Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita


nabi akhir zaman yakni nabi agung muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang indah yang bisa
kita nikmati saat ini.

Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas Studi Hadist yang


berjudul “Hadist Mutawatir dan Hadist Ahad” kami mengucapkan terima
kasih kepada bapak Haryadi, M.Pd selaku dosen yang telah membimbing
kami.

Dan kami meminta maaf apabila dalam makalah ini terdapat


banyak kesalahan dan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kemajuan penulis dan untuk menambah
kesadaran penulis agar senantiasa mengevaluasi diri.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.......................................................................................................iii

B. Rumusan masalah..................................................................................................iv

C. Tujuan penulisan...................................................................................................iv

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi dari hadist Mutawatir................................................................................1

2. Syarat-syarat Hadist Mutawatir..............................................................................2

3. Pembagian Hadist Mutawatir ................................................................................2

4. Definisi Hadis Ahad ................................................................................................4

5. Pembagian dari Hadist Ahad………………………………………………………………………………5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................8

B. Saran......................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keseluruhan umat Islam telah menyepakati bahwa hadits Nabi


Muhammad SAW adalah sumber dasar hukum Islam setelah Al-Qur‟an,
dan umat Islam diwajibkan mengikuti serta mengamalkan hadits
sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan Al-Qur‟an. Al-
Qur‟an dan hadits merupakan sumber hukum pokok syariat Islam yang
senantiasa harus dipedomani, dan diamalkan baik dalam bentuk perintah
maupun larangannya. Para pendahulum umat Islam telah sepakat
untuk berpegang pada hadis dan menghormatinya. Berpijak pada prinsip
inilah maka dalam berbagai persoalan, baik persoalan kecil maupun
yang besar selalu dikembalikan kepada hadits, jika tidak ditemui
penjelasan yang jelas dalam Al-Qur‟an. Karena di antara fungsi dari
hadits adalah menetapkan hukum-hukum yang belum ada, mengukuhkan
hukum-hukum yang ada di Al- Qur‟an, serta menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur‟an yang bersifat mujmal. Hadits memiliki beberapa cabang dan
masing-masing memiliki pembahasan yang unik. Di antaranya
pembagian hadits ditinjau dari kuantitasnya. Makna tinjauan dari segi
kuantitas di sini adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang
menjadi sumber adanya suatu hadits. Para ahli ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir,
masyhur, dan ahad, namun ada juga yang membaginya hanya menjadi dua,
yakni hadits mutawatir dan ahad.

iii
B. Rumusan masalah

1. Apa definisi dari hadist mutawatir ?

2. Apa definisi dari hadist ahad ?

3. Apa saja pembagian dari hadist mutawatir dan hadist ahad ?

C. Tujuan penulisan

1. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadist.

2. Mengetahui pembagian dari hadist mutawatir dan hadist ahad.

3. Mengkaji antara hadist mutawatir dan hadist ahad.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hadist Mutawatir

1. Pengertian

 Hadist Mutawatir  dalam segi bahasa memiliki arti


yang sama dengan kata beruntun atau  beriring-iringan”,
maksudnya beriring-iringan antara satu dengan yang lain tanpa ada
jaraknya”. sedang menurut istilah Hadits mutawatir ialah hadits
yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang menurut adat,
mustahil mereka bersepakat lebih untuk berdusta.1

bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan


oleh sejumlah besar perawi, yang menurut adat, pada umumnya
dapat memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang telah
mereka beritakan, dan mustahil sebelumnya mereka bersepakat
untuk berdusta, mulai dari awal matarantai sanad sampai pada akhir
sanad.
Dalam hadits mutawatir,  para ahli berbeda-beda dalam
memberikan tanggapan, sesuai dengan latar belakang disiplin ilmu
yang dimiliki mereka masing-masing, diantaranya ialah:
1. Ahli hadits mutaqaddimin, tidak terlalu mendalam
dalam memberikan bahasan, sebab hadits mutawatir itu
pada hakikatnya tidak dimasukkan ke dalam
pembahasan masalah-masalah:

a.  Ilmu isnad yaitu ilmu mata rantai sanad,


artinya sebuah disiplin ilmu yang hanya
membahas masalah shahih tidaknya, di
amalkan dan tidaknya.

1
Abdul Malik, Ulumul Hadist, (Jakarta: AMZAH, 2008)

1
 b.  Ilmu rijal al-hadits, artinya semua pihak yang terkait
dalam soal periwayatan hadits dan metode
penyampaian hadits.
Oleh sebab itu, jika status hadits itu mutawatir, maka
kebenaran didalamnya wajib di yakini dan semua isi
yang terkandung didalamnya wajib di amalkan, sekalipun
diantara perawinya orang kafir.
2. Ahli hadits mutaakhirin  dan ahli Ushul berkomentar
bahwa hadits dapat disebut dengan mutawatir.

