Hukum Benda
Hukum Benda
a. Barang berujud dan barang tak berujud. Yang dimaksud barang berujud adalah
barang-barang yang secara nyata dapat dilihat dan diraba. Sedangkan barang yang tak
berujud adalah hak-hak yang timbul dari barang yang berujud, misalnya hak
menikmati hasil, hak pakai, piutang dan sebagainya.
b. Barang dalam perdagangan dan barang di luar perdagangan;
c. Barang yang habis dipakai dan barang yang tidak habis dipakai;
d. Barang yang sudah ada dan barang yang masih akan ada. Barang yang akan ada
dibedakan lagi menjadi barang yang akan ada secara relatif dan barang yang akan ada
secara absolut;
e. Barang yang bergerak dan barang yang tidak bergerak/tetap;
f. Barang yang dapat dibagi dan barang yang tidak dapat dibagi.
Dari berbagai pembedaan macam barang yang ditetapkan dalam KUH Perdata, yang
penting adalah pembedaan barang bergerak dan barang yang tidak bergerak. Lebih jauh
penbedaan macam benda bergerak dan tak bergerak ini dibedakan antara :
a. Banda tak bergerak karena sifatnya, misalnya tanah dan segala sesuatu yang ada di
atasnya.
b. Benda tak bergerak karena tujuannya, misalnya mesin dan peralatan yang
dipergunakan dalam pabrik;
c. Benda tak bergerak menurut ketentuan undang-undang, misalnya hak memungut
hasil, hak menikmati benda tak bergerak, hipotik dan lain-lain;
d. Benda bergerak karena sifatnya, ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah-
pindahkan seperti : meja, ternak dan sebagainya;
e. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, yaitu hak-hak yang timbul dari
benda bergerak, misalnya hak menikmati atas benda bergerak dan sebagainya.
Arti pentingnya pembedaan macam-macam benda menjadi benda tetap dan benda
bergerak adalah berkaitan dengan empat hal berikut ini :
1. Bezit (penguasaan).
Terhadap barang bergerak berlaku azas bezitter barang bergerak adalah eigenaar dari
barang tersebut. Sedangkan untuk barang tetap tidak demikian halnya, yaitu bezitter
(penguasa) barang tetap belum tentu sebagai eigenaar (pemilik) atas barang tersebut.
2. Levering (penyerahan)
Mengenai levering atas benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata,
sedangkan levering benda tetap dilakukan dengan proses hukum tersendiri, misalnya
dengan balik nama;
3. Verjaring (daluwarsa/lampau waktu)
Terhadap benda bergerak tidak dikenal adanya lampau waktu, sebab bezitter juga
dianggap sebagai eigenaar, sebaliknya dalam benda tetap mengenal adanya lampau
waktu;
3
4. Bezwaring (pembebanan)
Pembebanan benda bergerak dilakukan dengan gadai pand, sedangkan untuk benda
tetap dilakukan dengan hipotik. Dengan keluarnya ketentuan tentang hak
tanggungan, maka untuk benda tetap dibebani dengan hak tanggungan.
4
HAK KEBENDAAN
Namun didalam BW Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI
dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
1. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan
orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku
secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni
yang ada dalam suatu perjanjian saja.
2. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau
bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum
perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian
telah selesai dilakukan.
3. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang
lainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat
dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan
itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas
atau prinsip sebagai rohnya. Merupakan kejanggalan bahkan konyol apabila suatu norma
tidak mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip dalam konteks
operasionalnya.
Suatu norma tanpa landasan filosofis serta pijakan asas, ibarat manusia yang buta dan
lumpuh.Asas atau prinsip dalam bahasa Belanda disebut “beginsel”, sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut sebagai “principle”. Asas dalam dalam bahasa Indonesia
sebagaimana termuat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dasar yang menjadi
suatu tumpuan berpikir atau berpendapat, dasar cita-cita, atau hukum dasar. Sedangkan
dalam bahasa Inggris sendiri sebagaimana dikutip dari Cambridge Dictionary, kata priciple
berarti “a basic idea or rule that explains or control how something happens or works”.
Sedangkan asas atau prinsip dalam bahasa latin disebut sebagai “principium” yakni
berasal dari kata “primus” yang berarti “pertama” , dan kata “capere” yang berarti
“menangkap”, secara leksika berarti sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau
bertindak atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya.
Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang di dalamnya mengatur sistem
norma hukum mempunyai peranan yang penting. Asas hukum merupakan landasan atau
pondasi yang menopang kukuhnya suatu norma hukum. Untuk dapat memahami apa
yang dimaksud dengan asas hukum, beberapa ahli memberikan batasan atau pengertian
sebagai berikut:
1) Paul Scholten menguraikan asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat
di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-
aturan, per undang-undangan, dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengan
ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai
penjabarannya.
