PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran
dalam penerbitan Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Kepala
Perpustakaan Sekolah sebagai acuan nasional dalam penyelenggaraan Diklat Kepala
Perpustakaan Sekolah.
Bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan
Pelatihan, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan
Nasional RI. Penerbitan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan penyelenggaraan diklat
yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/madrasah.
Terbitnya bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah dan
sekaligus mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan perpustakaan sekolah di tanah
air.
Kami ucapkan terima kasih kepada penyusun, tim penyunting, dan seluruh pihak terkait
yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian bahan ajar diklat ini. Kritik maupun
saran untuk penyempurnaan bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini sangat
kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaannya pada terbitan yang akan datang.
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan komunikasi di sekolah, kombinasi antara untaian kata-kata dalam bentuk
verbal dan unsur nonverbal yang mendampinginya membantu pustakawan dalam
menyampaikan pesan, memperkuat makna yang disampaikan dan pada saat yang sama
membantu komunitasnya dalam menginterpretasikannya, baik melalui hal-hal yang
dilisankan maupun yang tidak. Upaya pengembangan kemampuan dalam berkomunikasi
dapat dilakukan melalui pembelajaran (learning) dari pengalaman tertentu sehingga
perilakunya dalam berkomunikasi berubah menjadi lebih baik.
Hal-hal yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan sistematika mata ajar komunikasi
interpersonal ini adalah bahwa:
1
1.1.1 Komunikasi interpersonal merupakan suatu keterampilan (skill), terdiri dari hard skill
(to know) atau pengetahuan semata dan soft skill (to do) atau kemampuan untuk
mengaplikasikan pengetahuan tersebut maka pengantar komunikasi secara umum
disajikan terlebih dahulu untuk dipahami bersama sebelum berbicara tentang
aplikasinya.
1.1.3 Media komunikasi terbaik yang diciptakan manusia adalah pesan yang disampaikan
baik secara verbal maupun nonverbal dan ada baiknya peserta diklat dibekali
dengan aplikasi komunikasi sehari-hari yang muncul dalam bentuk komunikasi
interpersonal.
1.1.4 Sebagai bahan ajar yang ditujukan untuk membekali peserta diklat maka di bagian-
bagian akhir disajikan pengetahuan tentang hubungan keterampilan komunikasi
interpersonal dan layanan perpustakaan agar pada saat diaplikasian hasilnya
menjadi lebih baik.
Daya guna pengetahuan yang diperoleh peserta tersebut sangat dipengaruhi oleh
partisipasi yang dilakukan selama mengkuti materi diklat. Partisipasi tersebut dapat
dilakukan peserta dengan memahami konsep dan “melempar” pengalaman dan pemikiran
masing-masing dalam melakukan komunikasi interpersonal selama ini, respon yang
diperoleh dari peserta lain dan difasilitasi oleh pengajar secara tepat merupakan bekal
peserta dalam mempraktikan komunikasi interpersonal dengan karateristik yang lebih baik
dan sesuai dengan tuntutannya di kemudian hari.
2
Sangat disarankan bahwa pengajar yang berfungsi sebagai fasilitator dapat membawakan
materi ajar ini secara utuh, memahami butiran-butiran dalam bentuk model-model yang
menjadi kunci untuk memahami konsep-konsep komunikasi interpersonal secara mandiri
dan dilakukan dengan menggunakan metode pelatihan orang dewasa (andragogy atau
learner centred).
Setelah mengikuti mata ajar pada diklat ini perserta diharapkan mampu memahami
pengetahuan tentang komunikasi sebagai media penyampaian pesan dan salah satu di
antaranya adalah komunikasi interpersonal. Agar peserta dapat meningkatkan kualitas
komunikasi interpersonal di kemudian hari, kepada mereka diperkenalkan jenis, prinsip-
prinsip komunikasi dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengaplikasikan komunikasi
interpersonal dalam layanan perpustakaan.
1.4.1 Menjelaskan fungsi, tujuan, proses dan jenis komunikasi dimana komunikasi
interpersonal merupakan salah satu di antaranya
1.4.3 Menjelaskan konsep layanan dan perilakunya bila diaplikasikan melalui komunikasi
interpersonal pada perpustakaan sekolah.
