Anda di halaman 1dari 8

Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

A. Sejarah Pengaturan Kepailitan di Indonesia


1. Failliessements Verordening, Staatsblad 1905:217 jo. Staatsblad 1906:348
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan (Failliessements Verordening),
yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-undang No. 4
Tahun 1998 (“UU No. 4/1998”)
3. Pasal 307 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”) menyatakan bahwa, UUK-PKPU
mencabut dan menyatakan Failliessements Verordening dan UU No. 4/1998 tidak
berlaku lagi.
B. Maksud dan Tujuan UUK-PKPU
1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada
beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor;
2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang
menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan
kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;
3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
seorang kreditor atau debitor sendiri, atau adanya perbuatan curang dari debitor
untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan
tanggung jawabnya terhadap para kreditor.
A. Pengertian Kepailitan
B. Persyaratan Pengajuan Kepailitan
C. Pengertian Utang
D. Pengertian Jatuh Tempo
E. Keharusan Adanya Dua Kreditor
F. Pembuktian Sederhana
G. Pihak-pihak yang Berhak Mengajukan Kepailitan
H. Perbandingan antara Pailit dan Insolvensi
I. Akibat Kepailitan
J. Upaya Hukum
K. Berakhirnya Kepailitan

A. Pengertian Kepailitan Menurut Pasal 1 angka 1 UUK-PKPU: “Kepailitan adalah sita


umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.”
B. Persyaratan Pengajuan Permohonan Kepailitan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun satu atau
lebih kreditornya.” Syarat-syarat permohonan kepailitan  Pasal 2 ayat (1) a.
Adanya utang b. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih c. Ada dua atau lebih
Kreditor d. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
(Cont’d) Debitor Menurut UUK-PKPU Menurut Pasal 1 angka 1 UUK-PKPU “Debitor
adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.”

