Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIRSCHSPRUNG ”

DI SUSUN OLEH:

NAMA : RISNAWATI ANGRAINI BEDDU

NIM : 14420202151

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Hirschsprung atau aganglionosis kongenital merupakan kelainan
kompleks perkembangan sistem saraf enterik yang bermanifestasi sejak masa
neonatus dan bayi. Kelainan ini ditandai dengan obstruksi usus fungsional
sekunder akibat kelainan kongenital ganglia parasimpatis di rektum dan kolon
sigmoid, lebih jarang di seluruh kolon atau bahkan meluas ke bagian dari usus
halus (Moore, 2016; Seller dkk, 2018).
Insidensi Hirschsprung mencapai 1 kejadian dalam 5000 kelahiran hidup
dengan perbandingan jenis kelamin mendekati 4:1 antara laki-laki dan
perempuan (Parahita dan Makhmudi, 2018). Terdapat variasi insidensi pada
kelompok populasi di Benua Eropa, Afrika, dan Asia dengan masing-masing
sebesar 15, 21, dan 28 kasus per 100.000 kelahiran hidup (Iskandar dkk.,
2019). Insidensi Hirschsprung di Indonesia belum diketahui secara pasti,
tetapi dengan perkiraan insidensi 1 diantara 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir sedikitnya 1400 bayi dengan
Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung Disease atau juga di sebut dengan megacolon
konginetal adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya ganglicon pada
usus besar, mulai dari sfingter ani interna ke arah proksimal dan termaksud
rektum yang tidak di ketahui secarapasti penyebabnya. Gejala yang muncul
pada penderita Hirschsprung yaitu gangguan pada usus (PerMenkes, 2017).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep Hirschsprung Disease pada anak
2. Bagaimana konsep aspek legal etik keperawatan
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Hirschsprung Disease pada anak
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep Hirschsprung Disease pada anak
2. Untuk mengetahui konsep aspek legal etik keperawatan
3. Untuk konsep asuhan keperawatan Hirschsprung Disease pada anak
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP HIRSCHSPRUNG DISEASE


1. DEFINISI
Penyakit hirschprung mencegah tinja (feses) untuk melewati usus
karena hilangnya sel-sel saraf di bagian bawah usus besar sehingga dapat
terjadinya konstipasi. Kondisi ini merupakan penyebab tersering dari
penyumbatan usus yang lebih rendah (obstruksi) pada bayi dan kanak-
kanak, penyakit hirsprung disease dapat menyebabkan sembelit,
konstipasi, diare, dan mutah kadang-kadang menyebabkan komplikasi
usus yang serius, seperti enterocolitis dan megacolon tocsic yang dapat
mengancam jiwa. Jadi, sangat penting bahwa penyakit hirschprung disease
di diagnosis dan dirawat sedini mungkin (Mendri & Prayogi, 2018).
Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum atau juga di
katakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapat sel
ganglion parasimpatik.keadaan abnormal tersebut dapat menimbulkan
tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, kemudian dapat
menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada
ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut
sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal (Hidayat, 2017)

2. ETIOLOGI
Penyakit hirschprung terjadi karena kelainan kongenital, dapat di
sebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor genetik, lingkungan dan
interaksi keduanya.faktor genetik di kelompokan menjadi 3 jenis meliputi
kelainan gen tunggal, aberasi kromosom dan multifaktorial (gabungan
genetik dan pengaruh lingkungan. Sementara non genetik terdiri dari
penggunaan obat-obatan selama hamil terutama pada trimester pertama
(teratogen), paparan bahan kimia dan asap rokok, infeksi dan penyakit ibu
yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan adanya kelainan
bentuk dan fungsi pada bayi yang dilahirkan (Kosim dkk, 2012)

3. PATOFIOLOGI
Penyakit hirschprung atau megacolon kongenital adalah tidak adanya
sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis
serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak
dapat berelaksasi, mencega keluarnya feses secara normal. Isi usus
terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut,
menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu.
Penyakit hirschprung di duga terjadi karena faktor-faktor genetik dan
faktor lingkungan, namun penyebab sebenarnya tidak di ketahui dan
penyakit ini dapat muncul pada sembarang usia walaupun sering terjadi
pada neonatus.
4. PATHWAY

Kegagalan sel neural pada Sel ganglion pada kolon


masa embrio dalam dinding tidak ada/sangat sedikit
usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada nyentrik dan sub
mukosa dinding pekxus Control kontraksi dan
relaksasi peristaltik abnormal

Peristaltik tidak
sempurna

Obstruksi kolon Pelebaran kolon


Obstruksi parsial
(megakolon)

