Anda di halaman 1dari 14

KEMAMPUAN BERFIKIR ILMIAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Disusun oleh:
Ari Atma Sulistia; E1M017004;2018
Baiq Kiki Rizki Amalia; E1M017010; 2018
Dini Handayani; E1M017016;2018
Niken Rizky Johana; E1M017048
Zahratul Munawarah; E1M017082

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MATARAM
2018
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini
merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu
yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia
berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan
kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S
Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari
hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir.
Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari
jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.
Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,
meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan
(berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip
logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).
Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan,
yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan
prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru
yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis,
definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang
gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian
konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk
memahami suatu gejala.
Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan
dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal
untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir
yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula.
Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan
alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai
bahan dari telaahan filsafat ilmu.
b. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah


khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis
merumuskan masalah, sebagai berikut :

a. Apa pengertian berpikir ilmiah?


b. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?
c. Bagaimana konsep dasar berpikir ilmiah?
d. Bagaimana strategi pengembangan berpikir ilmiah kepada siswa?

c. Tujuan penulisan

Dari rumusan masalah diatas yang menjadi tujuan penulisan yaitu :

a. Menganalisis pengertian berfikir ilmiah


b. Menganalisis langkah langkah berpikir ilmiah
c. Mengetahui hakekat dasar berpikir ilmiah
d. Mengetahui strategi pengembangan berpikir ilmiah kepada siswa

B.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi berpikir ilmiah

Sebelum lebih jauh menjelaskan apa yang dimaksud dengan berfikir ilmih ada
baiknya lebih dahulu kita mengetahui arti per kata dari kelompok kata tersebut.
Pertama kata berpikir. Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskansesuatu. Sedangkan menurut poespoprodjo
berfikir adalah suatu akifitas yang banyak seluk beluknya, berlibat-libat, mencakup
erbagai undur dan langkah-langkah. Menurut anita taylor et.Al. berfikir adalah
peruses [enarikan kesimpulan. Jadi berpikir adalah peruses penarikan kesimpulan.
Jadi berfikir merupakan sebuah peruses tertentu yang dilakukan akal budi dalam
memahami, mempertimbangkan,menganalisa, meneliti, menerangkan dan
memikirkan sesuatu dengan jalan tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga
sampai pada sebuah kesimpulan yang benar.
Sedangkan ilmiah yakni “bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan,memenui
syarat kaidah ilmu pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah berfikir rasional dan berfikir
empiris. Bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena
didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara
mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam”. Berpikir rasional adalah berfikir
menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan
berpikir empiris berfikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata
yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indra manusia.
Jadi memang tidak semua berpikir akan menghasilkan pengetahuan dan ilmu
dan juga tidak semua berfikir disebut berfikir ilmiah. Karena berfikir ilmiah memiliki
aturan dan kaidah tersendiri yang harus diikutioleh para pemikir dan ilmuan, sehingga
proses berpikir mereka bisa dikatakan sebagai produk ilmu pengetahuan dan
bermamfaat bagi khalsyak ramai dan manusia pada umumnya.
Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sesuatu. Sedangkan menurut Poespoprodjo berpikir adalah suatu
aktifitas yang banyak seluk-beluknya, berlibat-libat, mencakup berbagai unsur dan
langkah-langkah. Menurut Anita Taylor et. Al. berpikir adalah proses penarikan
kesimpulan. Jadi berpikir merupakan sebuah proses tertentu yang dilakukan akal budi
dalam memahami, mempertimbangkan, menganalisa, meneliti, menerangkan dan
memikirkan sesuatu dengan jalan tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga

b. metode berpikir ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran


secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan
rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara
rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat
relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah
bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh
cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara.
Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan
bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna
mencapai suatu tujuan.

Bagaimanapun juga berfikir ilmiah tetap menggunakan atau memakai proses


berpikir ilmiah sebagai salah satu syarat utuk dikatakan bahwa apa yang dipikirkan
termasuk dalam kerangka berfikir ilmiah. Adapun prses berpikir menurut Sudjana
menempuh langkah langkah tertentu yang disanggah oleh tiga unsure pokok, yakni
pengajuan masalah. Perumusan hipotesis dan verifikasi data.

