Anda di halaman 1dari 7

BAB I

1.1 Latar Belakang

Tanaman Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan dunia yang terpenting selain gandum dan
padi. Manfaat jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga bahan pakan dan bahan industri
lainnya (Fitria, 2018). Upaya peningkatan produksi jagung menghadapi beberapa kendala salah satunya
adalah abiotik dan biotik. Kendala abiotik yang disebabkan oleh rendahnya ketersediaan hara di tanah,
sementara kendala biotik gangguan yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT).
Masalah OPT (hama dan penyakit) inilah yang membuat petani selalu kesulitan dan memilih pestisida
sebagai jalan keluarnya. Sementara dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia selalu muncul
terutama karena penggunaan yang tidak bijaksana. Akibatnya resistensi, resurjensi, kematian musuh
alami dan tentunya dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, karena kadar residu pestisida kimia itu
dapat meningkat dan membunuh organisme yang ada pada rantai makanan (Untung, 2006). Salah satu
faktor penurunan produksi baik kuantitas maupun kualitas di pertanaman jagung yaitu adanya hama
dan penyakit. Hama dan penyakit merupakan kendala pada budi daya jagung. Ada beberapa jenis hama
dan penyakit yang merupakan kendala utama dalam budi daya jagung yang dapat menurunkan kualitas
dan kuantitas hasil (Sutrikanti, 2011). Salah satu hama baru yang ada dan yang menyerang di
pertanaman jagung adalah Spodoptera frugiperda. Cara S.frugiperda merusak tanaman jagung dengan
cara larva menggerek daun. Larva instar 1 awalnya memakan jaringan daun dan meninggalkan lapisan
epidermis yang bening. Larva instar 2 dan 3 membuat lubang gerekan pada daun dan memakan daun
dari tepi hingga ke bagian dalam. Larva Sfrugiperda memiliki sifat kanibal sehingga larva yang
ditemukan pada satu tanaman jagung antara 1-2, perilaku kanibal yang dimiliki oleh larva instar 2 dan 3.
Larva instar akhir dapat menyebabkan kerusakan yang sering hanya menyisakan tulang daun dan batang
tanaman jagung. Kepadatan rata-rata populasi 0,2-0,8 larva per tanaman dapat mengurangi hasil 5-
20%. kerusakan pada tanaman yang ditandaidengan bekas gerekan larva, yaitu terdapat serbuk kasar
menyerupai serbuk gergaji pada permukaan atas daun, atau disekitar pucuk tanaman jagung Gejala
Awal dari serangan Sfrugiperda mirip dengan gejala serangan hama-hama lainnya pada tanaman jagung.
Jika larva menusak pucuk, deun muda atau titik himbuh tanaman, dapat mematikan tanaman. Di
negara-negara Afrika, kehilangan hasil tanaman jagung akibat serangan S.frugiperda antara 4 sampai &
juta ton per tahun dengan kerugian nominal antara USS 1-4,6 juts per tahun Infestasi ulat Zunynsdusu
upseu Burk epnu umep wes aundef ueue epad yuARsa menyebabkan kchilangan hasil 15-73% Hama
ulat ini terutama menyerang dengan memakan daun, mengunyah ujungnya dan membuat lubang,
hingga daun narmpak bekas terlibatnya. Pada jagung, Iarvanya akan memakan bagian pangkal, daun,
bahkan sampai biji atau buah. Dan umumnya menyebabkan kerusakan besar di bagian daun jagung.
Sehingga diperlukan upaya untuk mengendalikan hama ini seperti dengan menggunakan pestisida yang
ramah lingkungan (Nonci dkk, 2019). Hingga kini, salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam
mengendalikan hama adalah dengan memanfaatkan zat yang berasal dari tumbuhan sebagai pestisida
nabati. Pemanfaatan pestisida nabati dinilai relatif aman karena tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Selain itu, pembuatan pestisida nabati terbilang mudah karena bahannya mudah diperoleh
dalam kehidupan sehari-hari (Ramli, 2013). Sebagai salah satu contoh penggunaan tanaman yang bisa
dijadikan sebagai pestisida nabati salah satunya adalah buah maja (Aegle marmelos). Buah maja
merupakan salah satu contoh tanaman yang keberadaannya kurang diperdulikan, padahal buah ini
memiliki kandungan saponin dan tannin yang tidak disukai oleh harma tanaman. Pestisida nabati dari
buah maja memiliki bau yang menyengat dan rasa yang pahit sehingga mampu mengusir hama. Selain
itu akan mengganggu fungsi pencemaan dari serangga apabila termakan. Buah tanaman maja terdiri
dari zat lemak Senyawa tannin merupakan salah satu senyawa yang rasanya pahit yang bereaksi dengan
protein, asam amino dan alkaloid yang mengandung banyak gugus hidroksil dan karboksil untuk
membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromoiekul yang lain rasanya sangat
pahit ini tidak disukai oleh serangga menjadi hama pada tanaman. Adanya senyawa saponin dan tannin
pada buah maja, sehingga merupakan salah satu tanaman yang mudah didapat karna ketersediaannya
di alam cukup beringin dan juga sebagai bahan pestisida nabati yang cocok untuk mengendalikan
berbagai macam hama (Warta Litbang, 2013). Selain itu, ekstrak buah maja bersifat feeding deferent
atau penghambat makan pada serangga. Hal ini disebabkan karena buah maja mengandung senyawa
tannin, flavonoid dan folifenol. Senyawa tanin dapat berpengaruh pada serangga dalam hal oviposisi,
senyawa flavonoid dapar menghambat transportasi asam amino leisin dan bersifat toksisitas terhadap
serangga (Sylvia Sjam, 2006.) Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan uji ekstrak
pada buah maja ( A. marmelos) pada tanaman jagung untuk mengetahui pengaruh dari ekstrak buah
maja dalam mematikan hama S. frugiperda.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu: 1. Apakah ekstrak buah maja dapat
mematikan hama S.frugiperda? 2. Pada konsentrasi berapa paling efektif dan efisien mematikan
S.frugiperda di pertanaman jagung?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi yang baik digunakan
untuk mematikan hama Sfrugiperda. 1.4 Hipotesis 1. Ekstrak buah maja dapat mematikan Sfrugiperda
pada tanaman jagung. 2. Konsentrasi ekstrak buah maja yang berbeda bisa mematikan hama S
frugiperda dengan tingkat mortalitas yang berbeda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama Spodeptera frugiperda J.E Smith