Mual dan
muntah Perasaan
penuh
Resiko
Ketidak Gangguan defekasi
kekurangan
volume cairan seimbangan
nutrisi kurang
dari kebutuhan konstipasi
tubuh
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Nurarif & kusuma, 2015) manifestasi klinis yaitu:
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan meconium dalam 24-28 jam
pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan , muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen.
Gejala penyakit hirschprung adalah obstruksi usus letak rendah dan
penyakit dapat menunjukan gejala klinis sebagai berikut:
a. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium
diikuti obstruksi konstipasi muntah dan dehidrasi.
b. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis
dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang
menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas.
c. Anak- anak
1) Konstipasi
2) Tinja seperti pita dan berbau busuk
3) Distensi abdomen
4) Adanya masa difecal dapat di palpasi
5) Biasyanya tampak kurang nutrisi dan anemi

6. KLASIFIKASI
Menurut (Sodikin, 2012) Hirschsprung Disease dibedakan berdasarkan
panjang segmen yang terkena yaitu:
a. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid,
merupakan 70% kasus penyakit Hirsprung disease, dan lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki.
b. Segmen panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat
meyerang seluuruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan
perempuan memiliki peluang yang sama, satu dalam 10 tanpa
membedakan jenis kelamin.

7. KOMPLIKASI
Menurut (Nurarif & kusuma, 2015) komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita adalah
a. obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus baik
usus halus maupun usus besar.
b. Konstipasi adalah gangguan pencernaan yang di latar belakangi banyak
kemungkinan penyebabnya
c. ketidakseimbangan cairan dan elektrolit adalah kondisi ketika
seseorang memiliki terlalu sedikit atau terlalu banyak mineral tertentu
(kalsium, magnesium, dan sodium) di dalam tubuhnya.
d. entrokolitis adalah peradangan yang terjadi pada di usus besar atau
usus halus pada bayi.
e. struktur anal yaitu sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan di
lingkungan luar tubuh.
f. kontinensial.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Nurarif & kusuma, 2015) pemeriksaan penunjang yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Kimia darah : pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel
renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki
hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat
membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
2) Darah rutin: pemeriksaan di lakukan untuk mengetahui hemotokrit
dan platelet preoperatiof.
3) Profil koagulasi: pemeriksaan di lakukan untuk memastikan tidak
ada gangguan pembekukan darah yang perlu di koreksi sebelum
operasi di lakukan
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang
distensi dengan adanya udara dalam rektum
2) Barium anema
c. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus atau tidak. Pada
penyakit hirscgprung ganglion ini tidak di temukan.

