Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dunia telah dikagetkan dengan adanya virus Covid-19 sehingga virus ini
menjadi pandemi. Selain itu, virus Covid-19 (diseases Covid-19) yang
mematikan ini sangat ganas. Hal ini diperjelas menurut worldometers
(https://katadata.co.id/2020) di indonesia, kasus ini juga mengalami
peningkatan yang masih cukup signifikan. Per 28 Mei 2020, total kasus yaitu
23.851 dengan pasien yang meninggal sekitar 1.473 orang, pasien yang
sembuh 6.057. Dikarenakan adanya pandemi tersebut menyebabkan
munculnya berbagai kebijakan yaitu work from home, social distancing,
physical distancing sampai adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal ini menyebabkan banyak dampak yang terjadi bagi perekonomian di
indonesia. Dimana yang paling dirasakan terhadap perekonomian global di
indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan. Selain itu, Liputan6.com,
Jakarta memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional hanya sebesar 2,5 persen.
Selain itu, penurunan sejumlah harga komoditas dan gejolak pasar keuangan
juga berdampak buruk bagi perekonomian global tahun 2020. Hal ini juga
berdampak pada mitra dagang utama indonesia dalam menghadapi situasi
ekonomi yang sulit yang mendorong terjadinya penurunan daya beli
masyarakat seiring dengan sentimen negatif bisnis dan konsumen.
Adanya beberapa masalah yang disebabkan oleh virus corona tersebut
berdampak bagi banyak perusahaan bahkan beberapa perusahaan sudah
melakukan efisiensi, mulai dari pemotongan gaji sampai dengan pemutusan
hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, perusahaan dapat fokus untuk
melewati masa krisis yang dilansir oleh jasa audit, Fajar, Taufik (2020). Setiap
perusahaan dengan karyawan yang masih dipertahankan oleh perusahaan untuk
melewati masa krisis dan beradaptasi dengan fase new normal dalam
perusahaan. Oleh karena itu, menurut Chadhuri dan Govil (2015) perusahaan
sangat bergantung pada karyawan yang tersisa untuk mengerjakan pekerjaan
lebih dari tugas pokok.
Dalam kondisi yang penuh dengan perubahan yang sangat dinamis dan
kompetitif ini perilaku tersebut sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perusahaan. Hal tersebut dikarenakan perusahaan
memerlukan transformasi sumber daya, inovasi dan kemampuan beradaptasi
untuk mempertahankan organisasi. Organizational citizenship behavior
menurut Chaudhri dan Govil (2015) mampu membantu organisasi untuk
meningkatkan kinerja dan keunggulan yang kompetitif. Selain itu, perilaku
organizational citizenship behavior muncul karena karyawan merasa puas
apabila melakukan sesuatu yang lebih untuk perusahaan. Lalu hal ini di perkuat
dengan penelitain Podsakoff, MacKenzie, Paine dan Bachrach (2000)
organization citizenship behaviour merupakan perilaku tindakan sukarelawan
dari kreativitas dan inovasi yang dirancang untuk meningkatkan tugas, kinerja
organisasi, bertahan dengan antusiasme dan upaya untuk menyelesaikan
pekerjaan seseorang, bersedia menjadi relawan untuk mengambil tanggung
jawab yang lebih dan mendorong orang lain dalam organisasi untuk melakukan
hal yang sama.
Disisi lain, menurut Podsakoff et all., (2000) yang menjelaskan bahwa
tingkat organizational citizenship behaviour karyawan yang tinggi akan
meningkatkan produktifitas, efisiensi organisasi dan juga kepuasan pelanggan.
Selain itu, Organizational citizenship behaviour juga mampu mengefektifkan
organisasi melalui peningkatan rekan kerja, produktifitas managerial,
kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan
memperkuat koordinasi kelompok kerja dalam organisasi. Hal ini yang
menyebabkan organizational citizenship behaviour tidak hanya memiliki arti
penting bagi keberhasilan organisasi tetapi juga membantu sportifitas, loyalitas
terhadap organisasi, bahkan inisiatif pada individu (Podsakoff et all., 2000).
Menurut Organ et al (dalam Sufya, 2015), faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya organizational citizenship behavior cukup kompleks dan saling
terkait satu sama lain seperti kepuasan kerja (Robbins, 2003), komitmen
organisasi (Yilmaz & Bokeoglu, 2008), spiritualitas (Rastgar, Zarei, Davoudi
& Fartash, 2012), psychological capital (Avey, Wernsing & Luthans, 2008)
dan budaya organisasi (Aronson & Lechler, 2009). Berdasarkan permasalahan
yang ada penulis mendalami teori organizational citizenship behaviour dengan
psychological capital.
Psychological capital menurut (Avey et al., 2010). Avey et al., (2010)
merupakan pengembangan dari positive psychology untuk mempelajari sisi
psikologi positif sehingga mampu memaksimalkan sumber daya manusia,
mengoptimalkan kesejahteraan, meningkatkan potensi karyawan bahkan
menggunakan psikologi untuk mengurangi masalah yang dihadapi pada
lingkungan kerja. Dalam perusahaan, peningkatan kinerja, produktifitas dan
daya saing yang baik terhadap competitor disebabkan oleh pengelolaan
psychological capital yang baik (Luthans & Youssef, 2004). Oleh karena itu
penulis ingin menguji terkait pengaruh psychological capital dengan
organizational citizenship behaviour pada kondisi new normal sehingga
psychological capital menjadi predictor dari kemunculan organizational
citizenship behaviour.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang
akan diteliti yaitu sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh variable psychological capital terhadap organizational
citizenship behavior?
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)


