PENDAHULUAN
18
1. Bagaimana konsep kesehatan kerja?
2. Bagaimana model kesehatan kerja?
3. Bagaimana lingkup kesehatan kerja?
4. Bagaimana penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kerja?
5. Bagaimana konsep potensial hazard?
6. Bangaimana konsep APD?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada tatanan home industry?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat menambah wawasan
kita agar mampu memahami konsep home industry dengan asuhan
keperawatannya dalam keperawatan komunitas II.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep kesehatan kerja
b. Mengetahui dan memahami model kesehatan kerja
c. Mengetahui dan memahami lingkup kesehatan kerja
d. Mengetahui dan memahami penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
kerja
e. Mengetahui dan memahami konsep potensial hazard
f. Mengetahui dan memahami konsep APD
g. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada tatanan home
industry
19
BAB II
TINJAUAN TEORI
20
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan,
pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan
kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut.
Ciri pokoknya adalah preventif (pencegahan penyakit) dan promotif
(peningkatan kesehatan). Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya
ialah: “penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”. Dari aspek
ekonomi, penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah
sangat menguntungkan karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah
meningkatkan produktifitas seoptimal mungkin
Berdasarkan defenisi tersebut diatas, kesehatan kerja
diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat disekelilingnya agar diperoleh
produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja
(Depkes RI, 1991).
Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya
dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja
adalah dengan penerapan peraturan perundangan antara lain melalui:
a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
sejak tahap rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-
pemeriksaan langsung di tempat kerja.
21
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia
dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa fokus utama kesehatan kerja, yaitu:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
b. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung
keselamatan dan kesehatan
c. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang
mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga
meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang lancar
serta meningkatkan produktivitas perusahaan.
Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok
kesehatan kerja antara lain:
a. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja
b. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
c. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
d. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja
e. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat
kerja ,pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelenggaraan makanan ditempat kerja
f. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja
kepada pengurus
g. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan
kerja
22
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja
c. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan
efisien
d. Menjamin proses produksi berjalan lancer
2.1.3. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, dan Lingkungan Kerja
23
Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk mencapai hasil
sesuai dengan kebijakan K3 organisasi.
2. Do (Pelaksanaan)
Melaksanakan proses yang sudah dirancang.
3. Check (Pemeriksaan)
Memantau dan mengukur kegiatan proses terhadap kebijakan, sasaran,
peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 Iainnya serta
melaporkan hasilnya.
4. Act (Tindakan)
Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja K3 secara berkelanjutan.
Pada tahun 1990, silabus keperawatan kesehatan kerja
dikembangkan dengan menggunakan kerangka model ‘Hanasaari’,
Finlandia. Model ini dibuat untuk memungkinkan keluwesan praktik
keperawatan kesehatan kerja. Model ini disajikan dalam uraian berikut.
a. Konsep lingkungan total
Sistem lingkungan umjum yang mencapai aspek kesehatan dan
keselamatan di tamoilkan oleh lingkaran luar besar atau satu konsep
global. Didalam lingkaran luar tersebut, pengaruh yang memberikan
efek global, yang selanjutnya memberikan efek pada kesehatan, mucul
dalam bentuk faktor ekonomi, politik, sosial, ekologi, dan organisasi.
b. Konsep manusia, kerja, dan kesehatan
Diwakili oleh segitiga manusia, kerja dan kesehatan, dan
berlangsung didalam lingkungan total, aspek- aspek lingkungan total
yang mempunyai efek nyata pada kesehatan ditempat kerja. Sebagai
contoh, kebijakan politik dan sosial akan memperluas atau
mempersempit pengembangan kesehatan kerja. Budaya dan strategi
organisasi dapat dipengaruhi segitiga manusia, pekerja, dan kesehatan
secara langsung dan lebih kuat.
24
dikenal oleh kelompok- kelompok sebagai peranan perawat kesehatan
kerja.