Spodeptera frugiperda J.E Smith merupakan hama baru pada pertanarman jagung di Indonesia.
Serangga ini berasal dari Benua Amerika dan telah menyebar ke beberapa negara dan menyebabkan
kehilangan hasil tanaman jagung. Awal tahun 2019, hama ini ditemukan pada tanaman jagung di daerah
Sumatera (Kementan, 2019). kerusakan dari hama S. frugiperda menyerang titik tumbuh pada
pertanaman jagung yang dapat mengakibatkan kegagalan pembentukan pucuk daun muda tanaman.
Larva S. frugiperda memiliki kemampuan makan yang tinggi. Larva akan masuk ke dalam bagian
tanaman dan aktif makan disana, sehingga bila populasi masih sedikit sulit dideteksi. Imagonya
merupakan penerbang yang kuat dan memiliki daya jelajah yang tinggi (CABI, 2019). Hama S. frugiperda
bersifat polifag, beberapa di antaranya utamanya adalah tanaman pangan dari kelompok graminae
seperti jagung, padi, gandum, sorgum, dan tebu. Sehingga keberadaan dan perkembangan populasinya
diwaspadai. Akibat dari serangan hama ini menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi pada tanaman
jagung di Negara Eropa dan Afrika pada tahun 2019 mencapai 8,3 hingga 20,6 juta US$ pertahun ( FAO,
2019). Hama S. frugiperda meletakkan telur pada malam hari pada daun tanaman inang, menempel
pada permukaan bagian bawah dari daun bawah, dalam kelompok 100-300 butir dan kadang-kadang
dalam dua lapisan, biasanya dilapisi dengan lapisan pelindung rambut perut. Penetasan telur
membutuhkan 2-10 hari (biasanya 3-5). Larva muda makan jauh ke dalam lingkaran pucuk tanaman;
instar pertama pertumbuhan makan secara pada bagian bawah daun muda yang menyebabkan efek
skeletonizing atau 'windowing' yang khas, dan titiknya dapat membunuh. Larva yang lebih besar
bersifat kanibal, sehingga hanya ada satu atau dua larva per lingkaran biasa. Tingkat perkembangan
larva melalui enam bintang yang dipengaruhi oleh kombinasi dari makanan dan kondisi suhu, dan
biasanya membutuhkan waktu 14-21 hari. Larva yang lebih besar nokturmal kecuali saat ketika mencari
sumber makanan lain. Pupasi terjadi di dalam tanah, atau lebih jarang di daun tanaman inang, dan
membutuhkan waktu 9-13 hari. Imago dewasa muncul pada malam hari, dan biasanya menggunakan
periode pra-oviposisi alami untuk terbang sejauh beberapa kilometer sebelum oviposit, kadang-kadang
bermigrasi untuk jarak yang jauh. Rata-rata, imago hidup selama 12-14 hari (CABI 2017). Pada suhu
ambang batas 10,9 °C Diperlukan 559 hari untuk perkembangan. Tanah berpasir atau tanah liat-pasir
cocok untuk kepompong dan kemunculan imago. Munculnya imago pada tanah berpasir dan tanah liat
berbanding lurus dengan suhu dan terbalik dengan kelembaban. Di atas 30° C sayap imago cenderung
cacat. Pupa membutuhkan suhu ambang 14,6 ° C dan 138 hari untuk menyelesaikan perkembangannya
(Ramirez-Garcia et al., 1987). S.frugiperda adalah spesies tropis, suhu optimal untuk perkembangan
