Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KONSEPTUAL DAN OPERASIONAL KURIKULUM

Di tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah

Oleh:

…….

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
ANALISIS KONSEPTUAL DAN OPERASIONAL KURIKULUM

A. Konsep Dasar Kurikulum

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan


praktik pendidikan dan juga bervariasi dengan aliran atau teori pendidikan yang
dianut. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran
yang harus di sampaikan guru atau dipelajari oleh siswa.Anggapan ini telah ada sejak
zaman Yunani kuno. Dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih
dipakai sampai sekarang,yaitu, kurikulum sebagai “...acaurse of subject matters to be
mastered” (suatu kumpulan subjek yang harus dikuasai), sehingga tidak sedikit orang
tua dan guru kalauditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar
bidang studi atau mata pelajaran. Lebih khususnya kurikulum diartikan sebagai isi
pelajaran.

Menurut Johnson, pengalaman akan muncul apabila interaksi antara


siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum,tetapi
pengajaran. Kurikulum hanya mengambarkan atau mengantisipasi hasil
pembelajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dan
pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan isi, kegiatan belajar
mengajar, evaluasi termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan
dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.

Secara konseptual kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu:
kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai
bidang studi. (FIP-UPI, 2007)

Pertama, kurikulum sebagai substansi, yaitu kurikulum dipandang sebagai


ren!ana pendidikan di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin di!apai.
suatu kurikulum digambarkansebagai dokumen tertulis yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahanajar, kegiatan belajar6mengajar, jad4al, dan e7aluasi yang
telahdisepakati dan di setujui bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku
kebijaksanaan dengan masyarakat.

Kedua,, kurikulum sebagai sistem, yaitu kurikulum merupakan bagian dari


sistem sekolah, sistem pendidikan, dan sistem masyarakat. Hasil dari sistem
kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempuyai
fungsi bagaimana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.

Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi, kurikulum disini berfungsi


sebagai suatu disiplin yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi.
Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu
kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari tentang konsep dasar kurikulum, mereka juga melakukan kegiatan
penilitian dan percobaan guna menemukan hal-hal baru yang dapat memperkuatdan
memperkaya bidang studi kurikulum. (Arifin, 2011).

B. Pengembangan Kurikulum

Menurut Nasution dalam Ahmad (1998) istilah kurikulum berasal dari atletik
yaitu curere yang berarti berlari. Dari istilah atletik, kurikulum mengalami pergeseran
arti kedunia pendidikan, yakni sejumlah mata pelajaran diperguruan tinggi.

Menurut Muhaimin (2003: 182) pengertian kurikulum dalam arti yang sempit
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Pengertian ini mengeris bawahi adanya 4 (empat) komponen pokok dalam
kurikulum, yaitu tujuan, isi/ bahan, organisasi dan strategi.

Sedangkan pengertian kurikulum secara luas, kurikulum merupakan segala


kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta
didik guna mencapai tujuan pendidikan (institusional, kurikuler, dan
intruksional).Pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam UUSPN No.20
Tahun 2003 adalah sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (UUSPN, No. 20
Tahun 2003, Bab 1 Ayat 19).

Sedangkan pengembangan kurikulum (Curriculum Development) menurut


Audrey Nicholls dan S. Howard Nichoolsadalah: the planning of learning
opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assessment of the
extent to wich these changes have taken plece (Hamalik, 2006: 96).

Berdasarkan rumusan diatas dapat diketahui bahwa pengembangan kurikulum


adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk
membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga
mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Dalam pengertian itu,
sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah
berakhir.

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Menurut Sukmadinata (2005), prinsip umum pengembangan kurikulum


menyangkut 5 hal yaitu:

1. Prinsip Relevansi

Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu


relevansi keluar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi
keluar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam
kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan
masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada
kesesuaian atau konsistensi antara komponen-kompoenen kurikulum, yaitu
antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini
merupakan suatu keterpaduan kurikulum.

2. Prinsip Fleksibilitas

Prinsip Fleksibelitas menunnjukka bahwa kurikulum adalah tidak


kaku. Hal ini berarti bahwa di dalam penyelenggaraan proses dan program
pendidikan harus diperhatikan kondisi perbedaan yang ada di dalam diri
peserta didik. Ahmad (1998: 71)

3. Prinsip Kontinuitas

Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum


menunjukkan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program
pendidikan, dan bidang studi. (Ahmad, 1998: 71).

