Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AGAMA ISLAM

BANK SYARIAH SEBAGAI SOLUSI MENGHADAPI KRISIS GLOBAL

oleh

Devita Permanasari 15308006

Nadiyatul F 15308019

Ririn Restu 15308028

Saripuji P 15308030

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2010
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak lupa shalawat serta
salam kita hanturkan ke baginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga (ahlubait),
sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para pengikutnya hingga akhir zaman.Amien.

Pada kesempatan kali ini kami dari kelompok 4 akan berusaha mencoba membahas suatu masalah yang
kini sedang diperbincangkan, yaitu pembahasan kelompok kami ialah Bank Syariah. Kami berusaha
seobjektif mungkin meskipun pembahasan kami hanya sebatas pada kajian pustaka semata, tidak
melakukan investigasi pada semua bank yang akan kami bahas. Namun tidak mengurangi pembahasan
kami.

Bank syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank konvensional
yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak atau perkembangan yang
terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk merubah system perbankan kepada system
syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis global, kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada
seluruh bank di dunia termasuk di Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank
Islam yang menggunakan system syariah.

Sekilas pengantar yang merupakan testimony dari makalah ini, kami akan menjelaskan secara utuh,
mengenai pengertian hingga bidang unit kerja Bank Syariah. Pada bab I Merupakan Pendahuluan yang
membahas Bank Syariah secara umum, dan pada bab II Merupakan Pembahasan, mengenai pengertian
bank dan syariah secara umum, sejarah bank syariah, prinsip-prinsip serta bidang usaha yang dilakukan
oleh Bank Syariah. Pada bab III merupakan Kesimpulan dari pembahasan kami.

Demikianlah pengantar singkat tentang makalah kami, tidak ada kesempurnaan dalam diri manusia
kecuali Allah SWT semata. Masukan serta kritikan berguna bagi kami, guna penyempurnaan
pembahasan yang telah kami lakukan, terimakasih.
Bab I

Pendahuluan

Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di Indonesia begitu
lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas pada tahun 1980-an,
namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank
Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih
bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki standar dari bank syariah sendiri, karena bank
syariah berbasisi ideologi Islam. Sedangkan bank konvensional berdasarkan ideologi barat terutama
ideologi Amerika dan Eropa. Pada makalah kali ini kami tidak akan membahas tentang mengapa bank
konvensional Indonesia beralih kepada bank syariah, tetapi kami membahas bank syariah secara umum.

Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank
konvensional :

1. Bank syariah tidak menggunakan bunga


2. Tidak digunakan untuk usaha yang haram
3. Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan,
terdapat 8 golongan dalam Al Qur’an

Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan konsep
bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan tersebut
dengan para penabung, jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak serta
merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan dengan prinsip bagi
hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip
sewa (ijarah).
Bab II

Pembahasan

2.1 Pengertian Bank dan Syariah

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan yang mengurus uang,
menerima simpanan dan member pinjaman dengan memungut bunga, dan Syariah menurut
bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata syariat, berarti
hukum yang tidak bias diakal-akali oleh manusia sekalipun. Jadi Bank Syariah ialah Bank yang
berfungsi sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan
sesuai Islam.

Pengertian Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.

Pengertian bank syariah menurut para ahli

Schaik (2001):

Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang
sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai
metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang
ditentukan sebelumnya

Sudarsono (2004):

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa
lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip
syariah
Muhammad (2002) dalam Donna (2006):

adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.

2.2 Sejarah Perbankan Syariah

2.2.1 Sejarah Dunia

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank
simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa dengan Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian
besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikian dan mendeklarasikan
diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan
rujukan kepada agama maupun syariat Islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-
negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank tersebut adalah bank
antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di
negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk
negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.

Di belahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian muncul. Di
Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975), Faisal Islamic of Sudan (1977),
Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah
Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri
Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung
untuk memunaikan ibadah haji.

2.2.2 Sejarah Indonesia

Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang tercermin
pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank cerminan barat
(Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan sebenarnya kajian tentang
perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991,
oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa
pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992
belum dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10 Tahun
1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat Bank Muamalat
Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana
kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini
keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No 10 tahun
1998 tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah
memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar seperti Bank
Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). System syariah juga telah
digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah nasional
semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara
lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata
pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
2.3 Prinsip Bank Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syariah.

Beberapa Prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain:

 Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan
nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
 Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana
 Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan
media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsic
 Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi
 Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada Islam.
Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah

Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank
syariah, yaitu:

1. keadilan, kesamaan dan solidaritas


2. larangan terhadap objek dan makhluk
3. pengakuan kekayaan intelektual
4. harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way)
5. tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban
6. kondisi umum dari kredit
7. dualiti risiko

Kondisi umum dari kredit meliputi:

a) peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara


baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan
b) terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit
dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit
dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan untuk
mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya dari pembiayaan di satu sisi
sebagai bagian dari persetujuan kredit(liability)

2.4 Produk Perbankan Syariah

2.4.1 Penghimpun Dana

A. Giro Syariah

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.

B. Tabungan Syariah

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.

C. Deposito Syariah

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

2.4.2 Penyaluran Dana

A. Akad Mudharabah (bagi hasil)

Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan
usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak
berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.

B. Akad Musyarakah (penyertaan modal)

Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk
menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil antara kedua belah
pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, jika pembagian kerugian
berdasarkan proporsi modal masing-masing.

C. Akad Murabahah (jual beli)

Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang
disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual menginformasikan harga perolehan
terlebih dahulu kepada pembeli atau konsumen.