larva dilaporkan 28°C, tetapi lebih rendah untuk oviposisi dan pupa. Di daerah tropis,
perkembangbiakan dapat berkelanjutan dengan empat hingga enam generasi per tahun, tetapi di
wilayah utara hanya satu atau dua generasi yang berkembang; pada suhu yang lebih rendah, aktivitas
dan perkembangan berhenti, dan ketika pembekuan terjadi, semua tahapan biasanya mati. Di AS, S.
frugiperda biasanya hanya ada pada musim dingin di Texas selatan dan Florida. Pada musim dingin yang
ringan, pupa bertahan di lokasi utara. Gambar 1. S.Frugiperda (Sumber : Nonci, Nurnina dkk, 2019)
Serangga yang tergolong dalam ordo: Lepidoptera, famili: Noctuidae, dan bersifat polifag. Genus
Spodoptera terdiri atas 25 spesies, S. frugiperda spesies yang signifikan merugikan secara ekonomi
untuk pertanian, selain S. littura, S. muritia, S. exempta, S. frugipenda adalah hama invasif dan hama
penting pada tanaman jagung. Hama tersebut aktif malam hari untuk makan dan kawin ( Nadrawati
dkk, 2019). Imago hama tersebut memiliki ciri ada dua bintik-bintik putih pada lapisan yang dilapisi oleh
lapisank bristle. Pupanya berwarna coklat tua. Larva yang banu keluar dari telur berwarna hijau dan
menjadi cokelat terang hingga hitam. Larva memiliki simbol "Y" terbalik pada kepala, yang
membedakannya dari spesies yang lain. Betina lebih besar dari pada jantan dan bertelur 1500 hingga
2000 telur dalam rentang hidupnya. Dan untuk siklus hidup pada S. frugiperda 21-40 hari ( Nadrawati
dkk, 2019), kerusakan pada tanaman ditandai dengan bekas gerekan larva, yaitu terdapat serbuk kasar
menyerupai serbuk gergaji pada permukaan atas daun, disekitar pucuk tanaman jagung. Gejala Awal
dari serangan S. frugiperda mirip dengan gejala serangan hama-hama lainnya pada tanaman jagung.
Jika larva merusak pucuk, daun muda atau titik tumbuh tanaman, dapat mematikan tanaman. Di
negara-negara Afrika, kehilangan hasil tanaman jagung akibat serangan FAW antara 4 sampai 8 juta ton
per tahun dengan kerugian nominal antara US$ 1 - 4,6 juta per tahun. kadang-kadang, saat populasi
FAW sangat tinggi, FAWdapat pula menyerang bagian tongkol jagung sehingga dapat mendeteksi
kerusakan secara langsung pada hasil panen. Akan tetapi kebanyakan perilaku makan yang diamati ada
di daun muda yang masih menggulung. Larva yang berumur 8 hingga 14 hari dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman jagung, terutama ketika titik tumbuh tanaman muda dimakan. Serangan FAW
pada tahap vegetatif awal dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan dan kehilangan hasil
dibandingkan dengan tahap vegetatif akhir. Ketika populasi FAW tinggi pada tanaman, larva dewasa,
pindah ke tongkol mengurangi kualitas produk saat panen. Hujan lebat dapat menghanyutkan larva
muda dari daun dan menenggelamkannya pada daun muda yang masih menggulung (Nonci dkk, 2019).