C. Pengertian Utang
1. Utang Menurut UUK-PKPU Pasal 1 angka 6 UUK-PKPU “Utang adalah kewajiban
yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
debitor.”
2. Utang Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata(“KUH Perdata”) Pasal 1131
KUH Perdata: “Segala kebendaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.” Pada dasarnya
seluruh kewajiban atau prestasi juga merupakan utang yang harus dipenuhi. Jadi
utang adalah perikatan, yang merupakan prestasi atau kewajiban dalam lapangan
harta kekayaan yang harus dipenuhi oleh setiap debitor dan bila tidak dipenuhi,
kreditor berhak mendapat pemenuhannya dari harta debitor.
3. Utang Menurut Putusan Pengadilan 1.) Menurut Putusan Pengadilan Niaga No.
07/Pailit/1998/PN/Niaga/Jkt.Pst tanggal 12 Oktober 1998 Mengartikan utang secara
luas, yaitu utang yang timbul bukan berdasarkan pinjam meminjam uang saja,
melainkan karena debitor sebagai penjual gagal menyerahkan unit rumah susun
yang dipesan pembeli dan gagal mengembalikan uang pembayaran atas jual beli
rumah susun kepada pembeli. Dengan kata lain utang juga dianggap sebagai setiap
perjanjian atau transaksi yang menyangkut prestasi yang berupa pembayaran
sejumlah uang tertentu. 2.) Menurut Putusan MA No. 03K/N/1998 Majelis Hakim
Kasasi berpendapat yang dimaksud utang berdasarkan UU No. 4 Tahun 1998
adalah utang pokok dan bunganya yang berawal pada konstruksi hukum pinjam-
meminjam uang.
4. Menurut Putusan MA No. 04K/N/1999 Utang adalah suatu hak yang dapat dinilai
dengan sejumlah uang tertentu yang timbul karena perjanjian/perikatan atau
undang-undang termasuk tidak hanya kewajiban debitor untuk membayar akan
tetapi juga hak dari kreditor untuk menerima dan mengusahakan pembayaran. 4.)
Menurut Putusan MA No. 05K/N/1999 Tidak adanya pembayaran atau kurangnya
pembayaran dalam perjanjian pemborongan bukanlah sebagaimana yang dimaksud
dengan utang. Sehingga hal tersebut merupakan wanprestasi yang bukan
merupakan kompetensi Pengadilan Niaga. Suatu utang harus jelas keharusan
adanya hubungan utang, sedangkan pengertian utang yang tidak dibayar debitor
adalah utang pokok dan bunganya.
5. Menurut Putusan MA No. 27K/N/1999 Pengertian umum utang adalah janji absolut
untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu yang ditentukan, atau dapat
juga diartikan sebagai suatu kewajiban seseorang untuk membayar sejumlah uang
kepada orang lain. Bahwa berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, yang
dimaksud dengan utang dengan pengertian hukum kontrak adalah setiap kewajiban
untuk membayar sejumlah uang tanpa mempersoalkan apakah kewajiban itu timbul
berdasarkan perjanjian pinjam meminjam uang secara tunai, tetapi meliputi segala
bentuk kewajiban pembayaran uang oleh salah satu pihak kepada pihak lain.
6. Utang Menurut Doktrin 1.) Menurut Kartini Muljadi • Utang adalah setiap kewajiban
debitor kepada setiap kreditornya baik untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu. • Utang dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1998
tidak hanya mencakup utang dalam suatu perjanjian peinjam meminjam uang,
melainkan juga kewajiban yang timbul dari perjnajian lain atau dari transaksi yang
mensyaratkan dilakukan pembayaran. 2.) Menurut Setiawan “Utang seyogyanya
diberi arti luas; baik dalam arti kewajiban membayar sejumlah uang tertentu yang
timbul karena adanya perjanjian utang-piutang (dimana debitor telah menerima
sejumlah uang tertentu dari krediotrnya), maupun kewajiban pembayaran sejumlah
uang tertentu yang timbul dari perjanjian atau kontrak lain yang menyebabkan
debitor harus membayar sejumlah uang tertentu. Dengan perkataan lain, yang
dimaksud dengan utang bukan hanya kewajiban untuk membayar sejumlah utang