Menurut Juju nada lima langkah dalam kerangka berfikir ilmiah.


1. Merumuskan masalah,
2. Menyusun kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis
3. Merumuskan hipotesis,
4. Menguji hipotesis dan
5. Adalah menarik suatu kesimpulan

Langkah-lamgkah atau taraf berpikir ilmiah dimulai dengan munculnya sebuah


masalah yang kemudian disusun dalam suatu bentuk rumusan masalah, selanjutnya
memberikan suatu solusi pemecahannya dalam bentuk jawaban atau kesimpulan yang
bersifat sementara terhadap pertanyaan atau permasalahan yang diajukan, setelah itu
menentukan cara yang benar untuk menguji hipotesis dengan mengumpulkan data-
data dan fakta-fakta emporis yang relevan dengan hipotesi yang diajukan sehingga
akan menampakkan apakah benar terdapat fakta dan data nyata tersebut atau tidak.
Terakhir dapat ditarik sebuah kesimpulan apakah betul sebuah hipotesis yang telah
diajukan itu ditolak atau bahkan diterima, berdasarkan data dan fakta yang ada,bukan
berlandaskan terhadap opini atau asumsi.
Langkah-langkah berfikir ilmiah dari debngan didukung pendapat para ahli:
Langkah pertama dalam kerangka berfikir ilmiah adalah perumusan
masalah. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan
langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah. Penting
karena rumusan masalah adalah ibarat pondasi rumah atau bangunan, tempat berpijak
awal,apabila salah menentukan dan tidak jelas batasan dalam melakukan akan
menyulitkan proses selanjutnya.
Langkah berikutnya perumusan hipotesis “hypo”artinya dibawah dan
“thesa” artinya kebenaran.Dalam bahasa Indonesia dituliskan hipotesa, dan
berkmbang menjadi hipotesis. Hipotesis merupakanjawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari
kerangka berpikir yang dikembangkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa hipotesis adalah jawaban smentara atas
pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang telah dirumuskan.
Jadi hipotesis adalah usaha untuk mengumpulkan bukti-bukti yang relevan
dan berhubungan serta mendukung terhadap hipotesis yang telah diajukan sehingga
bisa terusi kebenaran hipotesis tersebut atau tidak dan hal ini sangat penting untuk
dilakukan tanpa ada proses pengujian hipotesi dakam sebuahpenelitian akan sulit
penelitian tersebut dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Langkah terakhir dalam kerangka berfikir ilmiah adalah penarikan
kesimpulan. Kesimpulan merupakan salah satu faktor yang penting dalam sebuah
proses penelitian, kenapa demikian, karena dengan kesimpulan yang ada dalam
suatu penelitian akan menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian.
Kesimpulan itu berupa natijah hasil dari penafsiran dan pembahsan data yang
diproleh dari penelitian,sebagai jawaban ats pertanyaan yang diajukan dalam
perumusan masalah. Sedangkan menurut Suharsinibahwa suatu kesimpulan bukan
suatu karangan dari pembicaraan pembicaraan lain, melainkan hasil proses tertentu
“menarik”,dalam arti “memindahkan” sesuatu dari suatu tempat ketempat lain.

c. konsep dasar berpikir ilmiah

 Hakikat Berpikir Ilmiah

Dalam membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berfikir belum dapat


dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa
persyaratan tertentu yang disebut sebagai pola fikir. Berfikir dengan mendasarkan
pada kerangka fikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan
berfikir ilmiah. Dengan demikian tidak semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan
sebagai kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu
berfikir ilmiah tidak sama dengan berfikir.
Ketika anak balitanya mengambil sebuah pisau, seorang ibu langsung
berusaha untuk mengambil sebilah pisau dari si anak, karena sang Ibu berfikir pisau
dapat membahayakan si anak. Kegiatan berfikir sang ibu belum dapat dikategorikan
sebagai kegiatan ilmiah karena ibu hanya mengira-ngira atau mempergunakan perasaan
dalam kegiatan berfikirnya. Berbeda dengan seorang mahasiswa sejarah yang dengan
sengaja memberikan sebilah pisau kepada anak balita dalam rangka untuk mengetahui
bagaimana sistem reflek si batita dalam mempergunakan pisau. Mahasiswa memiliki
alasan yang jelas yakni ingin mendapatkan pengetahuan tentang kemampuan seorang
anak kecil, sehingga memungkinkan kegiatannya disebut berfikir ilmiah. Lalu apa saja
yang memungkinkan kegiatan mahasiswa sejarah disebut sebagai berfikir ilmiah karena
beberapa sebab:
Pertama, perlu dipahami bahwa kegiatan penalaran adalah proses berfikir yang
membuahkan sebuah pengetahuan. Selain itu, melalui proses penalaran atau berfikir
ilmiah berusaha mendapatkan sebuah kebenaran. Untuk mendapatkan sebuah
kebenaran, kegiatan penalaran harus memehuni dua persyaratan penting, yakni logis
dan analitis.
Syarat pertama adalah logis, dengan kata lain kegiatan berfikir ilmiah harus
mengikuti suatu aturan atau memenuhi pola pikir (logika) tertentu. Kegiatan penalaran
yang digunakan si mahasiswa disebut logis karena ia memehuni suatu pola fikir
induktifis atau pola fikir dengan menggunakan observasi individual untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih general, dengan cara mengamati refleks si balita ketika
diberikan sebilah pisau. Syarat kedua bagi kegiatan penalaran adalah analitis, atau
melibatkan suatu analisa dengan menggunakan pola fikir (logika) tersebut di atas. Ini
berarti, jika si mahasiswa sejarah hanya melihat si anak saat diberikan sebilah pisau
tanpa melakukan analisa apa yang terjadi setelah itu dan tidak menggunakan pola fikir
induktifisme dalam analisanya, maka kegiatannya itu belum dapat disebut sebagai
sebuah penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah.
Dari penjelasan dan contoh di atas, dapatlah diketahui bahwa dalam proses
berfikir kita sehari-hari, kita dapat membedakan berfikir ilmiah dari kegiatan yang lain,
yaitu berfikir non-ilmiah. Pada penjelasan lebih lanjut, para filosof atau para pemikir
menyimpulkan bahwa kegiatan berfikir ilmiah didapatkan melalui rasio dan indera
(juga pengalaman) manusia sehari-hari.
Selain berfikir ilmiah, terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan
berfikir tidak dapat disebut sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan intuisi
dan berfikir berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir manusia, yang
melibatkan pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu pengetahuan. Namun,
intuisi tidak memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia tidak dapat dikategorikan sebagai
kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah merasa tidak tenang dengan kondisi
anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar kota. Tetapi ketika ditanyakan apa sebab
yang menjadi dasar ketidaktenangan dirinya, sang Ayah tidak dapat menyebutkannya
dan hanya beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada yang tidak beres dengan si
anak yang ada di luar kota. Setelah menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak
sedang sakit parah. Meskipun proses berfikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi
tidak bisa disebut berfikir ilmiah, karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan
terlebih lagi tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa ini.
Selain berfikir intuitif, pengetahuan melalui wahyu juga tidak bisa memenuhi
kegiatan penalaran. Alih-alih menggunakan pola fikir (logika) tertentu dan analisa
terhadapnya, wahyu justru mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan bukan pada hasil
aktif manusia. Dengan kata lain, melalui wahyu, akal manusia bersifat pasif dan hanya
menerima sebuah kebenaran yang sudah ada (taken for granted) dengan keyakinannya.
Sampai pada poin ini, perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah
memiliki perbedaan dalam dua faktor mendasar, yakni:
a) Sumber pengetahuan, berfikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio
dan pengalaman manusia, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu)
mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.
b) Ukuran kebenaran, berfikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis
dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu)
mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.
Uraian mengenai hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran
memperlihatkan bahwa pada dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasariah dari
pengetahuan manusia. Darinya, kita membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan
pengetahuan non-ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang ber berfikir adalah proses
dasariah dari pengetahuan manusia. Darinya, kita membedakan antara pengetahuan yang
ilmiah dan pengetahuan non-ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah
belum dapat disebut benar atau sahih sebelum kita melakukan penyimpulan terhapat
proses berfikir kita. Karena pengetahuan sesungguhnya terdiri atas kesimpulan-
kesimpulan dari proses berfikir kita. Dengan kata lain, suatu pengetahuan ilmiah disebut
sahih ketika kita melakukan penyimpulan dengan benar pula. Kegiatan penyimpulan
inilah yang disebut logika. Dengan demikian kita sudah mendapati hubungan antara
syarat berfikir ilmiah dengan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama memenuhi
suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika.
Dilihat dari kegiatan penyimpulannya, logika terbagi menjadi dua bentuk,
yaitu logika induktif dan logika deduktif.
a) Logika Induktif
Kegiatan penarikan kesimpulan melalui logika ini dimulai dari kasus yang
khusus/khas/individual untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih
umum/general/fundamental. Kita tahu bahwa gajah memiliki mata, kambing juga
memiliki mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan demikian kita dapat
menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki mata. Logika induktif
memiliki berbagai guna bagi kegiatan berfikir ilmiah kita, antara lain: Bersifat ekonomis
bagi kehidupan praksis manusia. Dengan logika induktif kita dapat melakukan
generalisasi ketika kita mengetahui/menemui peristiwa yang sifatnya khas/khusus.
Logika Induktif menjadi perantara bagi proses berfikir ilmiah selanjutnya. Ia
merupakan fase pertama dari sebuah pengetahuan, yang selanjutnya dapat diteruskan
untuk mengetahui generalisasi yang lebih fundamental lagi. Misalnya ketika kita
mendapatkan kesimpulan “semua hewan memiliki mata” lalu kita masukkan manusia ke
dalam kelompok ini, bisa saja kita menyimpulkan “makhluk hidup memiliki mata”.
b) Logika Deduktif
Logika Deduktif adalah kegiatan penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan yang umum untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih khusus. Pada
umumnya, logika deduktif didapatkan melalui metode Sillogisme yang dicetuskan
oleh Filosof Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri dari premis mayor yang mencakup
pernyataan umum, premis minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih
khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya.
Dengan demikian, kebenaran dalam silogisme atau logika deduktif ini didapatkan
dari kesesuaian antara kedua pernyataan (premis mayor dan minor) dengan
kesimpulannya.
 Ciri-ciri Berpikir Ilmiah
a) Pendapat atau tindakannya melalui penelitian
b) Pendapatnya sesuai kebenaran
c) Terdapat data-data atau bukti dalam menunjukkan hasilnya
d) Tidak berdasarkan perkiraan atau hanya sekedar pendapat
 Manfaat Berfikir Ilmiah
a) Seseorang yang selalu berpikir ilmiah tidak akan mudah percaya terhadap
sesuatu
b) Pendapatnya akan dapat dipercaya dan diterima orang lain
c) Dalam memecahkan masalah tidak dengan emosi.