2.2 Buah Maja

Buah maja merupakan tanaman dari famili Rutaceae, yang penyebarannya tumbuh di dataran rendah
hingga ketinggian 500 m dpl. Tumbuhan ini terdapat di Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk
di Indonesia. Pohon maja mampu tumbuh di lahan basah seperti rawa-rawa maupun di lahan kering
dan ekstrim, pada suhu 49°C pada musim kemarau hingga -7°C (Rismayani, 2013). Menurut Rismayani
(2013), Indonesia sangat kaya dengan aneka ragam tanaman yang memiliki peranan penting sebagai
insektisida nabati yang khasiatnya tidak kalah dengan insektisida kimia, contohnya adalah buah maja
(Aegle marmelos). Buah maja merupakan tanaman yang keberadaannya kurang dipedulikan, padahal
buah ini memiliki kandungan saponin dan tanin yang tidak disukai oleh hama. Klasifikasi buah maja
(Aegle marmelos) menurut Badan POM RI (2008): Kingdom : Plantae Divisi: Spermatophyta Kelas :
Dicotyledoneae Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae Genus : Aegle Spesies Aegle marmelos (L.) Correa
Gambar 2. Buah Maja ( Aegle marmelos) (Sumber : Estia,2019) Tanaman maja berbentuk pohon yang
dapat hidup di daerah tropis maupun subtropis. Selain mampu tumbuh dalam kondisi yang ekstrem
(49°C pada musim panas dan -7 °C pada musim dingin), tumbuhan ini juga mampu hidup sampai
ketinggian 200 meter. Buahnya berbentuk bulat dengan kulit berwarna hijau tapi isinya kuning atau
jingga. Aroma buahnya harum dan cairannya manis. Selama ini masyarakat memanfaatkan buah maja
dengan cara mengolahnya menjadi serbat, selai, sirop atau nektar. Maja merupakan tanaman perdu,
dengan kulit buah berwarna hijau dan memiliki kulit tempurung yang sangaf keras, Pohon maja memiliki
batang berkaya, bulat, bercabang berduri dan berwarna putih bertambah ( Badan POM RI, 2008).
Buahnya berbentuk seperti buah pir, berwarna kuning dan berbau "peer drop", Buahnya memiliki
diameter sekitar 5-12,5 dengan kulit yang sangat keras (Utami, 2008). Beberapa bahan kimia yang
terkandung dalam maja di adalah zat lemak dan minyak yang mengandung linonen. Daging buah maja
mengandung substansi semacam minyak balsem, 2-furocoumarinspsoralen, dan marmelosin. Buah,
akar, dan daun maja bersifat antibiotik, Daun disebutkan dapat digunakan sebagai obat tradisional.
Sementara mengomel maja sebagai racun ikan. Dan tannin yang digunakan dalam waktu yang lama
menyebabkan antinutrisi dan kanker (Hariana,2008). Ekstrak kering bunga A. marmelos memiliki
aktifitas sebagai anti inflamasi (Kumari, et al., 2014). Pada penelitian Arul et,al (2005), menyatakan
bahwa ekstrak serial daun A. marmelos memiliki sifat anti inflamasi, antipiretik dan analgesik. Begitu
juga dengan ekstrak A. marmelos memiliki aktivitas anti inflamasi (Shankkharananth, 2007). Dan hasil
solasi buah ini mengandung pectin, umbelliferon, psoralen dan eugenol. Minyak biji juga mengandung
senyawa antimikroba (Rani, et al., 2013). Buah maja merupakan salah satu contoh tanaman yang
keberadaannya kurang diperdulikan, padahal buah ini memiliki kandungan saponin dan tannin yang