9. PENATALAKSANAAN
Menurut (Padila 2012) penatalaksanaan penyakit Hirschsprung adalah
sebagai berikut:
a. Temporasi ostomy di buat proksimal terhadap segmen ganglion untuk
melepaskan dan secara normal melemah dan terdilatasi usus besar untuk
mrngembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi di selesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat
anak mencapai sekita 9 kg atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang di lakukan seperti:
1) Swenson adalah untuk menghilangkan seluruh kolon ganglonik.
2) Duhamel adalah tindakan yang memotong usus besar yang tidak
memiliki saraf dan pembuluh darah,lalu menyambung usus besar yang
memiliki saraf dengan stapler linear untuk membuat lumen baru.
3) Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
ganglion telah di ubah.
B. ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan
prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat
keputusan untuk melindungi hakhak manusia. Etika diperlukan oleh semua
profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu
profesi dan tercermin dalam standar praktek professional seperti (Budiono,
2016):
1. Otonomi (Autonomy)
Dalam bekerja perawat harus memilik prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri. Perawat harus kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan
yang harus dihargai dan tidak dipengaruhi atau intervensi profesi lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap klien, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Setiap kali
perawat bertindak atau bekerja senantiasi didasari prinsip berbuat baik
kepada klien. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan
kebaikan oleh diri dan orang lain.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan harus ditumbuh kembangan dan dibutuhkan dalam diri
perawat, perawat bersikap yang sama dan adil terhadap orang lain dan
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam memberikan asuhan keperawatan ketika perawat
bekerja untuk yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan
yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan keperawatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip tidak merugikan harus di pegang oleh setiap perawat, prinsip ini
berarti tidak menimbulkan bahaya, cedera atau kerugian baik fisik maupun
psikologis pada klien akibat praktik asuhan keperawatan yang diberikan
kepada individu maupun kelompok.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran,perawat harus
menerpkan prinsi nilai ini setiap memberikan pelayanan keperawatan
untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan
bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk menghargai janji
dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan,
adalah kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen
yang dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien.Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak
ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika
diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien di luar
area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien berisi biodata pasien yaitu nama, umur,jenis
kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama,suku,  pekerjaan
2) Identitas penanggung jawab yaitu nama, umur jenis kelamin,
agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru
lahir.Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat
keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan
muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.
Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami
konstipasi, muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut.Namun ada juga yang konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam.Diare
berbau busuk dapat terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita klien selain penyakit
Hirschsprung.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
2) Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada
palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
3) Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
4) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama
denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal
5) Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi
klinis.Pada keadaan umum terlihat lemah atau gelisah.Tanda-
tanda vital didapatkan hipertermi dan takikardi dimana
menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya
perforasi.Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada
kondisi syok atau sepsis. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area
abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan :
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal.
Pemeriksaan rectum dan feses akan didapatkan adanya
perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
Auskultasi: pada fase awal didapatkan penurunan bising usus,
dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah
2) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi
barium setelah 24-48 jam.
3) Simple suction rectal biopsy (biopsi isap) mencari sel ganglion
pada daerah sub mukosa.
4) Biopsy rectal (biopsi otot rectum) yaitu pengambilan lapisan otot
rektum.
5) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolineseterase.
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Kimia darah
c) Darah rutin
d) rofil koagulasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d saluran
pencernaan mual dan muntah
b. Konstipasi b/d obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi faces
c. Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah, ketidakmampuan
absorbsi air oleh Intestinal
N DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
O KEPERAWATAN
1 Konstipasi b/d obstruksi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda dan 1. Untuk menyusun rencana
ketidakmampuan kolon keperawatan 1x 24 jam gejala konstipasi penanganan yang efektif
mengevakuasi faces diharapkan konstipasi klien 2. Catat asupan haluaran dalam mencegah
secara akurat konstipasi
teratasi dengan kriteria hasil:
3. Dorong pasien untuk 2. Untuk menyakinkan
1. Mempertahankan bentuk
mengkonsumsi cairan terapi penggantian cairan
feses 2,5L setiap hari yang adekuat
2. Berkurangnya distensi 4. Kolaborasi pemberian 3. Untuk meningkatan
abdomen laksatif terapi penggantian cairan
3. Bebas dari dan hidrasi
4. Untuk meningkatkan
ketidaknyamanan dan
eleminasi feses.
konstipasi
2 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji riwayat jumlah 1. Mengetahui asupan
kurang dari kebutuhan tubuh b/d keperawatan 1x 24 jam makanan/masukan nutrisi dan kebiasaan
saluran pencernaan mual dan diharapkan nyeri klien nutrisi yang bisa pasien makan.
berkurang dengan kriteria dimakan dan kebiasaan 2. Untuk mengetahui turgor
muntah
hasil: makan kulit
4. Berat badan pasien 2. Monitor turgor kulit 3. Untuk mengetahui
meningkat 3. Monitor mual muntah adanya pengeluaran
4. Pantau berat badan output berlebih
Konjungtiva tidak anemis 5. Anjurkan ibu untuk 4. Sebagai indikator
tetap memberikan ASI langsung dalam mengkaji
rutin perubahan status nutrisi
6. Kolaborasi dengan ahli 5. Untuk mempertahankan
gizi untuk menentukan masukan nutrisi pada
jumlah kalori dan pasien
nutrisi yang 6. Untuk menambah
dibutuhkan masukan nutrisi yang
baik bagi pasien.
3 Resiko kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor berat badan 1. Untuk membantu
cairan b/d muntah, keperawatan 1x 24 jam 2. Monitor asupan cairan mendeteksi perubahan
ketidakmampuan absorbsi air diharapkan keseimbangan haluaran urin untuk keseimbangan cairan.
cairan dapat dipertahankan mendapatkan status 2. Penurunan asupan atau
oleh Intestinal
dengan kriteria hasil: cairan peningkatan haluaran
1. Turgor kulit elastic 3. Pantau berat jeni urun mengakibatkan defisit
2. Membarane mukosa 4. Pantau kadar elektrolit cairan
lembab serum 3. Peningkatan berat jenis
urin mengindisikan
dehidrasi
4. Perubahan nilai elektrolit
dapat menandakan
ketidakseimbangan
cairan.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah suatu tndakan keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat dalam intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Budiono. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta Selatan: SDM Kesehatan

Hidayat, A. A. A. 2017. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak In Salemba Medika.

Iskandar, K., Makhmudi, A. and Kapoor, A., 2019. Combined genetic effects of
RET and NRG1 susceptibility variants on multifactorial Hirschsprung
disease in Indonesia. journal of surgical research

Kosim, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta

Moore, S.W., 2016. Hirschsprung disease: current perspectives. Open


Access Surgery

Mendri, Ni Ketut dan Prayogi, Agus Sarwo. 2018. Asuhan Keperawatan pada
Anak Sakit dan Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda NIC- NOC. In Medication Jogja.
Padila, 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha Medika.

Parahita, I.G. and Makhmudi, A., 2018. Comparison of Hirschsprung associated


enterocolitis following Soave and Duhamel procedures. Journal of
pediatric surgery

Sodikin, 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai