Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga penyusunan Modul Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP)/ Manajemen Risiko dan Sistem Manajemen Keselamtan
Konstruksi (SMKK) ini dapat terlaksana sampai selesai. Modul ini disusun
dengan berbasis kompetensi sesuai standar kompetensi jabatan,
perkembangan teknologi konstruksi di bidang jalan dan jembatan, serta
NSPK terkait bidang jalan dan jembatan yang berlaku.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Penulis dan
seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi. Semoga modul ini dapat
membantu meningkatkan kompetensi ASN di lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Marga dalam mewujudkan pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan
yang berkualitas.
i
UCAPAN TERIMA KASIH
TIM TEKNIS
Pengarah
Kepala Pusbangkom Jalan, : Ir. Rezeki Peranginangin, M.Sc., M.M.
Perumahan, dan Pengembangan
Infrastruktur Wilayah
Penanggung Jawab
Kepala Bidang Manajemen Sistem : Ero, S.Pd., M.Pd.
dan Pelaksanaan Pengembangan
Kompetensi
PENYUSUN
Ketua
ii
Diterbitkan Oleh:
Pusbangkom Jalan, Perumahan, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
iii
DAFTAR ISI
E. Waktu .................................................................................................. 5
D. Rangkuman ....................................................................................... 26
E. Penilaian/Evaluasi ............................................................................. 26
iv
B. Kelembagaan, Penyelenggaraan, Pelaporan Serta Pengawasan SPIP
30
D. Rangkuman....................................................................................... 45
E. Penilaian/Evaluasi............................................................................. 46
D. Rangkuman....................................................................................... 68
E. Penilaian/Evaluasi............................................................................. 69
A. Penutup............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 77
PERISTILAHAN .......................................................................................... 78
LAMPIRAN .................................................................................................. 81
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Risiko adalah dampak dari ketidakpastian terhadap pencapaian tujuan.
Dampak merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, bisa bersifat
positif dan/atau negatif. Sedangkan tujuan dapat memiliki aspek yang
berbeda (seperti tujuan keuangan, kesehatan dan keselamatan, dan
lingkungan) dan dapat diterapkan pada tingkat yang berbeda (seperti
strategis, di seluruh organisasi, proyek, produk dan proses). Ketidakpastian
adalah keadaan, bahkan sebagian, dari kekurangan informasi yang terkait
dengan, pemahaman atau pengetahuan tentang suatu peristiwa,
konsekuensinya, atau kemungkinannya (ISO 31000, 2018).
1
sebagaimana mestinya sehingga mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan
baik yang disengaja maupun tidak.
2
Dengan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK), tingkat
keselamatan kerja meningkat yang mempengaruhi hasil pekerjaan yang
optimal, pengurangan dampak negatif lingkungan dan pemenuhan target
produksi. Sehingga diperlukan suatu Sistem Manajemen Keselamatan Kerja
(SMKK) yang mengatur dan dapat menjadi acuan bagi konsultan, kontraktor
dan para pekerja kontruksi. Pedoman penerapan SMKK di Indonesia diatur
dalam Peraturan Menteri PUPR No. 21/PRT/M/2019.
B. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)/Manajemen
Risiko dan SMKK (Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi) ini
menguraikan manajemen risiko sebagai dasar untuk menyiapkan peserta
mampu menerapkan konsep SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)
dan SMKK (Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi), yang dilaksanakan
dengan cara curah pendapat, tanya jawab, diskusi kelompok, melalui
pembelajaran jarak jauh (distance learning)
3
4
PETA KEDUDUKAN MODUL
D. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu mengaplikasikan SPIP
dan SMKK dalam melaksanakan dan mengendalikan pekerjaan konstruksi
bidang jalan dan jembatan.
E. Waktu
5
BAB II
MANAJEMEN RISIKO
Indikator Keberhasilan
Ada beberapa catatan pengaruh yang dimaksud dalam risiko menurut ISO
31000 yaitu:
1. Pengaruhnya adalah penyimpangan atau adanya ketidaksesuaian
dari yang diharapkan. Hal tersebut bisa positif atau negatif bahkan
keduanya, dan dapat mengatasi, menciptakan atau menghasilkan
peluang juga ancaman.
2. Tujuan yang akan dicapai dapat memiliki aspek dan kategori yang
berbeda, dan dapat diterapkan pada tingkat yang berbeda.
3. Risiko biasanya dinyatakan dalam sumber risiko), peristiwa potensial,
konsekuensinya dan kemungkinannya.
7
rencana. Unsur risiko yaitu antara lain peristiwa, probalitas terjadinya dan
dampak peristiwa. Sumber risiko menurut Peraturan pemerintah 60 tahun
2008 pasal 16 huruf b terbagi menjadi 2 yaitu
1. Eksternal
Peraturan perundang-undangan baru, perkembangan teknologi, bencana
alam, dan gangguan keamanan.
2. Internal
Keterbatasan dana operasional, sumber daya manusia yang tidak
kompeten, peralatan yang tidak memadai, kebijakan dan prosedur yang
tidak jelas, dan suasana kerja yang tidak kondusif.