1. Definisi organizational citizenship behavior (OCB)
Organizational citizenship behavior (OCB) di definisikan oleh Bateman
dan Organ (1983) yaitu sebagai perilaku sukarela yang dilakukan oleh
karyawan dengan melebihi pekerjaanya atau tanggung jawabnya untuk
meningkatkan efektivitas perusahaan. Selain itu, menurut Organ (1988)
mendefinisikan bahwa OCB adalah perilaku yang secara eksplisit yaitu
perilaku sukarela mengerjakan tugas yang berada di luar dari job deskripsi
dan memiliki dampak positif untuk organisasi. Podsakoff, MacKenzie,
Paine dan Bachrach (2000) menilai bahwa jika semua karyawan, seperti satu
kelompok, departemen atau organisasi memiliki sikap OCB maka akan
terasa signifikan terhadap organisasi atau perusahaan.
Disisi lain, menurut Borman dan Motowidlo (1997) yang mendefinisikan
bahwa OCB merupakan perilaku sukarela yang ditujukan oleh karyawan
kepada organisasi untuk mendukung jalanya kepentingan kelompok, atau
organisasi secara efektif. Hal ini didukung oleh menurut Podsakoff,
MacKenzie, Paine dan Bachrach (2000) yang mengungkapkan bahwa
organizational citizenship behaviour membuat karyawan mampu
berkontribusi dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja sehingga
memunculkan perilaku kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan
kemampuan karyawan.
Sedangkan pada penelitian ini, fokus pada definisi dari organ (dalam
Podsakoff, MacKenzie, Paine & Bachrach, 2000) yang mendefinisikan
bahwa OCB sebagai perilaku sukarela individu atau karyawan yang secara
tidak langsung berkaitan dengan sistem pengimbalan namun berkontribusi
pada efektivitas organisasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa OCB
merupakan perilaku karyawan untuk mengerjakan tugas diluar tugas dirinya
dan berdasarkan sukarelawan bukan karena tuntutan perusahaan. Perilaku
OCB yang dilakukan biasanya berupa meringankan pekerjaan rekan kerja,
menyelesaikan pekerjaan dengan baik sebelum deadline, atau melakukan
pekerjaan lain untuk meningkatkan efektifitas dalam melakukan pekerjaan.
2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Podsakoff et al., (2000) menjelaskan bahwa organizational citizenship
behavior terdiri dari lima dimensi yaitu:
a. Altruism, perilaku untuk membantu rekan kerja yang menghadapi
kesulitan yang berkaitan erat dengan tugas operasional organisasi tanpa
ada paksaan.
b. Civic virtue, perilaku yang mencerminkan turut serta bertanggung jawab
dengan berpartisipasi pada keberlangsungan organisasi.
c. Conscientiousness, perilaku yang dituntut melebihi syarat minimal yang
dikehendaki perusahaan, seperti hadir lebih awal, memanfaatkan waktu
kerja dengan maksimal.
d. Courtesy, perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerja,
mencegah konflik supaya terhindar dari masalah interpersonal.
e. Sportsmanship, perilaku yang mencerminkan turut serta bertanggung
jawab dan berpartisipasi pada keberlangsungan organisasi
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship
Behavior
a. Kepuasan kerja, menurut Lestari dan Ghaby (2018) karyawan yang puas
akan lebih produktif begitu sebaliknya karyawan yang tidak puas akan
memunculkan perilaku yang tidak maksimal dan tidak mencoba sesuatu
dengan baik. Selain itu, menurut Robbins dan Judge (2013)
menambahkan bahwa karyawan yang puas menimbulkan perilaku yang
positif, bicara yang positif, tentang organisasi dan saling membantu
sehingga menyebabkan kinerja yang lebih maksimal.
b. Komitmen Organisasi, menurut Bashaw dan Grant dalam Utaminingsih
(2014) yang menyatakan adalah komitmen organisasi sebagai keinginan
karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaan dirinya dalam
organisasi dan bersedia untuk melakukan usaha yang tinggi untuk
mencapai tujuan organisasi.
c. Kepribadian, menurut Organ dalam Titisari (2014) menyatakan dalam
OCB kepribadian memerankan peran yang sangat penting untuk
prediktor. Selain itu, hal ini diperkuat oleh Costa dan McCrae dalam
Titisari (2014) mengemukaan teori “The Big Five Personality” yang
dibagi menjadi 5 kepribadian yaitu adalah extraversion, agreeablenes,
conscientiousnes, neuroticism dan openess to experience.
d. Moral Karyawan, menurut Djati dalam Titisari (2014) moral merupakan
ajaran atau menjadi ketentuan mengenai baik dan buruk suatu tindakan
yang dilakukan dengan sengaja. Selain itu, hal ini didukung oleh Titisari
(2014) yang mengemukakan bahwa moral merupakan kewajiban setiap
masyarakat.
e. Motivasi karyawan, untuk mencapai tindakan OCB karyawan juga harus
memiliki motivasi yang baik dalam bekerja. Hal ini didukung oleh
Robbins & Coulter dalam Titisari (2014) yaitu suatu kesediaan seseorang
untuk melakukan usaha yang tinggi untuk mencapai sasaran organisasi.
B. Psychological Capital
1. Definisi Psychological Capital
Psychological capital menurut Luthans, Youssef dan Avolio, (2007)
yang menjelaskan bahwa pendekatan yang memiliki empat karakteristik
yaitu self-efficacy, optimism, hope dan resilienscy untuk meningkatkan
kompetitif organisasi dan memprediksi performa hingga kepuasan kerja.
Selain itu, menurut Luthans (2002) psychological capital adalah kekuatan
sumber daya manusia yang positif dan kapasitas psikologis yang dapat
diukur, dikembangkan dan dikelola secara efektif untuk meningkatkan
kinerja.
Disisi lain, menurut Luthans dan Youssef (2004) dikatakan bahwa
psycological capital adalah suatu psikologis positif yang menjadikan
seseorang mampu memenuhi empat dimensi dari psychological capital.
Menurut Luthans et al., (2007) psychological capital memiliki 4 dimensi
yaitu (1) self-efficacy yaitu dimana seseorang melakukan upaya untuk
menujukkan keberhasilan di tugas yang menantang, (2) optimisme yaitu
kepercayaan kesuksesan dimasa sekarang dan dimasa depan, (3) Hope atau
harapan yaiu bertahan menuju tujuan dan jika perlu mengarahkan jalan
menuju harapan yang diinginkan dan (4) Resilience yaitu saat individu
dilanda masalah dan kesulitan penting bagi individu tersebut untuk bangkit
kembali untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Apabila digabungkan
emosi-emosi positif tersebut dapat mewakili psychological capital.
Definisi lain yang dinyatakan oleh Luthans et al, (2007) yang
menyatakan bahwa psychological capital memiliki empat dimensi yang
dibentuk dari karakteristik yaittu self-efficacy, optimism, hope dan resiliency
memiliki saling keterkaitan yang kuat dan satu-kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Sehingga, jika psychological capital yang tinggi akan
mengeluarkan karakteristik-karakteristik untuk menunjang pekerjaan-
pekerjaan bahkan menyelesaikan tugas pokoknya dan mampu meningkatkan
OCB.
2. Dimensi Psycological Capital
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh Luthans et al.,
(2007), maka psychological capital dibagi menjadi 4 dimensi yaitu:
a. Konsep Hope (Harapan)
Menurut Luthans et al (2007) hope atau Harapan merupakan motivasi
positif yang berdasarkan pada suatu perasaan keberhasilan dari energy
yang terarah pada tujuan dan bagaimana atau rencana untuk mencapai
tujuan. Selain itu adanyaa konsep hope ini yang mendorong adanya
willpower dan waypower. Willpower adalah dimensi yang dapat memicu
motivasi dan menjadi energy untuk mencapai tujuan. Sedangkan,
Waypower merupakan rencana alternative hasil pemikiran seseorang
untuk mencapai tujuan.
b. Konsep Self Efficacy (Percaya Diri)
Percaya diri merupakan keyakinan individu mengenai kemampuan
untuk memotivasi, memiliki sumber daya kognitif dan diimbangi dengan
perilaku yang diperlukan agar berhasil dalam melaksanakan tugas. Selain
itu, percaya diri merupakan sebuah karakter individu yang dapat dilatih
dan dikembangkan.