3
BAB II
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Salah satu indikator hubungan antar manusia dapat dilihat dari tata cara dalam melakukan
komunikasi satu sama lain, satu kata kunci yang selalu melekat dalam hubungan tersebut
sejak dahulu hingga abad teknologi informasi di masa kini adalah komunikasi. Pengertian
dari komunikasi dapat diperoleh definisi-definisi yang dibuat oleh (Griffin, 2012) yaitu
“communication is the relational process of creating and interpreting messages that elicit a
response” dan (West & Turne, 2010) “Communication is a social process in which
individuals employ symbols to establish and interpret meaning of their environment”.
Dari definisi yang dibuat Griffin dan dapat ditambahkan bahwa komunikasi terjadi bila
suatu pesan yang disampaikan itu dapat ditafsirkan maknanya dan memunculkan
tanggapan. Kata dan isyarat melalui gerak anggota tubuh tidak akan mempunyai arti bila
yang menerima tidak memikirkannya dan kebenaran artinya sangat tergantung pada
pemahaman maksud dan tujuan kata atau isyarat anggota tubuh yang dikonstruksikan
sebagai suatu komunikasi.
Definisi tersebut dijelaskan lebih lanjut (West and Turner, 2010) bahwa komunikasi
merupakan proses sosial antara seseorang dengan orang lain, dalam suatu lingkungan
tertentu dimana simbol dalam bentuk bahasa, suara atau isyarat lainnya digunakan untuk
menyampaikan pesan tertentu. Proses komunikasi dengan demikian merupakan
komunikasi simbolik dimana tidak hanya dengan cara bicara atau menggunakan bahasa
(verbal) saja tetapi juga dengan cara nonverbal dan di antaranya adalah dengan cara
memberi isyarat atau bahkan dengan cara diam (silence in communication). Seseorang
yang diam sejenak sebelum menjawab suatu pertanyaan akan menyampaikan maka yang
berbeda dibandingkan dengan cara menjawab secara spontan meskipun untaian kata-
kata yang diucapkan sama. Sebagai proses sosial bila dua orang berinteraksi dengan cara
apapun maka keduanya telah melakukan komunikasi.
Komunikasi verbal dapat juga disebut sebagai komunikasi yang menggunakan simbol
dalam bentuk bahasa, bila dilakukan dalam konteks hubungan berdua (bertatap muka)
dengan orang lain disebut sebagai komunikasi interpersonal sedangkan bila dilakukan
4
untuk diri sendiri disebut sebagai komunikasi intrapersonal. Dari berbagai definisi, (Berry,
2007) menyatakan “Intrapersonal communication may be a solely internal activity, where
we reflect on a possible source of action or evaluate the consequences of what we have
done, or it may involve some external expression, such as when we talk with ourselves or
write for ourselves (such as making reminder note or keeping a diary”.
Lebih jauh lagi (Burton and Dimbleby, 1995) menjelaskan adanya empat unsur utama
dalam komunikasi intrapersonal yaitu keperdulian untuk melihat dan menilai diri sendiri
(the core of self), kebutuhan dan motivasi (need and motivation) yang mengarahkan
proses mengungkapkan dan menginterpretasikan pesan dalam komunikasi, proses diri
dalam mengartikan lingkungan (cognitions) berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
yang ada serta proses dalam memperhatikan reaksi orang lain atas kegiatan komunikasi
yang telah dilakuan (monitoring the reactions of others).
Dalam kehidupan manusia, komunikasi berfungsi sebagai media untuk berhubungan satu
sama lain dengan mempelajari dan memahami sensasi yang diterima dari luar dirinya,
bentuknya dapat berupa komunikasi intrapersonal dan interpersonal. Bentuk komunikasi
intrapersonal muncul bila seseorang sedang mengendalikan emosinya atau mengambil
ancang-ancang untuk bertindak sedangkan bentuk komunikasi interpersonal muncul pada
saat seseorang berusaha memahami informasi, gagasan atau motivasi orang lain atau
mengupayakan agar orang lain memahami pesan yang disampaikan. Berdasarkan fungsi
tersebut maka komunikasi dapat dilakukan orang baik di lingkungan antar pribadi dalam
bentuk tatap muka, keluarga, tempat kerja, pertemuan sosial maupun antar budaya. Pada
umumnya komunikasi dilakukan untuk tujuan tertentu dan (Devito, 2004) mejelaskan
tujuan tersebut untuk:
Manusia yang rasional adalah bila ia memiliki kebutuhan untuk mengetahui berbagai hal
baik tentang dirinya maupun lingkungan hidupnya. Kebutuhan tersebut menimbulkan
motivasi untuk memperoleh pengetahuan baru melalui proses interaksi dan komunikasi
menjadi pilihan untuk dilakukan.