tertentu yang disebabkan karena debitor telah menerima sejumlah uang tertentu
karena perjanjian kredit, tetapi juga kewajiban membayar debitor yang timbul dari
perjanjian-perjanjian lain.”
D. Pengertian Jatuh Tempo
1. Penentuan Saat Jatuh Tempo Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU: : “Yang
dimaksud dengan ‘utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih’ adalah
kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena
diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan,
karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun
karena putusan Pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.”
2. Penentuan Persyaratan Utang yang Jatuh Tempo Persyaratan utang yang jatuh
tempo, yaitu: a. b. c. d. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih; Utang
yang jatuh waktu berarti dengan telah berlalunya waktu penjadwalan yang
ditentukan dalam perjanjian, karena percepatan waktu penagihan, sanksi, atau
denda dari instasi yang berwenang; Utang telah dapat ditagih terjadi karena salah
satu dari peristiwa-peristiwa yang disebut event of default mengakibatkan debitor
cidera janji serta memberikan hak kepada kreditor untuk menagih piutangnya;
Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya menjadi utang yang dapat
ditagih, namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang
telah jatuh waktu;
E. Keharusan Adanya Dua Kreditor
1. Pengertian Kreditor Menurut UUK-PKPU Menurut Pasal 1 angka 2 UUK-PKPU
“Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-
undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. “
2. Eksistensi Dua Kreditor a. b. c. d. e,. Keharusan adanya dua atau lebih kreditor
(concursus creditorium); *Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU Beban pembuktian atas
adanya dua atau lebih kreditor dipikul oleh pemohon atau penggugat; Dengan
adanya dua atau lebih kreditor, kepailitan sebagai suatu sarana untuk membagi
harta kekayaan debitor secara adil di antara para kreditornya; Baik kreditor
Separatis (Preferen) maupun kreditor Konkuren dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit; Terhadap kreditor Separatis yang mengajukan permohonan
pernyataan pailit tidak mengakibatkan hilangnya hak agunan atau kebendaan yang
dimiliki dan haknya untuk didahulukan.
Pasal 1132 ayat (1) UUK-PKPU: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-
sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para kreditor itu ada
alasanalasan sah untuk didahulukan.” a. Harta kekayaan tersebut harus dibagikan
secara bersamasama di antara para kreditornya tersebut (pari passu); b. Sesuai
dengan besarnya imbangan piutang masingmasing kreditor terhadap utang debitor
secara keseluruhan (pro rata).
F. Pembuktian Sederhana
1. Pembuktian Berdasarkan UUK-PKPU Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU: “Permohonan
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang
terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi” Syarat pailit  Pasal 2 ayat (1) a.
Ada utang b. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih c. Ada dua atau lebih
Kreditor d. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
2. Pembuktian Berdasarkan UU No. 4/1998 Pasal 6 ayat (3) UU No. 4/1998:
“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) telah terpenuhi” Fakta atau keadaan
yang terbukti secara sederhana maksudnya adalah:
1. Adanya fakta bahwa satu utang debitor yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih tidak dibayarkan;
2. Adanya fakta dua atau lebih kreditor dari debitor;
3. Perbedaan besarnya jumlah utang yang didalilkan tidak menghalangi
dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