c. Konsep Resiliency
Resiliency merupakan fenomena yang ditandai sebagai bentuk
adaptasi positif dalam kesusahan atau resiko. Dalam proses resiliensi
seseorang tersebut berarti bangkit dalam kesukaran, konflik, kegagalan
menjadikan sebagai kemajuan dan peningkatan tanggung jawab. Individu
yang memiliki resiliensi dalam dunia kerja mampu mengubah ancaman
seperti resiko, ketidakpastian yang berhubungan dengan keadaan
sekarang menjadi kesempatan individu untuk bertumbuh, berkembang
dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi.
d. Konsep Optimisme
Optimisme adalah kekuatan berfikir positif individu untuk meraih
sesuatu. Menurut Luthans et al (2007) menyatakan bahwa individu yang
memiliki sifat optimisme yaitu jika individu mengalami kejadian positif
atau bahkan negatif yang pernah terjadi dan mampu melihat bahkan
mengambil peluang yang bersifat positif. Hal ini membuat individu yang
memiliki sifat positif dapat mengembangkan dirinya dari yang pernah
dilaluinya.
C. Dinamika Psikologi
Organizational citizenship behaviour (OCB) menurut Suzana (2017)
memiliki peran yang sangat penting dalam keefektifan dalam pengembangan
perusahaan. Hal ini disebabkan OCB dianggap sebagai suatu perilaku yang
melebihi permintaan tugas di perusahaan sehingga perusahaan dapat
memaksimalkan efisiensi dan produktivitas karyawan. Terlebih lagi efisiensi
dan produktivitas tersebut di kondisi new normal seperti sekarang ini sangat
dibutuhkan oleh organisasi agar organisasi dan karyawan di dalamnya mampu
beradaptasi dengan segala perubahan pasca pandemic menuju kondisi new
normal. Dengan deminikan, organizational citizenship behaviour dapat
membantu organisasi untuk meningkatkan kinerja dan keunggulan yang
kompetitif (Chaudhuri & Govil, 2015).
Disisi lain, faktor yang menunjang adanya organizational citizenship
behaviour adalah psycological capital. Menurut Avey, Werningsih dan
Luthans (2008) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki tingkat
psychological capital yang tinggi akan menunjukkan emosi positif yang tinggi
sehingga mampu melibatkan OCB di dalam bekerja. Oleh karena itu,
psychological capital memiliki empat dimensi yaitu self- efficacy, optimism,
hope dan resiliency.
Hal ini dikarenakan self-efficacy menurut Luthans et al., (2007) memberikan
banyak sumbangsih untuk individu dalam menentukam target yang tinggi
untuk diri sendiri dan memilih untuk mengerjakan tugas yang berat. Lalu,
individu memiliki menerima dan berkembang melalui tantangan. Selain itu,
individu yang memiliki self-efficacy akan memiliki motivasi yang tinggi untuk
mengerjakan suatu pekerjaan sehingga, individu mampu berusaha sebaik
mungkin untuk mencapai tujuan sehingga gigih dalam menghadapi tantangan.
Oleh karena itu, menurut Beauregard (2012) karyawan yang memiliki self-
efficacy tinggi akan secara sukarela membuat rekan untuk membantu
pekerjaanya sehingga karyawan yang memiliki self- efficacy akan menunjukan
perilaku organizational citizenship behaviour.
Disisi lain, optimisme juga sangat berpengaruh untuk karyawan pada
kondisi new normal seperti sekarang ini. Hal ini dikarenakan menurut Luthans
et al (2007) karyawan yang memiliki optimism akan mampu mengambil
kesempatan disetiap peluang yang mereka temukan. Hal ini dikarenakan
karyawan yang memiliki sifat optimism mampu memprediksi hal-hal yang baik
dikemudian hari baik kejadian positif, negatif, yang terjadi di masa lampau,
masa kini maupun masa yang akan datang. Oleh karena itu, karyawan yang
memiliki optimism akan menunjukkan perilaku organizational citizenship
behaviour.
Selain itu, dalam psikologi positif, juga memiliki dimensi hope, dimana
hope ini menurut Snyder (dalam Avey, Luthans, Smiths & Palmer, 2010) yaitu
dari segi mental mengarah pada tujuan, memiliki kemampuan merencanakan,
mengidentifikasi kesempatan mempersiapkan cara untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, menurut Luthans et al., (2007) yang menemukan bahwa
individu yang memiliki harapan akan memunculkan OCB bahkan
meningkatkan keuntungan dari sebuah organisasi. Terakhir adalah resiliensi,
dimana resiliensi mampu beradaptasi dengan kesusahan bahkan kondisi krisis
sekalipun sehingga individu mampu bangkit dalam kesulitan dan menjadikan
kesulitan tersebut menjad kemajuan dan peningkatan dirinya. Selain itu,
menurut Luthans et al, (2007) juga berpendapat bahwa resiliensi tidak hanya
mencangkup kemampuan untuk bertahan dalam kesulitan tetepi kegigihan
dalam menghadapi masalah.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi dan Definisi Operational Variabel