5
b. Membangun dan memelihara hubungan interpersonal (to relate)
Manusia adalah mahluk sosial yang selalu menginginkan untuk berhubungan dengan
orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi dalam kehidupannya, atas motivasi
untuk dapat berhubungan dengan orang lain itulah aka ia melakukan komunikasi
interpersonal.
Perkembangan hubungan interpersonal tidak selalu sesuai harapan, ada situasi dimana
hubungan jadi memburuk (deteriotation) di antaranya. Menghadapi pemasalahan tersebut
maka komunikasi interpersonal dapat dipergunakan sebagai salah satu cara untuk
menindaklanjuti pilihan selanjutnya (memperbaki atau menghentikan hubungan) dengan
cara meyakinkan atau mempengaruhi orang lain.
e. Membantu, memberikan saran atau arahan kepada orang lain (to help)
Dalam suatu kelompok formal maupun non-formal dimana kemampuan dan kemauan
untuk mencapai tujuan kelompok berbeda satu sama lain maka pemberian saran atau
perintah dilakukan dan selanjutnya keberadaan komunikasi dibutuhkan.
Salah satu alasan manusia untuk berhubungan satu sama lain adalah kebutuhan untuk
diakui sebagai bagian dari suatu kelompok (kebutuhan untuk berafiliasi).
6
a. Jenis Hubungan Interpersonal
Rasa cinta merupakan unsur yang paling menentukan kualitas hubungan interpersonal.
Kualitas membangun dan memelihara hubungan interpersonal dipengaruhi seberapa
besar cinta ada di dalamnya dan berakhirnya hubungan interpersonal pun karena
permasalahan kehadiran cinta. (Devito, 2004) menjelaskan motivasi hubungan percintaan
terjadi karena ketertarikan erotis (eros), ingin memperoleh kesenangan atau kegembiraan
(ludus), keinginan untuk saling memahami dalam kedamaian (storge), keinginan untuk
memperoleh kesesuaian dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan (pragma), keinginan
untuk memperoleh kesinambungan perhatian (mania) dan keinginan akan rasa keharuan
dan kesendirian (agape).
Ruang lingkup hubungan kekeluargaan tidak hanya pada suatu keluarga semata sebatas
keberadaan ayah, ibu dan anak saja tetapi termasuk pula saudara, bibi, paman, nenek,
kakek dan lain-lainnya. Karakteristik dari hubungan keluarga adalah peran masing-masing
jelas, masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab, mempunyai andil terhadap
masa lalu dan masa yang akan datang, saling memberi ruang kehadiran dan sama-sama
membangun aturan.
7
e. Hubungan pekerjaan (workplace)
Bentuk hubungan kerja itu menempati ruang tertentu, kehadiran masing-masing dapat
dirasakan secara jelas dan muncul sebagai aspek romantika kerja, saling membantu
(mentoring) dengan menggunakan jejaring pekerjaan yang ada.
Pada hakekatnya hubungan interpersonal dengan bentuk apapun terjadi melalui (enam
tahapan, Devito) suatu proses tertentu dan perekatnya adalah komunikasi. Dapat
disimpulkan bahwa tanpa komunikasi maka proses hubungan interpersonal tidak akan
terwujud sebagaimana maksud dan tujuannya. Kekuatan unsur-unsur komunikasi sebagai
suatu himpunan berfungsi sebagai landasan suatu hubungan interpersonal antara lain.
Meskipun demikian tersirat bahwa nilai kekuatan unsur-unsur komunikasi sangat
tergantung pada tingkat kesadaran dalam menggunakannya. Tentang hal ini dapat
(Devito, 2004) dijelaskan bahwa;
8
Gambar 1
Contact
Sumber (Devito, 2004)
Perceptual
Interactional Exit
Involvement
Testing
Intensifying Exit
Intimacy
Interpersonal
commitment Exit
Social bonding
c. Melalui cara mendengar (listening) tertentu seseorang akan memiliki kekuatan untuk
menyampaikan pesan tetentu. (Fisher, 1995) mengungkapkan bahwa cara
9
mendengar seseorang mempunyai kekuatan frasa “saya menginginkan sesuatu”,
“saya ingin membantu anda jika saya bisa”, “saya menantikan sesuatu hal”.