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan. Istilah ini
biasa dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka menggunakan
istilah qirodh atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan muamalah, kata dharb disini
lebih tepat diartikan pada proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usaha. Sedangkan secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya
diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul
maal dan mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak
awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian
tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu
disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian mudharib
(character risk).

Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat
pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu
sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC). Dalam
bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust Financing atau Trust Investment karena
kontrak ini hanya diberikan kepada pengusaha yang benar-benar credible dan sudah
teruji amanahnya. Secara skematis, akad mudharabah dapat digambarkan sebagai
berikut  :
Jenis-Jenis Mudharabah
1.       Mudharabah Mutlaqah
Jenis mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis usaha,
waktu, dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas untuk menentukan cara ia
mengelola modal tersebut.
2.       Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan
tertentu misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan
dalam waktu tertentu. Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan
sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).

D. Akad Salam

Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

E. Akad Istishna

Transaksi jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.

Definisi Menurut Fatwa DSN MUI


Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’)

Jenis Akad Istishna :

1. Langsung : Pemesan<->Penjual
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan
penjual (pembuat/shani’)
2. Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔ subkontraktor
Akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya
kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor)
yang dapat memenuhi aset yang dipesan oleh pemesan. Syarat : tidak terjadi ta’alluq.

Rukun Akad Istishna

1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)

2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk
harga.

3. Ijab kabul/serah terima

F. Akad Ijarah (sewa)

Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa, antara pemilik dan pemakaian
sewa dengan hak pakai untuk mendapatkan imbalan atas obyek yang disewakan.

Transaksi terhadap suatu manfa’at tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfa’atkan
dengan imbalan tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan
materi/benda, dapat berupa manfaat/nilai

Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal) bukan merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) seperti
shalat, puasa. Tetapi bersifat fardu kifayah
Ijarah memiliki beberapa ketentuan:

1. Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum

2. Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan ijarah dan tidak
terpaksa

3. Manfaat objek diketahui secara jelas

4. Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain baik
dengan cara menyewakannya atau meminjamkan

5. Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung

6. Objek Ijarah adalah halal

Akad Ijarah Berakhir

• Objek hilang/lenyap : terbakar, faktor alam

• Habis masa waktunya

• Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada ahli warisnya

• Objek disita, pailit

Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:


a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang
dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut
mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak
untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya
sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak
yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut
mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.

Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah :


a. Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32

Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagaian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagaian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa yang
mereka kumpulkan .

b. Al-Qur’an surat al-Baqarah : 233 :

Artinya : Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan

G. Akad Qaradh
Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.

2.4.3 Pelayanan Jasa

A. Letter of credit (L/C) impor syariah

L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas
permintaanm importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu.

B. Bank Garansi Syariah

Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas
pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak
ketiga dimaksud.

C. Penukaran Valuta Asing (sharf)

Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada
nasabah.

2.5 Perbedaan bank syariah dan bank konvensional


2.6 Produk bank syariah

1. Al-wadi’ah (Simpanan)

Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain
kapan saja bila si penitip menghendaki.

 Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal
itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara
barang titipan.
 Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan
catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan
demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan
penanggung).
 Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima
seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga
harus ditanggung oleh bank.
 Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan
memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak
dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan
catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni
merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau
bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus
biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah
ditetapkan.
 Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya
bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah
45%:55% untuk simpanan deposito.

2. Pembiayaan dengan bagi basil

a. Al-musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha
tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa
keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.Dalam


hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk
melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan
untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-
musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan
modal ventura.

b. AI-mudharabah

Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian
diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.
 mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang
cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah
bisnis.
 mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana
pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau
pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari
simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat
dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.
c. Al-muzara'ah

Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian
dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan
untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

d. Al-musaqah

Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung
jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka
sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks
adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

3. Bai'al Murabahah

Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga
pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar
Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru dilakukan
setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia
perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam
negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.

Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah
Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung Pandan
mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang
ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah
dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan)
kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.
4. Bai'as-salam

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan
jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.

Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan
membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui
dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton
dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10
ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada tersebut dengan harga yang relatif lebih
tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, =
Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp
50.000.000,-. setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp
250.000.000, dikurangi Rp 200.000.000,-.

5. Bai'Al istishna'

Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan dalam
Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah
kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus
saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga
dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara
angsuran per bulan atau di belakang.

CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order
untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan
kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan
pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-.
Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Sungai Layang hanya
memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp
3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:
Rp 60.000.000,-

x Rp 5.000,- = Rp 3.529.412,-

Rp 85.000,-

Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga yang
lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah
misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp
4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :

Rp 60.000.000,-

x Rp 4.000,- = Rp 2.790.697,-

Rp 86.000,-

6. Al-Ijarah (Leasing)

Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating
lease maupun financial lease.

7. Al-Wakalah (Amanat)

Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari
satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si
pemberi mandat.
8. Al-Kafalah (Garansi)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal
pembiayaan dengan jaminan seseorang.

9. Al-Hawalah

Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak.
Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.

10. Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
Bab III

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum
dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi
masyarakat, khususnya muslim.
Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum keuangan yang
diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.

2. Saran

Dilihat dari keuntungan-keuntungan dan manfaat dari bank syariah sendiri, seharusnya
masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat penyimpan modal. Namun faktanya
pada zaman ini masih banyak yang menggunakan bank konvensional karena tergiur oleh bunga
yang dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai