Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap orang akan melakukan kegiatan dalam berbagai jenis pekerjaan


yang ada untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya. Lahan pekerjaan sebagai
sumber ekonomi masyarakat dewasa ini, terutama di kota-kota besar dipenuhi
sektor-sektor industri baik formal maupun informal yang pertumbuhannya
semakin pesat. Hal ini memicu perkembangan teknologi yang juga semakin
canggih. Perkembangan teknologi ini tentunya diharapkan agar dapat
meningkatkan jumlah lapangan kerja dan sumber devisa negara. Walaupun
perkembangan teknologi semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan
menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan resiko bahaya yang
beragam bentuk dan jenisnya. Oleh karenanya perlu diadakan upaya untuk
mengendalikan berbagai dampak negatif tersebut.

Menurut Rusman Heriawan selaku Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)


di Jakarta, angkatan kerja Indonesia pada Februari 2009 bertambah 1,79 juta
menjadi 113,74 juta orang, terjadi penambahan 1,79 juta orang dibanding
jumlah angkatan kerja Agustus 2008 sebesar 111,95 juta orang atau 2,26 juta
orang dibandingkan dengan Februari 2008 sebesar 111,48 orang.

Menurut perkiraan International Labour Organization (ILO), setiap


tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat
kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Tingkat
kecelakaan-kecelakaan fatal di negaranegara berkembang empat kali lebih
tinggi dibanding negara-negara industri. Menurut World Health Organization
(WHO), diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara berkembang dan 20-
50% pekerja di negara industri (dengan hanya beberapa pengecualian)
mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang memadai.

1.2. Rumusan Masalah

18
1. Bagaimana konsep kesehatan kerja?
2. Bagaimana model kesehatan kerja?
3. Bagaimana lingkup kesehatan kerja?
4. Bagaimana penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kerja?
5. Bagaimana konsep potensial hazard?
6. Bangaimana konsep APD?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada tatanan home industry?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat menambah wawasan
kita agar mampu memahami konsep home industry dengan asuhan
keperawatannya dalam keperawatan komunitas II.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep kesehatan kerja
b. Mengetahui dan memahami model kesehatan kerja
c. Mengetahui dan memahami lingkup kesehatan kerja
d. Mengetahui dan memahami penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
kerja
e. Mengetahui dan memahami konsep potensial hazard
f. Mengetahui dan memahami konsep APD
g. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada tatanan home
industry

19
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Kesehatan Kerja

2.1.1. Definisi Kesehatan Kerja


Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas,
beban, lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilinnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal). Konsep dari upaya kesehatan
kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi dan
dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah
manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri (Ferry
efendi.2009).
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun
sosial dalam usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit
akibat kerja, gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lapangan kerja, serta penyakit-penyakit umum (Suma’mur,
1995).
Pengertian kesehatan kerja adalah adanya jaminan kesehatan pada
saat melakukan pekerjaan. Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja
bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik,
mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.

20
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan,
pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan
kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut.
Ciri pokoknya adalah preventif (pencegahan penyakit) dan promotif
(peningkatan kesehatan). Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya
ialah: “penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”. Dari aspek
ekonomi, penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah
sangat menguntungkan karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah
meningkatkan produktifitas seoptimal mungkin
Berdasarkan defenisi tersebut diatas, kesehatan kerja
diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat disekelilingnya agar diperoleh
produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja
(Depkes RI, 1991).
Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya
dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja
adalah dengan penerapan peraturan perundangan antara lain melalui:
a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
sejak tahap rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-
pemeriksaan langsung di tempat kerja.

ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk


peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial
yang setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan
terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan

21
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia
dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa fokus utama kesehatan kerja, yaitu:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
b. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung
keselamatan dan kesehatan
c. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang
mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga
meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang lancar
serta meningkatkan produktivitas perusahaan.
Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok
kesehatan kerja antara lain:
a. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja
b. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
c. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
d. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja
e. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat
kerja ,pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelenggaraan makanan ditempat kerja
f. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja
kepada pengurus
g. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan
kerja

2.1.2. Tujuan kesehatan kerja


Tujuan kesehatan kerja antara lain:

22
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja
c. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan
efisien
d. Menjamin proses produksi berjalan lancer
2.1.3. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, dan Lingkungan Kerja