2) Van Eikema Homes menjelaskan bahwa asas hukum bukanlah norma hukum yang
konkret, tetapi sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang
berlaku. Jadi merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum
positif, sehingga dalam pembentukan hukum praktis harus berorientasi pada asas-
asas hukum.
3) Bellefroid mengemukakan bahwa asas hukum umum adalah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak berasal dari aturan-
aturan yang lebih umum. Jadi asas hukum umum merupakan kristalisasi
(pengendapan) hukum positif dalam suatu masyarakat [3]
Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan, serta penilaian
fundamental, mengandung nilai-nilai, dan tuntutan-tuntutan etis.[4] Bahkan dalam satu
mata rantai sistem , asas, norma, dan tujuan hukum berfungsi, sebagai pedoman dan
ukuran atau kriteria bagi perilaku manusia. Melalui asas hukum, norma hukum berubah
sifatnya menjadi bagian tatanan etis yang sesuai dengan nilai kemasyarakatan.
Pemahaman tentang keberadaan suatu norma hukum (mengapa suatu norma hukum
7
diundangkan) dapat ditelusuri dari “ratio legis”-nya. Meskipun asas hukum bukan norma
hukum, namun tidak ada norma hukum yang dipahami tanpa mengetahui asas hukum
yang terdapat di dalamnya.[5]
Adapun di dalam hukum kebendaan dikenal beberapa asas sebagai berikut: [6]
a. Asas Hukum Memaksa (dwingend recht)
b. Hak kebendaan dapat dipindahkan
c. Asas Individualitas (Individualiteit)
d. Asas Totalitas (Totaliteit).
e. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid).
f. Asas Prioritas (Prioriteit)
g. Asas percampuran (vermenging).
h. Asas publisitas (publiciteit)
i. Asas perlakuan berbeda antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak. [7]
j. Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak.
dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan
pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan
penunjukkan atau penyerahan berdasarkan suatu atau perbuatan hukum yang paling
sering mengakibatkan seseorang memiliki hak milik atas suatu hak kebendaan tertentu
adalah penyerahan. Penyerahan disini harus dilakukn oleh orang yang mempunyai
kewenangan bebas untuk menyerahkan kebendaan tersebut (beschikkingsbevoegd).
Sistem levering yang terdapat di dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut merupakan suatu
sistem causal, yaitu suatu sistem yang menggantungkan sah atau tidaknya suatu
penyerahan pada 2 syarat yaitu : [12]
Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya levering.
Levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas
(beschikkingsbevoegd). [13]
Dengan titel dimaksudkan perjanjian obligatoir yang menjadi dasar levering itu harus sah
menurut hukum, jadi apabila dasar titel itu tidak sah menurut hukum baik karena batal
demi hukum (null and void) atau dibatalkan oleh hakim (voidable), [14] maka levering
tersebut menjadi batal juga, yang berarti bahwa pemindahan hak milik dianggap tidak
pernah terjadi. Begitu pula halnya apabila orang yang memindahkanhal milik itu ternyata
tidak berhak melakukannya karena ia bukan pemilik maupun orang yang secara khusus
dikuasakan olehnya.[15] Hal tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1471
KUHPerdata yang menyebutkan “Jual beli ats barang orang adalah batal dan dapat
memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan
bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.”
Pasal 1152 bis KUHPerdata menentukan bahwa, : Untuk melahirkan hak gadai atas
surat tunjuk, selain penyerahan endosemennya, juga dipersyaratkan penyerahan
suratnya.[17]
Pasal 1153 KUHPerdata menentukan bahwa, : Hak gadai atas barang bergerak yang
tak berwujud kecuali surat tunjuk dan surat bawa lahir dengan pemberitahuan
mengenai penggadaian itu kepada orang yang kepadanya hak gadai itu harus
dilaksanakan. Orang ini dapat menuntut bukti tertulis mengenai pemberitahuan itu,
dan mengenai izin dan pemberian gadainya. [19]
Pasal 1154 KUHPerdata menentukan bahwa, : Dalam hal debitur atau pemberi gadai
tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur tidak diperkenankan mengalihkan
barang yang digadaikan itu menjadi miliknya. Segala persyaratan perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal.
Dari perumusan Pasal-Pasal tersebut dapat diketahui bahwa tidak memungkinkan untuk
dilakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam Kitab
undang-undang Hukum Perdata.
4. Asas Totalitas.
Asas totalitas (totaliteit) ini berarti bahwa kepemilikan suatu kebendaan berarti
kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian kebendaan tersebut. Dalam konteks ini
misalnya seseorang tidak mungkin memiliki bagian dari suatu kebendaan, jika ia sendiri
tidak memiliki titel hak milik atas kebendaan tersebut secara utuh. Maksudnya adalah
bahwa sesuai dengan sifat individualitas dari suatu kebendaan tersebut, maka tiap-tiap
benda yang menurut sifatnya atau menurut UU tidak dapat dibagi maka penyerahan
kepemilikan atas benda tersebut harus dilakukan secara keseluruhan benda itu.