8
Gambar 1. Proses Manajemen Risiko berdasarkan ISO 31000 (2018)
Proses manajemen risiko harus menjadi bagian yang meliputi seluruhnya dari
manajemen dan pengambilan keputusan serta diintegrasikan ke dalam
struktur, operasi, dan proses organisasi. Hal ini dapat diterapkan pada level
strategis, operasional, program atau proyek. Ada banyak penerapan dari
proses manajemen risiko dalam suatu organisasi, disesuaikan untuk
mencapai tujuan tertentu agar sesuai dengan konteks eksternal dan internal
di mana mereka diterapkan. Perilaku dan budaya manusia harus
dipertimbangkan selama proses manajemen risiko. Meskipun proses
manajemen risiko sering diterapkan secara berurutan, dalam praktiknya
menyerupai siklus.
9
Oleh karena itu, rencana untuk komunikasi dan konsultasi harus
dikembangkan pada tahap awal. Pada tahap awal ini membahas masalah
yang berkaitan dengan risiko itu sendiri, penyebabnya, konsekuensinya
(jika diketahui), dan tindakan yang diambil untuk menanganinya.
Komunikasi dan konsultasi eksternal dan internal yang efektif dilakukan
untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab untuk
menerapkan proses manajemen risiko dan stakeholder memahami dasar
pengambilan keputusan, dan alasan mengapa tindakan tertentu
diperlukan. Berikut merupakan upaya pendekatan-pendekatan yang
terkait dengan komunikasi dan konsultasi:
11
didasarkan pada konteks organisasi secara luas, tetapi dengan
perincian spesifik tentang persyaratan hukum dan peraturan,
persepsi stakeholder, dan aspek risiko lainnya yang spesifik dengan
ruang lingkup proses manajemen risiko. Konteks eksternal tidak
terbatas pada hal-hal dibawah ini:
1) Lingkungan sosial dan budaya, politik, hukum, peraturan,
keuangan, teknologi, ekonomi, alam dan kompetitif, baik
internasional, nasional, regional atau lokal;
2) Tren utama yang berdampak pada tujuan organisasi; dan
3) Hubungan dengan persepsi dan nilai-nilai stakeholder eksternal.
12
dengan pertimbangan penuh dari kebutuhan untuk membenarkan
sumber daya yang digunakan dalam melaksanakan manajemen
risiko. Selain itu sumber daya yang dibutuhkan, tanggung jawab dan
wewenang, dan catatan yang harus disimpan juga harus ditentukan.
13
e. Menentukan Kriteria Risiko
Suatu organisasi harus menetapkan kriteria yang akan digunakan
untuk mengevaluasi mengenai signifikansi risiko. Kriteria tersebut
harus mencerminkan nilai, tujuan, dan sumber daya organisasi.
Beberapa kriteria berasal dari persyaratan hukum dan peraturan dan
juga pada persyaratan lain disetujui oleh organisasi. Kriteria risiko
harus konsisten dengan kebijakan manajemen risiko organisasi yang
ditetapkan pada awal setiap proses manajemen risiko dan terus
ditinjau seiring berjalannya proses manajemen.
3. Penilaian Risiko
Penilaian risiko adalah keseluruhan dari proses identifikasi risiko, analisis
risiko dan evaluasi risiko. Berikut merupakan penjelasannya:
a. Identifikasi Risiko
Suatu organisasi harus mengidentifikasi sumber risiko, bidang
dampak yang terkena risiko, peristiwa (termasuk perubahan
keadaan) dan penyebab serta konsekuensinya. Tujuan identifikasi
14
risiko adalah untuk menemukan, mengenali, dan menggambarkan
risiko yang mungkin membantu atau mencegah organisasi mencapai
tujuannya. Informasi yang relevan, tepat, dan terkini penting dalam
mengidentifikasi risiko.
b. Analisis Risiko
Analisis risiko melibatkan pengembangan pemahaman tentang risiko.
Analisis risiko memberikan hasil untuk selanjutnya masuk pada
evaluasi risiko dan keputusan bagaimana menanggapi risiko, serta
memilih strategi dan metode perawatan risiko yang paling tepat.
Analisis risiko juga dapat memberikan hasil ke dalam pengambilan
keputusan di mana pilihan harus dibuat dan pilihan melibatkan
berbagai jenis dan tingkat risiko.
15
tersedia. Konsekuensi dapat dinyatakan dalam dampak nyata dan
tidak berwujud. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu nilai numerik
atau deskriptor diperlukan untuk menentukan konsekuensi dan
kemungkinannya untuk waktu, tempat, kelompok, atau situasi yang
berbeda.
c. Evaluasi Risiko
Tujuan dari evaluasi risiko yaitu untuk membantu dalam pengambilan
keputusan, berdasarkan pada hasil analisis risiko, tentang risiko
mana yang memerlukan perlakuan dan prioritas untuk implementasi
perlakuan.
16
4. Penanganan Risiko
Penanganan risiko melibatkan pemilihan satu atau lebih opsi untuk
memodifikasi risiko, dan mengimplementasikan opsi-opsi itu. Setelah
diimplementasikan, dipilih apakah risiko tersebut termasuk dalam
kategori yang perlu perlakuan risiko atau perlu memodifikasi kontrol agar
terwujudnya tujuan organisasi. Penanganan risiko melibatkan proses
siklus seperti dibawah ini:
a. Menilai perlakuan risiko;
b. Memutuskan apakah tingkat risiko residual dapat ditoleransi;
c. Jika tidak dapat ditoleransi, menghasilkan perlakuan risiko baru; dan
d. Menilai efektivitas perlakuan itu.