Penelitian yang dilakukan ini menggunakan dua variable yang terdiri dari
variable bebas (independent variable) dan variable terkait (dependen variable).
Berikut ini merupakan penjabaran terkait dengan kedua variable serta definisi
operasionalnya yang digunakan pada penelitian ini.
1. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational citizenship behavior adalah perilaku yang bersifat
sukarela yang secara tidak langsung diakui oleh system penghargaan formal
sehingga dapat meningkatkan efektivitas organisasi. . Diukur melalui 5
dimensi, yakni: Altruisme, Civic virtue, Conscientiousness, Courtesy dan
Sportsmanship. Perilaku tersebut berkontribusi pada efektivitas organisasi
seperti membantu karyawan lain pada saat menghadapi kesulitan (altruism),
berperilaku lebih dari yang disyaratkan oleh pihak organisasi
(conscientiousness), tanggung jawab dan partisipasi (sportsmanship),
menjalin hubungan baik dengan rekan kerja (courtesy) dan berpartisipasi
pada keberlangsungan organisasi (civic virtue) (Organ, 1988).
2. Psycological Capital
Psycological capital adalah modal psikologi individu yang memiliki 4
dimensi menurut (Luthans et al., 2007).
a. Karyawan memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) untuk menjalani
segala tugas dan tanggung jawabnya bahkan mengerjakan tugas-tugas
yang menantang
b. Optimisme adalah individu yang memiliki sifat optimisme yaitu jika
individu mengalami kejadian positif atau bahkan negatif yang pernah
terjadi dan mampu melihat bahkan mengambil peluang yang bersifat
positif.
c. Hope atau Harapan merupakan motivasi positif yang berdasarkan pada
suatu perasaan keberhasilan dari energy yang terarah pada tujuan dan
bagaimana atau rencana untuk mencapai tujuan.
d. Resiliency merupakan fenomena yang ditandai sebagai bentuk adaptasi
positif dalam kesusahan atau resiko.
B. Partisipan Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi sebagai subjek penelitian karyawan di
suatu perusahaan yang sedang mengalami perampingan. Selain itu, ada
sebanyak tiga ratus kuesioner yang disebar. Disisi lain, pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dan metode
accidental sampling dengan menggunakan metode survey.
C. Instrumen Pengumpulan Data
Penulis menggunakan skala Likert sebagai alat pengumpulan data.
Kuesioner
dengan skala model Likert ini menyajikan alternatif pilihan jawaban, yaitu
sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).
Model skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan
pernyataan negatif (unfavourable). Selain itu, penelitian ini menggunakan alat
ukur yaitu skala organizational citizenship behaviour dan Psychological
Capital Quesioner.
1. Alat ukur organizational citizenship behaviour
Penulis mengadaptasi alat ukur yang dibuat oleh Podsakoff, MacKenzie,
Moorman dan Fetter (1990). Skala ini terdapat 24 item dan mengukur lima
dimensi organizational citizenship behavior yaitu, conscientiousness,
sportmanship, civic virtue, courtesy dan altruism. Adapun koefisien alpha
20

cronbach terbilang baik dengan tiap-tiap aspek sebesar altruisme = 0.85,


civic virtue = 0.70, conscientiousness = 0.82, courtesy = 0.85 dan
sportmanship = 0.85. Peneliti menilai bahwa skala yang dikembangkan oleh
Podsakoff et.al. (1990) memiliki konsistensi internal yang baik dan telah
mengukur kelima dimensi organizational citizenship behavior. Oleh sebab
itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan skala yang telah dikembagkan
Podsakoff ini sebagai alat ukur dari variabel terikat yaitu organizational
citizenship behavior.

Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior


No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Conscientiousn - Melakukan pekerjaan dengan jujur 1,2,3,4, 5
e ss dan teliti 5
- Bekerja melebihi job description
- Mematuhi peraturan perusahaan
2. Sportmanship - Tidak mencari-cari kesalahan 6*,7*,8 5
perusahaan *,9*,
- Tetap bekerja secara optimal 10*
meskipun dalam situasi yang tidak
kondusif
- Tidak mengeluh atau membesarkan
masalah atas kondisi perusahaan
3. Civic virtue - Mampu menyesuaikan diri dengan 11,12,1 4
perubahan diperusahaan 3,14
- Kesediaan untuk terlibat dalam
semua kegiatan-kegiatan
perusahaan
4. Courtesy - Mencegah dan menghindari 15,16,1 5
terjadinya konflik 7,18,
- Mempertimbangkan dampak dari 19
perilaku dan pekerjaan terhadap
orang lain
5. Altruism - Membantu pekerjaan sesama rekan 20,21,2 5
kerja 2,23,
- menggantikan rekan kerja yang 24
tidak masuk
Total 24
Ket : *)Unfavorable

2. Alat ukur psychological capital


Penulis mengadaptasi alat ukur dari PsyCap Questionnaire (PCQ-24)
yang dikembangkan oleh Luthans et al (2007) untuk mengukur
psychological capital. Skala ini terdiri dari 24 item yang mencakup empat
dimensi yaitu: self-efficacy, optimism, hope, dan resiliency. Masing-masing
dimensi dari independent variable psychological capital memiliki 6 item.
Instrumen PCQ-24 yang dikembangkan Luthans et. al (2007) merupakan
hasil dari adaptasi beberapa instrumen-instrumen terdahulu yang mengukur
dimensi dari psychological capital. Pertama adalah skala optimism
diadaptasi dari skala optimism miliki Scheier dan Carver (1985). Kedua
adalah skala resiliency diadaptasi dari skala Wagnild dan Young (1993).
Ketiga adalah skala hope diadaptasi dari skala hope milik Snyder (1996) dan
kawan-kawan. Keempat skala self-efficacy diadaptasi dari skala self-efficacy
milik Parker (1998) yang mengukur self-efficacy dalam situasi kerja (Avey,
Luthans, Smith & Palmer, 2010).

Blue Print Skala Psychological Capital


No Dimensi Indikator Item jumlah
1. Self-efficacy - Mampu menganalisa masalah 1,2,3,4,5,6 6
- Memiliki kepercayaan tinggi
- Mampu menetapkan tujuan
2. Optimism - Mampu mencari solusi dari 7,8,9,10,11,12 6
suatu masalah
- Mau berusaha untuk mencapai
tujuan
3. Hope - Mampu menjadi diri sendiri 13*, 14, 15, 6
- Mampu menyikapi stres 16, 17, 18
dengan sikap yang tenang
4. Resiliency - Mampu bertahan saat 19, 20, 21, 22, 6
mengalami kesulitan 23,
- Mampu bangkit untuk 24*
mencapai keberhasilan
Total 24
ket : *)Unfavorable

D. Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini penulis akan menggunakan teknik analisis regresi
untuk menguji hipotesis penelitian psychological capital terhadap
organizational citizenship behaviour. Dengan analisis regresi ini akan
diketahui variable independen yang benar secara signifikan mempengaruhi
variable dependen dan dengan variable yang signifikan untuk memprediksi
nilai variable dependen. Oleh karena itu, perhitungan regresi ini
menggunkan komputerisasi program SPSS versi 2.0.

Anda mungkin juga menyukai