Gambar 2
1
Define
the conflict
2
Examine
possible
solutions
3
Test
the solution
5 4 5
Accept Evaluate Reject
Exit
solution the solution solution
Hubungan interpersonal dan konflik merupakan suatu hal yang bersifat melekat satu
sama lain, suatu hubungan interpersonal tidak dapat melepaskan diri dari konflik dan
faktor konfliklah yang membuat hubungan interpersonal berkembang. Suatu konflik dalam
hubungan interpersonal yang dihadapi dengan tepat tidak akan menjurus pada
pencederaan hubungan tetapi justru akan membuat hubungan interpersonal menjadi lebih
baik. Kondisi tersebut terwujud bila pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan
interpersonal mempunyai persepsi yang sama bahwa konflik itu bukan hal yang negatif
karena muncul semata-mata sebagai suatu strategi dalam memperluas (breadth) dan
memperdalam (depth) hubungan. Sebagai suatu yang melekat dalam hubungan
interpersonal maka tindakan rasional yang dilakukan adalah melakukan upaya untuk
10
pemecahan atau penyelesaian dengan tahapan tertentu dan (Devito, 2004) menjabarkan
dengan model penyelesaian konflik sebagaimana tertera pada gambar 2 dengan suatu
catatan bahwa semua tahapan penyelesaian konflik hubungan interpersonal memerlukan
satu hal yaitu komunikasi.
Pada suatu kelompok yang sedang mengalami suatu permasalahan dimana masing-
masing anggotanya sedang berupaya untuk menemukan alternatif pemecahannya maka
anggota yang telah mempunyai keterampilan atau kompetensi dalam berkomunikasi akan
memiliki peluang menghantarkan pemikiran dan pertimbangan dirinya menjadi pemikiran
dan pertimbangan kelompok.
11
mengandung arti (code), kegaduhan (noise), umpan balik (feedback), dan hubungan
situasional (context) dengan penjelasan sebagai berikut:
Komunikasi antar dua orang atau lebih, dapat berbentuk searah maupun dua arah dan
keduanya saling terlibat baik sebagai pengirim atau sumber (source) maupun penerima
(receiver) pesan
Gambar 3
Messages
Source/receiver Source/receiver
Noice
Competence Competence
Channel
[Feedforward]
Feedback
Feedback
Messages
Manifestasi dari pikiran, perasaan atau kondisi internal lainnya dilakukan dalam
komunikasi intrapersonal sebelum diungkapkan keluar. Bantuknya bisa dalam bentuk
renungan tentang latar belakang manifestasi tersebut dapat pula dalam bentuk perkiraan
terhadap dampak bila manifestasi tersebut diungkapkan dalam bentuk pesan.
12
2.1.9 Media (Medium)
Tampilan pesan yang dimunculkan dalam bentuk bahasa (suara atau buku) maupun
isyarat (raut wajah, intonasi suara atau perbedaan bentuk tulisan). Tampilan bahasa
merupakan bentuk verbal dan tampilan isyarat merupakan bentuk nonverbal baik
dilakukan secara tertulis maupun lisan.
Organ tubuh yang yang bekerja untuk mengubah persepsi yang ingin disampaikan
menjadi sensasi, mengubah sensasi menjadi persepsi kembali atau media (teknologi atau
mekanis) lain yang digunakan untuk penyampaian pesan.
Serangkaian tanda, sandi atau simbol tertentu yang berdasarkan aturan dan kesepakatan
mempunyai arti tertentu dan digunakan dalam menyampaikan pesan. Kesepakatan
tersebut terjadi pada semua bentuk kehidupan masyarakat namun karena perbedaan
waktu dan ruang maka bentuk kesepakatan menjadi beragam. Keragaman tersebut
menimbulkan komunitas-komunitas dengan code yang berbeda satu sama lain namun
antar komunitas masih dapat berhubungan satu sama lain karena ada pengait di antara
code tersebut.
Segala bentuk intervensi atas suatu proses kemunikasi yang menimbulkan kegaduhan
yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas proses komunikasi tersebut. Kegaduhan
yang muncul pada saat kegiatan komuniksi sedang berlangsung bisa membuat tidak
seluruh pesan terkirim atau diterima dan kegaduhan dapat pula membuat pesan terkirim
secara tidak sempurna dan akan terjadi kesalahpahaman di pihak penerimanya.