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga


komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan
serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja
yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti statfus kesehatan kerja dan gizi
kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar
seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban
kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat
kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia,
dll) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan
tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit akibatnya.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-
faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan
kerja dari masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya-bahaya
kesehatan ditempat kerja dan kingkungan kerja tetapi juga faktor-faktor
pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor-faktor lainnya
2.2. Model Kesehatan Kerja
1. Plan (Perencanaan)

23
Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk mencapai hasil
sesuai dengan kebijakan K3 organisasi.
2. Do (Pelaksanaan)
Melaksanakan proses yang sudah dirancang.
3. Check (Pemeriksaan)
Memantau dan mengukur kegiatan proses terhadap kebijakan, sasaran,
peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 Iainnya serta
melaporkan hasilnya.
4. Act (Tindakan)
Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja K3 secara berkelanjutan.
Pada tahun 1990, silabus keperawatan kesehatan kerja
dikembangkan dengan menggunakan kerangka model ‘Hanasaari’,
Finlandia. Model ini dibuat untuk memungkinkan keluwesan praktik
keperawatan kesehatan kerja. Model ini disajikan dalam uraian berikut.
a. Konsep lingkungan total
Sistem lingkungan umjum yang mencapai aspek kesehatan dan
keselamatan di tamoilkan oleh lingkaran luar besar atau satu konsep
global. Didalam lingkaran luar tersebut, pengaruh yang memberikan
efek global, yang selanjutnya memberikan efek pada kesehatan, mucul
dalam bentuk faktor ekonomi, politik, sosial, ekologi, dan organisasi.
b. Konsep manusia, kerja, dan kesehatan
Diwakili oleh segitiga manusia, kerja dan kesehatan, dan
berlangsung didalam lingkungan total, aspek- aspek lingkungan total
yang mempunyai efek nyata pada kesehatan ditempat kerja. Sebagai
contoh, kebijakan politik dan sosial akan memperluas atau
mempersempit pengembangan kesehatan kerja. Budaya dan strategi
organisasi dapat dipengaruhi segitiga manusia, pekerja, dan kesehatan
secara langsung dan lebih kuat.

c. Interaksi keperawatan kesehatan kerja


Perawatan kesehatan kerja, disajikan di tengah- tengah model
tersebut. Interaksi dipakai untuk menggambarkan bidang- bidang yang

24
dikenal oleh kelompok- kelompok sebagai peranan perawat kesehatan
kerja.
2.3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara


pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjana baik fisik maupun psikis
dalam hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujan
untuk:

 Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat


pekerja di semua lapangan kaerja setinggi-tingginya baik fisik, mental,
maupun kesejahteraan sosialnya
 Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekarja
yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya
 Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerjan di dalam
ekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan
 Menempatlkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya (Efendi,
2009).
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990)
:

a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang


di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya
akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.

b. Aspek perlindungan dalam kesehatan kerja meliputi :

1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian


2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan

3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.

4. Proses produksi

5. Karakteristik dan sifat pekerjaan

25
6. Teknologi dan metodologi kerja

c. Penerapan penkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan


hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut


bertanggung jawab atas keberhasilan usaha kesehatan kerja.

2.4. Penyakit –Penyakit yang Disebabkan oleh Kerja


a. Golongan Fisik
1. Suara yang keras dapat menyebabkan tuli.

2. Suhu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau


hyperpyrexia.

3. Suhu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, atau frostbite..


Penerangan yang kurang atau yang terlalu terang (menyilaukan)
menyebabkan kelainan penglihatan dan memudahkan terjadinya
kecelakaan.

4. Penurunan tekanan udara (dekompressi) yang mendadak dapat


menyebabkan

5. Radiasi dan sinar Roentgent atau sinar radio aktif menyebabkan


penyakit-penyakit darah, kemandulan, kanker kulit dan sebagainya.

6. Sinar infra merah dapat menyebabkan catharfact lensa mata.


7. Sinar ultra violet dapat mnyebabkan conjunctivitis photo electrica.

B. Golongan Kimiawi

1. Gas yang menyebabkan keracunan misalnya: CC, HCN, H2S, SQ2.

2. Uap dan logam dapat menyebabkan “metal fume fever”, ataupun


keracunan logam misalnya karena Hg, Pb.

3. Larutan ataupun cairan misalnya H2S04, HC1 dapat menyebabkan


keracunan ataupun dermatosis (penyakit kulit).