2. Syarat-syarat Hadis Mutawatir


1. Diriwayatkan oleh perawi yang banyak
2. Keseimbangan antara perawi thabaqat (lapisan) pertama dan thabaqat
berikutnya.2
3. Berdasarkan penglihatan langsung (indrawi) atau empiris. 3

3. Pembagian Hadist Mutawatir

1. Mutawatir Lafdzi

Hadits mutawatir lafdzi ialah hadits yang kemutawatiran


perawinya masih dalam satu lafal atau dalam susunan redaksi yang
sama persis. 4

Jadi jika ditemukan sejumlah besar perawi hadits berkumpul


untuk meriwayatkan dengan berbagai jalan, yang menurut adat
kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk berbuat dusta, maka nilai
yang terkandung di dalamnya termasuk “ilmu yakin” artinya

2
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Jakarta: Batavia dvertisin, 2001)hal.200

3
Teori Hadist, (Jakarta: cv pustaka setia, 2016 )hl.296

4
Rozali, ilmu hadist, (Medan: Azhar Centre, 2019)hal. 61

2
meyakinkan bagi kita bahwa hadits tersebut telah di sandarkan kepada
yang menyabdakannya, yaitu Rasulullah saw.

Contoh: ‘‘Siapa saja yang berbuat kebohongan terhadap diriku, maka


tempat duduknya yang layak adalah Neraka’’ Dalam men-sikapi hadits
ini, para ahli berbeda-beda dalam memberikan komentar, diantaranya
ialah:

a. Abu Bakar al-Sairy menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh


40 sahabat secara marfu’

b. Ibnu Shalkah berpendapat bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 62


sahabat, termasuk didalamnya adalah 10 sahabat yang dijamin
masuk Surga.

c. Ibrahim al-Haraby dan Abu Bakar al-Bazariy berpendapat bahwa


hadit ini diriwayatkan oleh 450 sahabat.

2. Mutawatir ma'nawi

Hadist mutawatir ma'nawi adalah hadist yang hanya mutawatir


maknanya, lafadznya tidak mutawatir. Contoh mutawatir ma'nawi
sangat banyak diantaranya tentang ar-ruy'at, bilangan rakaat dalam
shalat dan lainnya.

Contoh lainnya yaitu hadist yang menetapkan jumlah rakaat


bagi shalat magrib tiga rakaat, karena seluruh periwayatan dalam hal ini
menetapkan bahwa shalat magrib tiga rakaat, baik yang diriwayatkan
saat Nabi saw shalat magrib di madinah atau di makkah, ataupun safar
dan bermukim, lain lagi ada riwayat bahwa para sahabatnya melakukan
shalat magrib 3 rakaat yang diketahui nabi saw. Tegasnya semua
riwayat tersebut berlainan ceritanya, tetapi maksudnya satu atau sama
yaitu menetapkan bahwa shalat magrib itu jumlahnya 3 rakaat.

3
3. Mutawatir Amali

Hadist Mutawatir Amali adalah sesuatu yang diketahui dengan


mudah bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara
umat islam bahwa Nabi SAW mengerjakannya, menyuruhnya dan
selain dari itu. Macam jumlah hadist mutawatir amali ini banyak
jumlahnya, seperti shalat jenazah, shalat I'ed, pelaksanaan haji, kadar
zakat dan lain-lain.

B. Definisi Hadist Ahad

1. Pengertian

Secara bahasa kata ahad atau wahid berarti satu. Maka hadist ahad
atau hadist wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang 5.
Sedangkan hadist ahad menurut definisi singkat :

‫ما لم يجمع شروط المتواتر‬

"hadist yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir".

Ulama' lain mendefinisikan dengan hadist dan sanadnya shahih dan


bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi Muhammmad
SAW) tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak
sampai kepada qath'i atau yakin. Dari dua definisi diatas ada dua hal
yang harus digaris bawahi, yaitu :

1. Dari sudut kuantitas perawinya, hadist ahad berada di bawah kuantitas


hadist mutawatir.

2. Dari sudut isinya, hadist ahad memberi faedah zhanni bukan qath'i.

5
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajagrafindo, 2010)hal,107

4
2. Pembagian Hadist Ahad.

