Anda di halaman 1dari 18

PEGADAIAN SYARI’AH

DI

Oleh:

SARIFAH ANUM

NIM : 4012020056

DOSEN PENGAMPU : Alfian, M.E

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ZAWIYAH COT KALA
LANGSA
2021

1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur atas berkat Allah yang maha
kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang
berjudul “Pegadaian Syari’ah” dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW. yang telah
mengajarkan kepada kita agama islam yang sempurna sebagai anugerah terbesar bagi
seluruh umat manusia di dunia ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Bank Dan Non Bank Syariah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alfian yang telah


membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penghargaan dan apresiasi
layak diberikan kepada semua pihak yang telah membantu selama pembuatan
berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini. Kritik yang positif dan saran
yang konstruktif tentunya diharapkan dapat diberikan oleh dan dari berbagai kalangan
dalam rangka penyempurnaan dan perbaikan makalah ini. Akhirnya penulis
menyerahkan diri kepada Allah SWT. seraya memohon taufiq dan hidayah-Nya
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Apa Pengertian Pegadaian Syariah?......................................................................3


B. Apa Status Hukum Pegadaian Syariah?.................................................................4
C. Apa Ketentuan Hukum Pegadaian Syariah?..........................................................5

D. Apa Tujuan Manfaat Pegadaian Syariah?..............................................................7

E. Apa Barang Jaminan Pegadaian Syariah?..............................................................8

F. Bagaimana Perkembangan Pegadaian Syariah?.....................................................10

G. Bagaiamana Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah?.................................................11

H. Bagaimana Sumber Pendanaan Pegadaian Syariah?.............................................11

BAB III PENUTUP...........................................................................................................13


A. Kesimpulan........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan sistem nilai yang sedemikian lengkap dan


menyeluruh dalam mengatur kehidupan umat manusia di dunia ini, tak
terkecuali di dalam pesoalan perekonomian. Dalam hal ini islam telah
mengatur bagaiamana nilai-nilai yang terkandung di dalam sistem
perekonomian islam tersebut. Hal ini termasuk juga dalam sistem pegadaian
syariah sebagai bagian dari sistem perekonomian yang ada dalam islam. di
dalam islam sumber prinsip ekonomi adalah syariah. Syariah adalah prinsip
yang menjadi acuan dalam prinsip ekonomi islam dan merupakan suatu
keunikan dan perbedaan yang ada dalam norma ekonomi konvensional.

Perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah, seperti asuransi


syariah, pasar modal syariah, leasing syariah, baitul mal wat tanwil, koperasi
syariah, pegadaian syariah, dan berbagai bentuk bisnis syariah lainnya
mengalami perkembangan yang sangat pesat di Indonesia. Hadirnya lembaga
keuangan berbasis syariah di Indonesia merupakan fenomena baru dan
menarik dalam bisnis keuangan modern. Gadai merupakan praktik transaksi
keuangan yang sudah lama dalam sejarah peradaban manusia. Di dalam islam
praktik Gadai diperbolehkan, karena agama islam merupakan agama yang
lengkap dan sempurna yang di dalamnya terdapat kaidah-kaidah dasar dan
aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga
mu’amalah (hubungan antar makhluk). Berdasarkan hal diatas maka penulis
akan memaparkan hal-hal yang terkait tentang pegadaian syariah, agar
pembahasan tentang pegadaian syariah dapat diketahui secara jelas dan
terperinci.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dipaparkan beberapa rumusan masalah yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa itu pegadaian syariah?
2. Apa Status Hukum Pegadaian Syariah?
3. Apa Ketentuan Hukum Pegadaian Syariah?
4. Apa Manfaat Pegadaian Syariah?
5. Apa Barang Jaminan Pegadaian Syariah?
6. Bagaimana Perkembangan Pegadaian Syariah?
7. Bagaimana Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah?
8. Bagaimana Sumber Pendanaan Pegadaian Syariah?