Di dalam asas totalitas ini tercakup suatu asas perlekatan (accessie) karena perlekatan
terjadi dalam hal benda pokok (hoofdzaak) berkaitan erat dengan benda-benda
11
pelengkapnya yaitu benda tambahan (bijzaak) dan benda pembantu (hulpzaak). Oleh
karena itu seorang pemilik benda pokok dengan sendirinya adalah pemilik benda
pelengkapnya.
Pasal 1533 KUHPerdata menyebutkan “Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu
yang melekat padanya seperti penanggungan, hak istimewa dan hak hipotek”
Contoh dari asa totalitas ini misalkan saja seseorang memiliki sebuah rumah maka
otomatis dia adalah pemilik jendela, pintu, kunci, genteng rumah tersebut. Asas totalitas
ini juga menentukan bahwa penjualan dan peralihan suatu kepemilikan suatu benda dari
seseorang kepada orang diikuti oleh peralihan segala embel-embel yang melekat pada
benda itu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan jual-beli piutang misalnya, bahwa segala
piutang yang dijual dan dialihkan kepada orang lain maka peralihan tersebut diikuti juga
dengan peralihan dari segala-segala jaminan yang melekat pada piutang tersebut.
9. Asas Perlakuan yang Berbeda antara Benda Bergerak dengan Benda Tidak Bergerak.
Pengaturan dan perlakuan dapat disimpulkan dari cara membedakan antara benda
bergerak dan benda tidak bergerak serta manfaat atau pentingnya pembedaan antara
kedua benda tersebut. Kriteria pembedaannya ditentukan oleh undang-undang.
Sedangkan manfaat pembedaannya dapat ditinjau dari sudut penyerahannya,
penguasaannya kadaluwarsa dan pembebanannya.
10. Adanya Sifat Perjanjian Dalam Setiap Pengadaan atau Pembentukan Hak Kebendaan.
Asas ini berarti bahwa pada dasarnya dalam setiap hukum perjanjian terkandung pula
asas kebendaan dan dalam setiap hak kebendaan melekat pula setiap hukum perjanjian
di dalamnya. Sifat perjanjian ini menjadi makin penting adanya dalam pemberian hak
kebendaan yang terbatas (jura in re aliena), sebagaimana dimungkinkan oleh undang-
undang.
13
A. Pengertian bezit
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPerdata,
bezit ialah keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda dimana seseorang
menguasainya baik sendiri ataupun dengan perantaraan orang lain, seolah-olah itu
adalah kepunyaannya sendiri. Menurut Subekti, yang dimaksud dengan hak menguasai
adalah : Suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-seolah
kepunyaan sendiri yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik
atas benda itu sebenarnya ada dan siapa. Dalam Pasal 529 KUHPerdata yang dimaksud
dengan bezit adalah Kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan
diri sendiri maupun dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau
menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat difahami bahwa benda yang dikuasai dan dinikmati
oleh seseorang itu belum tentu benda miliknya sendiri hanya seolah-olah kepunyaannya
sendiri. Sedangkan orang yang menguasai benda tersebut disebut bezitter
Contoh Bezit :
A mendiami rumah yang dimilikinya. Dalam hal demikian maka A bukan saja pemilik
tetapi juga ”bezitter” dari rumah dan arloji tersebut.
Kalau arloji A dicuri oleh B, maka A adalah tetap pemilik dari arloji tersebut. A adalah
yang berhak atas arloji itu (keadaan nyata). Dalam hal ini B dinamakan bezitter yang
beritikad buruk, sebab ia mengetahui bahwa ia bukanlah pemilik arloji tersebut.
A membeli sebidang tanah dari B. Dia mempagari dan menanami tanah tersebut.
Tetapi ternyata bahwa yang dipagarinya dan ditanaminya itu termasuk pula sebagian
tanah tetangga C, karena A mengira bahwa bagian tanah tersebut termasuk bidang
tanah yang dibelinya. Dalam hal ini A adalah bezitter yang beritikad baik dari bagian
tanah (dari tetangga C) tersebut.