3. Pembuktian Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1865 KUH Perdata: “Setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya
sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut” Dengan demikian,
selama dan sepanjang pihak yang memohonkan kepailitan tidak dapat
membuktikan bahwa: a. Jika dimajukan oleh debitor, ia mempunyai utang yang
telah jatuh tempo; b. Jika dimajukan oleh kreditor, utang debitor telah jatuh
tempo; c. Debitor yang memajukan atau dimajukan permohonan kepailitan
memiliki lebih dari dua kreditor.
H. Perbandingan antara Pailit dan Insolvensi Kepailitan Insolvensi
• Kepailitan adalah sita umum atas semua
• Insolvensi adalah ketidakmampuan kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
membayar dari harta pailit karena dan pemberesannya dilakukan Kurator di hukum,
yang disebabkan Debitor Pailit bawah pengawasan Hakim Pengawas. tidak
mengajukan rencana perdamaian, Lebih ditekankan pada tindakan berhenti
mengajukan rencana perdamaian tetapi membayar yang dalam praktik, kepailitan
ditolak, atau pengesahan perdamaian bisa disebabkan karena ditolak berdasar
putusan yang ketidakmampuan dan/atau berkekuatan hukum tetap. ketidakmauan
membayar hutang.
I. Akibat Kepailitan
1. Bagi Debitur Pailit dan Hartanya a. Dengan diputuskannya menjadi debitor pailit,
bukan berarti kehilangan hak keperdataannya. Debitor pailit hanya kehilangan hak
keperdataannya untuk mengurus dan menguasai kekayaannya. b. Kepailitan
meliputi seluruh kekayaan debitur saat pernyataan pailit itu diputuskan beserta
semua harta kekayaan yang diperoleh selama kepailitan itu kecuali: ▫ Benda,
termasuk hewan yang dibutuhkan Debitor sehubungan dengan pekerjaannya,
perlengkapannya, alat medis untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya
yang digunakan Debitor dan keluarganya dan bahan makanan untuk 30 hari untuk
Debitor dan keluarganya; ▫ Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari
pekerjaannya sendiri sebagai pengganjian dari jabatan atau jasa, upah, pensiun,
tunjangan, sejauh yang ditentukan Hakim Pengawas; ▫ Uang yang diberikan kepada
Debitor untuk memenuhi kewajiban mencari nafkah menurut UU.
2. Bagi Eksekusi atas Harta Kekayaan Debitur Pailit  Putusan pernyataan pailit
berakibat, bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan
debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus segera dihentikan dan sejak
itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan akan tetapi tidak mengurangi
hak para pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak
agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah tidak terjadi
kepailitan.
3. Bagi Perjanjian Pemindahan Hak  Menurut ketentuan Pasal 34 UUK-PKPU:
Perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal,
pembebanan hak tanggungan, hipotek, atau jaminan fidusia yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan
pailit diucapkan, kecuali ditentukan lain dalam UUK-PKPU.
J. Upaya Hukum
1. Kasasi Kasasi Terhadap putusan pailit dapat diajukan kasasi. Hal ini diatur dalam
Pasal 11 ayat (1) UUK-PKPU: “Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap
putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung.”
 Tenggang waktu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung adalah 8 (delapan)
hari dihitung sejak putusan permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung
(Pasal 11 ayat (2) UUKPKPU).  Mahkamah Agung harus mengucapkan putusan
kasasi 60 (enam puluh) hari dihitung sejak permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung (Pasal 13 ayat (3) UUK-PKPU).
Prosedur Permohonan Kasasi Pemohon kasasi harus mengajukan memori dan
berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUK-PKPU: “Pemohon kasasi wajib
menyampaikan kepada Panitera Pengadilan memori kasasi pada tanggal
permohonan kasasi didaftarkan.” Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 12
ayat (3) UUK-PKPU: “Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi
kepada Panitera Pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon
kasasi menerima memori kasasi dan panitera Pengadilan wajib menyampaikan
kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah
kontra memori kasasi diterima.”  Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 12
ayat (4) UUK-PKPU: “Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori
kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas yang bersangkutan paling lambat
14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi didaftarkan.”
2. Peninjauan Kembali  Peninjauan Kembali Terhadap putusan pailit yang telah
berkekuatan hukum tetapi, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUK PKPU : “Terhadap putusan atas
permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.”
Prosedur Peninjauan Kembali Jangka waktu mengajukan permohonan peninjauan
kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 296 ayat (1), paling lambat 180 hari
dihitung setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali
berkekuatan hukum tetap.
Alasan Peninjauan Kembali Alasan untuk peninjauan kembali sebagaimana diatur
dalam Pasal 295 ayat (2) UU Nomor 37 tahun 2004 adalah apabila: ▫ Setelah
perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu
perkara diperiksa di pengadilan suda ada, tapi belum ditemukan; atau ▫ Dalam
putusan hakim terdapat kekeliruan yang nyata.
K. Berakhirnya Kepailitan
Tercapainya perdamaian dalam rapat verifikasi/pencocokan piutang  kesepakatan
para pihak mengenai penyelesaian harta pailit dengan pengesahan oleh pengadilan
(Pasal 166 ayat (1) UUK-PKPU). Berakhirnya Kepailitan Kepailitan berakhir setelah
insolvensi Kepailitan dicabut atas anjuran Hakim Pengawas  dengan
mempertimbangkan keadaan harta pailit dan bila ada panitia Kreditor setelah
mendengar panitia Kreditor tersebut atau setelah mendengar atau memanggil
Debitor pailit dengan sah (Pasal 18 UUK-PKPU). Setelah daftar pembagian penutup
mengikat, pada saat segera setelah jumlah piutang terhadap kreditor dibayar penuh
(Pasal 202 ayat (1) UUK-PKPU). Kepailitan berakhir jika putusan pailit dibatalkan di
tingkat kasasi atau peninjauan kembali
Permohonan diajukan kepada PN Sidang pemeriksaan paling lambat 20 hari sejak
permohonan didaftarkan. Dengan alasan cukup, sidang dapat ditunda sampai 25 hari
sejak pendaftaran Sebelum putusan diucapkan, atas permintaan pemohon (bukan
Debitor) Pengadilan dapat: a.. Sita Jaminan sebagian atau seluruh aset Debitor; atau b.
Tunjuk Kurator sementara untuk awasi pengelolaan usaha Debitor, pembayaran kepada
Kreditor dan pengurusan kekayaan debitor Panitera daftar Permohonan dan buat tanda
terima tertanggal yang sama Panitera sampaikan Permohonan ke Kepala PN dalam 2
hari setelah tanggal pendaftaran Panggilan sidang dilakukan 7 hari sebelum sidang
pertama Dalam 3 hari setelah pendaftaran, Pengadilan: 1. Pelajari Permohonan 2.
Tentukan hari sidang Putusan atas Permohonan harus diucapkan dalam 60 hari setelah
pendaftaran: a. Dalam sidang terbuka untuk umum b. Bersifat serta merta Salinan
putusan disampaikan kepada Debitor, Pemohon, Kurator dan Hakim Pengawas dalam 3
hari setelah tanggal Putusan melalui surat kilat tercatat Permohonan Kasasi dalam 8
hari sejak Putusan diucapkan

Anda mungkin juga menyukai