Opsi penanganan risiko tidak harus sesuai dalam semua keadaan. Opsi
dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan kegiatan yang menimbulkan risiko;
b. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mengejar peluang;
c. Menghilangkan sumber risiko;
d. Mengubah kemungkinan;
e. Mengubah konsekuensinya;
f. Berbagi risiko dengan pihak atau pihak lain (termasuk kontrak dan
pembiayaan risiko); dan
g. Mempertahankan risiko dengan keputusan yang tepat.
17
daripada opsi yang lain. Rencana penanganan harus jelas dalam
mengidentifikasi urutan prioritas di mana penanganan risiko individu
harus dilaksanakan.
18
Rencana perlakuan harus diintegrasikan dengan proses manajemen
organisasi dan didiskusikan dengan stakeholder yang tepat. Pembuat
keputusan dan stakeholder lainnya harus mengetahui sifat dan tingkat
risiko residual setelah perlakuan risiko. Risiko residual harus
didokumentasikan dan dilakukan pemantauan, peninjauan dan, jika
sesuai perawatan lebih lanjut.
19
6. Catatan Proses Manajemen Risiko
Kegiatan manajemen risiko harus dapat ditelusuri dalam prosesnya.
Dalam proses manajemen risiko, catatan memberikan dasar untuk
perbaikan dalam metode serta dalam proses keseluruhan. Keputusan
tentang pembuatan catatan harus mempertimbangkan:
a. Kebutuhan organisasi untuk pembelajaran berkelanjutan
kedepannya;
b. Memanfaatkan kembali informasi yang sebelumnya telah terjadi
untuk tujuan manajemen;
c. Biaya dan upaya yang terlibat dalam membuat dan memelihara
catatan atau rekam jejak;
d. Kebutuhan hukum, peraturan dan operasional untuk catatan;
e. Metode akses kemudahan dalam pengambilan dan media
penyimpanan;
f. Periode penyimpanan; dan
g. Sensitivitas informasi.
Suatu organisasi harus menerapkan alat dan teknik identifikasi risiko yang
sesuai dengan tujuan dan kemampuannya, serta risiko yang dihadapi.
Informasi yang relevan dan terkini penting dalam mengidentifikasi risiko. Itu
semua harus mencakup informasi latar belakang yang sesuai jika
20
memungkinkan. Orang-orang dengan pengetahuan yang tepat dan luas harus
dilibatkan dalam mengidentifikasi risiko.
21
C. Penilaian Risiko dan Mitigasi Risiko
Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Tujuan
umum dari penilaian risiko adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak
risiko yang akan terjadi melalui identifikasi dan analisis risiko sehingga dapat
membantu menangani risiko. Beberapa manfaat penilaian risiko yaitu:
22
1. Probabilitas
Probabilitas merupakan kemungkinan terjadinya potensi risiko, yang
besarannya dapat diperhitungkan berdasarkan catatan kejadian
sebelumnya/statistik atau expert judgement atau knowledge base.
2. Dampak Risiko
Tingkat keparahan/ severity suatu dampak dari suatu risiko yang
dilakukan dengan sistem scoring sebagai berikut:
a. Tingkat Risiko
Nilai tingkat risiko merupakan hasil perkalian antara
probabilitas dengan dampak. Tingkat risiko = probabilitas x
keparahan dampak.
b. Peta Risiko
Hasil perhitungan tingkat risiko masing-masing potensi
kejadian risiko/risk event disusun sehingga menjadi peta risiko.
Dengan adanya peta risiko seperti pada Gambar 4 maka dapat
disimpulkan mengenai kemungkinan dan dampak yang terjadi
mengenai risiko tersebut.
23
Gambar 4. Peta Risiko dan Toleransi Risiko (Sumber: COSO)
Setelah mengumpulkan data – data mengenai risiko yang ditinjau seperti yang
tertera pada Tabel 1 maka tingkat risiko setelah perlakuan risiko akan
24
diketahui peredaman risiko masuk kedalam toleransi risiko atau pun tidak.
Berikut merupakan kunci keberhasilan manajemen risiko
25
D. Rangkuman
Risiko merupakan kejadian yang mungkin terjadi secara tak terduga akibat
ketidakpastian. Walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin,
namun tetap mengandung ketidakpastian, bahwa nanti akan berjalan
sepenuhnya sesuai rencana. Sumber risiko menurut Peraturan pemerintah 60
tahun 2008 pasal 16 huruf b terbagi menjadi 2 yaitu
1. Eksternal
Peraturan perundang-undangan baru, perkembangan teknologi,
bencana alam, dan gangguan keamanan.
2. Internal
Keterbatasan dana operasional, sumber daya manusia yang tidak
kompeten, peralatan yang tidak memadai, kebijakan dan prosedur
yang tidak jelas, dan suasana kerja yang tidak kondusif.
E. Penilaian/Evaluasi
Jawablah pertanyaan berikut, untuk mengetahui permahaman anda terhadap
materi ini. Soal nomor 1 bernilai 40, sedangkan nomor 2 dan 3 bernilai 30.
27
BAB III
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PEMERINTAH
Indikator Keberhasilan
1. Dasar Hukum
2. Pengertian SPIP
29
1) Menteri berwenang dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pengendalian intern atas penyelenggaraan
kegiatan pada Kementerian untuk mencapai peningkatan kinerja,
pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan
dan akuntabel.
2) Penyelenggaraan SPIP pada Unit Organisasi dikoordinasikan
oleh Sekretaris Direktorat Jenderal/Sekretaris Inspektur
Jenderal/ Sekretaris Badan terkait.
3) Unit Organisasi menerapkan Penyelenggaraan SPIP yang
meliputi unsur lingkungan pengendalian, penilaian resiko,
kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan
pemantauan pengendalian intern.
1. Kelembagaan
30
Gambar 5. Kelembagaan pada penyelenggaraan SPIP
2. Penyelenggaraan
31
Rakyat bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern di masing-masing Unit Kerja/UPT.
3. Pelaporan SPIP
32
SPIP di Kementerian dan menyampaikan kepada Menteri paling lambat 4
(empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Adapun format laporan yang dapat digunakan akan di bahas pada penjelasan
di bawah ini.
4. Format Laporan
34
Lampiran-lampiran yang digunakan untuk laporan SPIP dapat dilihat pada
Lampiran 1.
5. Pengawasan
a) Audit
b) Reviu
c) Evaluasi
d) Pemantauan
e) Pengawasan Lainnya
35
Langkah kegiatan pengawasan intern dilakukan dengan menggunakan 3
(tiga) tahapan umum, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.
36
3) Sistem Informasi Manajemen Pengawasan.
Informasi tentang Auditi, hasil pengawasan baik intern maupun ekstern,
serta hasil pengawasan lainnya dimasukkan ke dalam basis data sistem
informasi manajemen pengawasan untuk pemutakhiran. Pejabat yang
bertanggung jawab atas pengelolaan basis data ditunjuk oleh Inspektur
Jenderal. Akses terhadap asis data pengawasan diatur berdasarkan
ketentuan peraturan perundang- undangan. Basis data sistem informasi
manajemen pengawasan, ditetapkan oleh Inspektur Jenderal. Sekretariat
Jenderal dapat berkoordinasi, bekerjasama dan bersinergi dengan
Inspektorat Jenderal dan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan untuk melakukan pembinaan.
37
tujuan organisasi secara efektif, efisien, aset terjaga, laporan keuangan andal,
serta taat pada aturan.
Maka dari itu agar suatu organisasi dapat mencapai tujuan atau peduli kepada
pencapaian tujuan, SPIP dan termasuk didalamnya pengelolaan risiko harus
dilaksanakan. Skema penyelenggaraan SPIP berdasarkan unsur Three Lines
of Defense ditunjukkan pada Gambar 7. Pejelasan lebih lanjut mengenai
Model Three Lines of Defense terdapat pada Modul 11 mengenai
Pengawasan Intern.
38
Siklus penyelenggaraan yang tertera pada Gambar 9 dapat dilihat adanya
kegiatan:
a. Menganalisis tujuan
b. Merumuskan lingkungan pengendalian yang diharapkan
c. Menganalisis risiko
d. Melakukan valuasi pengendalian terpasang
e. Merevisi kebijakan dan rencana tindak pengendalian intern
f. Pengkomunikasian revisi pengendalian
g. Memonitor dan mengevaluasi hasil revisi
a. Berkelanjutan
b. Tercapainya tujuan organisasi
c. Siklus penyelenggaraan yang tidak kaku dan harus dimulai dari satu
tahapan tertentu
d. Selalu berputar
39
Gambar 8. Siklus Penyelenggaraan SPIP
40
adalah untuk memberikan informasi tingkat konsistensi instansi pemerintah
dalam mencapai segala sesuatu dengan benar/baik.
a. Soft control
Tim fasilitator memberikan bimbingan teknis kepada peserta untuk
melakukan assessment terhadap soft controls lingkungan pengendalian yang
ada. Kegiatan soft control yatu melakukan survei persepsi melalui kelompok
diskusi atau survei menggunakan kuesioner. Sedapat mungkin, lakukan
validasi hasil survei melalui metode lainnya seperti ulasan dokumen,
wawancara, Focus Groups Discussions/FGD.
Dalam Assessment Soft Control terdapat 6 formulir yang akan menjadi acuan
dari penilaian pengendalian lingkungan seperti yang tertera pada Lampiran
2.
41
b. Hard control
Hard control antara lain pembentukan struktur organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yg tepat,
serta penyusunan dan penerapan kebijakan yg sehat tentang pembinaan
sumberdaya manusia, dilakukan dengan proses audit atau reviu dokumen.
3. Penilaian Risiko
Penilaian risiko tingkat unit kerja atau UPT, Tujuan untuk mengenali,
menganalisis, memvalidasi dan memutuskan cara menanggapi risiko dengan
rincian tahapan sebagai berikut:
42
3. Identifikasi tujuan aktivitas/kegiatan, untuk memperoleh informasi tujuan
aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan saat ini. (FGD, brainstorming,
validasi dan konfirmasi).
4. Identifikasi risiko berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, identifikasi
risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan (FGD dan
brainstorming), Formulir 8.
5. Identifikasi risiko dibagi menjadi 3 (tiga) kewenangan, yaitu risiko di
tingkat Unit Kerja atau UPT, risiko di tingkat Unit Organisasi, dan Risiko
Tingkat Kementerian.