B. Syarat bezit:
Untuk adanya suatu bezit, harus dipenuhi ;
Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara benda yang bersangkutan dengan
orang yang menguasai benda tersebut (bezitter). Kata menguasai dalam Pasal 529
KUHPerdata harus ditafsirkan secara luas, yaitu meliputi apa yang dalam kehidupan
sehari-hari dianggap sebagai termasuk dalam pengertian dikuasai, seperti orang yang
menyerahkan dan meminjamkan suatu barang masih dianggap menguasai barang
miliknya, walaupun barang tersebut ditangan orang lain, karena ia pemilik masih
berhak meminta kembali, dan bahkan berhak menjual. Kemudian barang-barang
ditangan seorang kuasa, yang memegang untuk pemilik. Disini memegang benda
dengan perantaraan orang lain (Pasal 529 jo 540 KUHPerdata).
14
Adanya Animus, yaitu bahwa antara benda yang bersangkutan dengan orang yang
menguasainya harus dikehendaki dan kehendak itu harus didasarkan oleh kehendak
yang sah. Yang dimaksud kehendak yang sah adalah kehendak yang tidak ada
paksaan dan bukan dari orang gila atau anak kecil.
D. Macam-macam bezit:
1. Bezit yang beritikad baik/te goeder trouw
Bezit yang beritikad baik adalah manakala si yang memegangnya memperoleh
kebendaan tadi dengan cara memperoleh hak milik dalam mana tak tahulah dia akan
cacat-cela yang terkandung di dalamnya (Pasal 531 KUHPerdata). Dengan kata lain si
pemegang tersebut tidak mengetahui apakah benda yang dipegangnya itu diperoleh
dengan jalan tidak sesuai dengan cara-cara memperoleh hak milik ataupun sesuai
2. Bezit yang beritikad buruk/te kwader trouw (menurut Pasal 530 KUHPerdata)
Bezit yang beritikad buruk adalah mereka yang memegang benda tersebut itu tahu
bahwa bendanya diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan menurut cara-cara
memperoleh hak milik (pasal 532 KUHPerdata). Kapan seseorang itu dapat
dinyatakan sebagai bezitter yang bertikad buruk?
Seseorang dapat dikatakan beritikad buruk pada saat perkaranya dimajukan ke
pengadilan di mana dalam perkaranya itu ia dikalahkan (Pasal 532 ayat 2 KUHPerdata
3. Bezit-eigendom
Baik bezit yang beritikad baik maupun yang buruk mendapat perlindungan hukum
yang sama sebelum adanya putusan hakim, karena dalam hukum terdapat asas yang
diatur dalam Pasal 533 KUHPerdata yang mengatakan : ”kejujuran itu dianggap ada
pada setiap orang sedangkan ketidakjujuran harus dibuktikan”.
15
meminjam buku pada B karena B membutuhkan uang buku tersebut dijual kepada A
tapi si B ternyata masih memerlukan buku tersebut maka buku itu dipinjamnya.
Mengenai bezit terhadap benda bergerak berlaku asas hukum yang terdapat dalam pasal
1977 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa terhadap benda bergerak yang tidak
berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa, maka
barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Pasal 1977 KUHPerdata
terletak pada buku IV KUHPerdata, yang mengatur tentang masalah verjaring dengan
tenggang waktu 0 tahun. Jadi siapapun yang membezit benda bergerak tidak atas nama,
dalam hal ini seketika (0) bebas dari tuntutan pemilik. Pasal 1977 KUHPerdata
mendapatkan penafsiran dari para sarjana, yang menghasilkan beberapa teori, yaitu :
a. Ajaran bahwa detetie (houderschap) adalah eigendom.
Menurut ajaran ini mengenai benda bergerak detentie adalah paling lengkap, jadi
mengenai benda bergerak tidak ada bezit atau eigendom. Konsekuensi dari ajaran ini
adalah bahwa orang yang menitipkan, meminjamkan atau menyewakan barang
bergerak kepada orang lain, kehilangan hak eigendomnya atas barang tersebut. Ia
hanya mempunyai tuntutan perorangan pada orang yang menyimpan, meminjam,
menyewa. Ia tak mempunyai hak kebendaan, tak mempunyai hak revindikasi atas
barang tersebut.
b. Ajaran bahwa bezit adalah eigendom (eigendom theorie).
Menurut teori ini bezit benda bergerak berlaku sebagai alas hak yang sempurna, hak
yang sempurna itu adalah hak milik. Jadi membezit benda bergerak sama dengan hak
milik, bezitter adalah eigenaar. Teori ini mengabaikan syarat title yang sah dan orang
yang wenang untuk menguasai benda tersebut. Jadi bezitter benda bergerak tidak
atas nama, adalah pemiliknya, asalkan bezitternya harus beritikad baik.