d. strategi pengembangan berpikir ilmiah kepada siswa

Strategi pengembangan berpikir ilmiah kepada siswa dapat dilakukan melalui


pendekatan saintifik/ilmiah. Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan
saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan
penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya,
dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan
kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu
fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan
menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order Thingking/HOT).
Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya
perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran
konvensional. Beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-
prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1) Problem Based Learning; (2)
Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group Investigation. Metode-
metode ini berusaha membelajarkan siswa untuk mengenal masalah, merumuskan
masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan
dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada
akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.

Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget yang mengatakan bahwa


mulai usia 11 tahun hingga dewasa (tahap formal-operasional), seorang individu telah
memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua
ragam kemampuan kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan
berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons; dan (2)
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-
materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan demikian, tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam
pembelajaran sangat mungkin untuk diberikan mulai pada usia tahapan ini. Tentu saja,
harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari penggunaan hipotesis dan berfikir abstrak
yang sederhana, kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan berfikirnya dapat
ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis dan berfikir abstrak yang lebih kompleks.
Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri
bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup
komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta. Komponen-komponen tersebut seyogyanya dapat dimunculkan dalam setiap
praktik pembelajaran, tetapi bukanlah sebuah siklus pembelajaran.

 Strategi Meningkatkan Keterampilan Berfikir Ilmiah


Guru yang handal adalah guru yang mampu melaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan metode yang variatif. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode variatif
dapat membangkitkan suasana tidak monoton. Pembelajaran, Menyenangkan, Aktif,
Inovatif, Rasional, Kreatif, Imajinatif, dan Kontekstual (Pemainkidal). Pelaksanaan
pembelajaran dengan mengintegrasikan empat metode mengajar. Dalam skenario ini
mengintegrasikan pengajaran tradisional dan metode pengajaran masa kini dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Skenario pembelajaran untuk membangkitkan siswa aktif dengan menggunakan metode
(1) Tanya Jawab (2) Student Team Achievement Division (STAD) atau model tim siswa
berprestasi, (3) Pemecahan masalah atau problem based introdution (PBI) dan (4) Model
web based intruction (WBI) atau pembelajaran berbasis internet. Agar guru tidak terlalu
sibuk memilih terlalu banyak teknik membelajarkan siswa, maka penggunaan metode
disesuaikan dengan siklus apersepsi, inti, dan penilaian yang secara simultan dengan
penerapan siklus eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pada tiap penggunaan metode
menekankan pada fungsi pengembangan kompetensi yang berbeda, namun secara
keseluruhan menjadi proses untuk mengasah keterampilan berpikir ilmiah siswa.
Penggunaan metode dilakukan secara bertahap, namun demikian guru dapat
menggunakannya secara simultan jika situasi belajar membutuhkan perpaduan dua metode
atau lebih.
a. Tanya Jawab guru gunakan dalam tahap apersepsi dengan cara mengeksplorasi
informasi yang siswa kuasai tentang materi pelajaran; menentukan tujuan, indikator, dan
kriteria keberhasilan belajar, dan mengidentifikasi informasi baru yang perlu siswa
ketahui dan keterampilan yang perlu siswa kuasai agar dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Selanjutnya kelas dibagi dalam beberapa kelopok.