Rencana Tindak Pengendalian (RTP), setelah daftar risiko dan peta risiko
diperoleh, langkah selanjutnya menyusun Rencana Tindak Pengendalian
(RTP), yang dibutuhkan untuk mencegah atau mengurangi dampak yang
timbul akibat kemungkinan terjadinya risiko. RTP disusun berdasarkan
prioritas risiko yang dihasilkan dari rangking dari yang tertinggi sampai
dengan terendah.Rencana Tindak Pengendalian (RTP) meliputi:
44
D. Rangkuman
45
6. Dalam tatacara penyelenggaraan SPIP terdapat beberapa unsur yang
terkandung didalamnya antara lain 3 lini pertahanan atau Three Lines
of Defense. Three Lines of Defense membedakan antara fungsi
satuan kerja sebagai pemilik risiko, terhadap fungsi manajemen risiko,
dan fungsi Audit Internal. Semua fungsi tersebut memainkan peran
penting dalam kaitannya dengan penerapan SPIP.
7. Reviu lingkungan pengendalian dilakukan melalui penilaian sendiri/
Control Self-Assessment (CSA), disebut “Penilaian Lingkungan
Pengendalian/ Control Environment Evaluation (CEE)”. CEE terdiri
dari soft dan hard controls.
E. Penilaian/Evaluasi
Jawablah pertanyaan berikut, untuk mengetahui permahaman anda terhadap
materi ini. Soal nomor 1 bernilai 40, sedangkan nomor 2 dan 3 bernilai 30.
46
Tingkat Penguasaan = Σnilai %
47
BAB IV
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
KONSTRUKSI (SMKK)
Indikator Keberhasilan
49
Berikut ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi adanya SMKK,
yaitu:
1. Memenuhi ketentuan hukum
2. Menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan
keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan
terbangun.
3. Keinginan untuk selamat dan terhindar dari bahaya
4. Keinginan untuk terhindar dari kerugian materi akibat kecelakaan
5. Desakan dari pihak luar dan tuntutan masyarakat
50
Di bawah ini akan menjelaskan mengenai ketentuan umum, maksud dan
tujuan SMKK di Bidang PUPR.
1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum SMKK di bidang PUPR pada Peraturan Menteri PUPR No.
21 Tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi yang mengatur:
51
c. Tata Cara Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pekerjaan
Konstruksi
d. Format Rancangan Konseptual SMKK
e. Format Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) dan Format
Penilaian RKK, yang didalamnya meliputi penyedia jasa konsultasi
konstruksi pengawasan/ manajemen penyelenggaraan konstruksi,
penyedia jasa pekerjaan konstruksi, dan format Penilaian Rencana
Keselamatan Konstruksi (RKK)
f. Format Pelaporan Pelaksanaan RKK
g. Komponen Kegiatan dan Format Audit Internal Penerapan SMKK
54
c. Keselamatan Publik
Keselamatan publik merupakan keselamatan masyarakat dan/atau
pihak yang berada di lingkungan dan sekitar tempat kerja yang
terdampak Pekerjaan Konstruksi. Adanya keselamatan publik sebagai
dasar keselamatan konstruksi, masyarakat sekitar yang berada dalam
ruang lingkup kegiatan konstruksi berlangsung mendapat jaminan
keselamatan dari pihak yang bertanggung jawab pada pelaksanaan
konstruksi. Keselamatan publik mencakup pemenuhan terhadap:
1) Standar keselamatan publik di sekitar tempat kegiatan konstruksi;
2) Upaya pencegahan kecelakaan kerja yang berdampak kepada
masyarakat di sekitar tempat kegiatan konstruksi; dan
3) Pemahaman pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja di
sekitar tempat kegiatan konstruksi.
d. Keselamatan Lingkungan
Pada pelaksanaan konstruksi tentu ada dampak lingkungan yang
ditimbulkan maka dari itu keselamatan lingkungan perlu dilakukan
guna menjaga kelestarian lingkungan hidup serta kenyamanan
lingkungan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Keselamatan lingkungan mencakup pencegahan terhadap:
1) Terganggunya derajat kesehatan pekerja dan kesehatan
masyarakat di lingkungan sekitar Pekerjaan Konstruksi sebagai
akibat dampak pencemaran
2) Berubahnya dampak sosial masyarakat sebagai akibat kegiatan
konstruksi yang semakin padat di lingkungan Pekerjaan Konstruksi
3) Rusaknya lingkungan sebagai akibat berkembangnya situasi
kepadatan kegiatan konstruksi yang menghasilkan limbah
konstruksi sehingga dapat menimbulkan pencemaran terhadap
air, udara, dan tanah
55
konstruksi. Dengan begitu ada jaminan terlaksananya keselamatan
keteknikan. Sehingga dapat mewujudkan proses dan hasil jasa konstruksi
yang berkualitas. Untuk menjadi petugas penjamin mutu dan pengendali mutu
harus mengikuti bimbingan teknis SMKK untuk mendapatkan sertifikat
kompetensi atau pelatihan.
56
3) Mengidentifikasi bahaya, mitigasi bahaya, dan penetapan tingkat
risiko
4) Daftar standar dan/atau peraturan perundang- undangan
keselamatan konstruksi yang ditetapkan untuk desain;
5) Biaya penerapan SMKK
6) Rancangan panduan keselamatan pengoperasian dan
pemeliharaan konstruksi bangunan
57
Setelah tahap prakonstruksi telah dinyatakan selesai yakni sudah
dilaksanakannya terkait pengkajian, perencanaan dan perancangan terhadap
pelaksanaan kegiatan dilapangan. Maka masuk pada tahap selanjutnya yaitu
tahap pemilihan penyedia jasa.
Dalam tahapan pemilihan Penyedia Jasa oleh Pengguna Jasa tertulis dalam
dokumen pemilihan dengan menilai RKK sesuai dengan format huruf E
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri PUPR No.
21/PRT/M/2019. Penerapan SMKK harus dijelaskan oleh Pengguna Jasa
kepada Penyedia Jasa pada saat penjelasan dokumen agar terjadinya
keselarasan pada kedua pihak. Dokumen pemilihan yang telah disebutkan
sebelumnya harus memuat:
58
Keselamatan Konstruksi telah dibuat. Dalam pelaksanaannya, RKK
disesuaikan dengan lingkup pekerjaan dan kondisi di lapangan. RKK dapat
diperbaharui apabila hal-hal seperti berikut terjadi:
59
a. Laporan pelaksanaan RKK memuat hasil kinerja SMKK yang
didalamnya tertera statistik kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
laporan harian, mingguan, bulanan dan laporan akhir, serta laporan
ringkas dalam hal terdapat aktivitas dalam pekerjaan konstruksi, dan
usulan perbaikan untuk pekerjaan konstruksi sejenis yang akan
dating.
b. Bukti penerapan SMKK yang didokumentasikan dan menjadi bagian
dari laporan.
60
a. Bersifat berbahaya sedang berdasarkan penilaian Risiko
Keselamatan Konstruksi yang ditetapkan oleh Pengguna Jasa
berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan ketentuan
b. Pekerjaan Konstruksi dengan nilai HPS di atas Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00
(seratus milyar rupiah)
c. Mempekerjakan tenaga kerja yang berjumlah 25 (dua puluh lima)
orang sampai dengan 100 (seratus) orang; dan/atau
d. Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan teknologi madya.
Dalam hal suatu Pekerjaan Konstruksi memenuhi lebih dari satu kriteria Risiko
Keselamatan Konstruksi, penentuan Risiko Keselamatan Konstruksi
ditentukan dengan memilih Risiko Keselamatan Konstruksi yang lebih tinggi.
Setelah melakukan penentuan pada tingkat Risiko Keselamatan Konstruksi
dan memilih kategori apa yang sesuai dengan kondisi lapangan, kemudian
dilanjutkan pada pembahasan mengenai Unit Keselamatan Konstruksi (UKK).
61
4. Unit Keselamatan Konstruksi
62
a. Petugas tanggap darurat;
b. Petugas pemadam kebakaran;
c. Petugas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
d. Petugas pengatur lalu lintas;
e. Tenaga kesehatan; dan/atau
f. Petugas pengelolaan lingkungan.
63
minimal 3 (tiga) tahun dan 1 (satu) orang Ahli Muda K3 Konstruksi dengan
pengalaman minimal 3 (tiga) tahun.
Biaya penerapan SMKK harus dimasukkan pada daftar kuantitas dan harga
dengan besaran biaya sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pengendalian
dalam RKK. Biaya penerapan SMKK bagian dari RKK, biaya penerapan
SMKK paling sedikit mencakup rincian:
a. Penyiapan RKK;
b. Sosialisasi, promosi, dan pelatihan;
c. Alat Pelindung Kerja dan Alat Pelindung Diri;
d. Asuransi dan perizinan;
e. Personel Keselamatan Konstruksi;
f. Fasilitas sarana, prasarana, dan alat kesehatan;
g. Rambu- rambu yang diperlukan;
h. Konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi; dan
i. Kegiatan dan peralatan terkait dengan pengendalian Risiko
Keselamatan Konstruksi.
Rincian kegiatan seperti pada poin (c), (f), (g), dan (i) merupakan barang habis
pakai sehingga perlu adanya perencanaan dalam pembelian barang tersebut
dengan mempertimbangkan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dalam
berlangsungnya SMKK. Pengguna Jasa harus memastikan seluruh
komponen biaya penerapan SMKK, dianggarkan dan diterapkan oleh
64
Penyedia Jasa. Biaya penerapan SMKK harus disampaikan oleh Penyedia
Jasa dalam dokumen penawaran. Penyedia Jasa tidak dapat mengusulkan
perubahan anggaran biaya penerapan SMKK berdasarkan RKK yang telah
diperbaharui. Biaya penerapan SMKK disusun sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Menteri PUPR No. 21/PRT/M/2019.
65
Menteri melakukan pengawasan tertib penerapan SMKK pada Pekerjaan
Konstruksi dan Konsultansi Konstruksi yang berasal dari APBN dan/atau yang
memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi besar. Dalam pengawasan
penerapan SMKK, Menteri membentuk Komite Keselamatan Konstruksi
guna untuk melakukan pengawasan pada penerapan SMKK. Komite
Keselamatan Konstruksi sendiri terdiri atas ketua, sekretaris, anggota,
subkomite (Subkomite terdiri atas ketua dan anggota sesuai dengan
bidangnya), dan Sekretariat (Sekretariat terdiri atas koordinator dan anggota).
66
Bupati/walikota melakukan pengawasan penerapan SMKK pada Pekerjaan
Konstruksi dan Konsultansi Konstruksi terhadap pembiayaan yang berasal
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan/atau yang
memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi kecil.
7. Laporan Pengawasan
67
Gambar 11. Koordinasi Laporan Pengawasan
D. Rangkuman
Dari hasil penjelasan mengenai Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
(SMKK) di atas, maka dapat dirangkumkan beberapa hal sebagai berikut.
68
c. Keinginan untuk selamat dan terhindar dari bahaya
d. Keinginan untuk terhindar dari kerugian materi akibat kecelakaan
e. Desakan dari pihak luar dan tuntutan masyarakat
2. Maksud dan Tujuan dari SMKK yaitu sebagai acuan bagi Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa dalam penerapan SMKK Bidang PUPR
dengan tujuan Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi,
dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja, dan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien,
untuk mendorong produktifitas.
E. Penilaian/Evaluasi
Jawablah pertanyaan berikut, untuk mengetahui permahaman anda terhadap
materi ini. Soal nomor 1 dan 2 bernilai 30, sedangkan 3 bernilai 40.
69
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Keselamatan Konstruksi, Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi, dan K3 Konstruksi, serta
sebutkan perbedaannya!
3. Sebutkan dan jelaskan tahapan penerapan SMKK!
70
BAB V
PENUTUP
A. Penutup
Risiko merupakan kejadian yang mungkin terjadi secara tak terduga akibat
ketidakpastian. Walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin,
namun tetap mengandung ketidakpastian, bahwa nanti akan berjalan
sepenuhnya sesuai rencana. Risiko kemungkinan terjadinya peristiwa, suatu
ketidakpastian yang membawa akibat yang tidak diinginkan atas suatu
peluang yang hilang.
Dengan modul ini peserta diharapkan dapat memahami juga menerapkan hal
– hal yang telah disampaikan pada modul ini dimulai dari manajemen risiko,
sistem pengendalian intern pemerintah, dan mengenai sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi.
73
1. Untuk evaluasi bagi peserta, maka pengajar/widyaiswara melakukan
evaluasi berupa orientasi proses belajar dan tanya jawab maupun diskusi
perorangan/kelompok dan/atau membuat pertanyaan ujian yang terkait
dengan isi dari materi modul tersebut.
2. Untuk evaluasi untuk pengajar/widyaiswara diakukan oleh para peserta
dengan melakukan penilaian yang terkait penyajian, penyampaian materi,
kerapihan pakaian, kedisiplinan, penguasaan materi, metoda pengajaran,
ketepatan waktu dan penjelasan dalam menjawab pertanyaan, dan lain-
lain.
3. Demikian juga untuk evaluasi penyelenggaraan Diklat, yaitu peserta dan
pengajar/widyaiswara akan mengevaluasi Panitia/Penyelenggara Diklat
terkait dengan penyiapan perlengkapan diklat, sarana dan prasarana
untuk belajar, fasilitas penginapan, makanan dll.
4. Evaluasi materi dan bahan tayang yang disampaikan pengajar kepada
peserta, dilakukan oleh peserta, pengajar/widyaiswara maupun pengamat
materi/Narasumber untuk pengkayaan materi.
74
perlu ada koreksi dan masukan dari berbagai pihak, antara lain para peserta,
pengajar maupun pengamat materi atau Narasumber/Akademisi.
75
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Ardeno. 2012. Audit Internal Nilai Tambah Bagi Organisasi. Edisi
pertama. Yogyakarta : BPFE
77
PERISTILAHAN
78
Rancangan Konseptual : Dokumen telaahan tentang Keselamatan
SMKK Konstruksi yang disusun oleh Penyedia Jasa
Konsultansi Konstruksi pengkajian,
perencanaan serta perancangan
79
berat yang dipergunakan dan tingkatan
penerapan teknologi yang digunakan
80
LAMPIRAN
Lampiran 1
81
Contoh Formulir Daftar Risiko
82
Contoh Formulir Daftar Rencana Tindak Pengendalian
83
Contoh Formulir Daftar Kelemahan Lingkungan Pengendalian dan Rencana
Tindak Perbaikan
84
Contoh Formulir Rangking/Peta Risiko
85
Lampiran 2
86
Contoh Formulir-3 Hasil Identifikasi Permasalahan Lingkungan Pengendalian (Soft Control)
Penjelasan tabel:
87
Contoh Formulir-4 Rekapitulasi Hasil Kuesioner CEE (Soft Control)
Penjelasan tabel:
88
Contoh Formulir-5 Simpulan Sementara Hasil CEE (Soft Control)
Penjelasan tabel:
89
sesuai dengan hasil tersebut. Jika hasilnya bertentangan maka
diperlukan pertimbangan profesional fasilitator untuk mengambil
simpulan sementara untuk nantinya dibahas lebih lanjut dengan
pimpinan instansi guna memperoleh pertimbangan dan data lebih
lanjut sehingga dapat dihasilkan simpulan akhir
7. Kolom 7: Diisi dengan simpulan fasilitator atas kondisi masing-masing
sub unsur lingkungan pengendalian (Memadai, Cukup Memadai,
Kurang Memadai, Tidak Memadai)
8. Kolom 8: Diisi dengan uraian simpulan masing-masing sub unsur
lingkungan pengendalian sesuai dengan kolom 7
90
Contoh Formulir-6 Rencana Tindak Perbaikan Lingkungan Pengendalian (Soft Control)
Penjelasan tabel:
Lampiran 3
Contoh Formulir-21 Pemantauan Risiko dan Kegiatan Pengendalian Tingkat Unit Organisasi
Penjelasan tabel:
92
1. Kolom 1: Sudah jelas
2. Kolom 2: Berisi risiko yang diidentifikasi
3. Kolom 3: Berisi pemilik atau pihak yang bertanggungjawab
menangani tsb
4. Kolom 4: Berisi frekuensi dari risiko yang diidentifikasi misal skor 4
frekuensi sangat sering, 3 sering, 2 jarang, 1 sangat jarang
5. Kolom 5: Berisi dampak dari risiko yang diidentifikasi misal skor 4
frekuensi dampaknya sangat besar, 3 besar, 2 kecil, 1 sangat kecil
6. Kolom 6: Berisi pengendalian kunci atas risiko yang diidentifikasi
7. Kolom 7: Berisi pemantauan yang dilaksanakan
8. Kolom 8: Berisi perbaikan atas pemantauan yang sdh ada
9. Kolom 9: Berisi waktu rencana pelaksanaan perbaikan
pemantauan
Penjelasan tabel:
KUNCI JAWABAN
BAB II
94
Keterbatasan dana operasional, sumber daya manusia yang
tidak kompeten, peralatan yang tidak memadai, kebijakan dan
prosedur yang tidak jelas, dan suasana kerja yang tidak
kondusif.
BAB III
95
undangan. Sedangkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang
selanjutnya disingkat SPIP adalah Sistem pengendalian yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
96
diharapkan secara kontinyu akan dapat mengintegrasikan SPIP ke
dalam proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
e. Berkelanjutan
f. Tercapainya tujuan organisasi
g. Siklus penyelenggaraan yang tidak kaku dan harus dimulai dari
satu tahapan tertentu
h. Selalu berputar
Dengan siklus penyelenggaraan yang tertera pada Gambar 5 dapat
diketahui bagian mana yang lemah dari sistem pengendalian yang telah
di jalankan. Maka dari itu perlu adanya reviu guna untuk memperbaiki
sistem pengendalian agar menjadi lebih baik lagi kedepannya.
97
Kementerian diwujudkan dalam Lingkungan Pengendalian yang Kuat.
Dalam reviu lingkungan pengendalian perlu dilakukan ulasan untuk
mengidentifikasi area-area lingkungan pengendalian yang masih
lemah yang membutuhkan penguatan lebih lanjut. Reviu penilaian
sendiri/ Control Self-Assessment (CSA), disebut “Penilaian
Lingkungan Pengendalian/ Control Environment Evaluation (CEE)”.
CEE terdiri dari soft dan hard controls berikut merupakan
penjelasannya sebagai berikut.
a. Soft control
98
7) Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (Apip) Yang Efektif (9 Pernyataan)
8) Hubungan Kerja Yang Baik Dengan Instansi
Pemerintah Terkait (2 Pernyataan)
Dalam Assessment Soft Control terdapat 6 formulir yang akan
menjadi acuan dari penilaian pengendalian lingkungan seperti
yang tertera pada Lampiran 2.
b. Hard control
Satuan Tugas SPIP melakukan assessment terhadap hard
controls lingkungan pengendalian yang ada. Tujuan dari
assessment atas hard control adalah untuk memberikan
informasi tingkat konsistensi Kementerian dalam mengerjakan
segala sesuatu dengan benar/baik. Penilaian hard controls
lingkungan pengendalian dapat dilakukan sebagaimana
lazimnya proses audit, seperti ulasan terhadap dokumen.
Disamping teknik penilaian di atas, Satuan Tugas SPIP dapat
menggunakan penilaian pengendalian sendiri/Control
Self Assessment.
BAB III
1. Apa yang menjadi latar belakang adanya sistem yang mengatur
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja? (Bobot: 30)
a. Memenuhi ketentuan hukum
b. Menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan
keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan
terbangun.
c. Keinginan untuk selamat dan terhindar dari bahaya
d. Keinginan untuk terhindar dari kerugian materi akibat
kecelakaan
e. Desakan dari pihak luar dan tuntutan masyarakat
99
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Keselamatan Konstruksi, Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi, dan K3 Konstruksi! (Bobot: 30)
a. Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan
untuk mendukung Pekerjaan Konstruksi dalam mewujudkan
pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan
keberlanjutan yang menjamin keselamatan keteknikan
konstruksi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
keselamatan publik dan lingkungan.
b. Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi yang
selanjutnya disebut SMKK adalah bagian dari sistem
manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dalam rangka
menjamin terwujudnya Keselamatan Konstruksi.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang
selanjutnya disebut K3 Konstruksi adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada Pekerjaan
Konstruksi.
100
Setelah tahapan standar keamanan, keselamatan, kesehaan, dan
keberlanjutan terpenuhi serta rancangan konseptual dari SMKK telah
dibuat maka masuk pada penerapan dari SMKK. Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi dilaksanakan dalam beberapa
tahap yang mencakup seluruh aspek pada kegiatan berlangsungnya
SMKK.
101
Pada tahap pembinaan dan pengawasan Menteri bertanggung jawab
atas pembinaan penerapan SMKK kepada penyelenggara pemerintah
daerah provinsi dan masyarakat jasa konstruksi.
102
103