Dalam hadist Ahad terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Hadis Masyhur

Hadist masyhur menurut bahasa ialah al intisyar wa az-zuyu


artinya sesuatu yang tersebar dan popular6. Sedangkan menurut istilah
‫ ما رواه ثالثة فأكثر ما لم يبلغ حد التواتر‬:

"Hadis yang diriwayatkan dua orang atau lebih tetapi tidak sampai
batasan mutawatir."

Dari segi kualitasnya, dapat dibagi menjadi :

 Hadis masyhur shahih, yaitu hadis masyhur yang memenuhi syarat-


syarat keshahihannya, maka hadis masyhur shahih dapat dijadikan
hujjah.

Contohnya : "barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat


jum'at, hendaklah dia mandi".

 Hadis masyhur hasan, yaitu hadist masyhur yang kualitas


perawinya di bawah hadis masyhur yang shahih.

Contohnya : "menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim".

 Hadist masyhur yang dhaif, artinya hadis masyhur yang tidak


memiliki syarat-syarat atau kurang salah satu syaratnya dari syarat
hadis shahih. Dan tidak dapat dijadikan hujjah.

Contohnya : "siapa yang mengetahui dirinya, niscaya ia


mengetahui tuhannya".

6
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajagrafindo, 2010)hal,110

5
2. Hadist Aziz.

Aziz menurut bahasa berarti mulia, kuat, atau sedikit. Secara


terminologis, aziz didefinisikan sebagai hadis yang diriwayatkan oleh
sedikitnya dua orang perawi diterima dari dua orang pula.

Sebagaimana hadis masyhur, hadis aziz terbagi kepada shahih, hasan


dan daif. Pembagian ini tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya
ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang berkaitan dengan kualitas
ketiga kategori tersebut.

Contohnya :

‫ال يؤمن احدكم حتّى أكون احبّ اليه من نفسه وولده والناس اجمعين‬

Artinya : "tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih


dicintai daripada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua
manusia."(H,R. al-Bukhari dan Muslim).

3. Hadist Gharib

Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid artinya menyendiri atau al-


ba'id an Aqaribihi artinya jauh dari kerabatnya. Sedangkan secara
terminologis, gharib didefinisikan :

"hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam


meriwayatkannya."

Ada dua macam pembagian hadis gharib, yaitu :

1. Dilihat dari sudut bentuk penyendiri perawi

a. Hadis gharib muthlaq artinya penyendirian itu terjadi berkaitan


dengan keadaan jumlah personaliannya, yakni tidak ada orang
lain yang meriwayatkan hadis tersebut, kecuali dirinya sendiri.

6
b. Hadis gharib nisbi artinya penyendirian itu bukan pada perawi
atau sanadnya, melainkan mengenai sifat atau keadaan
tertentu, yang berbeda dengan perawi lainnya.

2. Dilihat dari sudut kaitannya antara penyendirian pada sanad dan


matan.

a. Gharib pada sanad dan matan secara bersama-sama, yaitu


hadist gharib yang hanya diriwayatkan oleh salah satu silsilah
sanad, dengan satu matan hadisnya.

b. Gharib pada sanad saja, yaitu hadis yang telah populer dan
diriwayatkan oleh banyak sahabat, tetapi ada seorang rawi
yang meriwayatkan dari salah seorang sahabat lain yang lain
yang tidak populer.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadist mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak


periwayat dalam setiap tingkatan satu dengan yang lainnya dan masing-
masing periwayat tersebut semua adil yang tidak memungkinkan mereka
itu semuanya sepakat berdusta. Hadist mutawatir dibagi menjadi tiga,
yaitu: Mutawatir Lafdzi, mutawatir Ma’nawi, mutawatir Amali.

Sedangkan hadist Ahad adalah hadits yang terbatas jalan-jalan


riwayatnya dan tidak sampai kepada peringkat hadist mutawatir atau
bilangan perawi hadist ahad tidak sampai kepada bilangan perawi hadist
mutawatir. Hadist ahad dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Ahad
masyhur, ahad azis, dan gharib.

B. Saran

Saran dari penulis adalah marilah kita pelajari dan memahami


Hadist sebagai perilaku dalam kehidupan kita sehari-hari yang dapat
membuat kita bahagia baik itu di dunia maupun di akhirat nanti.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta Timur: Pustaka AL-


Kautsar, 2005.

Pokja Akademik UIN SunanKalijaga. 2005. Al Hadist. Yogyakarta.

Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997.

Abdurrahman, Muhammad. 2000. Pergeseran pemikiran hadist. Jakarta:


Pramadana

Ash-Shalih, Subhi. 1997. Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Abdurrahman, Maman. 2015. Teori Hadist. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Suparta, Munzier. 1993. Ilmu hadist. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai