C 85 40000 2100
MASTER LEDtube GA110 1500mm 24W 840 C 83 40000 2065
MASTER LEDtube GA210 1500mm 34W 840 G 85 40000 3000
MASTER LEDtube GA300 1800mm 45W 840 C 85 40000 4000
Katalog Philip 2013
Lampu LED tabung dapat menggantikan lampu tabung fluoresen (TL dan TL-D),
karena dapat menghemat 50% energi yang dibutuhkannya, di samping umur lampu yang
lebih panjang (10 X) dari lampu TL.

D. Tugas
1. Jelaskan kenapa lampu pijar disebut lampu boros energi?
2. Jelaskan pengaruh tegangan terhadap umur lampu pijar?
3. Warna cahaya lampu tabung ditentukan oleh…..?
4. Jelaskan mengapa lampu tabung (TL) disebut lampu hemat energi?
5. Jelaskan apa itu depresiasi lumen lampu?
6. Jelaskan perbedaan ballast electromagnetik dan ballast electronic?
7. Jelaskan efek stroboskop pada lampu tabung, dan langkah-langkah mengurangi efek
stroboskop?
8. Lampu markuri tekanan tinggi digunakan untuk penerangan….?
9. Kenapa lampu markuri cahaya campuran lebih boros dari lampu merkuri tekanan
tinggi?
10. Jelaskan kegunaan lampu metal halide?
11. Jelaskan kegunaan lampu sodium tekanan tinggi?
12. Jelaskan kenapa lampu sodium tekanan rendah termasuk lampu terhemat dalam
pemakaian energi listrik?
13. Jelaskan kelebihan dan kekurangan lampu sodium?
14. Jelaskan apa itu lampu LED?
15. Jelaskan kelebihan dan kelemahan lampu LED sebagai penerangan?
16. Lampu LED banyak dipakai untuk penerangan….?

Anda mungkin juga menyukai