2.3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
4. Proses produksi
25
6. Teknologi dan metodologi kerja
B. Golongan Kimiawi
26
4. Debu-debu misalnya debu silica, kapas, asbest ataupun debu logam
berat bila terhirup ke dalam paru-paru menyebabkan pneumoconiosis.
d. Golongan Fisiologi
e. Golongan Mental-Psikologi
27
hazard di suatu lingkungan,tapi kita harus tau dulu ada berapa pengelompokan
hazard berdasarkan teori yang ada. hazard di kelompokkan menjadi 5,
berdasarkan potensi bahaya yang ada, yaitu :
a. Hazard Biologi
Hazard biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari faktor
makluk hidup. Biasanya hazard biologi ini berada di lingkungan-
lingkungan yang tidak bersih, kotor, dll.
Contoh dari hazard biologi adalah seperti cacing tambang, cacing
tambang dapat membuat kaki kita berlubang seperti dimakan oleh cacing
tersebut. Maka dari itu, dipertambangan diharapkan selalu menggunakan
APD sepatu safety agar sebagai pencegahan terhadap hazard biologi.
b. Hazard Kimia
Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan
karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini sangat
berbahaya jika kita tidak menggetahuinya secara detail seperi apa sifat dari
bahan tersebut. Perlunya penanganan yang intensif terhadap potensi
bahaya ini.
Contoh dari hazard kimia adalah amoniak yang bercampur di udara
karena sifatnya yang berbahaya bagi tht pada manusia. Msds adalah salah
satu cara melakukan penanganan dini terhadap potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan kimia.
c. Hazard Fisik
Hazard fisik adalah potensi bahaya yang disebabka oleh faktor fisik
dari seseorang yang sedang melakukan pekerjaan. Hazard fisik erat sekali
hubungannya dengan manusia, kita sendiripun terkadang adalah sumber
masalah dari permasalahan yang terjadi. Managemen kegiatan adalah salah
satu cara untuk mengendalikan hazard yang muncul ini.
d. Hazard Ergonomi
Hazard ergonomi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadi
karena tidak efisiennya hubungan alat kerja dengan manusianya, biasanya
berhubungan dengan prilaku kerja manusia dengan alatnya. Disini ini
28
adalah yang menyebabkan juga munculnya penyakit akibat kerja karena
kesalahan-kesalahan dalam prilaku penggunaan alat kerjanya.
e. Hazard Psikologi
Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disbabkan terjadinya
suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik yang terjadipun
sudah terbagi menjadi langsung dan tidak langsung. Psikologi ini juga
merupakan hal penting karena dapat mempengaruhi juga bagaimana orang
tersebut bekerja, semakin banyak konflik maka pekerjaan yang di kerjakan
semakin tidak efisien dan malah banyak menimbulkan masalah yang
terjadi. Pengendaliannya biasaya mengunakan managemen konflik dan
ketetapan disiplin.
2.6. Konsep APD
Alat Pelindung Diri atau APD merupakan seperangkat peralatan
yang dikenakan sebagai perlindungan sebagian atau keseluruhan tubuh
dari resiko kecelakaan kerja. Sehingga pekerja lebih nyaman dan aman
selama menjalankan tugasnya.
Penggunaan peralatan pelindung diri bermanfaat sebagai pelindung
tenaga kerja dari berbagai resiko kecelakaan kerja. Sekaligus
meningkatkan produktivitas, efektivitas dan menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman dan aman. Peralatan yang dikenakan seharusnya memenuhi
berbagai kriteria yang ditentukan, untuk menunjang keamanan pekerja.
Seperti nyaman dikenakan, tidak mengganggu aktivitas bekerja dan
memberikan perlindungan secara optimal.