c. Teori legitimasi (legitiematietheorie)
Bezit bukan/tidak sama dengan hak milik hanya saja barang siapa yang secara jujur
membezit benda bergerak dia adalah aman. Menurut teori ini tetap harus ada title
yang sah dan tidak perlu berasal dari orang yang wenang untuk menguasai
bendanya. Teori ini memandang pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata mempunyai 2 fungsi
yaitu fungsi prosesuil dan fungsi materiil. Fungsi prosesuil, di dalam suatu sengketa,
pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata mempunyai fungsi bezitter cukup melegitimer
dirinya sebagai pemilik dengan mengemukakan bezitnya saja. Hal ini berarti bezitter
melegitimer diri sebagai pemilik. Pihak lain yang merasa mempunyai hak yang lebih
kuat yang membuktikan. Fungsi materiil, orang boleh beranggapan bahwa bezitter
barang bergerak tidak atas nama adalah pemilik barang tersebut jika bezitter
bersikap dan menimbulkan kesan bahwa ia adalah pemiliknya, sehingga barang siapa
memperolah hak milik dari seseorang bezitter seperti itu dilindungi oleh pasal 1977
17
ayat (1) KUHPerdata. Orang yang menerima penyerahan harus beritikad baik. Teori
legitimasi ini jika dihubungkan dengan pasal 548 KUHPerdata hanya mengabaikan
salah satu syarat dari sahnya penyerahan, yaitu tidak perlu berasal dari orang yang
wenang untuk menguasai bendanya, tetapi tetap mengharuskan adanya title yang
sah untuk memproleh hak milik dari suatu benda.
H. Fungsi Bezit
Bezit mempunyai 2 fungsi, yaitu :
Fungsi polisionil; Setiap Bezit mendapat perlindungan dari hukum, tanpa melihat atau
mempersoalkan siapakah sebenarnya pemilik hak. Meskipun bezitter beritikad buruk
(maksudnya menguasai suatu benda/bezit sekalipun dari kejahatan) tetap akan
dilindungi oleh hukum sepanjang belum terbukti dengan putusan pengadilan bahwa
bezitter tersebut tidak berhak. Jadi pihak yang merasa haknya dilanggar harus minta
penyelesaiannya melalui polisi atau pengadilan. Inilah yg dimaksud dengan
fungsipolisional yang ada padatiap bezit.
Fungsi Zakenrechtelijk; Bezit yang telah berjalan selama suatu jangka waktu tertentu
dan bezitter tsb tidak mendapat protes dari pemilik sebelumnya maka bezit tersebut
dapat berubah menjadi hak milik, yaitu melalui kadaluwarsa (lembaga Verjaring).
dilelang umum, atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai seorang yang biasanya
memperdagangkan barang-barang sejenis itu.
HAK MILIK
A. Pengertian
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengertian hak milik sendiri tercantum di
dalam Pasal 570 yang juga berisi tentang pembatasan-pembatasan hak milik. Pasal 570
KUH Perdata menerangkan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda
dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tak
dipergunakan bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang
diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak
menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak
mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan
pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.
Pengertian hak milik yang dapat menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya dapat
diartikan dalam dua makna, yaitu :
1. Perbuatan hukum – berupa menjual, menyewakan, menghibahkan, dapat
memperlainkan “vervreem den” dan lain-lain.
2. Perbuatan materiil – berupa menggunakan, memungut hasil, membongkar,
membuang, merusak, memelihara dan lain-lain.
Dulunya hak milik merupakan hak yang mutlak “droit inviolable et sacre” yang tidak dapat
diganggu gugat keberadaanya. Namun dengan berkembangnya jaman dan berkembang
pula hukum yang hidup di masyarakat serta timbul pengertian tentang asas
kemasyarakatan “sociale functie” sehingga sifat hak milik sebagai “droit inviolable et
sacre” ini semakin memudar. Banyak sekali terjadi pembatasan-pembatasan terhadap
hak milik, seperti yang terdapat dalam pengertian pasal 570 KUH Perdata di atas.
Misalnya saja pembatasan-pembatasan oleh :
1. Hukum Tatausaha – terbukti makin banyaknya campur tangan penguasa terhadap
hak milik.
2. Pembatasan oleh ketentuan-ketentuan dalam Hukum tetangga.
3. Penggunaannya tidak boleh menimbulkan gangguan (hinder) bagi hak orang lain.
4. Penggunaannya tidak boleh menyalah gunakan hak (misbruik van recht).
Lain halnya dengan rumusan yang tercantum dalam pasal 20 UU Nomor 5 tahun 1960, di
mana di dalam rumusannya itu hanya mengenai benda tidak bergerak, khususnya atas
tanah. Pasal 20 UU Nomor 5 tahun 1960 mengatakan bahwa hak milik adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 UUPA. UU membatasi kepemilikan atas tanah
dengan memperhatikan fungsi sosialnya. Seperti jika kepentingan umum menginginkan
tanah tersebut maka tanah itu dapat dibebaskan dan pemilik mendapat ganti rugi yang
setimpal. Jadi pembatasan dalam pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1960 hanya sebatas pada
fungsi sosialnya saja.
