Anda di halaman 1dari 9

PROSES PENGOLAH AIR MINUM (PPAM)

Nama Anggota Kelompok 2 :


 Afifudin Ramadhan (H05219002)
 Sheril Andrina Putri (H05219016)
 Yasmin Fadhilah Putri P (H75219034)
 A. Fadhil L. Daeng Maro (H75219036)
 Rhovenia Shalsa Bamiati (H95219052)
Kelas/Semester : B/4

UNIT KOAGULASI-FLOKULASI PENGOLAHAN AIR MINUM


Air merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,
tanpa adanya air keberlangsungan hidup tentunya tidak dapat berjalan dengan semestinya. Air
dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan sehari – hari seperti air untuk dikonsumsi dan MCK
(mandi, cuci, kakus). Air yang baik untuk dimanfaatkan manusia bukanlah sembarangan air yang
tersedia di bumi, namun air bersih yaitu air yang sudah memenuhi kualitas air bersih yang telah
ditentukan di suatu daerah atau negara tertentu. Air bersih tersebut dapat bersumber dari air
permukaan seperti air sungai, dan juga air tanah (sumur). Untuk mendapatkan air bersih yang
memenuhi kualitas air biasanya dilakukan proses pengolahan air.
Dalam melakukan proses pengolahan air tentunya terdapat beberapa proses atau unit
pengolahan yang memiliki fungsi masing – masing dalam menghasilkan air bersih. Salah satu
unit pengolahan air tersebut adalah unit koagulasi-flokulasi. Koagulasi-flokulasi adalah salah
satu proses pengolahan air secara kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan pencemar
yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid yang dimana partikel – partikel koloid tersebut tidak
dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Koagulasi adalah penambahan
dan pencampuran cepat koagulan, hasil destabilisasi dari koloid dan padatan yang tersuspensi.
Sedangkan, flokulasi adalah pergolakan yang lambat atau lembut untuk mengumpulkan partikel
yang tidak stabil dan flok yang cepat mengendap.
1. Koagulasi
Koagulasi merupakan salah satu proses pengolahan air yang menggunakan prinsip
distabilisasi agragesi dan pengikatan koloid secara bersama – sama dengan suatu
koagulan sehingga akan terbentuk flok – flok halus yang dapat diendapkan yang nantinya
akan disalurkan ke dalam proses flokulasi (tujuan koagulasi yaitu untuk mengkondisikan
suspensi, koloid, dan materi tersuspensi dalam persiapan proses lanjutan yaitu flokulasi).
Dalam proses koagulasi yang menjadi bagian kesulurah proses ini yaitu pengadukan
cepat (flash mixing). Pengadukan cepat ini bertujuan untuk mempercepat dan
menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah.
1) Karakteristik Koloid
a. Dispersi koloid diklasifikasikan menurut fase terdispersi dan media terdipersi
b. Sistem utama yang terlibat dalam pengolahan air : padatan yang terdispersi
dalam cairan atau sol (contoh : material organik seperti mikroba, dan material
anorganik seperti tanah liat) dan cairan yang terdispersi dalam cairan atau
emulsi.(contoh : minyak).
c. Koloid padat yang terdispersi dalam air tidak akan mengendap oleh gravitasi,
ketika koloid tersebut dalam suspensi dan tidak mengendap, sistem berada dalam
kondisi stabil
d. Koloid memiliki luas permukaan yang sangat besar per satuan volume partikel,
sehingga koloid cenderung menyerap zat seperti molekul air dan ion
e. Koloid memiliki muatan elektrostatis relatif terhadap air di sekitarnya
f. Berdasarkan afinitasnya terhadap air padatan koloid dalam air dapat
diklasifikasikan sebagai hidrofilik (memiliki afinitas terhadap air) dan hidrofobik
(memiliki sedikit afinitas terhadap air).
g. Zeta potensial biasanya berkaitan dengan stabilitas suspense koloid, dan untuk
mengukur muatan partikel koloid, dan itu tergantung pada jarak efektifitas
muatan tersebut
4 πqd
ζ=
D
Keterangan :
ζ : zeta potensial
q : biaya per satuan luas
d : ketebalan lapisan yang mengelilingi permukaan geser yang melalui muatan
efektif
D : konstanta dielektrik cairan

