TETANUS
OLEH:
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tetanus, lebih umum disebut lockjow, merupakan gangguan yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dikeluarkan pleh Clostridium tetani. Basil anaerobik ini tinggal dalam
tanah. Spora basilus masuk tubuh melalui luka terbuka yang terkontaminasi dengan
kotoran, debu jalanan, atau feses (binatang atau manusia). Luka dapat terjadi dari
pungsi, garukan, atau abrasi, gigitan lebah, aborsi, pembedahan, trauma, luka bakar, ata
penggunaan obat IV. Insidens tertinggi di antara orang yang tidak pernah di imunisasi,
lansia yang sudah tidak memiliki imunitas, dan wanita. Kematian, lebih umum pada
lansia. Terjadi pada lebih dari 10% hingga 20% semua kasus. Lesi kepala dan wajah
yang terkontaminasi lebih berbahaya dibandingkan lesi dibagian tubuh lainnya.
Ketika spora C. Tetani memasuki luka terbuka, mereka berkecambah dan
menghasilkan racun yang disebut tetanispasmin. Periodee inkubasi rata-rata 8 hingga
12 hari, tetapi dapat memiliki rentang dari 5 hari hingga 15 minggu. Racun diabsorbsi
oleh syaraf perifer dan dibawa kekorda spinal, temoat ketika mereka menyumpat kerja
enzim inhibitor pada sinaps spinal dan mengganggu tranmisi inpuls neuromuskular.
Sebagai akibatnya, meskipun rangsangan yang diberikan sedikit dapat menyebabkan
spasme otot yang tidak terkendali. [CITATION Pri17 \p 1868 \l 1033 ]
B. Batasan Masalah
Batasan masalah di dalam makalah ini dibatasi pada definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofiologi, klasifikasi, komplikasi dan asuhan keperawatan pada tetanus
C. Rumusan Masalah
1. Apa devinisi dari penyakit Tetanus
2. Apa etiologi dari Penyakit tetanus
3. Apa saja Manifestasi Klinis dari Tetanus
4. Bagaimana patofisiologinya dari penyakit Tetanus
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit tetanus
6. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit tetanus
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar medis pada penyakit
tetanus
b. Mahasiswa apat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
Tetanus
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian tentang Tetanus
b. Dapat menjelaskan tentang etiologi penyakit Tetanus
c. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit Tetanus
d. `Menjelaskan penatalaksanaan yang akan dilaksanakan pada klien dengan
penyakit Tetanus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Gangguan neurologis tetanus disebabkan oleh tetanoplasmin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik
(tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan syaraf perifer stempat termasuk
bakteri gram positif. Bentuk: batang, terdapat: ditanah, kotoran manusia dan binatang
(khususnya kuda) sebagai spora debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat
bertahan bertahun-tahun (>40 tahun) [CITATION Ami16 \p 286 \l 1033 ]
3. Manifestasi Klinis
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentan 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama), bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama, pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. [CITATION Ami16 \p 286 \l 1057 ]
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi yaitu:
1. Tetanus General : yang merupakan bentuk paling sering, spasme otot, kaku
kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus),
disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas
bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai
beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
2. Tetanus Neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
dtangani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi,
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
3. Tetanus Local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas
dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam
beberapa minggu dan menghilang.