4. Prinsip Praktis

Kurikulum harus mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat


sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi.
(Sukmadinata, 2005). Efisiensi merupakan perbandingan antara hasil yang
dicapai dan pengeluaran (berupa waktu, tenaga, dan biaya) yang diharapkan
paling tidak menunjukkn hasil yang seimbang. (Ahmad, 1998: 70)

5. Prinsip Efektivitas

Dalam dunia pendidikan, masalah efektivitas dapat ditinjau dari segi


efektivitas mengajar guru dan efektivitas belajar murid. Efektivitas mengajar
guru menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegiatan mengajar yang
direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar murid
menyangkut sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan dapat
dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang ditempuh. (Ahmad, 1998:
117).
D. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum

1. Kurikulum disusun untuk menujudkan tujuan nasional 

2. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan


dengan pendekatan kemampuan

3. Kurikulum harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan masing-


masing jenjang pendidikan.

4. Kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi dikembangkan atas


dasar standar nasional pendidikan untuk setiap jenis dan jenjang
pendidikan.

5. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan


secaara berdiversifikasi, sesuai dengan kebutuhan potensi, dan
minat peserta didik dan tuntutan pihak-pihak yang memerlukan
dan berkepentingan.

6. Kurikulum diperhatikan dengan memperhatikan tuntutan pembangunan


daerah dan nasional, keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan serta
kebutuhan pengembangan IPTEK dan seni.

7. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan


secara berdiversifikasi, sesuai dengan tuntutan lingkungan dan budaya
setempat.

8. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan mencangkup aspek spiritual


keagamaan, intelektualitas, watak konsep diri, keterampilan belajar,
kewirausahaan, keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, pola
hidup sehat, estetika dan rasa kebangsaan
E. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum

Ketika asumsi dasar tentang pembaharuan kurikulum telah dikaji dengan


seksama, maka langkah selanjutnya adalahmengidentifikasi langkah-langkah kerja
dalam melakukan pengembangan kurikulum. Adapun langkah-langkah dalam
pengembangn kurikulum (pada tahap perencanaan) menurut Tyler adalah sebagai
berikut:

1. Menentukan tujuan

Dalam penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan


langkah pertama dan utama, sebab tujuan merupakan arah atau sasaran
pendidikan. Tyler menegaskan bahwa kejelasan tujuan yang akan dicapai
lembaga pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam memberi
arah seluruh aktifitas pengembangan kurikulum selanjutnya dan menjadi
pijakan dalam memilih isi kurikulum, aktifitas belajar, dan prosedur
pembelajaran.Oleh karena itu dalam merumuskan tujuan ini perlu dilakukan
analisis kebutuhan dan disaring dengan mempertimbanngkan berbagai aspek,
yaitu aspek filosofis, sosiologis, psikologis, perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Menentukan pengalaman belajar

Menentukan pengalaman belajar (learning experiences) adalah


aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan belajar dalam proses
pembelajaran. Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar
siswa, yaitu:

a. Pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.

b. Setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa.


c. Setiap rancangan pengalaman belajar siswa sebaiknya melibatkan
siswa.

d. Satu jenis pengalaman belajar dapat saja mencapai tujuan yang


beragam.

3. Pengorganisasian pengalaman belajar

Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar, yaitu:

a. Pengorganisasian secara vertikall adalah menghubungkan


pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat
yang berbeda. Contoh: Pengorganisasian pengalaman belajar yang
menghubungkan antara matapelajaran bahasa di kelas lima dan
bahasa di kelas enam.

b. Pengorganisasian secara horisontal adalah menghubungkan


pengalaman belajar dalam bidang bahasa dan sejarah dalam tingkat
yang sama.

4. Menentukan penilaian ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Evaluasi dibutuhkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah


ditentukan benar-benar tercapai dan bagaimana kualitas pencapaiannya.
Tujuan yang telah rumuskan di samping memberi arah dalam merencanakan
pengalaman belajar dan isi, juga memberi arah dalam menentukan bentuk
evaluasi. Ini berarti dalam ketiga wilayah tersebut, seharusnya terdapat sebuah
keselarasan dan kecocokan antara satu denngan yang lain. Rumusan tujuan
merupakan kompas dan pengarah pengalaman belajar. Untuk menentukan
apakah pengalaman belajar siswa sudah sampai pada arah yang dirumuskan
dalam tujuan maka dilakukan evalusi.
Beragam perilaku yang ingin dikembangkan dalam formulasi tujuan
(pengetahuan, ketrampilan, sikap) tentunya tidak dapat diukur hanya dengan satu
jenis evaluasi saja tetapi membutuhkan berbagai alt evaluasi yang lainnya. Menurut
Hilda Taba, ada lima langkah pengembangan kurikulum. Langkah Pertama,
mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini
diadakan studi saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan
didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas
menghasilkan data-data yang menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan
langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini;

1. Mendiagnosis kebutuhan

2. Merumuskan tujuan

3. Memilih isi

4. Mengorganisasikan isi

5. Memilih pengalaman belajar

6. Mengorganisasikan pengalaman belajar

7. Mengevaluasi, melihat sekuens dan keseimbangan

Langkah kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah
diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas
atau tempat lain untuk mengetahuhi validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun
data bagi penyempurnaan.

Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian


diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan
konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang bersifat umum yang
berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu
unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada sesuatu sekolah belum tentu
demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada
daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.

Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila


dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli
kurikulum dan para profesional kurikululm lainnya. Kegiatan itu dilakukan untuk
mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai
sudah masuk akal dan sesuai.

Langkah kelima, implementasi dan dideminasi, yaitu menerapkan kurikulum


baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini
masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik berkenaan dengan
kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

Adapun menurut Wiles dan Bondi, Langkah-langkah yang harus ditempuh


dalam pembaharuan kurikulum adalah meliputi:

1. Mengidentifikasi jenis kebutuhan/masalah-masalah pokok dalam


kurikulum

2. Mengidentifikasi persoalan-persoalan dan kebutuhan yang ada di


masyarakat (social demand)

3. Studi tentang karakteristik dan kebutuhan anak didik, siapa hakekat anak,
apa kebutuhan-kebutuhannya, bagaimana memprogram pembelajaran
yang mampu menggali dan mengembangkan potensi mereka
4. Merumuskan formulasi tujuan pendidikan dimulai dari tujuan pendidikan
nasional, tujuan kelembagaan sampai pada tujuan masing-masing
keilmuan

5. Menetapkan aktifitas belajar dan mata pelajaran

6. Mengorganisasi pengalaman belajar dan perencanaan unit-unit pelajaran,

7. Menguji coba kurikulum yang sudah diperbaharui (tryout),


h.Mengimplementasikan kurikulum baru

8. Mengevaluasi dan merevisi berdasar fakta di lapangan

F. Pendekatan-Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum

Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam pengembangan


kurikulum, antara lain:

1. Subject-centred approach, dimana mata pelajaran/disiplin ilmu


disusun dalam urutan yang sistimatis dan logis disesuaikan dengan
tingkat kematangan peserta didik.

2. The learner-centred approach, berkaitan dengan kepentingan peserta


didik dan kegiatan yang dibangun berdasarkan psikologis dan
masalah disekitar anak didik bukan berdasarkan topik yang logis.

3. The objective-oriented approach, dimana beberapa tujuan/sasaran


dipelajari dengan menggunakan metode job analysisatau analisis tugas.

4. The problem-oriented approach, di mana masalah-masalah yang


menghalangi tercapainya suatu tujuan akan diidentifikasi; pendekatan
investigasi tematik digunakan untuk meningkatkan kesadaran peserta
didik tentang suatu masalah beserta pemecahannya. Proses
pengembangan kurikulum juga menggunakan pendekatan lain
seperti Administrative Approach, Grassroots Approach, dan Research
Approach.

John Mc Neil (1977) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat


pendekatan dalam mendesain dan mengembangkan kurikulum yaitu:

1. Pendekatan Akademik

Kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan


pendekatan akademik berangkat dari sistematika "pohon" ilmu atau
subdisiplin ilmu yang hendak dipelajari, sehingga kurikulum
merupakan kumpulan daftar bidang-bidang ilmu dari berbagai disiplin
atau subdisiplin yang akan dibelajarkan pada siswa.

Untuk menyusun kurikulum dengan pendekatan akademik perlu


ditelaah apakah dasar sistematisasinya tidak tertinggal oleh
perkembangan, apakah dasar sistematisasinya itu secara sadar telah memilih
kecenderungan atau aliran tertentu yang lebih sesuai, apakah
pemilahanpemilahan menjadi mata pelajaran itu mencakup seluruh
disiplin ilmunya, atau subdisiplin ilmunya atau spesialisasinya.
Semuanya itu perlu dikaji secara mendalam oleh pelaksana pengembang
kurikulum.

Penerapan pendekatan akademik ini misalnya, mata pelajaran fiqih


dikembangkan dengan melihat semua bab-bab dan kajian fiqih sejak bab
thaharah, ibadah, mu'amalah, akhwal al-syakhsiyah, qadla', dan sebagainya
sebagaimana yang ada dalam kitab-kitab fiqih. Sejak dari tingkat dasar
(MI/SD) sampai perguruan tinggi harus dibuat penjenjangan yang
jelas scop dan squennya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan
pengulangan-pengulangan yang tidak perlu.