Secara teknis memang penggunaan berbagai alat tersebut tidak bisa
menjamin keselamatan jiwa secara menyeluruh. Tapi setidaknya bisa
meminimalisir resiko keparahan terhadap keluhan penyakit tertentu dan
kecelakaan kerja. Setiap alat biasanya memiliki kelemahan tersendiri,
seperti kemampuan perlindungan kurang sempurna, kurang nyaman saat
dikenakan, mengganggu komunikasi dan lain sebagainya. Untuk
memastikan alat bisa berfungsi dengan baik, pengecekan secara rutin wajib
diterapkan pada Alat Pelindung Diri.
29
Ada beragam Alat Pelindung Diri yang biasa digunakan sebagai
ketika sedang bekerja, seperti di kawasan tambang, pembangunan property
dan sebagainya.
a. Safety helmet.
Alat ini memiliki fungsi dalam melindungi kepala dari resiko terkena
benda jatuh. Sehingga mengurangi potensi cedera atau bahkan kematian.
b. Safety google atau kacamata pengaman.
Fungsinya untuk melindungi daerah mata, agar partikel kecil, sinar
yang menyilaukan, radiasi dan debu tidak mengganggu penglihatan.
Sebagai contoh saat proses pengelasan besi.
c. Face shield atau perisai muka.
Fungsinya sebagai perlindungan pada mata dan wajah. Sehingga
terhindar dari paparan bahan kimia yang bisa merusak mata dan wajah.
Alat ini bisa dipasang di helm atau memegangnya memakai tangan.
d. Safety belt atau sabuk keselamatan.
Bentuknya mirip ikat pinggang yang fungsinya sebagai perlindungan
dari bahaya terjatuh saat bekerja di ketinggian.
e. Full body hardness atau sabuk pengaman penuh.
Fungsi alat ini hampir serupa dengan safety belt, tapi alat tersebut lebih
aman. Hal ini karena memiliki kelebihan dengan tali pengaman yang bisa
melindungi seluruh tubuh. Jadi tidak hanya bagian pinggang saja, sehingga
sangat nyaman saat dikenakan ketika bekerja di ketinggian lebih dari 2
meter.
30
Alat ini fungsinya dalam melindungi telinga ketika bekerja di daerah
yang sangat bising. Sangat cocok dikenakan pada kawasan dengan tingkat
kebisingan lebih dari 85 dBA. Peralatan ini bisa menekan intensitas udara
yang memasuki telinga.
f. Sarung tangan.
Material sarung tangan sangat beragam, seperti karet, kulit dan kain.
Fungsinya sebagai pelindung tangan dari goresan benda tajam, paparan
benda dingin atau panas, bahan kimia dan aliran listrik. Sehingga tangan
tidak mudah mengalami cedera atau kerusakan tertentu.
g. Rubber boot atau sepatu karet.
Fungsinya untuk alat pengaman kaki, ketika sedang bekerja di
kawasan yang becek atau berlumpur. Sekaligus melindungi kaki dari
bahaya aliran listrik, cairan kimia, benda panas, benda tajam dan lain
sebagainya.
h. Safety shoes atau sepatu keselamatan.
Berfungsi mirip sepatu karet, tapi sepatu ini dilapisi dengan material
metal dan sol karet yang kuat serta tebal. Pada ujung kaki biasanya
dilengkapi material anti hantaran listrik dan baja.
31
a. Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri:
umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai,
keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
1. Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk,
penerangan, sirkulasi dan kepadatan.
2. Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan.
3. Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal:
Apakah tidak menimbulkan stress.
4. Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan:
Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan
komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang
termasuk kesehatan.
5. Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan
deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila
gangguan sudah terjadi.
6. System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang
dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi
misalnya televisi, radio, Koran atau leaflet yang diberikan
kepada komunitas.
7. Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara
keseluruhan apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum
Regional), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga upaya
pelayanan kesehatan yang diberikan dapat terjangkau,
misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai
status ekonomi tersebut.
8. Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka,
dan apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi
ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk
mengurangi stress.
32
c. Status kesehatan komunitas
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital
statistic, antara lain angka mortalitas, angka morbiditas, IMR, MMR,
serta cakupan imunisasi.