Tanggapan terhadap suatu pesan yang berhasil diterima dan disampaikan kembali
kepada pengirim atau sumber pesan. Tanggapan dapat dilakukan baik dalam kondisi
pesan terkirim secara lengkap maupun tidak sepanjang ada pihak yang sadar bahwa
keberadaan pesan diketahuinya sepanjang bentuk-bentuk nonverbal muncul.
13
2.1.14 Keterkaitan (Context)
Kondisi yang saling berkaitan dengan komunikasi yang terjadi, antara lain adalah kondisi
fisik, kronologi sosial dan budaya. Komunikasi kontekstual memerlukan pertimbangan
(intrapersonal) tertentu untuk menghadirkan kondisi-kondisi yang mengiringi pesan,
demikian pula bagi penerima pesannya.
Berdasarkan konteksnya jenis-jenis komunikasi dapat djabarkan (West and Turner, 2010)
menjadi:
Kerap kali ketika seseorang merasakan kehadiran orang lain dalam bentuk fisik atau
psikologis maka ia melakukan dialog internal terlebih dahulu dalam upaya untuk
mendapatkan kejelasan tentang bentuk interaksi yang diperlukan dan diinginkan. Pada
dialog internal tersebut ia berfungsi baik sebagai pengirim maupun sebagai penerima
pesan, sebagaiman dijelaskan oleh (Berko, Aitken and Wolvin, 2010) yaitu “Intrapersonal
communication is the active internal processing message. You become your own sender
and receiver as you internally send messages to yourself and sometime, even provide
feedback to yourself”.
Hubungan interpersonal dimulai dari munculnya ketertarikan satu sama lain di antara dua
orang, bertatap muka (face-to-face) dan dapat berlanjut pada proses pendekatan dan
pengembangan atau pemeliharaan hubungan maka komunikasi interpersonal terjadi.
Definisinya menurut (Berko, Aitken and Wolvin, 2010) “Interpersonal communication is the
interaction between two people who share relationship. The basis of interpersonal
transactions is the sending and receiving of messages in such a way that the messages
are successfully encoded an decoded”
14
publik) dan pemahaman prinsip-prinsipnya diperhatikan dengan baik pula. (Peason,
Nelson, Titsworth dan Harter, 2011) menyampaikan adanya tujuh prinsip komunikasi yang
perlu dijadikan sebagai pemandu dalam memahaminya yaitu:
Komunikasi yang berjalan kondusif pada umumnya dimulai dengan memahami diri
sendiri (begin with yourself) bahwa manusia itu cenderung bersifat subyektif dan
memiliki keterbatasan dalam memahami dunia komunikasi yang selalu
berkembang.
Interpretasi dilakukan dalam bentuk menangkap substansi dengan pola pikir yang
rasional (content and relational dimension). Menangkap suatu pesan dapat
dilakukan melalui bentuk verbal namun memahami arti pesan memerlukan
pertmbangan bentuk nonverbalnya. Bentuk komunikasi verbal mengirimkan “dunia
kata-kata” dan bentuk nonverbal menyampaikan “dunia di balik kata-kata” keduanya
harus dipadukan bila ingin menangkap arti atau makna dari suau pesan.
Kerumitan bisa terjadi dalam komunikasi karena variabelnya banyak dan aspeknya
berganda (complicated). Bila variabel komunikasi tunggal maka yang muncul
adalah kombinasi antara maksud pengirim pesan dan pemahaman yang
menerimanya. Kenyataannya variabel komunikasi berganda maka yang muncul
adalah permutasi sehingga untuk satu pesan yang dikirim akan menimbulkan
15
berbagai alternatif pengertian bagi penerimanya dan kerumitan dapat muncul
dengan sendirinya.
5. Momen-momen secukupnya
Komunikasi sebagai suatu proses selain efektif itu juga harus efisien dan tidak
selalu proses yang panjang lebar menghasilkan komunikasi yang berkualitas
(quantity does not increase communication quality). Merujuk pada konsep “the law
of diminishing return” dalam ilmu ekonomi dapat diungkapkan bahwa satu momen
komunikasi membawa manfaat, momen selanjutnya membawa manfaat namun
nilainya lebih rendah dari nilai manfaat momen sebelumnya, bila momen
komunikasi dilakukan terus menerus situasinya menjadi jenuh dan bahkan akan
menimbulkan berkurangnya manfaat.