b. STAD (Student Team Achievement Division), setelah siswa memahami tujuan
pembelajaran maka kelas dibagi dalam kelompok (tiap kelompok bisa 4 sampai 6 siswa).
Pastikan bahwa tiap kelompok memiliki anggota tim yang variatif. Dorong siwa bekerja
sama agar saling mengasah pengalaman, memahami masalah, dan merencanakan
pemecahan masalah dengan menggunakan teori, saling memperluas pemahaman melalui
kegiatan tutor teman sebaya. Di sini mereka menghimpun data, mengolah data, dan untuk
mencapai target belajar dalam kelompok.
Tiap anggota kelompok bekerja sama dalam rangka meningkatkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. Kerja sama
ditingkatkan untuk mencari informasi, menghimpun data, mengolah data mengelaboarasi
informasi dengan menggunakan berbagai berbagai sumber belajar. Seluruh anggota
kelompok mengembangkan keterampilan menjelaskan informasi, contohnya, melalui
kegiatan presentasi. Melalui proses ini diharapkan seluruh anggota kelompok menguasai
komptensi yang menajadi target belajar.
Kerja sama kelompok dalam proses belajar guru nilai dengan menggunakan format acuan
penilaian. Di samping penilaian kelompok, kompetensi siswa juga dinilai secara idividual.
Total perolehan nilai tiap individu pada tiap kelompok dihitung sebagai nilai kontribusi
individu terhadap kelompok. Hasil belajar tiap individu sama-sama menentukan
keberhasilan kelompok. Dalam proses ini siswa bekerja sama dalam belajar, namun
mendapatkan penilaian secara individual (Eric, 1996).
c. WBI (Web Based Instruction) adalah pebelajaran untuk mengebangkan lingkungan
belajar yang memanfaatkan ketersedian akses internet. Tujuan penggunaan metode ini
adalah untuk meningkatkan kemandirian siswa dan menyediakan sumber belajar berbasis
komputer atau internet. Siswa mamanfaatkan sumber belajar yang sangat variatif. Yang
perlu guru jamin adalah memndapatkan informasi yang mereka perlukan dari sumber
yang sehat. Di samping itu, siswa dapat dari internet dapat mengenali model pemecahan
masalah yang sejenis sebagai contoh.
d. PBI (Problem Based Introduction) penggunaan model ini untuk meningkatan
keterampilan siswa memecahkan masalah. Penerapan metode ini diawali dengan
meningkatkan keterampilan siswa mendefinisikan masalah, menghimpun informasi yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, memilih alternatif pemecahan masalah,
melakukan observasi atau percobaan, menghimpun data, menyimpulkan dan menerapkan
alternatif solusi pemencahan masalah. Apakah pertumbuhan tanaman menjauh atau
mengarah pada cahaya matahari?; Apa yang menyebabkan masyarakat membuang sampah
ke sungai?. Berhati-hatilah dalam mendorong siswa mengidentifikasi masalah karena
proses ini dapat menghabiskan banyak waktu.
e. Berpikir Ilmiah, proses berpikir ilmiah menurut Antonio Zamora terdiri atas empat
kegiatan utama, yaitu:
1) Melakukan observasi dan mendeskripsikan gejala alam atau fenomena. Observsi
dapat dilakukan secara visual atau dengan bantuan teknologi.
2) Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan fenomena dalam hubungan sebab akibat
atau dalam hubungan matematis.
3) Menguji hipotesis dengan cara menganalisis hasil observasi, memprediksi hasil
observasi tentang adanya fenomena baru. Jika percobaan tidak dapat membuktikan
kebenaran hipotesis maka hipotesis harus ditolak atau diubah. Kegiatan kembali ke
merumuskan hipotesis berikutnya.
4) Menetapkan teori melalui verikasi ulang.
Empat tahap besar itu dijabarkan dalam kegiatan belajar melalui serangkaian proses
seperti yang Ellen Booth Cruch rumuskan dalam rangkaian tujuh langkah kegiatan,
yaitu:
 Mengobservasi fenomena ……(alam atau sosial*) ….yang dilakukan secara visual
atau menggunakan teknologi* pilih salah satu.
 Membandingkan berbagai fakta atau informasi yang diperoleh dari pengamatan.
 Mengelompokan informasi yang diperoleh dapat membedakan ….dengan ….secara
jelas.
 Merumuskan hipotesis untuk memprediksi ………agar siswa membuktikan
prediksinya.
 Melakukan eksperimen (observasi) ……untuk memperoleh data sesuai yang
direncanakannya.
 Mengevaluasi hasil eksperimen (observasi) untuk menguji kebenaran hipotesis atau
prediksi yang telah siswa tetapkan.
 Menerapkan hasil studi dalam bentuk…… (karya nyata yang inovatif).