4. Tetanus sefalik : varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media aatau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum. [CITATION Ami16 \p 286 \l 1057 ]
4. Patofisiologi
Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka
tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng atau
luka yang menjadi kotor. Luka yang kotor/tertutup memungkinkan keadaan
anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Masa inkubasi tetanus
berkisar antara 2-14 hari. Prognosis penyakit ini sangat buruk bila ada OMP dan
luka pada kulit kepala
Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan
saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin
spesifik. Tetapi toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan
oleh antitoksin. Hal ini penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tetanus
ini. [CITATION Mut08 \p 221 \l 1033 ]
Invasi kuman melalui, otitis media, luka tusuk, luka bakar, infeksi gigi, ulkus
kulitkronis, tali pusar
Tetanospasmin
Ke SSP
Tonus otot meningkat & Retensi urine dan alvi Keringat berlebihan,
kontraksi otot meningkat peningkatan suhu,
takikardi,aritmia
Gangguan eliminasi
Spasme otot
Hipoksia berat
Ansietas
[CITATION Ami16 \p 292 \l 1033 ]
5. Klasifikasi
Kalsifikasi beratnya tetanus oleh albert :
a. Derajat I (ringan) trismus ( kekuatan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spastistas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau
tanpa disfagia
b. Derajat II (sedang) : trismus sedang, regiditas yang nampak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR>30X/mnt,
disfagia ringan
c. Derajat III (berat) : trimus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR>40x/mnt, serangan apnea, disfagia berat,takikardia>120
d. Derajat IV (sangat berat) :derajat tiga dengan gangguan otomik berat
melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi
berselingan dengan hipotensi dan brakikardia, salag satunya dapat menetap
komplikasi-komplikasi tetanus [CITATION Ami16 \p 287 \l 1057 ]
6. Komplikasi
Pada keadaan berat dapat timbul berbagai kompilkasi. Intensitas parosismal
kadang cukup mengakibatkan ruptur otot spontan dan hematoma intramuskular.
Fraktur kompresi atau sublukasi vertebrathorakalis. Gagal ginjal akutmerupakan
komplikasi tetanus yang dapat dikenali akibat dehidrasi, rhabdomiolisis karena
spasme, dan gangguan otonom. Komplikasi lain meliputi atelektasis, pnumonia
aspirasi, ulkus peptikum, retensi urine, infeksi traktus urinarius, ulkus dekubitus,
trombosis vena dan tromboemboli [CITATION NIK14 \p 824 \l 1057 ]
d) Sistem pencernaan
Mual sampai muntah dihubungakan dengan peningkatan produksi asam
e) Sistem integument
Adanya luka misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng atau
luka yang menjadi kotor. [CITATION Mut08 \p 221 \l 1033 ]
f) Sistem pengindraan
Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan perasaan rasa
normal, perasaan nyeri normal, perasaan sushu normal,tidak ada
perasaan abnormal didalam suhu tubuh. Perasaan proprioseptif normal
dan perasaan diskriminatif normal [CITATION Mut08 \p 224 \l 1057 ]
g) Sistem perkemihan
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penuruan perfusi
h) Sistem muskuloskeletal
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
224 \l 1057 ]
i) Sistem reproduksi
Pada pasien dengan tetanus biasanya tidak ditemukan adanya gangguan
pada semua organ sistem reproduksi dan pada sistem ini organ tetap
j) Sistem endokrin
Pada pasien dengan tetanus biasanya tidak ditemukan adanya kelainan
k) Sistem imunitas
Pada pasien IMA semakin daya tahan tubuhnya menurun maka akan
d. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : interval CT memanjang karena segment ST. bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde Pointers)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/ L atau lebih rendah
kadar fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rontgen pada jaringan
subkutan atau besar ganglia otak menunjukkan klasifikasi. [CITATION Ami16 \p
289 \l 1057 ]
e. Penatalaksaan
1. Terapi Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani,mentralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai
pulih.
a. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa : membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka ( eksisi jaringan nekrotik), membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H2O2 Dalam hal ini,
penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS
dan pemberian antibiotika. Sekitar luka disuntuk ATS.
b. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
c. Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita.
d. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. [CITATION Ami16 \p 289 \l
1057 ]
2. Terapi Khusus
1. Antitetanus serum (ATS).
a) Dewasa 50.000 U/hari, selam 2 hari berturut-turut, (hari I) diberikan
dalam infus glukosa 5% 100 ml, (hari II) diberikan IM lakukan uji
kulit sebelum pemberian
b) Anak 20.000 U/hari, selama 2 har. Pemberian secara drip infus 40.000
U bisa dilakukan sekaligus melewati IV line
c) Bayi 10.000 U/hari, sela 2 hari. Pemberian secara drip infus 20.000 U
bisa dilakuakn sekaligus melewati IV line
2. Fenobarbital : dosis initial 50 mg (umur <1 tahun): 75 mg, (umur >1
tahun) dialnjutkan 5 mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis.
3. Diazepam dosis 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
4. Largactil : dosis 4mg/kgBB/hari
5. Antimikroba
6. Diet tinggi kalori tinggi protein bila trismus diberi diet cair melalui NGT
7. Isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang
membuat kejang, kolaborasi pemberian obat penenang.
8. Debridemen luka, biarkan luka terbuka
9. Oksigen 21/menit. [CITATION Mut08 \p 226 \l 1033 ]
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
1. Definisi
Gangguan mekanisme dinamika intracranial dalam melakukan kompensasi
terhadap stimulus yang dapat menurunkan kapasitas intracranial.
2. Penyebab
a. lesi menempati ruang (mis, space-occupaying lesion-akibat tumor,
abses)
b. gangguan metabolism (mis, akibat hiponatremia, ensefalopati
uremikum, ensepalopati hepatikum, ketoasidosis diabetic, septikemia)
c. edema serebral (mis, akibat cedera kepala {hematoma epidural,
hematoma subdural, hematoma subarachnoid, hematoma intraserebral},
stroke iskemik, stroke hemoragik, hipoksia, ensepalopati iskemik,
pasca operasi)
d. peningkatan tekanan vena (mis, akibat thrombosis sinus vena serebral,
gagal jantung, thrombosis/obstruksi vena jugularis atau vena kava
superior)
e. obstruksi aliran cairan serebrospinalis (mis, hidosefalus)
f. hipertensi intracranial idiopatik
3. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
1) Sakit Kepala
b. Objektif
1) Tekanan darah meningkat dengan tekanan nadi (pulse pressure)
melebar
2) Bradikardia
3) Pola napas ireguler
4) Tingkat kesadaran menurun
5) Respon pupil melambat atau tidak sama
6) Reflex neurologis terganggu
4. Gejala dan tanda Minor
a. Subjektif
(Tidak ada)
b. Objektif
1) Gelisah
2) Agitasi
3) Muntah (tanpa disertai mual)
4) Tampak lesu/lemah
5) Fungsi kognitif terganggu
6) Tekanan intracranial (TIK) >20 mmHg
7) Papilledema
8) Postur deserebrasi (ekstensi)
5. Kondisi klinis Terkait
a. Cedera Kepala
b. Iskemik serebral
c. Tumor serebral
d. Hidrosefalus
e. Hematoma kranial
f. Pembentukan arteriovenous
g. Edema vasogenik atau sitotoksik serebral
h. Hiperemi
i. Obstruksi aliran vena [CITATION PPN16 \p 149 \l 1033 ]
Aktivitas kolaboratif
a. Ikuti protocol untuk pemeliharaan keadekuatan tekanan darah sistemik
dengan menjaga agar tekanan perfusi serebral.
b. Beri tahu dokter bila terdapat peningkatan TIK yang tidak berespons
terhadap protocol perawatan
2. Kriteria hasil
1) Batuk efektif
2) Mengeluarkan sekret secara efektif
3) Mempunyai jalan napas yang paten
4) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5) Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7) Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan dirumah
3. Aktivias keperawatan
1) Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini
- Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
- Keefektifan obat yang diprogramkan
- Hasil oksimetri nadi
- Kecendrungan pada gas darah arteri , jika tersedia
- Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
- Factor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental,
dan keletihan
2) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan
atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan
3) Pengisapan jalan napas (NIC)
- Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
- Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status
hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung)
segera sebelum, selama, da setlah pengisapan
- Catat jenis dan jumlah secret yang dikumpulkan [CITATION Placeholder3 \p
25-28 \l 1033 ]
4. Penyuluhan untuk pasien dan kelurga
1) Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis, oksigen, mesin
pengisapan, spirometer, inhaler, dan intermitlent positive pressure breathing
[IPPB])
2) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam
ruang perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok
3) Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk
memudahkan pengeluaran secret
4) Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk
5) Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan sputum, seperti warna,
karakter, jumlah, dan bau
6) Pengisapan jalan napas (NIC) : instruksikan kepada pasien dan/atau kelurga
tentang cara pengisapan jalan napas, jika perlu
5. Aktivitas kolaboratif
1) Rundi ngkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
2) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan
pendukung
3) B erikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan) sesuai
dengan kebijakan institusi
4) Lakaukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonic, dan perawatan
paru lainya sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi
5) Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal [CITATION Jud16 \p 24-
27 \l 1033 ]
C. Nyeri Akut
1. Tujuan
1) Memperlihatkan Aktivitas Nyeri , yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, selalu) :
Mengenali awitan nyeri, Menggunakan tindaka pencegahan, Melaporkan
nyeri dapat dikendalikan
2) Menunjukkan Tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) : Ekspresi
nyeri pada wajah, Gelisah atau ketegangan otot, Durasi episode nyeri,
Merintih dan menangis, Gelisah
2. Kriteria hasil
1) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individu yng efektif untuk mencapai
kenyamanan
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada __ atau kurang (dengan skala 0-10)
3) Melaporkan kesejahtraan fisik dan psikologi
4) Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifiksi
factor tersebut
5) Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic
secara tepat
7) Tidak megalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, frekuensi jantung,
atau tekanan darah
8) Mempertahankan selera makan yang baik
9) Melaporkan pla tidur yang baik
10) Melaporkan kemampuan untuk meperthankan performa peran dan hubungan
interpesonal
3. Aktivitas perawat
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan pada skala 0 sampai
10 (0 = tidak ada nyeri atau ketidak nyamanan, 10 = nyeri berat)
3) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaran nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4) Kaji dampak agama budaya , kepercayaan dan lingkungan tehadap nyeri dan
respon pasien
5) Dalam mengakaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
6) Manajemen nyeri (NIC) :
- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor presipitasinya.
- Obsevasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khuusnya pada mereka
yag tidak mampu berkomunikasi efektif.[CITATION Placeholder1 \p 298-
299 \l 1057 ]
4. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi obat tersebut (mis,
pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus
dihubungi bila mengalami seri membandel.
2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai
3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik dan opioid (mis,
resko ketergantungan atau overdosis)
5) Manajemen nyeri (NIC): Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyeab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan,
akibat prosedur
6) Manajemen nyeri (NIC)
Gunakan penggunaan teknik nonfarmakologis (mis, umpan balik biologis,
transcutaneous electrical nerve stimulation [TENS], hypnosis, relaksasi,
imajinasi terbimbing, terapi music, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,
acupressure, kompres hangat atau dingin dan masase) sebelum, setelah dan
jika memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri; sebelum
nyeri terjadi atau meningkatkan; dan bersama penggunaan tindakan
peredaran nyeri yang lain
5. Aktivitas kolaborasi
1) Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opat yang terjadwal (mis,
setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
2) Manajemen nyeri (NIC)
- Gunakan tindakan pengendlian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
- Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhsil aau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari peng
- alaman nyeri pasien di masa lalu [CITATION Placeholder1 \p 298-299 \l
1057 ]
Bibliography
Batticaca, F. B. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Selemba Medika.
Hardhi, A. d. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Berdasarkan penerapan Diagnosa Nanda, NIC,
NOC dalam Berbagai Kaus. Jogjakarta: MediAction.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persrafan. Jakarta:
Selemba Medika.
PPNI. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.