Komunikasi merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dihindari dan bila telah
terjadi tidak akan dapat diubah dan diulang kembali (Inevitable, irreversible, and
unrepeatable). Sekali seseorang menyampaikan pesan namun keliru bentuk verbal
dan nonverbalnya maka ia dapat mengulangi pesan tersebut dengan lebih baik
sebagai klarifikasi. Orang yang mendengarkan pesan pertama dan pesan
berikutnya akan menerima klarifikasi tersebut, menyesuaikan pemahaman akan
pesan yang diterima namun tidak akan dapat menghapus atau melupakan pesan
pertamanya.
Para ahli menyepakati bahwa bila ada tiga orang atau lebih dalam forum pertemanan,
keluarga atau pekerjaan berkerja sama untuk mencapai suatu tujuan maka mereka akan
saling bertukar pokok persoalan (issue) dan perspektifnya, pertukaran tersebut hanya
dapat diakukan dengan cara berkomunikasi dan kemudian akan membentuk komunikasi
kelompok.
Komunikasi organisasi merupakan media kelompok dengan jumlah anggota yang lebih
besar dan antar anggota kelompok terdapat mekanisme interaksi (pembagian peran, hak
16
dan kewajiban) yang lebih formal, minimal telah disepakati bersama. Dalam komunikasi
organisasi masing-masing anggota dapat menyampaikan dan menerima pesan satu sama
lain dengan catatan perlu mengikuti aturan yang telah disepakati bersama.
Tabel 4
Context of Comunication
Komunikasi publik dapat pula disebut sebagai public speaking karena yang terjadi adalah
satu orang tertentu berbicara kepada orang banyak. Pada umumnya komunikasi publik
dilakukan untuk tiga tujuan yaitu memberitahukan, membujuk dan menghibur orang
banyak, dilakukan secara langsung dan agar efektif pembicara selalu menghantarkan
materi pembicaraan dengan suatu unsur komplementer yang disebut sebagai retorika.
17
e. Komunikasi massa (mass communication)
Bila komunikasi publik dilakukan secara langsung maka pada komunikasi massa,
pembicaraan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa saluran (channel) tertentu
antara lain dengan menggunakan radio, televisi atau internet.
Komunikasi budaya adalah bentuk komunikasi yang dilakukan antar kelompok dimana di
dalamnya terdapat komunitas-komunitas yang mempunyai latar belakang budaya yang
berbeda.
Suatu proses komunikasi yang dilakukan terutama pada jenis komunikasi interpersonal
biasa dilakukan dengan menggunakan kombinasi bahasa secara formal yang disebut
sebagai komunikasi verbal sedangkan bila isyarat yang digunakan maka disebut sebagai
komunikasi nonverbal.
Bahasa sebagai unsur verbal dalam komunikasi adalah simbol-simbol dalam bentuk huruf
atau kata yang arti dan aturan penggunaannya telah disepakati bersama, bisa
diungkapkan secara lisan maupun tertulis.
Apabila susunan kata-kata digunakan secara informal dimana frasa tertentu dilekatkan
(colloequialism) maka jenis verbal tidak lagi muncul secara utuh meskipun belum sampai
masuk kedalam jenis nonverbal antara lain karena muncul dengan perubahan dari
keaslian artinya (clichés) contoh “rayuan pulau kelapa”, euphemism dalam
mengungkapkan sesuatu kata secara lebih sopan contoh “permisi sebentar untuk
kebelakang”, doublespeak untuk menyamarkan arti contoh “harga BBM disesuaikan” atau
penggunaan kata-kata yang artinya disepakati dan digunaan oleh komunitas tertentu
(slank).
Bila isyarat digunakan dalam mengungkapkan suatu pesan tanpa menggunakan kata-
kata. Dalam pengucapan unsur nonverbal muncul ketika terdapat perbedaan nada suara
18
(intonation), pola titi nada (pitch), volume suara, atau aksen dibandingkan dengan yang
biasa dan wajar dilakukan. Bila tidak diucapkan akan muncul dalam bentuk sikap tubuh
(gesture), ekspresi wajah (facial expression) atau tatapan mata (gaze).
