Anda di halaman 1dari 4

PUISI-PUISI APOLIUS DIMANSTORY PANGKUR1

LABUAN BAJO BUKAN DI FLORES (TERNYATA)

Suatu kali seorang turis WNA menghampiri dan berkata padaku yang lagi menyapu jalanan
sepanjang menuju Hotel Ayana:

“Labuan Bajo is beautiful! I love Labuan Bajo-Flores.!”

Maka kuhentikan sapuku dan menjawabnya:

“Dulunya di Flores, tapi ternyata Labuan Bajo bukan lagi di Flores.”

Dengan wajah bingung, mungkin karena tak mampu berbahasa Indonesia, ia menggaruk-
garuk kepala.

Aku tersenyum tak perduli lalu bilang lagi:

“Di sini, di villa-villa bukit sana, di bar-bar dekat pantai sana, di hotel-hotel megah
berbintang ini dan itu, tuan tanahnya bukan orang Flores. Pemiliknya orang Swedia,orang
Belanda, Orang New-Zealand, Orang Jepang, orang Amerika, Orang China.”

Aku lanjutkan sapuku di sepanjang jalanan menuju Hotel Ayana.

Sang turis WNA pergi lagi; entah ke mana.

Maumere, 20 Februari 2020.

1
Penulis adalah mahasiswa sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, berasal dari desa Purang, Cumbi,
Kabupaten Manggarai, NTT.
PRAHARA DI TANAH ITALIA

Mungkin, kalau tak datang badai senyap tiba-tiba tapi mematikan itu;

Maka jalanan tak akan sepi oleh para pelarinya;

Maka karya seni di jalan dan ruangan tak akan luput dari kagum para penikmatnya;

Maka basilika tak akan rindu dengan para pendoa-pendoanya;

Maka dingin tidak merasa sepi karena tak merayapi tubuh-tubuh di jalan-jalan menuju
Sistina;

Maka tatapan mata akan selalu ramah bila saling jumpa;

Maka siku tak perlu ditekuk ganti telapak tangan yang biasanya ambil tempat saling
memeluk;

Maka senja tak akan muram waktu pulang kembali selepas waktu jaganya;

Maka malam pasti akan tetap teriak biarpun di lorong-lorong sempit jalanannya;

Maka rumah-rumah sakit belum tentu sepenuh kunjungan biasanya;

Maka berita kehilangan yang abadi belum tentu penuh di koran-koran harian;

Maka tanah belum tentu digali terus untuk menanam jasad manusia;

Maka tak ada sungai-sungai baru dari hulu mata menuju hilir dagu;

Maka rumah-rumah pun tak seintim biasanya dengan pemliknya;

Mungkin, kalau tak datang badai senyap tiba-tiba tapi mematikan itu;

Kita tak perlu tunda datang ke sana.

Ledalero, 18 Maret 2020.


MINGGU PALMA DI JALAN YANG TIDAK DILEWATI PUTERA DAUD

Dia berpikir dia bahagia.


Di depan layar seperti membangun sangkar, menebar kabar, menelusuri ruang-ruang di
ruangan penuh

Nama, tempat tanggal lahir, status hubungan, teman-teman bersama; eh!


Ini teman-teman yang mana? Apakah yang setiap menit muncul dengan sangat masif dan
tentu saja genit;

A merubah tanda pengenalnya;


B menambah pundi-pundi senyumnya;
C mengunggah percakapan sensasionalnya;
D mengumbar lagimasalah keluarganya;
E merayakan anniversary-nya sama Q;
F padahal berulang tahun;
G lagi promosi film hasil tontonannya;
H kembali galau dengan puisi-puisinya;
I lagi menampilkan kalimat maki-maki;
J kembali dengan filosofi-filosofinya;
K terdengar viral tersangkut berita kontroversial;
L klarifikasi telah dibajak;
M belum beranjak dari done menjadi read.

Ah!
Di berpikir dia sehat.
Ada yang memanggil sejak tadi dari balik pintu:
“Nak, sudah ditunggu di ruang makan.”
“Hmmm. Saya masih kenyang.”
“Lah, memangnya kamu makan apa dari tadi?”
“Saya makan panggilan suara dari si Z, pesan singkat dari si W, panggilan video dari si Y,
notifikasi dari artis R.”
Sepuluh menit kemudian ia tidur malam.
Jam 7 pagi.
Ribang, 2020.

Anda mungkin juga menyukai