26
4. Debu-debu misalnya debu silica, kapas, asbest ataupun debu logam
berat bila terhirup ke dalam paru-paru menyebabkan pneumoconiosis.

5. Awan atau kabut dan insecticida ataupun fungicida pada


penyemprotan erangga dan hama tanaman dapat menyebabkan
keracunan.

C. Golongan Penyakit Infeksi

Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis


pada penyamak kulit atau pengumpul wool. Penyakit-penyakit infeksi
pada karyawan yang bekerja dalam bidang mikrobiologi ataupun
dalam perawatan penderita penyakit menular.

d. Golongan Fisiologi

Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang kurang


baik; karena konstruksi mesin yang tidak cocok, ataupun karena tempat
duduk yang tidak sesuai.

e. Golongan Mental-Psikologi

Penyakit yang timbul karena hubungan yang kurang baik


antara sesama karyawan, antara karyawan dengan pimpinan, karena
pekerjaan yang tidak cocok dengan psikis karyawan, karena pekerjaan
yang membosankan ataupun karena upah (imbalan) yang terlalu sedikit
sehingga tenaga pikirannya tidak dicurahkan kepada pekerjaannya
melainkan kepada usahausaha pribadi untuk. Menambah penghasilannya.

2.5. Konsep Potensial Hazard


Hazard adalah segala sesuatu yang dapat berpotensi menjadi bahaya
bahkan accident atau incident. Di berbagai lingkungan kerja dipastikan kita
dapat menemukan hazard tersebut dengan melakukan identifikasi HAZARD
ID. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi

27
hazard di suatu lingkungan,tapi kita harus tau dulu ada berapa pengelompokan
hazard berdasarkan teori yang ada. hazard di kelompokkan menjadi 5,
berdasarkan potensi bahaya yang ada, yaitu :
a. Hazard Biologi
Hazard biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari faktor
makluk hidup. Biasanya hazard biologi ini berada di lingkungan-
lingkungan yang tidak bersih, kotor, dll.
Contoh dari hazard biologi adalah seperti cacing tambang, cacing
tambang dapat membuat kaki kita berlubang seperti dimakan oleh cacing
tersebut. Maka dari itu, dipertambangan diharapkan selalu menggunakan
APD sepatu safety agar sebagai pencegahan terhadap hazard biologi.
b. Hazard Kimia
Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan
karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini sangat
berbahaya jika kita tidak menggetahuinya secara detail seperi apa sifat dari
bahan tersebut. Perlunya penanganan yang intensif terhadap potensi
bahaya ini.
Contoh dari hazard kimia adalah amoniak yang bercampur di udara
karena sifatnya yang berbahaya bagi tht pada manusia. Msds adalah salah
satu cara melakukan penanganan dini terhadap potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan kimia.
c. Hazard Fisik

Hazard fisik adalah potensi bahaya yang disebabka oleh faktor fisik
dari seseorang yang sedang melakukan pekerjaan. Hazard fisik erat sekali
hubungannya dengan manusia, kita sendiripun terkadang adalah sumber
masalah dari permasalahan yang terjadi. Managemen kegiatan adalah salah
satu cara untuk mengendalikan hazard yang muncul ini.

d. Hazard Ergonomi
Hazard ergonomi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadi
karena tidak efisiennya hubungan alat kerja dengan manusianya, biasanya
berhubungan dengan prilaku kerja manusia dengan alatnya. Disini ini

28
adalah yang menyebabkan juga munculnya penyakit akibat kerja karena
kesalahan-kesalahan dalam prilaku penggunaan alat kerjanya.
e. Hazard Psikologi
Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disbabkan terjadinya
suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik yang terjadipun
sudah terbagi menjadi langsung dan tidak langsung. Psikologi ini juga
merupakan hal penting karena dapat mempengaruhi juga bagaimana orang
tersebut bekerja, semakin banyak konflik maka pekerjaan yang di kerjakan
semakin tidak efisien dan malah banyak menimbulkan masalah yang
terjadi. Pengendaliannya biasaya mengunakan managemen konflik dan
ketetapan disiplin.
2.6. Konsep APD
Alat Pelindung Diri atau APD merupakan seperangkat peralatan
yang dikenakan sebagai perlindungan sebagian atau keseluruhan tubuh
dari resiko kecelakaan kerja. Sehingga pekerja lebih nyaman dan aman
selama menjalankan tugasnya.
Penggunaan peralatan pelindung diri bermanfaat sebagai pelindung
tenaga kerja dari berbagai resiko kecelakaan kerja. Sekaligus
meningkatkan produktivitas, efektivitas dan menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman dan aman. Peralatan yang dikenakan seharusnya memenuhi
berbagai kriteria yang ditentukan, untuk menunjang keamanan pekerja.
Seperti nyaman dikenakan, tidak mengganggu aktivitas bekerja dan
memberikan perlindungan secara optimal.
Secara teknis memang penggunaan berbagai alat tersebut tidak bisa
menjamin keselamatan jiwa secara menyeluruh. Tapi setidaknya bisa
meminimalisir resiko keparahan terhadap keluhan penyakit tertentu dan
kecelakaan kerja. Setiap alat biasanya memiliki kelemahan tersendiri,
seperti kemampuan perlindungan kurang sempurna, kurang nyaman saat
dikenakan, mengganggu komunikasi dan lain sebagainya. Untuk
memastikan alat bisa berfungsi dengan baik, pengecekan secara rutin wajib
diterapkan pada Alat Pelindung Diri.

29
Ada beragam Alat Pelindung Diri yang biasa digunakan sebagai
ketika sedang bekerja, seperti di kawasan tambang, pembangunan property
dan sebagainya.
a. Safety helmet.
Alat ini memiliki fungsi dalam melindungi kepala dari resiko terkena
benda jatuh. Sehingga mengurangi potensi cedera atau bahkan kematian.
b. Safety google atau kacamata pengaman.
Fungsinya untuk melindungi daerah mata, agar partikel kecil, sinar
yang menyilaukan, radiasi dan debu tidak mengganggu penglihatan.
Sebagai contoh saat proses pengelasan besi.
c. Face shield atau perisai muka.
Fungsinya sebagai perlindungan pada mata dan wajah. Sehingga
terhindar dari paparan bahan kimia yang bisa merusak mata dan wajah.
Alat ini bisa dipasang di helm atau memegangnya memakai tangan.
d. Safety belt atau sabuk keselamatan.
Bentuknya mirip ikat pinggang yang fungsinya sebagai perlindungan
dari bahaya terjatuh saat bekerja di ketinggian.
e. Full body hardness atau sabuk pengaman penuh.
Fungsi alat ini hampir serupa dengan safety belt, tapi alat tersebut lebih
aman. Hal ini karena memiliki kelebihan dengan tali pengaman yang bisa
melindungi seluruh tubuh. Jadi tidak hanya bagian pinggang saja, sehingga
sangat nyaman saat dikenakan ketika bekerja di ketinggian lebih dari 2
meter.

Respirator dan masker.


Fungsinya sebagai penutup hidung, sehingga bisa membantu
penyaringan udara yang terhirup ketika sedang bekerja. Terutama di
kawasan yang kualitas udaranya sangat rendah, seperti beracun dan
berdebu.
f. Penutup dan pelindung telinga.

30
Alat ini fungsinya dalam melindungi telinga ketika bekerja di daerah
yang sangat bising. Sangat cocok dikenakan pada kawasan dengan tingkat
kebisingan lebih dari 85 dBA. Peralatan ini bisa menekan intensitas udara
yang memasuki telinga.
f. Sarung tangan.
Material sarung tangan sangat beragam, seperti karet, kulit dan kain.
Fungsinya sebagai pelindung tangan dari goresan benda tajam, paparan
benda dingin atau panas, bahan kimia dan aliran listrik. Sehingga tangan
tidak mudah mengalami cedera atau kerusakan tertentu.
g. Rubber boot atau sepatu karet.
Fungsinya untuk alat pengaman kaki, ketika sedang bekerja di
kawasan yang becek atau berlumpur. Sekaligus melindungi kaki dari
bahaya aliran listrik, cairan kimia, benda panas, benda tajam dan lain
sebagainya.
h. Safety shoes atau sepatu keselamatan.
Berfungsi mirip sepatu karet, tapi sepatu ini dilapisi dengan material
metal dan sol karet yang kuat serta tebal. Pada ujung kaki biasanya
dilengkapi material anti hantaran listrik dan baja.

2.7. Konsep Asuhan Keperawatan pada Tatanan Kerja Home Industry


2.7.1.Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap


dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga
masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga
atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis,
sosial ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian
ini terdapat 5 kegiatan, yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas
masalah (Mubarak, 2005).
Yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :

31
a. Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri:
umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai,
keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
1. Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk,
penerangan, sirkulasi dan kepadatan.
2. Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan.
3. Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal:
Apakah tidak menimbulkan stress.
4. Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan:
Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan
komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang
termasuk kesehatan.
5. Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan
deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila
gangguan sudah terjadi.
6. System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang
dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi
misalnya televisi, radio, Koran atau leaflet yang diberikan
kepada komunitas.
7. Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara
keseluruhan apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum
Regional), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga upaya
pelayanan kesehatan yang diberikan dapat terjangkau,
misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai
status ekonomi tersebut.
8. Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka,
dan apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi
ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk
mengurangi stress.

32
c. Status kesehatan komunitas
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital
statistic, antara lain angka mortalitas, angka morbiditas, IMR, MMR,
serta cakupan imunisasi.
2.7.2.Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang


dicari, maka kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor
yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada
masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun diagnose
keperawatan komunitas dimana terdiri dari: Masalah kesehatan,
Karakteristik populasi, karakteristik lingkungan.
2.7.3.Intervensi Keperawatan
Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan
apa yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap
perencanaan adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk
mengatasi masalah yang telah ditetapkan sesuai dengan diagnosis
keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana
pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan
dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan
sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia.
2.7.4.Implementasi Keperawatan

Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah


direncanakan.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat
pencegahan, yaitu :
a. Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada
populasi sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta
perlindungan khusus terhadap penyakit, contoh: imunisasi, penyuluhan
gizi, simulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
b. Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat clan ditemukan masalah

33
kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan
tindakan untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: Mengkaji
keter¬belakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk
melakukan penieriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga, dll.
c. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian
individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan
keluarga,.
2.7.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah


dilaksanakan dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk
memodifikasi rencana berikutnya. Evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Sedangkan fokus dari evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas
adalah :
a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target
pelaksanaan
b. Perkembangan atau kemajuan proses: kesesuaian dengan perencanaan,
peran staf atau pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah peserta.
c. Efisiensi biaya. Bagaimanakah pencarian sumber dana dan
penggunaannya serta keuntungan program.
d. Efektifitas kerja. Apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau
masyarakat puas terhadap tindakan yang dilaksanakan.
e. Dampak. Apakah status kesehatan meningkat setelah dilaksanakan
tindakan, apa perubahan yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun.

34
BAB III

Asuhan Keperawatan Kasus

3.1 Kasus
Perawat B adalah perawat komunitas yang bertanggung jawab program
kesehatan kerja di wilayah kerja puskesmasnya. Setelah diberikan izin,
perawat B melakukan pengkajian pada home industry milik bapak C yang
bergerak di bidang mebel kayu jati. Perawat B ingin melihat potensial hazard
yang ada pada home industry milik bapak C. Home industry bapak C memiliki
5 karyawan. Pekerjaan dari 5 karyawan ini terdiri dari memotong kayu,
melakukan amplas, melakukan varnish, melakukan cat pada body mebel. Saat
dilakukan pengkajian 5 karyawan bapak C semuanya aktif merokok, Saat
bekerja tidak ada yang memakai APD. Salah satu dari 5 orang karyawan
mengeluhkan low back pain karena tidak ergonomic dalam menjalankan
pekerjaannya. Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada riwayat batuk.
Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama mulai kerja di home
industry milik bapak C. Menurut bapak C, belum ada dari puskesmas yang
memeriksa karyawan.
3.2 Pengkajian Keperawatan

Nama Perusahaan : (Tidak ada dalam kasus)


Jenis Produk yang dihasilkan : Produk Mebel Kayu Jati
Alamat : (Tidak ada dalam kasus)
Tanggal Pengkajian : (Tidak ada dalam kasus)
Home industry bapak C memiliki 5 karyawan. Pekerjaan dari 5 karyawan
ini terdiri dari memotong kayu, melakukan amplas, melakukan varnish,
melakukan cat pada body mebel.
A. Beban Kerja
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan dengan jelas mengenai umur,
jenis kelamin, lama waktu bekerja, lama waktu istirahat, dan pengaturan
waktu kerja.

35
Salah satu dari 5 orang karyawan mengeluhkan low back pain karena
tidak ergonomic dalam menjalankan pekerjaannya.
B. Kapasitas Kerja
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan pendidikan pekerja dan pelatihan
dalam bidang pekerjaan.
Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada riwayat batuk. Setelah
ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama mulai kerja di home
industry milik bapak C.
C. Lingkungan Kerja
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan lingkungan fisik dan lingkungan
psikologisnya.
Lima karyawan Bapak C semuanya aktif merokok. Saat bekerja,
karyawan di tempat kerja tersebut tidak ada yang memakai APD.
D. Pelayanan Kesehatan Kerja
Berdasarkan kasus, belum adanya pelayanan promotif dari puskesmas
yang memeriksa karyawan home industry bapak C.
Berdasarkan kasus, tidak terdapat pelayanan kuratif dan pelayanan
rehabilitative.
3.3 Analisa Data

Data Masalah
DS:
Salah satu dari 5 orang karyawan
mengeluhkan low back pain karena
Ketidakefektifan Pemeliharaan
tidak ergonomic dalam menjalankan
Kesehatan
pekerjaannya.

DO: -
DS: Perilaku Kesehatan Beresiko
1. Setelah ditanyakan lebih lanjut,
batuk terasa saat pertama mulai
kerja di home industry milik bapak
C.

36
2. Menurut bapak C, belum ada dari
puskesmas yang memeriksa
karyawan.
DO:
1. Saat dilakukan pengkajian 5
karyawan bapak C semuanya aktif
merokok,
2. Saat bekerja tidak ada yang
memakai APD.
3. Dari hasil observasi 5 karyawan
tersebut, ada riwayat batuk.

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan
2. Perilaku Kesehatan Beresiko

37
3.5 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Perencanaan


Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Prevensi Primer: Pengetahuan, Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan keperawatan selama 1 bulan 1) Pendidikan kesehatan
Kesehatan diharapkan pemeliharaan a. Identifiksi factor Internal atau eksternal yang dapat
kesehatan membaik. meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk
Dengan kriteria hasil: Memelihara Kesehatan
- Klien mengetahui perilaku b. Pertimbangkan riwayat individu dalam konteks
kesehatan terkait penyakit personal dan riwayat social budaya Karyawan yang
- Persepsi bahwa perilaku Bekerja
kesehatan tidak terlalu rumit c. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup
- Kepercayaan terhadap perilaku saat ini pada Karyawan yang Bekerja
kemampuan untuk d. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
melakukan perilaku menolak perilaku yang tidak sehat atau
kesehatan beresiko dari pada memberikan saran untuk
(NOC) menghindari atau mengubah perilaku.
e. Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung
atau manfaat jangka pendek yang bisa diterima oleh
perilaku gaya hidup positif daripada

1
menekankan pada manfaat jangka panjang atau efek
negative dari ketidakpatuhan.
2) Fasilitasi Belajar
a. Ciptakan lingkingan yang kondusif untuk belajar.
b. Gunakan bahasa yang umur digunakan.
c. Berikan informasi yang merangsang perubahan
perilaku pasien.

2. Prevensi Sekunder: Status Kesehatan Karyawan


1) Terapi kelompok
a. Sampaikan isu akan kewajiban untuk Memelihara
Kesehatan Saat Bekerja
b. Gerakan kelompok untuk bekerja dengan Posisi
Ergonomic yang Benar.

3. Prevensi Tersier: Kualitas hidup


1) Peningkatan sistem dukungan
a. Identifikasi respon psikologis situasi dan
ketersediaan system dukungan

2
b. Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan
keuangan, dan sumber daya lain
c. Libatkan keluarga,orang terdekat, dan teman-teman
dalam perawatan dan perencanaan

Perilaku Kesehatan Setelah dilakukan tindakan 1. Prevensi Primer: Health Education


Beresiko keperawatan selama 1 bulan a. Identifikasi faktor eksternal dan internal yang mungkin
diharapkan perilaku beresiko dapat meningkatkan dan menurunkan kebiasaan yang
pekerja berkurang. sehat.
Dengan kriteria hasil: b. Identifikasi karakterisitik dari target populasi untuk
1. Prevensi Primer pemilihan strategi.
NOC : Health Promoting c. Menentukan riwayat social cultural dari perilaku
Behavior kesehatan komunitas
Setelah dilakukan tindakan d. Tentukan dukungan keluarga dan komunitas untuk
keperawatan selama 1 bulan mengkondusifkan menuju komunitas sehat
diharapkan perilaku berisiko e. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk melawan
pekerja berkurang dengan kebiasaan yang tidak sehat atau berisiko daripada hanya
indikator: memberi nasihat.
a) Menggunakan perilaku f. Gunakan media komputer, televisi, video interaktif dan