tidak disukai oleh hama tanaman. Pestisida nabati dari buah maja memiliki bau yang enak dan rasa yang
pahit sehingga mampu mengusir hama. Selain itu akan mengganggu fungsi pencemaan dari serangga
apabila termakan. Buah tanaman maja terdiri dari zat lemak yang ada pada buah maja tersebut. tanin
merupakan salah satu senyawa yang menghasilkan rasa pahit yang bereaksi dengan protein, asam
amino dan alkaloid yang mengandung banyak gugus hidroksil dan karboksil untuk membentuk perikatan
kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain sehingga senyawa yang sangat pahit ini
tidak disukai oleh serangga hama pada tanaman. Adanya senyawa saponin dan tannin pada buah maja,
sehingga menupakan salah satu alasan sebagai bahan pestisida nabati (Warta Litbang, 2013). Senyawa
yang dikandung buah maja yaitu alkaloid. Alkaloid senyawa basa yang memiliki sifat polar. sehingga
keberadaan senyawa ini dapat dilupakan menekan pertumbuhan R.microporus karena jamur tumbuh
pada pH 4,8 - 5. Alkaloid dapat mengganggu sistem kerja saraf (neuromuscular toxic), menghambat daya
makan larva. Cara kerja dari senyawa senyawa alkaloid yaitu dengan cara menghambat suatu kerja
asetilkolinesterase yang memiliki fungsi hidrolisis asetilkolin. Dalam keadaan stabil asetilkolin berfungsi
untuk menghantarkan suatu impuls saraf, tidak lama kemudian akan mengalami hidrolisis dengan
adanya bantuan enzim asetilkolinesterase terjadinya suatu penumpukkan asetilkolin yang akan merusak
sistem saraf. Kemudian pada tubuh larva juga akan mengalami perubahan warna yang lebih transparan
dan gerakan tubuhnya akan lambat ( Parwanti, 2019). Selain alkaloid juga senyawa flavonoid. Flavonoid
adalah senyawa kimia yang memiliki sifat insektisida. Flavonoid bekerja sebagai penghambat
penghambatan. Inhibitor adalah zat yang bisa menurunkan kecepatan reaksi kimia. Senyawa ini dapat
mengganggu metabolisme energi di mitokondria dengan menghambat sistem transportasi elektron.
Dan senyawa Tanin merupakan senyawa fenolik yang memiliki berat molekul tinggi, yaitu 50 hingga
20.000. Tanin larut dalam udara, kecuali tanin yang memiliki berat molekul yang sangat tinggi. 19
Senyawa tanin adalah senyawa yang memiliki rasa pahit dan bereaksi dengan protein, asam amino dan
alkaloid yang mengandung banyak gugus hidroksil dan karboksil dan karboksil yang kuat dengan protein
dan makromolekul yang lain sehingga rasanya pahit tidak disukai oleh serangga dan senyawa yang dapat
rasa pahit pada buah maja juga yaitu senyawa saponin yang tidak disukai serangga (Parwanti, 2019).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin Makassar dan untuk pengambilan larva dilakukan di Bontolangkasa Kec.
Bontonompo Kab. Gowa. Waktu pelaksanaannya dimulai bulan November 2019- Maret 2020.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu ekstrak buah maja, tanaman jagung, dan larva S.frugiperda, haby corn, dan
madu. Alat yang digunakan yaitu ember, saringan, jergen, pipet, labu takar, kain kasa, kuas, cawan,
pinset, wadah untuk pemeliharaan hama ulat berupa kurungan, dan wadah plastik.
3.3 Metode Pelaksanaan