2. Pendekatan Teknologik
Pendekatan jenis kedua ini berangkat dari asumsi bahwa lembaga
pendidikan merupakan lembaga penyedia tenaga kerja, setiap lulusan
sekolah akan berhadapan dengan pilihan-pilihan profesi kehidupan
riel di masyarakat. Maka kurikulum sekolah harus didesain sebagai
penyiapan melaksanakan tugas-tugas atau fungsi kerja/jabatan tertentu

Pada tingkat pendidikan tinggi dapat dimasukkan dalam program


pendidikan profesi, sementara pada tingkat menengah termasuk pada
program pendidikan kejuruan atau vokasional. Spesifikasi mata
pelajaran yang dibangun mengikuti pendekatan ini didasarkan pada
pemilihan materi yang relevan dengan kecakapan melaksanakan
tugas/jabatan tertentu.

Misalnya mata pelajaran Fiqih, kalau dikembangkan dengan


pendekatan teknologik harus diarahkan pada tugas yang jelas setelah
mengikuti program pendidikan, misalnya menjadi pengulu/naib perkawinan,
hakim pada peradilan agama, petugas pengelola/'amil zakat, dan sebagainya.

Istilah disiplin ilmu sebenarnya mengacu pada pendekatan


akademik, bagaimana menggunakan suatu ilmu pengetahuan atau
gabungan beberapa ilmu dalam satu wadah untuk menjalankan tugas-
tugas hidup merupakan wilayah pendekatan teknologik.

3. Pendekatan Humanistik

Pendekatan ini maksudnya adalah bahwa program pendidikan


sebenarnya adalah untuk menghantarkan anak didik menjadi manusia
sempurna yang memiliki integritas kepribadian (insan kamil). Prosedurnya
mirip dengan pendekatan teknologik, yaitu dipilih materi materi yang
relevan dengan fungsinya, dan diklasterkan menurut fungsi
pembinaannya. Bedanya adalah kriteria relevan bukan berlandaskan fungsi
kerja atau tugas kerja, melainkan berlandaskan idealisme kepribadian yang
ingin dijangkau oleh lembaga. Perbedaan lain bahwa fungsi
pembinaannya bukan ke pembinaan kompetensi kerja, namun pada
pembinaan kepribadian.

Penerapan pendekatan ini misalnya pada mata pelajaran aqidah atau


akhlaq, bukan diarahkan pada kompetensi dan tugas apa yang bisa
dilakukan dengan pengetahuan ini, melainkan pada fungsinya dalarn
membentuk pribadi dan karakter anak didik agar sesuai dengan aqidah
dan akhlak Islam yang diharapkan.

4. Pendekatan Rekayasa Sosial

Pendekatan ini digunakan apabila kurikulum dianggap sebagai


wahana mengembangkan dan merekayasa masyarakat guna memiliki
sikap dan kemampuan tertentu, sehingga hasil belajar diukur dari
seberapa jauh konstruksi sikap dan kemampuan yang diinginkan telah
terwujud dalam diri siswa.

Teori ini menganggap bahwa masyarakat itu tersusun dari


individuindividu, membangun masyarakat juga harus dimulai dari
individu, karena siswa adalah bagian dari anggota masyarakat, maka diri
siswa harus diupayakan terkonstruk dahulu dengan
kemampuan/keahlian tertentu, sehingga pada saatnya nanti mampu
merekayasa masyarakat dan lingkungannya.
Kesimpulan

Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan


proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau
lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.

Pengembangan kurikulum sebagai tahap lanjutan dari pembinaan, yakni


kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan suatu kurikulum baru. Dalam usaha
untuk mengembangkan kurikulum ada beberapa prinsip dasar yang harus
diperhatikan, adapun prinsip-prinsip didalam pengembangan kurikulum menjadi dua
kelompok yaitu a) relevansi, b) fleksibilitas, c) Kontinuitas, d) Praktis, e) efektivitas,
f) Integritas.
Daftar Pustaka

Arifin, Z. 2011. Konsep dan model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Applikasi Pendidikan. Jakarta: Imperial Bhakti Utama.

Mubarak, Ruma. 2013. Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar. Jurnal


MADRASAH, 5(2)

Subandjiah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafido


Persada.

Zein, M. 1991. Asas dann Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Sumbangsih


Offset.

Anda mungkin juga menyukai