3800 12887 2 PB
3800 12887 2 PB
Abstrak
Konteks fikih muamalah, terdapat dua terminologi yang berkaitan dengan hukum perikatan, yaitu
akad dan wa‟ad. Ulama sepakat terbentuknya transkasi apabila terpenuhinya rukun dan syarat akad.
Akan tetapi, ulama berbeda pendapat mengenai hukum wa‟ad dan muwâ‟adah. Perbedaan tersebut
dilatarbelakang mengenai hukum janji itu mengikat atau tidak mengikat dalam sebuah transkasi.
Dalam tataran implementasinya, terdapat beberapa fatwa DSN-MUI yang mengyinggung mengenai
konsep wa‟ad (janji). Hasil kesimpulan menunjukan bahwa; pertama, wa‟ad adalah “Pernyataan dari
pihak/ seseorang (subyek hukum) untuk berbuat/tidak berbuat sesuatu; serta perbuatan tersebut
dilakukan di masa yang akan datang (istiqbâl)”. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum
menunaikan wa‟ad (janji); kedua, dalam konteks fatwa DSN-MUI, terdapat sejumlah fatwa yang
berkaitan dengan implementasi konsep wa‟ad, yaitu (1) Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murâbahah; (2) fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang
IMBT; (3) fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang MMQ; (4) fatwa DSN-MUI
Nomor; 55/DSN-MUI/V/2007 tentang PRKS; (5) fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002
tentang Jual Bli Mata Uang (Al-Sharf).
Abstract
in the context of jurisprudence muamalah, there are two terminology related to the law of
engagement, namely akad and wa'ad (promise). The cleric agrees that the formation of transactions if
the compensation of the agreement of the contract, namely harmonious and legal conditions of a
contract. However, scholars differ on the law of wa'ad (promise) and muwâ'adah (mutual promise).
The differences are background on the law of promise that is binding or non-binding in a transcation.
In its implementation level, there are some DSN-MUI fatwas that pertain to the concept of wa'ad
(promise). The conclusions show that; first, wa'ad is "Statement of the party / person (legal subject) to
do / do nothing; and the deed is done in the future (istiqbâl) ". The scholars differ on the law of
fulfilling wa'ad (the promise); second, in the context of the DSN-MUI fatwa, there are a number of
fatwas related to the implementation of the concept of wa'ad, namely (1) Fatwa DSN-MUI Number: 4
/ DSN-MUI / IV / 2000 on Murâbahah; (2) the DSN-MUI fatwa Number: 27 / DSN-MUI / III / 2002
on IMBT; (3) the DSN-MUI fatwa Number: 73 / DSN-MUI / XI / 2008 concerning MMQ; (4) fatwa of
DSN-MUI Number; 55 / DSN-MUI / V / 2007 concerning PRKS; (5) fatwa of DSN-MUI Number 28 /
DSN-MUI / III / 2002 concerning Sale of Currency Currency (Al-Sharf).
222
Received: 2018- 06-05| Reviced: 2018-07-16| Accepted: 2018-07-31
Indexed : DOAJ, Garuda, Crossref, Google Scholar | DOI: : https://doi.org/10.29313/amwaluna.v2i2.3800
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
223
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Amwaluna; Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 2 No. 2 Juli 2018, Hal 222-237
fatwa Dewan Syariah Nasional. Fatwa- berlaku, jadi penelitian ini dipahami
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI sebagai penelitian kepustakaan, yaitu
berkaitan dengan produk baik produk bank penelitian terhadap bahan sekunder
maupun bukan bank, banyak menyingkung (Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 1985,
mengenai wa‟ad. Oleh karena itu, diperlu 15).
dilakukan penelitian meneganai fatwa- Alasan penelitian ini menggunakan
fatwa DSN-MUI mana saja yang di pendekatan yuridis normatif adalah karena
dalamnya terdapat mengenai konsep wa‟ad penelitian ini menggunakan data sekunder
dan segaligus menjadi pedoman dalam yang bertujuan untuk menganalisis data
praktik di Lembaga Keuangan Syariah. sekunder berupa perundang-undangan
B. Rumusan Masalah yang sesuai dengan fokus penelitian ini.
Berdasarkan uraian pada latar 2. Sifat Penelitian
belakang di atas, maka permasalahan Sifat penelitian ini adalah penelitian
tersebut dirinci menjadi dua permasalahan deskriptif analitis, yaitu penelitian untuk
sebagai berikut: menggambarkan masalah yang ada pada
1. Bagaimana konsep tentang masa sekarang (masalah yang aktual),
wa‟ad dalam konteks fikih dan dengan mengumpulkan data, menyusun,
Fatwa Dewan Syariah mengklasifikasikan, menganalisis, dan
Nasional-Majelis Ulama menginterpretasikan. Deskriptif bertujuan
Indonesia ? memaparkan data hasil pengamatan tanpa
2. Bagaimana implementasi pengujian hipotesis-hipotesis (Rianto Adi,
wa‟ad dalam Fatwa Dewan 2004:130).
Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia? 3. Jenis Data
C. Metode Penelitian Oleh karena penelitian ini
1. Pendekatan Penelitian tergolong penelitian yuridis normatif,
Penelitian ini menggunakan maka data yang diperlukan adalah data
pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan sekunder. Adapun data primer dalam
mengkaji atau menganalisis data sekunder penelitian ini berupa wawancara hanya
yang berupa bahan-bahan hukum sekunder sebagai penguat dan tambahan saja. Data
dengan memahami hukum sebagai sekunder yang diperlukan adalah bahan
perangkat peraturan atau norma positif di hukum primer yang bersumber dari
dalam perundang – undangan yang sumber primer, yaitu literatur-literatur
224
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
berupa kitab-kitab fikih dan Fatwa Dewan kerangkan yang sistematis untuk
Syariah Nasional Majelis Ulama memudahkan analisisnya.
Indonesia. Selain bahan hukum primer 5. Teknis Analisis Data
juga diperlukan bahan hukum sekunder Teknis analisis data yang
yang bersumber dari data sekunder, yaitu digunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku atau kitab-kitab (fikih, hadis, metode kualitatif normatif. Analisis
syarah hadis dan tafsir) dan tulisan-tulisan terhadap data sekunder yang bersifat
hukum lainnya yang relevan dengan kualitatif tersebut dilakukan dengan cara
rumusan masalah. Diperlukan juga bahan berlandaskan pada teori hukum ataupun
hukum tersier, seperti kamus dan doktrin hukum yang terdapat pada
ensiklopedia baik hukum maupun umum kerangka pikir, kemudian diterapkan
yang berbahasa Arab, Inggris dan secara deduktif terhadap identifikasi
Indonesia. masalah dari penelitian ini, yang
4. Teknik Pengumpulan Data selanjutnya akan ditarik suatu kesimpulan
Berdasarkan jenis data yang akan yang bisa menjawab permasalahan-
dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu permasalahan yang menjadi masalah
data sekunder yang bersifat kualitatif, dalam penulisan ini.
maka teknik pengumpulan data yang akan
ditempuh adalah dengan cara studi II. PEMBAHASAN
kepustakaan. A. Konsep tentang Wa’ad dalam
Untuk memperoleh data yang konteks Fikih dan Fatwa
diperlukan dalam penelitian ini digunakan Dewan Syariah Nasional-
alat dan cara sebagai berikut: Majelis Ulama Indonesia
a. Studi Kepustakaan (DSN-MUI)
Dalam hal mempelajari bahan- 1. Definisi Wa’ad
bahan yang merupakan data Secara etimologis wa‟ad memiliki
sekunder, pertama mempelajari arti di antaranya adalah hadda yang berarti
peratiran perundang-undangan ancaman (al-wa„id), dan takhawwafa
yang menjadi objek penelitian, (menakut-nakuti). Dari segi cakupannya,
dipilih dan dihimpun kemudian al-wa„d mencakup perbuatan baik dan
dari bahan-bahan itu dipilih asas buruk meskipunn pada umumnya janji
dan kaidah hukum mengenai digunakan untuk melakukan perbuatan
sertifikasi halal. Setelah itu dipilih baik. Dalam literatur fikih, digunakan dua
225
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Amwaluna; Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 2 No. 2 Juli 2018, Hal 222-237
kata yang sebenarnya satu akar, yaitu al- yang mengatakan bahwa janji
wa„d dan al- ‟idah. Adapun secara merupakan kewajiban agama
terminologis wa‟ad adalah: (mulzimun diniyah) dan bukan
226
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
227
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Amwaluna; Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 2 No. 2 Juli 2018, Hal 222-237
وإذا تواعد الرجالن الصرف فال بأس أن يشرتي الرجالن الفضة مث يقراهنا عند أحدمها حىت: )(قال الشافعي
.يتبايعاها ويصنعا هبا ما شاءا
“Apabila kedua belah pihak melakukan muwâ‟adah (saling berjanji) untuk transaksi
sharf maka kedua belah pihak boleh membeli perak, kemudia keduanya sepakat
bahwa perak tersebut menjadi milik salah satu pihak
sehingga bisa memperjualbelikan Selanjutnya Imam Ibn Hazm
perak tersebut sesuai
berkomentar mengenai muwâ‟adah (saling
kehendaknya”. (Imam al-Syafi‟i,
1990, Juz. III, 32). berjanji) di dalam kitab-nya al-Muhalla bi
al-Atsar sebagai berikut:
وِف سائر األصناف األربعة بعضها، وِف بيع الفضة بالفضة، والتواعد ِف بيع الذهب بالذهب أو بالفضة:مسألة
. أو مل يتبايعا؛ ألن التواعد ليس بيعا،ببعض جائز تبايعا بعد ذلك
“Permasalahan muwâ‟adah (saling berjanji) untuk transaksi jual beli emas dengan
emas, jual beli emas dengan perak, jual beli perak dengan perak, dan jual beli antara
keempat jenis barang-barang ribawi itu hukumnya adalah jâiz (boleh), baik terjadi
transaksi jual beli setelahnya atau tidak terjadi karena muwâ‟adah (saling berjanji)
bukan termasuk jual beli”. (Ibn Hazm al-Andalusi, t.th, Juz. VII, 465).
228
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
230
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
231
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Amwaluna; Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 2 No. 2 Juli 2018, Hal 222-237
232
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
233
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Amwaluna; Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 2 No. 2 Juli 2018, Hal 222-237
DSN-MUI yang berkaitan dengan topik menawarkan aset tersebut kepada nasabah
wa‟ad (janji) atau muwâ‟adah (saling dannasabah harus menerima (membeli)-
berjanji), akan tetapi hanya beberapa fatwa nya sesuai dengan janji yang telah
saja, diantaranya adalah sebagai berikut: disepakatinya, karena secara hukum janji
1. Fatwa DSN-MUI tentang tersebut mengikat; kemudian kedua belah
Murâbahah pihak harus membuat kontrakjual beli; (4)
Murâbahah adalah jual-beli dengan Dalam jual beli ini bank dibolehkan
dasar adanya infoemasi dari pihak penjual meminta nasabah untuk membayar uang
terkait dengan harga pokok pembelian dan muka saat menandatangani kesepakatan
tingkat keuntungan yang diinginkan (Panji awal pemesanan; (5) Jika nasabah
Adam, 2017, 19). Janji yang berkaitan kemudian menolak membeli barang
dengan jual-beli murâbahah, antara lain tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari
dapat dilihat dalam fatwa DSN-MUI uang muka tersebut; (6) Jika nilai uang
Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000. muka kurang dari kerugian yang harus
Dalam akad murâbahah yang di ditanggung oleh bank, bank dapat meminta
implementasikan di Lembaga Keuangan kembali sisa kerugiannya kepada nasabah;
Syariah terdapat janji untuk membeli (7) Jika uang muka memakai kontrak
barang dari penjual (LKS), karena tahapan „urbun sebagai alternatif dari uang muka,
utama akad murâbahah yang terjadi di maka: (a) jika nasabah memutuskan untuk
LKS adalah sebagai berikut: (1) janji membeli barang tersebut, ia tinggal
nasabah untuk membel njek; (2) transaksi membayar sisa harga; (b) jika nasabah
jual-beli antara nasabah dengan LKS atas batal membeli, uang muka menjadi milik
barang sesuai pesanan (janji dari nasabah bank maksimal sebesar kerugian yang
untuk membeli). ditanggung oleh bank akibat pembatalan
Substansi DSN-MUI Nomor: tersebut; dan jika uang muka tidak
4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murâbahah mencukupi, nasabah wajib melunasi
adalah sebagai berikut: (1) Nasabah kekurangannya.