3
yang menghindari risiko. teknologi lain untuk menyampaikan informasi.
b) Memonitor perilaku yang g. Gunakan strategi dan intervensi yang bervariasi dalam
berisiko. program edukasi.
c) Keseimbangan aktivitas h. Dampingi komunitas dalam mengklarifikasi kepercayaan
dan istirahat. dan nilai kesehatan.
d) Melakukan kebiasaan i. Follow-up untuk melihat perilaku adaptasi gaya hidup.
sehat yang rutin
e) Melakukan exercise rutin. 2. Prevensi Sekunder Health Screening
2. Prevensi Sekunder a. Tentukan target populasi untuk skrining kesehatan
NOC : Risk Detection b. Adakan pelayanan skrining kesehatan untuk
Setelah dilakukan tindakan meningkatkan kesadaran akan kesehatan
keperawatan selama 1 bulan c. Fasilitasi kemudahan akses pelayanan skrining kesehatan
diharapkan perilaku berisiko d. Pastikan prosedur informed consent untuk skirining
pekerja berkurang dengan e. Sediakan hasil skrining kesehatan
indikator: f. Lakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital (tekanan
a) Mengenali tanda gejala darah, BB, TB, kadar kolesterol dan kadar gula, dll) untuk
yang menunjukkan risiko. karyawan
b) Partisipasi dalam skrining g. Pastikan kenyamanan klien semasa prosedur skrining
yang direkomendasikan. h. Lakukan follow-up dengan klien yang bermasalah

4
c) Memvalidasi sesuatu yang
berisiko. 3. Prevensi Tersier: Behavior Modification
d) Memanfaatkan sumber a. Tentukan kemauan klien untuk berubah (menyediakan
daya untuk mencari P3K dan menggunakan APD)
informasi tentang risiko b. Temani klien untuk mengidentifikasi kekuatannya dan
pribadi. beri reinforcement positif
e) Memonitor perubahan c. Bantu klien untuk untuk mengevaluasi kebiasaan klien
status. d. Identifikasi kebiasaan yang harus dirubah
3. Prevensi Tersier e. Identifikasi masalah klien yang berhubungan dengan
NOC : Adherence Behavior kebiasaan
Setelah dilakukan tindakan f. Identifikasi kebiasaan yang sederhana dan terukur
keperawatan selama 1 bulan misalnya kebiasaan untuk memakai masker, pelindung
diharapkan perilaku berisiko kaki yang sesuai dan lain-lain.
pekerja berkurang dengan g. Pertimbangkan mengenai kemudahan untuk
indikator: meningkatkan atau menurunkan suatu kebiasaan
a) Mengajukan pertanyaan h. Dorong klien untuk mengingat perubahan kebiasaan yang
yang berhubungan dengan dilakukan
kesehatan. i. Tentukan apakah target perilaku yang yang diidentifikasi
b) Mencari informasi tentang butuh untuk ditingkatkan, diturunkan, atau dipelajari

5
kesehatan dari berbagai j. Bentuk program untuk merubah kebiasaan yang tidak
sumber yang bervariasi. sehat
c) Menggunakan strategi k. Kolaborasi dengan pemberi pelayanan kesehatan dari
untuk menghapus bidang lain untuk proses modifikasi
kebiasaan yang tidak l. Dokumentasi proses modifikasi
sehat. m. Follow up reinforcement jangka panjang
d) Monitor diri sendiri
mengenai status
kesehatan.
e) Menggunakan fasilitas
kesehatan sesuai
kebutuhan.

6
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan,
pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja
ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut. Ciri
pokoknya adalah preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan
kesehatan). Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya ialah:
“penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”. Dari aspek ekonomi,
penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah sangat
menguntungkan karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah meningkatkan
produktifitas seoptimal mungkin.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan
bahwa fokus utama kesehatan kerja, yaitu:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
b. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan
dan kesehatan
c. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang
mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga
meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang lancar serta
meningkatkan produktivitas perusahaan.
4.2. Saran
Makalah ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan untuk menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan komunitas khususnya home industry
diharapkan para pembaca dapat menyempurnakan makalah ini lebih baik lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Oerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan


Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005.

Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung uma'mur .


1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung
Agung,1.

28

Anda mungkin juga menyukai