Kegiatan pengembangan keterampilan berpikir ilmiah ini membutuhkan waktu dua


jam pertama tatap muka, dua jam kegiatan tidak struktur, dua jam tatap muka untuk
penyajian hasil karya siswa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses
bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan
berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan
seharihari dari pengaruh alam sekelilingnya. Sedangkan berfikir ilmiah adalah pola
penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat. Adapun salah satu
pendapat dari para ahli mendefinisikan atau berpendapat bahwa berfikir ilmiah adalah
berfikir yang logis dan empiris. Logis masuk akal, empiris dibahas secara mendalam
berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan . Sarana berfikir ilmiah pada
dasarnya ada tiga (3) yaitu : Bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah, Matematika sebagai
sarana berfikir ilmiah,dan Statistika sebagai sarana befikir ilmiah. 1. Bahasa ilmiah
berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses
berfikir ilmiah. 2. Matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif
sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan 3.
Statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsepkonsep
yang berlaku umum.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan, umumnya bagi khalayak umum yang sudah
membaca makalah ini, diharapkan dapat mengetahui konsep dasar berfikir ilmiah, strategi
pengembangan berpikir ilmiah, dan mengetahui penerapan perpikir ilmiah dalam
pembelajaran sejarah, sehingga dengan mengkaji hal tersebut dapat menambah wawasan,
pengetahuan, dan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi dengan menerapkan cara berpikir ilmiah.
Daftar pustaka
http://intanzaki28.blogspot.com/2014/12/berfikir-ilmiah.html?m=1

http://tsaraaulia99.blogspot.com/2014/09/metode-ilmiah-dan-penerapannya.html

Anda mungkin juga menyukai