20
4. Hak milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain.
Sedangkan hak kebendaan yang lain hanya merupakan onderdil (bagian) saja dari hak
milik.
Menurut pasal 574 KUH Perdata tiap pemilik benda, baik bergerak maupun tidak berhak
meminta kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya berdasarkan hak miliknya
itu. Permintaan kembali yang didasarkan pada hak eigendom dinamakan “revindicatie”.
Dapat dilakukan sebelum ataupun saat perkara sedang diperiksa oleh pengadilan. Pemilik
dapat meminta benda agar benda yang diminta kembali itu disita “revindicatoir beslag”.
Pemilik cukup mengajukan kepada hakim bahwa benda itu hak miliknya tidak perlu
membahas bagaimana ia mendapat hak milik tersebut.
tas tersebut untuk study tour, sehingga Cipa meminjam tas tersebut kepada Dono.
Cipa yang tadinya sebagai pemilik sekarang menjadi peminjam.
Sedangkan penyerahan benda untuk benda bergerak tidak berwujud dikategorikan
sebagai berikut :
1. Penyerahan dari piutang op naam, yaitu penyerahan dari piutang atas nama yang
dilakukan dengan cessie yaitu dengan cara membuat akta otentik atau akta di bawah
tangan. Diatur dalam Pasal 613 ayat 1 KUH Perdata.
2. Penyerahan dari piutang aan order, yaitu penyerahan dari piutang atas pengganti
yang dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan Endosemen yaitu
menuliskan dibalik surat piutang yang berisi kepada siapa piutang itu dipindahkan.
Diatur dalam Pasal 613 ayat 3 KUH Perdata.
3. Penyerahan dari piutang aan tonder, yaitu penyerahan dari surat piutang atas bawa
yang dilakukan dengan penyerahan nyata. Diatur dalam Pasal 613 ayat 3 KUH
Perdata.
Untuk benda yang bergerak penyerahan dari tangan ke tangan dan untuk benda tidak
bergerak yaitu dilakukan dengan cara balik nama “akte van transport” dalam register
eigendom.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, untuk sahnya penyerahan itu harus memenuhi
syarat-syarat tertentu :
1. Harus ada perjanjian yang zakelijk.
2. Harus ada titel (alas hak).
3. Harus dilakukan oleh orang yang wenang menguasai benda-benda tadi (orang yang
beschikkingsbevoegd).
4. Harus ada penyerahan nyata.
Penjelasan
1. Perjanjian yang zakelijk adalah perjanjian yang menyebabkan berpindahnya hak-hak
kebendaan (zakelijk rechten) misalnya hak milik, bezit, hipotik, gadai. Perjanjian yang
zakelijk ini tidak dapat menimbulkan verbintenis namun hanya menimbulkan hak-hak
persoonlijk.
2. Harus ada titel (alas hak) merupakan hubungan hukum yang dapat mengakibatkan
penyerahan atau peralihan barang, biasanya perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli,
tukar menukar, dan lain-lain.
Terdapat dua pokok pendapat syarat sahnya penyerahan, yaitu :
1. Ajaran Causaal
Ajaran yang dikemukakan oleh Diephuis, Scholten ini menyatakan bahwa untuk
sahnya penyerahan tergantung pada alas haknya, apabila alas haknya sah maka
penyerahannya sah. Begitu pula sebaliknya. Diperlukan titel yang nyata antara
alas hak dan penyerahannya itu terdapat hubungan causaal.
24
2. Ajaran Abstract
Menjelaskan bahwa alas hak dan penyerahan itu terpisah satu sama lain.
Penyerahan tidak bergantuk pada alas hak nyata. Jadi penyerahan itu akan sah
walaupun titel tidak sah maupun tanpa titel.
Menurut Pasal 584 KUH Perdata untuk sahnya penyerahan itu harus terdapat
titel. Sehingga untuk ajaran abstract pasal tersebut bahwa untuk penyerahan itu
tidak perlu adanya titel yang nyata hanya terdapat titel saja sudah cukup atau
putatieve title.
3. Kewenangan untuk menguasai bendanya (beschikkings Bevoegheid) merupakan
pelaksanaan dari Azas Nemoplus yang artinya bahwa seseorang itu tidak dapat
memperalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya. Lazimnya yang berwenang
untuk menguasai benda adalah pemiliknya sendiri.
4. Penyerahan nyata dan penyerahan yuridis yaitu penyerahan dari tangan ke tangan.
Terhadap benda bergerak penyerahannya jatuh bersamaan, yaitu Pasal 1612 KUH
Perdata menyatakan bahwa penyerahan itu terjadi dengan overgave menyerahkan
benda itu. Sedangkan untuk benda tidak bergerak antara penyerahan yuridis dan
penyerahan nyata berpisah. Penyerahan yuridisnya terjadi dengan pendaftaran
benda di daftar umum di dalam Kepala Seksi Pendaftaran Tanah, sedangkan
penyerahan nyatanya dengan penyerahan kunci dari satu rumah ke rumah lainnya.
Kesimpulannya hak milik atas atas suatu benda baru dapat beralih kepada orang lain,
apabila telah terjadi penyerahan bendanya. Tetapi, cara untuk melakukan
penyerahan atas benda itu dapat dibedakan sesuai dengan sifat benda yang akan
diserahkan.
Selain dari Pasal 584 KUH Perdata masih terdapat pula cara memperoleh hak milik
lainnya, yaitu :
1. Penjadian benda (zaaksvorming);
2. Penarikan buahnya (vruchtttrekking);
3. Persatuan benda (vereniging);
4. Pencabutan hak (onteigening);
5. Perampasan (verbeurdverklaring);
6. Pencampuran harta (boedelmenging);
7. Pembubaran dari sebuah badan hukum;
8. Abandonnement ( dalam hukum perdata laut – pasal 663 KUHD).
Penjelasan
1. Penjadian benda (zaaksvorming) yaitu membuat suatu benda baru dari benda yang
sudah ada. Diatur dalam pasal 606 KUH Perdata. Misalnya, kayu diubah menjadi
kursi.
2. Penarikan buahnya (vruchtttrekking) yaitu seorang bezitter mendapatkan hasil dari
benda yang dibezitnya. Diatur dalam pasal 575 KUH Perdata.
25
1. Karena ada seseorang yang mendapatkan hak milik tersebut dengan salah satu cara
memperoleh hak milik yang telah diuraikan;
2. Karena musnahnya benda yang di miliki;
3. Karena eigenaar melepaskan benda itu sehingga menghapus hak milik benda
tersebut atas dirinya.
27
GADAI PAND
Pihak yang menggadaikan dinamakan “pemberi gadai” dan yang menerima gadai,
dinamakan “penerima atau pemegang gadai”. Kadang-kadang dalam gadai terlibat tiga
pihak, yaitu debitur (pihak yang berhutang), pemberi gadai, yaitu pihak yang
menyerahkan benda gadai dan pemegang gadai yaitu kreditur yang menguasai benda
gadai sebagai jaminan piutangnya.2
KUHPerdata merumuskan gadai sebagai berikut:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang
lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.3
Syarat pertama dan kedua dari pasal tersebut merupakan syarat subyektif, dimana
apabila syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya sejak semula
perjanjian itu batal. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif,
dimana jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian vernitigebaar (dapat dibatalkan), artinya
perjanjian (overeenkomst), baru dapat dibatalkan jika ada perbuatan hukum
(reghthandeling) dari pihak yang mengadakan perjanjian untuk membatalkannya. 5
Dalam konteksnya dengan gadai (pand), maka hak gadai itu pun diadakan dengan harus
memenuhi syarat-syarat tertentu yang berbeda-beda menurut jenis barangnya. Kalau
yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud dan surat piutang yang
aantoonder (kepada si pembawa) maka syarat-syaratnya:
1. Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai ini (pandoverenkomst) perjanjian ini
bentuknya dalam KUHPerdata tidak disyaratkan apa-apa, oleh karenanya bentuk
perjanjian pand itu dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu. Artinya
perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun secara lisan saja. Dan yang secara
tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris (jadi merupakan akte autentik), bisa
juga diadakan dengan akte dibawah tangan saja.
2. Syarat yang kedua, barangnya yang digadaikan itu harus dilepaskan/berada di luar
kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezitstelling). Dengan perkataan lain barangnya
itu harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan ada ketentuan dalam
KUHPerdata bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam
kekuasaan si pemberi gadai.6
Syarat yang kedua inilah yang dalam praktek sering menimbulkan kesulitan untuk
ditepati. Yaitu jika kebetulan barang yang digadaikan itu justru barang yang sangat
dibutuhkan oleh si pemberi gadai, misalnya untuk mencari nafkah. Maka akan sangat sulit
bagi si pemberi gadai jika barang yang penting untuk mencari nafkah itu justru harus
berada di luar kekuasaannya.7
5 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 5, PT. PradnyaParamitha, Jakarta, 1989, hlm. 15. Lihat juga R.
Setiawan, Hukum Perikatan, Sumur Bandung, Bandung, 1989, hlm. 30. Bandingkan dengan
WirjonoProdjodioro, Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Bandung, 1975, hlm. 24.
6 Sri Soedewi Masjchoen Sofwam, : Hukum Benda, Cet. 4, Liberty Yogyakarta, 1981, hlm. 99.
7 Ibid.
29
Timbul persoalan apakah mengenai piutang yang masih akan ada itu dapat digadaikan?
Menurut pendapat yang lazim sekarang gadai mengenai piutang yang masih akan ada itu
dimungkinkan, asal hubungan hukum yang menimbulkan piutang sudah ada.10
Pendapat yang sama dengan keterangan di atas dikemukakan oleh R. Subekti: yang dapat
dijadikan obyek dari pandrecht, ialah segala benda yang bergerak yang bukan
kepunyaannya orang yang menghutangkan sendiri. Sebaliknya tidaklah perlu benda itu
harus kepunyaan orang yang berhutang, meskipun lazimnya orang yang berhutang itu
11 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 15, PT Intermasa, Jakarta, 1980, hlm. 79-80.
12 Sri SoedewiMasjchoenSofwan, Hukum Perdata; Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1974, hlm. 96
13 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 15, PT Intermasa, Jakarta, 1980, hlm. 83. Cf. Subekti,
Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni Bandung 1977, hlm 141. Lihat juga Mariam DarusBadruzaman, Bab-Bab
Tentang Credit Verband Gadai dan Fidulia,Cet, 5, PT Citra Aditya Bakti, 1991, hlm.55-70.
31
FUDUSIA
Fiducia juga dapat diartikan perjanjian accesor antar debitor dan kreditor yang
isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor
kepada kreditor.18
Fidusia pada dasarnya berbeda dengan jaminan fidusia. Perjanjian fidusia adalah
suatu perjanjian hutang piutang antara debitur dan kreditur yang melibatkan adanya
penjaminan. Sedangkan jaminan fidusia sendiri menurut pasal 1 angka 2 UUJF adalah:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi
Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakankepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan
Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jainan
Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Kedua praktek ini sering
dilakukan di Indonesia terutama pada masa dewasa ini.
B. Obyek fidusia
Berdasarkan Pasal 1 angka (4) UUJF, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu
yang dapat dimilki dan dialihkan, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
Sementara itu, dalam Pasal 3, untuk benda tidak bergerak harus memenuhi
persyaratan, antara lain :
a. benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
b. benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik untuk benda bergerak,
benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai
untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan bila debitur cidera
janji dan bukan untuk dimiliki oleh kreditur. Dan ketentuan ini bertujuan untuk
melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan kreditur;
i. Jaminan fidusia meliputi hasil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan
klaim asuransi. Dan objek jaminan fidusia berupa benda-benda bergerak
berwujud (seperti kendaraan bermotor, mesin pabrik, perhiasan, perkakas
rumah, pabrik, dan lain-lain); benda bergerak tidak berwujud (seperti sertipikat,
saham, obligasi, dan lain-lain); benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani
dengan hak tanggungan (yakni, hak satuan rumah susun di atas tanah hak pakai
atas tanah negara dan bangunan rumah yang dibangun di atas tanah milik orang
lain); serta benda-benda yang diperoleh dikemudian hari.
19 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Op. Cit, hal. 111
20 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Bandung, hal.168
35
21 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT, Fakultas Hukum UNDIP,
Semarang, 2001, hal. 36-37
22 Gunawan Widj aya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Op cit. Hal.139
23 Ibid.
36
1. Tahap pembebanan
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUJF dinyatakan “Pembebanan benda dengan jaminan
fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta
jaminan fidusia”. Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Di mana dalam pasal 1868 disebutkan
bahwa “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan
oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuat.”
2. Tahap pendaftaran
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Fidusia No. 42 Tahun 1999, akta perjanjian
jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal
11 ayat (1) Undang-Undang Fidusia. Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia
yang dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, diatur lebih
lanjut berdasarkan PP No. 86 Tahun 2000 tentang tata cara Pendaftaran Jaminan
Fidusia.
Pendaftaran jaminan fidusia juga telah diatur dalam pasal 11-18 UUJF.
Secara umum benda yang dijaminkan dengan fidusia harus didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Fidusia. Permohonan ini dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau
wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan fidusia. Kemudian surat
sertifikat Jaminan Fidusia yang telah sah akan mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi jaminan
fidusia yang sudah terdaftar.24
Ketentuan mengenai pendaftaran fidusia dan biayanya juga diatur dalam PP No.
86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan
Akta Jaminan Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia juga diatur dalam pasal 25-26 UUJF dan secara
umumnya karena hal-hal berikut:
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia (pelunasan)
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia
3. Musnahnya benda objek jaminan fidusia
4. Atas permintaan penerima fidusia
Kantor pendataran fidusia (kpf) akan mencoret pencatatan jaminan fidusia dari
buku daftar fidusia dan menerbitkan surat keterangan bahwa surat sertifikat fidusia
tersebut tidak berlaku lagi.
HAK TANGGUNGAN
tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas
benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada
Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang
diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.