2.7.2.Diagnosa Keperawatan
33
kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan
tindakan untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: Mengkaji
keter¬belakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk
melakukan penieriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga, dll.
c. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian
individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan
keluarga,.
2.7.5. Evaluasi Keperawatan
34
BAB III
3.1 Kasus
Perawat B adalah perawat komunitas yang bertanggung jawab program
kesehatan kerja di wilayah kerja puskesmasnya. Setelah diberikan izin,
perawat B melakukan pengkajian pada home industry milik bapak C yang
bergerak di bidang mebel kayu jati. Perawat B ingin melihat potensial hazard
yang ada pada home industry milik bapak C. Home industry bapak C memiliki
5 karyawan. Pekerjaan dari 5 karyawan ini terdiri dari memotong kayu,
melakukan amplas, melakukan varnish, melakukan cat pada body mebel. Saat
dilakukan pengkajian 5 karyawan bapak C semuanya aktif merokok, Saat
bekerja tidak ada yang memakai APD. Salah satu dari 5 orang karyawan
mengeluhkan low back pain karena tidak ergonomic dalam menjalankan
pekerjaannya. Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada riwayat batuk.
Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama mulai kerja di home
industry milik bapak C. Menurut bapak C, belum ada dari puskesmas yang
memeriksa karyawan.
3.2 Pengkajian Keperawatan
35
Salah satu dari 5 orang karyawan mengeluhkan low back pain karena
tidak ergonomic dalam menjalankan pekerjaannya.
B. Kapasitas Kerja
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan pendidikan pekerja dan pelatihan
dalam bidang pekerjaan.
Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada riwayat batuk. Setelah
ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama mulai kerja di home
industry milik bapak C.
C. Lingkungan Kerja
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan lingkungan fisik dan lingkungan
psikologisnya.
Lima karyawan Bapak C semuanya aktif merokok. Saat bekerja,
karyawan di tempat kerja tersebut tidak ada yang memakai APD.
D. Pelayanan Kesehatan Kerja
Berdasarkan kasus, belum adanya pelayanan promotif dari puskesmas
yang memeriksa karyawan home industry bapak C.
Berdasarkan kasus, tidak terdapat pelayanan kuratif dan pelayanan
rehabilitative.
3.3 Analisa Data
Data Masalah
DS:
Salah satu dari 5 orang karyawan
mengeluhkan low back pain karena
Ketidakefektifan Pemeliharaan
tidak ergonomic dalam menjalankan
Kesehatan
pekerjaannya.
DO: -
DS: Perilaku Kesehatan Beresiko
1. Setelah ditanyakan lebih lanjut,
batuk terasa saat pertama mulai
kerja di home industry milik bapak
C.
36
2. Menurut bapak C, belum ada dari
puskesmas yang memeriksa
karyawan.
DO:
1. Saat dilakukan pengkajian 5
karyawan bapak C semuanya aktif
merokok,
2. Saat bekerja tidak ada yang
memakai APD.
3. Dari hasil observasi 5 karyawan
tersebut, ada riwayat batuk.
37
3.5 Intervensi Keperawatan
1
menekankan pada manfaat jangka panjang atau efek
negative dari ketidakpatuhan.
2) Fasilitasi Belajar
a. Ciptakan lingkingan yang kondusif untuk belajar.
b. Gunakan bahasa yang umur digunakan.
c. Berikan informasi yang merangsang perubahan
perilaku pasien.
2
b. Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan
keuangan, dan sumber daya lain
c. Libatkan keluarga,orang terdekat, dan teman-teman
dalam perawatan dan perencanaan
3
yang menghindari risiko. teknologi lain untuk menyampaikan informasi.
b) Memonitor perilaku yang g. Gunakan strategi dan intervensi yang bervariasi dalam
berisiko. program edukasi.
c) Keseimbangan aktivitas h. Dampingi komunitas dalam mengklarifikasi kepercayaan
dan istirahat. dan nilai kesehatan.
d) Melakukan kebiasaan i. Follow-up untuk melihat perilaku adaptasi gaya hidup.
sehat yang rutin
e) Melakukan exercise rutin. 2. Prevensi Sekunder Health Screening
2. Prevensi Sekunder a. Tentukan target populasi untuk skrining kesehatan
NOC : Risk Detection b. Adakan pelayanan skrining kesehatan untuk
Setelah dilakukan tindakan meningkatkan kesadaran akan kesehatan
keperawatan selama 1 bulan c. Fasilitasi kemudahan akses pelayanan skrining kesehatan
diharapkan perilaku berisiko d. Pastikan prosedur informed consent untuk skirining
pekerja berkurang dengan e. Sediakan hasil skrining kesehatan
indikator: f. Lakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital (tekanan
a) Mengenali tanda gejala darah, BB, TB, kadar kolesterol dan kadar gula, dll) untuk
yang menunjukkan risiko. karyawan
b) Partisipasi dalam skrining g. Pastikan kenyamanan klien semasa prosedur skrining
yang direkomendasikan. h. Lakukan follow-up dengan klien yang bermasalah
4
c) Memvalidasi sesuatu yang
berisiko. 3. Prevensi Tersier: Behavior Modification
d) Memanfaatkan sumber a. Tentukan kemauan klien untuk berubah (menyediakan
daya untuk mencari P3K dan menggunakan APD)
informasi tentang risiko b. Temani klien untuk mengidentifikasi kekuatannya dan
pribadi. beri reinforcement positif
e) Memonitor perubahan c. Bantu klien untuk untuk mengevaluasi kebiasaan klien
status. d. Identifikasi kebiasaan yang harus dirubah
3. Prevensi Tersier e. Identifikasi masalah klien yang berhubungan dengan
NOC : Adherence Behavior kebiasaan
Setelah dilakukan tindakan f. Identifikasi kebiasaan yang sederhana dan terukur
keperawatan selama 1 bulan misalnya kebiasaan untuk memakai masker, pelindung
diharapkan perilaku berisiko kaki yang sesuai dan lain-lain.
pekerja berkurang dengan g. Pertimbangkan mengenai kemudahan untuk
indikator: meningkatkan atau menurunkan suatu kebiasaan
a) Mengajukan pertanyaan h. Dorong klien untuk mengingat perubahan kebiasaan yang
yang berhubungan dengan dilakukan
kesehatan. i. Tentukan apakah target perilaku yang yang diidentifikasi
b) Mencari informasi tentang butuh untuk ditingkatkan, diturunkan, atau dipelajari
5
kesehatan dari berbagai j. Bentuk program untuk merubah kebiasaan yang tidak
sumber yang bervariasi. sehat
c) Menggunakan strategi k. Kolaborasi dengan pemberi pelayanan kesehatan dari
untuk menghapus bidang lain untuk proses modifikasi
kebiasaan yang tidak l. Dokumentasi proses modifikasi
sehat. m. Follow up reinforcement jangka panjang
d) Monitor diri sendiri
mengenai status
kesehatan.
e) Menggunakan fasilitas
kesehatan sesuai
kebutuhan.
6
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan,
pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja
ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut. Ciri
pokoknya adalah preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan
kesehatan). Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya ialah:
“penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”. Dari aspek ekonomi,
penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah sangat
menguntungkan karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah meningkatkan
produktifitas seoptimal mungkin.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan
bahwa fokus utama kesehatan kerja, yaitu:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
b. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan
dan kesehatan
c. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang
mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga
meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang lancar serta
meningkatkan produktivitas perusahaan.
4.2. Saran
Makalah ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan untuk menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan komunitas khususnya home industry
diharapkan para pembaca dapat menyempurnakan makalah ini lebih baik lagi.
27
DAFTAR PUSTAKA
28