C. Tujuan Masalah

1. Memberikan informasi tentang pengertian dari pegadaian syariah


2. Untuk mengetahui status hukum pegadaian syariah
3. Untuk mengetahui ketentuan hukum pegadaian syariah
4. Memberikan informasi tentang manfaat pegadaian syariah
5. Untuk mengetahui apa saja barang jaminan pegadaian syariah
6. Memberikan informasi tentang bagaimana perkembangan pegadaian syariah
7. Untuk mengetahui bagaimana kegiatan usaha pegadaian syariah
8. Memberikan informasi tentang bagaimana sumber pendanaan pegadaian
syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah

Pengertian gadai dalam islam disebut rahn, yaitu perjanjian menahan


sesuatu barang sebagai tanggungan utang. kata rahn menurut bahasa berarti
“tetap”, “berlangsung” dan “menahan”. Sedangkan menurut istilah berarti
menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai
tangungan utang, dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian
utang itu dapat diterima.1 Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan Al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak
sehingga dapat dijadikan pengertian ini didasarkan pada praktek bahwa
apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang
miliknya baik berupa barang begerak ataupun barang tak bergerak berada
dibawah penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi
hutangnya.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai


adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu
barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang
berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas
nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut
memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi utang untuk
menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang
1
Rachmad Saleh Nasution,” System Operational Pegadaian Syariah Berdasarkan Surah
Al-Baqarah 283 Pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Syariah Gunung Sari Balik Papan” Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Islam Vol. I No.2, 2016 , h. 157

3
apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat
jatuh tempo. Dan ada beberapa definisi yang dikemukakan para ulama fikih
mengenai rahn. Ulama mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta
yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat”.
Ulama mazhab Hanafi mendefinisikan rahn dengan, “menjadikan sesuatu
(barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan
sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya maupun
sebagiannya.” Sementara itu, ulama mazhab Syafi’I dan mazhab Hanbali
mendefinisikan rahn dengan, “menjadikan materi (barang) sebagai jaminan
utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang
tidak dapat membayar utangnya itu”.2

B. Status Hukum Pegadaian Syariah

Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, landasan hukum


pegadaian syariah juga mengacu pada syariah Islam yang bersumber dari Al-
Quran dan hadits Nabi SAW, Adapun landasan yang dipakai adalah sebagai
berikut:

a) Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 283:

َ ‫ض ُك ْم أَ ِمنَ فَإ ِ ْن َم ْقب‬


ٌ ‫ُوضةٌ فَ ِره‬
‫َان َكاتِبًا ت َِجدُوا َولَ ْم َسفَ ٍر َعلَى ُك ْنتُ ْم َوإِ ْن‬ ُ ‫فَ ْليُ َؤ ِّد بَ ْعضًا بَ ْع‬

ْ ُ‫ق أَ َمانَتَه‬
‫اؤتُ ِمنَ الَّ ِذي‬ ِ َّ‫قَ ْلبُهُ آثِ ٌم فَإِنَّهُ يَ ْكتُ ْمهَا َو َم ْن ال َّشهَا َدةَ تَ ْكتُ ُموا َوال َربَّهُ هَّللا َ َو ْليَت‬

ُ ‫َعلِي ٌم تَ ْع َملُونَ بِ َما َوهَّللا‬

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis. Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
2
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya
(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 364

4
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat diatas menyebutkan bahwa dalam berpiutang hendaklah memiliki


barang tanggungan untuk menjaga apabila orang yang berhutang tidak dapat
membayar pada saat yang telah ditentukan, barang tanggungan tersebut dapat
dijual untuk melunasi hutang tersebut. demikian halnya pula dengan para
saksi untuk tidak menyembunyikan persaksiannya dan pula tidak melebih-
lebihkannya, serta tidak mengutarakannya bahkan hingga berdusta dalam
persaksiannya.3

b) Hadits

Sedangkan dalam hadist Nabi Muhammad SAW, dari Abi Hurairah, Ia


berkata: telah bersabda Rasululllah SAW: “Tunggangan yang digadaikan
boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang
digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang
menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya
perawatan dan pemeliharaan.” Diriwayatkan oleh Bukhori. Dari Abu
Hurairah, ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “Tidak terlepas
kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia
memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.” Diriwayatkan oleh
Daruqutni dan Hakim.4

C. Ketentuan Hukum Pegadaian Syariah (Ar-Rahn)

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Surya Cipta Aksara,1993),
h.71
4
A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram (Bandung: Diponegoro, 2006), h. 379

5
Ketentuan mengenai rahn seperti yang tercantum dalam Fatwa DSN
No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn sebagai berikut :

a. Murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk menahan marhun


(barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang)
dilunasi.
b. Marhun dan manfaatnya tetap milik rahin. Pada prinsipnya marhun
tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin dengan
tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar
pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin.
Sedangkan biaya dan pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi
kewajiban rahin.
d. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpan marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.5
e. Penjualan marhun
1) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin
untuk segera melunasi hutangnya.
2) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka
marhun dijual paksa/eksekusi melalui lelang sesuai syariah.
3) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utangnya,
biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar,
serta biaya penjualan.
4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
f. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya akan
5
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional-MUI, (Yogyakarta : Pustaka Zeedny, 2009), h. 201

6
dilakukan melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI)
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah sekarang
bernama (Badan Arbitrase Syariah Nasional / BASYARNAS).
Sedangkan ketentuan mengenai gadai emas adalah mengacu kepada
Fatwa DSN No.26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas dengan
Tambahan sebagai berikut :
 Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh
Penggadai (rahin).
 Ongkos sebagaimana dimaksud besarnya berdasarkan pada
pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

D. Tujuan dan Manfaat Pegadaian Syariah

Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi


kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu pegadaian
bertujuan sebagai berikut:6

a) Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan


program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/ pinjaman atas dasar
hukum gadai.
b) Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar
lainnya.
c) Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring
pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi
dijerat pinjaman/ pembiayaan berbasis bunga.

6
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (Tinjauan Teoritis Dan
Praktis), (Jakarta: Pernanda Media Group, 2010) h.276

7
d) Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat
mudah.

Adapun manfaat pegadaian antara lain sebagai berikut:

1. Bagi nasabah
 Tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam
waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/ kredit perbankan.
Di samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai barang
bergerak secara professional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak
yang aman dan dapat dipercaya.
2. Bagi perusahaan pegadaian
 Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam
dana
 Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah
memperoleh jasa tertentu. Bank syariah yang mengeluarkan produk gadai
syariah mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya
sewa tempat penyimpanan emas
 Pelaksanaan misi pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang
pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan
dana dengan prosedur yang relatif sederhana
 Berdasarkan PP No. 10 tahun 1990, laba yang diperoleh digunakan untuk:
 Dana pembangunan semesta (55 %);
 Cadangan umum (20%);
 Cadangan tujuan (5%);
 Dana sosial (20%).

E. Perkembangan Pegadaian Syariah

8
Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia berawal pada tahun
1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia.
Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana
pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah internal
sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk. Tahun 2002 mulai
diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah
resmi dioperasikan dan pegadaian cabang menjadi kantor cabang pegadaian
pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.prospek pegadaian
syariah di masa depan sangat luar biasa.

Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih


baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional
tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang mampu
mencapai target 5 milyar rupiah. Pegadaian syariah tidak menekankan pada
pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian
syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan
Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang
digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman.
Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah
dari yang dipinjamkan. Program Syariah Perum Pegadaian mendapat
sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp
323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada
akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar. Bahkan
Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru,
gadai saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007.

Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek pasar yang cukup


bagus saat ini untuk gadai saham. Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini
cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini
cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target.

9
Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2
miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah
nasabah yang dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannya sebanyak
16.855potong.Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun
2003, setiap tahunnya meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun
2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4
miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini tidak ada masalah. Berapapun
permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu pula bisa
dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut.7

F. Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh pegadaian syariah digolongkan


menjadi dua antara lain, sebagai berikut:8

a) Penghimpunan dana
Dana yang di peroleh oleh perum pegadaian untuk melakukan kegiatan
usahanya berasal dari:
 Pinjaman jangka pendek dari perbankan (sekitar 80% dari
total dana jangka pendek yang dihimpun.
 Pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya (utang pada
rekanan, nasabah, utang pajak dll)
 Penerbitan Obligasi.
 Modal Sendiri, modalnya terdiri dari : modal awal
(kekayaan diluar APBN, penyertaan modal pemerintah,
laba ditahan)
b) Penggunaan Dana

Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Sinar Grafika: Jakarta,2008) h. 9


7

Sasli Rais, Pegadaian Syariah Konsep Dan Sistem Operasional (Suatu Kajian
8

Kontemporer), (Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press), 2008), h.68

10
Dana yang telah berhasil dihimpun kemudian digunakan untuk
mendanai kegiatan usaha perum pegadaian. Dana tersebut antara lain
digunakan untuk hal-hal berikut ini:
 Uang kas dan dana likuid, digunakan untuk kewajiban yang
telah jatuh tempo, penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan dalam hukum gadai, biaya operasional,
pembayaran pajak dll.
 Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva
tetap dan inventaris.
 Pendanaan kegiatan operasional, berupa gaji karyawan,
listrik, telepon dll
 Penyaluran dana, utamanya dalam bentuk pembiayaan atas
dasar hukum gadai.
 Investasi lain, apabila ada kelebihan dana / iddlefund dapat
di tanamkan dalam investasi jangka pendek dan menengah.

G. Barang Jaminan Pegadaian Syariah

Didalam pegadaian syariah barang-barang yang dapat digadaikan ke lembaga


pegadaian adalah sebagai berikut :9

 Sertifikat rumah atau tanah, sertifikat rumah atau tanah menjadi barang
gadai yang bernilai mahal, apalagi jika nilai jual rumah atau tanah tersebut
mahal
 Kendaraan,kendaraan yang dapat digadaikan ke pihak lembaga dapat
berupa seperti mobil, motor dan sepeda.
 Adapun perhiasan, seperti emas, intan, permata dan berlian.
 Alat-alat elektronik.

9
Erwin Muhammad, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h.
67

11
 Dan barang-barang branded atau barang-barang lain yang bernilai

H. Sumber Pendanaan Pegadaian Syariah

Pegadaian sebagai lembaga keuangan tidak di perkenankan menghimpun


dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro,
deposito, dan tabungan. untuk memenuhi kebutuhan dananya, perum pegadaian
memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut:

1. Modal sendiri.
2. Penyertaan modal pemerintah.
3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan.

4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank Indonesia.
5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.

Aspek syariah tidak hanya terkait pada bagian operasionalnya saja,


pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari
sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. dalam hal ini seluruh
kegiatan pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada
nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Pegadaian telah melakukan
kerjasama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, kedepan penggadaian
juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk
mem-back up modal kerja.10

10
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta:Kencana, 2009), h. 398.

12
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Pegadaian syariah adalah badan usaha yang secara resmi mempunyai


ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan
dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150.

Regulasi dan implementasi pegadaian syariah di Indonesia didasari


dari Q.S. Al-Baqarah ayat 283 yang bertransformasi menjadi berbagai bentuk
aturan mengenai pegadaian syariah baik dalam peraturan perundang-
undangan secara umum, maupun dalam bentuk aturan operasional pergadaian
syariah. Hal ini ditemukan dalam berbagai bentuk operasionalisasi pegadaian
syariah sebagai alternative solusi masalah keuangan. implementasi tersebut
merupakan wujud konkret pembangunan prinsip-prinsip syariah (sharia
compliance ) dalam mengawal operasionalisasi pegadaian syariah untuk

13
memberikan kepastian dan jaminan bagi stakeholders maupun masyarakat
sebagai pengguna jasa pegadaian syariah yang sesuai dengaan tujuan syariat
islam yaitu memelihara agama (hifzul din), dan memelihara harta (hifzul mal).

DAFTAR PUSTAKA

Ali Zainuddin. 2008. Hukum Gadai Syariah. Sinar Grafika: Jakarta.

Departemen Agama RI. 1993. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Surya Cipta
Aksara.

Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia. 2009. Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional-MUI. Yogyakarta : Pustaka Zeedny.

Hassan A. 2006. Tarjamah Bulughul Maram. Bandung: Diponegoro.

Mohammad Heykal dan Nurul Huda. 2010. Lembaga Keuangan Islam (Tinjauan
Teoritis Dan Praktis). Jakarta: Pernanda Media Group.

Muhammad Erwin. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rais Sasli. 2008. Pegadaian Syariah Konsep Dan Sistem Operasional (Suatu Kajian
Kontemporer). Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press).

Saleh Rachmad Nasution. 2016. System Operational Pegadaian Syariah


Berdasarkan Surah Al-Baqarah 283 Pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang
Syariah Gunung Sari Balik Papan” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam Vol. I No. 2.

14
Sjahdeini Sutan Remi. 2014. Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek
Hukumnya. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Soemitra Andri. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:Kencana.

15

Anda mungkin juga menyukai