Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit mata merupakan penyakit dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap
tahunnya di Indonesia. Prevalensi angka kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah
penduduk. Penyebab utama dari kasus kebutaan ini adalah katarak, kelainan kornea,
glaukoma, kelainan refraksi, kelainan retina dan kelainan nutrisi (Setiawan & Ratnasari,
2014).

Seiring dengan menurunnya kualitas dan gaya hidup seperti pola makan, olahraga, istirahat,
bekerja, tingkat stres dan usia, jumlah individu dengan keluhan penyakit mata semakin
bertambah. Banyak kasus penyakit mata dapat menimbulkan kebutaan karena terlambat
ditangani serta kurangnya pengetahuan mengenai penyakit mata (Yusniar et al., 2018).
Perbandingan ketersediaan dokter ahli dan tenaga medis dengan masyarakat masih relatif
kurang khususnya yang jauh dari perkotaan sehingga menyebabkan masyarakat kurang
memahami penyakit yang di deritanya. (Latumakulita, 2012) . Hal tersebut makin diperparah
dengan banyaknya anggapan oleh masyarakat bahwa penyakit tidak perlu melalui proses
pengobatan dan akan sembuh dengan sendirinya (Nadya, 2013).

Terbatasnya jumlah tenaga medis, dapat dibantu dengan keberadaan teknologi.


Perkembangan teknologi yang pesat bisa membuat masyarakat memeriksa penyakit mata
awal lewat internet. Manusia dengan pengetahuan yang dimiliki mulai mengembangkan ilmu
yang disebut dengan kecerdasan tiruan atau artificial intellegence. Ilmu artificial intellegence
mempelajari tentang bagaimana cara agar mesin dapat bekerja dan memiliki kemampuan
seperti manusia, mulai dari meniru cara otak manusia bekerja, meniru jaringan saraf,
kemampuan bergerak serta menge- nali sesuatu dan bahkan berkembang kearah yang
menyangkut tentang psikologi dan kesehatan. Salah satu bagian dari artificial intellegence
adalah expert system atau sistem pakar (Gama et al., 2019). Sistem pakar merupakan suatu
sistem terkomputerisasi yang menirukan seorang pakar dalam mengatasi masalah yang rumit
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Penyelesaian masalah dapat diuji dan hasil
pengujian tersebut apakah sesuai dengan hasil yang dikerjakan oleh seorang pakar (Permana
et al., 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dikembangkan suatu sistem pakar yang mampu
melakukan diagnosa layaknya dokter spesialis terhadap gejala dari penyakit mata yang
diderita pasien. Sistem pakar diagnosa awal penyakit mata adalah sistem pakar yang
menggunakan pengetahuan khusus tentang gejala dari macam-macam penyakit mata untuk
memberikan diagnosa awal dari penyakit mata yang diderita pasien. Sistem ini bekerja
dengan cara konsultasi (melakukan tanya jawab) dimana setiap pertanyaan yang diberikan
sistem berasal dari aturan yang ditanamkan dengan penulusuran gejala menggunakan metode
forward chaining.
Gama, A. W. O., Sukadana, I. W., & Prathama, G. H. (2019). Sistem Pakar Diagnosa Awal
Penyakit Mata (Penelusuran Gejala Dengan Metode Backward Chaining). Jurnal
Elektronika, Listrik, Telekomunikasi, Komputer, Informatika, Sistem Kontrol (J-Eltrik),
1(2), 71–76. https://doi.org/10.30649/j-eltrik.v1i2.34
Latumakulita, L. A. (2012). Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Anak Menggunakan
Certainty Factor ( Cf ) Expert System For Diagnosing Child Disease. Jurnal Ilmiah
Sains, 12(2), 120–126.
Nadya. (2013). KONSEP SEHAT DAN SAKIT. UIN Alauddin. https://uin-
alauddin.ac.id/tulisan/detail/konsep-sehat-dan-sakit
Permana, Y., Wijaya, I. G. P. S., & Bimantoro, F. (2018). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Mata Menggunakan Metode Certainty Factor Berbasis Android. Journal of Computer
Science and Informatics Engineering (J-Cosine), 1(1), 1.
https://doi.org/10.29303/jcosine.v1i1.11
Setiawan, W., & Ratnasari, S. (2014). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Menggunakan
Naive Bayes Classifier. Issn : 2407 - 1846, TINF-004(November), 1–6.
Yusniar, Nurhayati, & Gultom, I. (2018). METODE DEMPSTER SHAFER BERBASIS
WEB Naivebayes. Jurnal Sistem Informasi Kaputama (JSIK), 2(2), 39–47.

Anda mungkin juga menyukai