3.3.1 Persiapan Media Tanam Tanah untuk media tanam jagung, dan juga menyediakan pupuk sebagai
sumber hara di pertanaman dan menyediakan polibag ukuran sedang sebagai tempat menanam.

3.3.2 Penyiapan bibit dan Penanaman melakukan penyiapan benih jagung dan jagung yang digunakan
pada penelitian varietas jagung Bonanza FI. Penanaman benih jagung dalam dengan menggunakan 2 biji
jagung saja.Untuk media tanam polibag menggunakan tanah yang telah dicampur dengan kompos
dengan perbandingan 1:1. Untuk pemupukan menggunakan pupuk kandang dan pupuk NPK. Selain itu
dilakukan pemberian furadan. Penyiraman tanaman dilakukan sekali sehari.

3.3.3 Pemeliharaan dan perbanyakan S.frugiperda Pengambilan larva uji S.frugiperda dilakukan
dilapangan dan di bawah ke laboratorium untuk melakukan pemeliharaan dan perbanyakan. Dan
dikembang biakkan dalam wadah. Kemudian diberikan pakan berupa hayy con. Setiap hari diganti
pakannya hingga larva berupa pupa. Kemudian pada fase pupa dipindahkan ke media pasir steril dan
sedikit dilembabkan kemudian disimpan dalam kurungan. Setelah menjadi imago, serangga tersebut
diberi pakan berupa madu. Kemudian imago betina dan jantan dikumpulkan dalam satu kurungan
hingga mendapatkan telur. Telur tersebut nanti yang akan digunakan jika telah memasuki fase larva
atau didapatkan larva yang seragam. Dan larva yang digunakan yaitu larva instar III.

3.3.4 Pembuatan Ekstrak Buah Maja

mengambil buah maja dan bagian yang diambil itu sebanyak 3,5 kg dengan menambahkan molase 500
ml serta air sebanyak 100 ml kemudian diaduk hingga merata. Setelah itu ember ditutup dan
difermentasi selama kurang lebih sebulan. Setelah itu dilakukan dan ditambahkan air hingga mencapai
10 Liter.

3.3.5 Pengaplikasian Pengaplikasian menggunakan daun jagung yang muda. Sebelum itu terlebih dahulu
ditimbang terlebih dahulu dan kemudian dicelup terlebih dahulu terlebih dahulu di ekstrak buah maja
yang sudah diencerkan dengan berbagai konsentrasi yaitu 2,5%, 5% dan 7,5%, 10% dan juga kontrol,
daun yang sudah dicelupkan beberapa menit lalu diangkat dan dikering anginkan. Sebelum diberikan
kepada larva uji, larva uji dipuasakan selama 5 jam. Larva yang digunakan sebanyak 15 ekor untuk
setiap konsentrasi. Larva uji instar yang digunakan, sebanyak 5 ekor untuk setiap ulangan yang
sebelumnya telah dipuasakan lalu dimasukkan dalam wadah. Setelah daun jagung telah diberi
pengobatan telah diganti dengan daun jagung tanpa pengobatan. Setelah itu diamati perubahan yang
terjadi.

3.3.6 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rançangan acak (RAL) dengan menggunakan 5
perlakuan dan 3 kali ulangan dan setiap penggunaan daun jagung. Perlakuan yang digunakan yaitu: PO =
Kontrol (Tanpa perlakuan) PI = konsentrasi 2,5% (7 ml ekstrak + 93 ml air) P2 = Konsentrasi 5% (14 ml
ekstrak + 86 ml air) P3 - Konsentrasi 7,5% (21 ml ekstrak + 79 ml air) P4 = Konsentrasi 10% ( 29 ml
ekstrak + 71 ml air)

3.3.7 Pengamatan
3.7.7.1 Pengamatan Mortalitas

aplikasi untuk mortalitas dilakukan pada 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan seterusnya hingga
didapatkan angka mortalitas. Kemudian untuk pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus
(Abbott, 1952 dalam (6661 'ouofud Dengan : M= Mortalitas larva a= Jumlah larva yang mati b = Jumlah
larva yang diuji perhitungannya dilakukan jika dalam pengamatan sudah ada perlakuan yang larvanya
mengalami kematian 100%)

3.3.7.2 Pemberdayaan Pembentukan Pupa Dan Imago dilakukan dengan pembentukan kepompong dan
pengembangan imago Menurut Saputra (2015), persentase jumlah larva yang berubah menjadi
kepompong diukur mengamati pula penerapannya : P = Persentase larva jadia p=Jumlah larva yang
membentuk pupa n=Jumlah larva yang diuji Untuk mengamati proporsi pupa imago sebagai berikut:
Dengan : I= Persentase pupa jadi imagoi= Jumlah pupa yang membentuk imago n= Jumlah larva yang
diuji

3.3.7.3 Lama Perkembangan Larva S. frugiperda ini dilakukan dengan melihat lama perkembangan larva
S. friguperda pada setiap instarnya yang dilakukan setiap harinya. melihat lama pengaruh
perkembangan larva dari instar 3 hingga instar 6 dengan memperhatikan adanya eksufia.

3.3.8 Analisis Data Persentase data mortalitas larva dianalisis menggunanakan analisis sidik ragam
kemudian dilanjutkan dengan uji BNT jika hasil ragam menunjukkan berbeda nyata. Data jumlah
serangga uji dan jumlah serangga mati untuk setiap konsentrasi, di analisis probit LCsu dan LCo dengan
menggunakan SPSS 16.0. ET

Anda mungkin juga menyukai