2) Koagulasi dari koloid


Ketika koagulan ditambahkan ke dalam air yang akan diolah maka akan
terjadi destabilisasi koloid dan flok koagulan terbentuk, karena kimia yang terlibat
sangat kompleks maka terdapat beberapa interaksi yang terjadi dalam proses ini yaitu
sebagai berikut :
a. Reduksi zeta potensial ke tingkat dimana gaya Van der Waals yang menarik dan
agitasi yang diberikan menyebabkan partikel menyatu
Ketika koagulan ditambahkan ke dalam air, maka air akan berdisosiasi,
dan ion logam mengalami hidrolisis dan menciptakan ion kompleks hidroksi-
logam bermuatan positif yang terbentuk dari produk hidrolisis yang cenderung
berpolimerisasi. Ion kompleks hidroksi-logam bersifat polivalen, memiliki
muatan positif yang tinggi, dan teradsorpsi ke permukaan koloid negatif. Dan
menghasilkan reduksi (pengurangan) zeta potensial ke tingkat dimana koloid
menjadi tidak stabil. Partikel yang tidak stabil tersebut teradsorpsi bersama
dengan ion komplesk hidroksi-logam, berkumpul dengan gaya tarik
interpartikulat karena gaya Van der Waals. Gaya tersebut dibantu oleh agitasi
lembut dari air, yang dimana proses agrigasi ini sangat penting karena agitasi
menyebabkan partikel yang tidak stabil datang dan menutup sekitar atu
bertabrakan dan kemudian bergabung.
b. Agrigasi partikel dengan interpartikulat menjembatani antara kelompok reaktif
pada koloid
Agrigasi dari partikel yang tidak stabil juga terjadi dengan penghubung
antar partikulat yang melibatkan interaksi kimia antara kelompok reaktif pada
partikel yang tidak stabil. Agitasi air juga penting dalam proses ini karena
menyebabkan kontak antar partikulat.
c. Terikatnya partikel pada flok endapan yang terbentuk
Dosis koagulan yang digunakan dalam koagulasi biasanya melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk menghasilkan ion kompleks hidroksi-logam positif yang
diperlukan. Ion kompleks tersebut akan terus berpolimerisasi sampai membentuk
hidroksida logam yang tidak larut. Koagulan dan larutan akan jenuh dengan
hidroksida. Dalam pembentukan logam hidroksida, terdapat jenis koagulasi yang
mengikat yang kadang – kadang disebut sebagai koagulasi endapan atau sapuan.
d. Reduksi potensial zeta disebabkan oleh adsorpsi dari kompleks hidroksi-matal
yang bermuatan tinggi
Awalnya diperkirakan bahwa reduksi potensial zeta disebabkan oleh adsorpsi
ion logam dari garam koagulan. Namun, sekarang diketahui bahwa aksi
utamanya adalah adsorpsi dari kompleks hidroksi-matal yang bermuatan tinggi.
Spesies kompleks ion logam polivalen jauh lebih efektif dalam membekukan
dispersi koloid daripada kompleks monovalen: dengan demikian. garam logam
polivalen selalu digunakan dalam koasulasi.
e.
3) Koagulan
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam pengolahan air adalah aluminium
sulfat dan garam besi. Aluminium sulfat (filter tawas) lebih sering digunakan untuk
garam besi karena biasanya lebih murah. Garam besi memiliki keunggulan
dibandingkan tawas filter karena efektif pada rentang pH yang lebih luas. Pada
proses pelunakan kapur-soda, kapur berfungsi sebagai koagulan karena
menghasilkan flok atau endapan berat yang terdiri dari kalsium karbonat dan
magnesium hidroksida. Endapan ini memiliki sifat koagulasi dan flokulasi.
Faktor utama yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi air atau air limbah
adalah kekeruhan, padatan tersuspensi, suhu, pH, komposisi dan konsentrasi kationik
dan anionik, durasi dan derajat agitasi selama koagulasi dan flokulasi, dosis dan sifat
koagulan.
a. Aluminium Sulfat
Alkalinitas yang cukup harus ada di dalam air untuk bereaksi dengan
aluminium sulfat untuk menghasilkan flok hidroksida. Biasanya untuk rentang
pH yang terlibat, alkalinitas berada dalam ion bikarbonat. Reaksi kimia yang
disederhanakan untuk menghasilkan flok adalah:
Al2(SO4)3·14H2O + 3Ca(HCO3)2 => 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2
Alkalinitas juga dapat ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan
penambahan natrium karbonat (abu soda). Sebagian besar air memiliki
alkalinitas yang cukup, jadi tidak ada bahan kimia yang perlu ditambahkan
selain aluminium sulfat. Ini akan menjadi kisaran pH optimum untuk tawas
adalah dari sekitar 5 sampai 8,0 karena alumina hidroksida relatif tidak larut
dalam larutan ini, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

b. Besi (II) Sulfat


Ferrous sulfate atau Besi (II) Sulfat membutuhkan alkalinitas dalam
bentuk ion hidroksida agar reaksi cepat. Akibatnya, kapur mati atau terhidrasi
untuk menghasilkan Ca(OH), biasanya ditambahkan untuk menaikkan pH ke
tingkat di mana ion besi diendapkan sebagai besi hidroksida. Reaksi ini
merupakan reaksi reduksi oksidasi yang membutuhkan oksigen terlarut di dalam
air. Dalam reaksi koagulasi. oksigen berkurang dan ion besi dioksidasi menjadi
bentuk besi, di mana ia mengendap sebagai besi hidroksida. Reaksi kimia yang
disederhanakan adalah:
2FeSO4·7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 => 2Fe(OH)3↓ + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi ini terjadi, pH harus dinaikkan menjadi sekitar 9,5, dan
beberapa kali diperlukan stabilisasi untuk kelebihan kapur yang digunakan.
Koagulasi besi (II) sulfat dan kapur biasanya lebih mahal daripada tawas. Secara
umum endapan yang membentuk besi hidroksida merupakan flok cepat
mengendap yang padat.
Tembaga terklorinasi sebagai pengobatan adalah metode lain untuk
menggunakan sulfat besi. Dalam proses ini sulfat besi direaksikan dengan klorin.
dan ion besi dioksidasi menjadi ion besi sebagai berikut:
3FeSO4·7H2O + 1,5Cl2 => Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH serendah sekitar 4,0. Produk besi sulfat dan besi
klorida adalah koagulan yang efektif dan akan dibahas dalam dua bagian
berikutnya.
c. Besi (III) Sulfat
Jika alkalinitas alami tidak mencukupi untuk reaksi, kapur mati mungkin
digunakan sebagai gantinya. Kisaran pH optimum untuk besi sulfat adalah dari
sekitar 4 sampai 12, karena besi hidroksida relatif tidak larut dalam seri ini. Juga
konsentrasi besi hidroksida untuk dosis yang digunakan dalam pengolahan air ini
biasanya menghasilkan larutan ferric hidroksida konsentrasi jenuh.
d. Besi (III) Klorida
Koagulan FeCl3 berfungsi efektif untuk pH yang lebih tinggi dari 4,5.
Bahan ini sesuai untuk intensitas warnanya tinggi dan air yang kesadahannya
rendah. Koagulan FeCl3 memberikan rentang kondisi optimum yang lebih lebar
dari pada alumunium sulfat (pH 4-8). Hal ini berhubungan erat dengan kelarutan
alumunium sulfat serta ferri. Rentang pH operasi yang lebih lebar dengan
menggunakan koagulan FeCl3 sangat menguntungkan dalam proses Instalasi
Pengolahan Air (IPA) mengingat kondisi pH air baku yang bervariasi. Koagulan
FeCl3 dengan variasi pH tersebut dapat direndam dan tidak menyebabkan
kegagalan dalam unit koagulasi flokulasi dan sedimentasi. Selain itu, FeCl 3
mampu mengikat bahan-bahan organik dengan cepat dan membentuk flok-flok
yang kuat sehingga dapat mempercepat proses pengendapan.
e. Kapur
CaO adalah bahan mudah larut dalam air dan menghasilkan gugus
hidroksil yaitu Ca(OH)2 Kapur (lime) secara umum terdapat dalam dua bentuk
yaitu CaO dan Ca(OH)2 yang bersifat basa dan disertai keluarnya panas yang
tinggi. Kapur dapat mengurangi kandungan bahan-bahan organic, dengan cara
kapur ditambahkan untuk mereaksikan alkalibikarbonat serta mengatur pH air
sehingga menyebabkan pengendapan. Proses pengendapan ini akan berjalan
secara efektif apabila pH air antara 6 ± 8 (Considine).
f. PAC (Polyaluminum Chloride)
PAC memiliki keunggulan yaitu terbukti lebih efisien dalam dosis yang
lebih rendah, range pH yang lebih luas, tidak terpengaruh suhu dan koloid
daripada koagulan konvensional sederhana, yang akan mempengaruhi biaya dan
operasi pengolahan air yang lebih efektif. Keunggulan zat tersebut terkait
dengan distribusi spesies aluminium yang berbeda dalam polimerisasi,
dibandingkan dengan solusi non-polimerisasi. Meningkatnya nilai pH, ion
aluminium mulai terhidrolisis, dan berbagai produk dapat dibentuk. Hidrolisis
ion Al sangat rumit, melibatkan reaksi hidrolisis dan polimerisasi, sehingga
terpisah dari berbagai monomer, juga beberapa formasi spesies polimer.

2. Flokulasi
Flokulasi adalah pengadukan lambat atau agitasi lembut untuk mengagregasi
partikel yang tidak stabil dan membentuk flok yang cepat mengendap. Proses pengikatan
partikel koloid oleh flokulan dapat dilihat pada gambar 1. Pada flokulasi terjadi proses
penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang
berukuran besar akan mudah diendapkan.
Gambar 1. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan
Selain sebagai lanjutan dari proses koagulasi, proses flokulasi memiliki beberapa
tujuan lainnya, diantaranya adalah :
1) Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
2) Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
3) Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
4) Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, N. R., & RudijantoIW, H. (2017). TINJAUAN PENGOLAHAN AIR MINUM DI


PDAM KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2017. Keslingmas, 37(3), 358.
Nur, M. F. M. et al. (2020). Kombinasi Koagulan dan Flokulan dalam Pengolahan Air Limbah
Industri Farmasi. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan VIII, 340.
Rahimah, Z. et al. (2016). PENGOLAHAN LIMBAH DETERJEN DENGAN METODE
KOAGULASIFLOKULASI MENGGUNAKAN KOAGULAN KAPUR DAN PAC.
Konversi, 5(2), 18.
Reynolds, T. D., & Richards, P. A. (1996). UNIT OPERATIONS AND PROCESSES IN
ENVIRONMENTAL ENGINEERING Second Edition. Boston: PWS Publishing
Company.
Risdianto, D. (2007). OPTIMASI PROSES KOAGULASI FLOKULASI UNTUK
PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU (STUDI KASUS PT. SIDO
MUNCUL). Tesis Teknik Kimia UNDIP, 54-58.

Umah, N. R. et al. (2018). EFEKTIVITAS DOSIS FERRI KLORIDA (FeCl3) DALAM


MENURUNKAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH
PABRIK TAHU DI TEMPELSARI KALIKAJAR WONOSOBO. JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT, 6(6), 280.

Anda mungkin juga menyukai