Sejarah Pendidikan
Pandangan paling umum tentang pendidikan ialah dimaknai Sebagai usaha yang disusun secara terencana
dalam keseluruhan (sebuah pola) dalam upaya memanusiakan manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Pendidikan dimaknai sebagai sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan;proses, cara mendidik.
Konsep lain pendidikan, menurut Paulo Freire ialah sebuah Usaha yang dilakukan untuk
membebaskan manuisa dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindadasan, untuk Memanusiakan
manusia. Konsep ini sejalan dengan konsep Humanisme yang di pegangnya, yaitu meletakkan setinggi-
tingginya martabat manusia di atas kedudukan apapun, dalam upaya menjadikan manusia yang bebas dari
ketertindasan.
Selain dari Freire ada pula seorang pemikir konsep pendidikan, ialah Ivan Illich. Ia mengemukaan
kritiknya terhadap sistem pendidikan yang pada kebanyakan berkutat pada pola-pola kapitalisme, dimana
yang ber-uang-lah (Modal/kapital) yang dapat mengakseskan pendidikan layak. Sehingga muncullah
konsep pendidikannya tentang Pendidikan untuk semua, bahwa semua anak adalah manusia wajib di
didik secara layak.
Setelah Homo Sapiens (cikal bakal manusia) memilih untuk turun dari pohon dan menjadi hewan bipedal
(berkaki dua), ia melakukan berbagai aktivitas yang didapati dan di inderai langsung di berbagai tempat
jajaknya, yang kemudian terhimpun sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu
kemudian terhimpun menjadi sebuah pengetahuan manusia.
Kenyataanya tak semua hal-hal yang terindrai dapat menjadi terjawab sebagai pengetahuan untuk
manusia, Informasi dan berbagai kejadian yang tak terjawab membikin manusia untuk percaya akan
adanya kekuatan metafisik (saat itu belum ada kejelasan tentang metafisika) pada semesta yang kemudian
membentuk lahirnya Mitos. Dalam perjalanan panjang sejarah manusia lingkungan, alam, serta
pengetahuan-pengetahuan telah membentuk juga mencipta kebiasaan-kebiasaan, yang pada selanjutnya
menjadi sebuah kebudayaan. Senyatanya, segala yang mengikuti terbentuknya pengetahuan dan mitos,
tersususun tanpa rencana dan perencanaan dari manusia.
Divisi Pendidikan Perisai KMFIB-UH Periode 2020/2021
Kecakapan manusia dalam mempelajari berbagai gejala (lingkungan dan semesta) dan tanda (semiotik)
telah mengubah eksistensi manusia. Hingga lahirlah pada kemudian pendefinisian diri sebagai Homo
Educendum (makhluk pendidikan). Istilah homo educendum ini mencakup tiga muatan materil, yaitu
makhluk yang didik, makhluk yang mendidik, dan sebagai makhluk pendidikan itu sendiri. Tiga muatan
dari pendefinisian diri manusia ini yang kemudian di jelaskan panjang sesuai dengan tujuan hadirnya
pendidikan pada manusia, dimana pendidikan bertujuan untuk menjaga serta merekonstruksi eksistensi
manusia dari lahir hingga tuanya, dengan demikian, pendidikan dibuat, disusun, direncanakan dengan
batasan-batasan yang sesuai dengan keperluan perkembangan manusia itu sendiri.
Apa gambaran dalam bayangan Kita ketika berbicara tentang Sekolah? Bangunan, ramai, teman-teman,
seragam, dengan berbagai peralatan dan kelangkapan, mengikut berbagai keteraturan jadwal dan
selingkup aturan. Namun apakah sebenaranya sekolah itu?
Secara harafiah sekolah itu sendiri berasal dari kata skhole, scola, scolae atau schola, yang berarti waktu
luang atau waktu senggang. Istilah ini digunakan pada masyarakat yunani kuno ketika mengunjungi
seseorang yang dipercayai memecahkan masalah dengan di tanyai ihwal-ihwal yang tidak bisa terjawab
langsung oleh seseorang pada saat waktu luang.
Kemudian kegiatan Tanya-menanya ini berkembang tidak hanya kepada seorang yang dewasa saja,
namun para orang tua yunani kala itu mewajibkan kepada anak-anaknya untuk bertindak seperti yang
orang tuanya pernah lakukan. kebiasaan anak-anak yunani untuk bertanya dan belajar inilah yang
menjadi cikal bakal sekolah, sebagai kumpulan anak-anak yang berkumpul untuk, bermain, beraktivitas,
belajar hal-ihwal selayaknya orang-orang tua mereka terdahulu.
Cerita berdirinya sekolah tidak berhenti pada pengumpulan anak-anak yunani itu saja. Pada kelanjutannya
kebiasaan mengumpul (Menitip) anak-anak itu berubah menjadi ketergantungan para orang-orang tua
yunani kala itu, tempat sering berkumpul (dititp) untuk bertanya berbagai soalan itu membutuhkan
pengasuh tambahan dan juga tempat/bangunan.
Maka dibentuklah - meng-ada-kan- sebuah bangunan tempat kegiatan waktu luang itu dilaksanakan, yang
kemudian untuk pertama kalinya dikenal iuran atau biaya bangunan berikut para pengasuh. hingga
sampailah pada sebuah titik Schola dari awal berdirinya di Athena, telah mengenal iuran untuk membayar
setiap waktu luang(Sekolah).
Divisi Pendidikan Perisai KMFIB-UH Periode 2020/2021
-Diskusi