mengajukan permohonan dan janji Berdasarkan poin pertama dan
pembelian suatu barang atau aset kepada ketiga dari fatwa tersebut, terdapat
bank; (2) Jika bank menerima permohonan ketentuan mengenai janji, yaitu; pertama,
tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu Nasabah mengajukan permohonan dan
aset yang dipesannya secara sah dengan janji pembelian suatu barang atau aset
pedagang; (3) Bank kemudian kepada bank; kedua, Bank kemudian
234
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Panji Adam Agus Putra : Konsep Wa’ad dan Implementasinya Dalam Fatwa DSN..
235
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399
Amwaluna; Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 2 No. 2 Juli 2018, Hal 222-237
Aturan mengenai PRKS (Pembiayaan antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.
Rekening Koran Syariah) terdapat dalam Hukumnya adalah haram, karena harga
tentang MMQ; (4) fatwa DSN-MUI Nazih Hammad. (2007). Fî Fiqh al-
Nomor; 55/DSN-MUI/V/2007 tentang Mu‟âmalât al-Mâliyah al-Mu‟âshir:
Qirâ‟ah Jadîdah. Damaskus: Dâr al-
PRKS; (5) fatwa DSN-MUI Nomor
Qalam.
28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Bli Mata
Muhammad Usman Syabir. (1992). al-
Uang (Al-Sharf)
Mu‟âmalat al-Mâliyah al-
Mu‟âshirah. Yordan: Dar al-Nafais.
DAFTAR PUSTAKA
Oni Sahroni dan M. Hasanuddin. (2016).
Abu Muhammad „Ali Ibn Ahmad Ibn Fikih Muamalah: Dinamika Teori
Sa‟id Ibn Hazm al-Andalusi al- Akad dan Implementasinya dalam
Qurthubi al-Dzhahiri. (t.th) al- Ekonomi Syariah. Jakarta: PT
Muhalla bi al-Atsâr. Beirut: Dâr al- RajaGrafindo Persada.
Fikir).
Panji Adam. (2017). Fikih Muâmalah
Adiwarman A Karim. (2004). Bank Islam: Mâliyah. Bandung: Refika Aditama.
Analisis Fiqh dan Keuangan.
Muhammad Usman Syabir. (1992). al-
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mu‟âmalat al-Mâliyah al-
Al-Syafi‟i Abdu Abdullah Muhammad Ibn Mu‟âshirah. Yordan: Dar al-Nafais.
Idris Ibn al-„Abbas Ibn Utsman Ibn
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji.
Syafi‟ Ibn Abd al-Muthalib Ibn Abd
(1985). Penelitian Hukum Normatif
al-Manaf al-Mathlubi al-Maliki. (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta:
(1990). al-Umm. Beirut: Dâr al- Rajawali Pers.
Ma‟rifat.
Wahbah al-Zuhaili. (2012). al-Fiqh al-
Anonimous. (1427). Al-Mausû‟ah al- Islâmî wa Adillatuh. Beirut: Dar al-
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah. Mesir: Fikr.
Mathâbi‟ Dâr al-Shofwah.
237
EISSN : 2540-8402 | ISSN : 2540-8399