(Hargie, 2011) secara lebih rinci menyampaikan bahwa sandi nonverbal dalam komunikasi
merupakan simbol yang bukan berupa kata-kata termasuk di dalamnya adalah suara yang
mengandung makna tertentu antara lain ketika orang berguman, bersiul atau tertawa pada
saat komunikasi terjadi, bentuk konkritnya adalah:
Sikap tubuh dan ekspresi wajah (bodily movement and facial expression). Seorang
bawahan akan menerima kesan bahwa ia harus segera pamit dari ruangan atasan ketika
saat menghadap atasannya menanyakan “Masih ada lagi yang ingin kamu laporkan?”
sambil berdiri dari tempat duduknya.
c. Ruang komunikasi
Memilih ruang atau pengambilan jarak dalam komunikasi (space) perlu diperhatikan.
Mengubah jarak pada saat berkomunikasi akan mengesankan adanya perubahan akan
kedekatan secara pribadi. Makin mendekat seseorang akan menyampaikan pesan bahwa
ia menikmati pembicaraan dan makin menjauh makin membosankan dirinya.
d. Waktu komunikasi
Pemilihan waktu tertentu untuk mengirim atau menerima pesan (time). Membuat jeda
dalam suatu momen pembicaraan memberikan pesan bahwa kata-kata yang akan
disampaikan berkutnya penting dan ia memerlukan untuk berfikir sebelum mengatakannya
19
e. Sentuhan (touching)
Memuji orang lain sambil menepuk-nepuk bahu akan memperkuat makna pujiannya. Satu
sentuhan yang paling memberikan kesan adalah dengan cara menyalami orang lain.
Titi-nada dan volume suara dalam mengucapkan suatu untaian kata-kata dapat
memperkuat dan bahkan dapat memutar balikan makna kata-kata yang diucapkan.
g. Tampilan
Penggunaan pakaian atau perlengkapan lain (clothing and ther artifacts). Seorang tukang
sulap pada umumnya terbiasa menggunakan baju hitam, seorang penceramah agama
terbiasa pula dengan kelengkapan pakaian yang berbusana tertentu. Semuanya itu
menimbulkan pesan bahwa yang bersangkuan memang kompeten dalam profesinya.
20
Indikator utama kompetensi seseorang dalam komunikasi interpersonal adalah pada
tingkat pemahaman tentang “the meaning of meaning” yang dapat diperoleh dengan cara
mengelola unsur-unsur komunikasi serta mendayagunakan atribusi hubungan antara
simbol dan obyek di long-term memory menjadi referensi yang akurat.
Secara teoritik (Rickheit, Strohner dan Vorwerg, 2008) menjelaskan bahwa kompetensi
komunikasi tidak hanya pada penguasaan keterampilan komunikasi untuk tujuan ilmiah
semata tetapi juga untuk tujuan aplikasi dalam bentuk praktik mencakup semua jenis-jenis
komunikasi. Indikator dari kompetensi komunikasi adalah keberhasilan dalam mencapai
tujuan secara paripurna (effectiveness) dan kepatutan berdasarkan pandangan para
komunikan beserta kondisi sosialnya (appropriateness). Kombinasi antara effecetiveness
dan appropriateness sebagaimana digambarkan oleh (Morreale, Spitzberg dan Barge,
2007) dapat dijadikan panduan untuk bersikap dalam kegiatan komunikasi setelah
mempertimbangkan kecenderungan perilaku komunikan. Bila mempunyai kecenderungan
ineffective – inappropriate maka yang dilakukan adalah menunggu “suasana netral” dan
meminta bantuan orang lain untuk berkomunikasi (minimizing communication).
Gambar 5
Effective
Maximizing Optimizing
Minimizing Sufficing
Ineffective
Inappropriate Appropriate
Bicara secukupnya (sufficing communication) dan bersikap diam pada saat orang lain
bicara adalah solusi untuk appropriate – ineffective. Bila berada pada kondisi appropriate
– effective maka komunikasi pasti akan berjalan sebagaimana mestinya (optimizing)
cukup dengan cara menghormati aturan main yang ada. Terhadap orang yang berada
pada kondisi inappropriate - effective biasanya berbicara lebih banyak dari yang
21
diperlukan (maximizing), faktor inappropriateness dilekatkan karena kemunculan kata-kata
yang mengandung kebohongan, tipuan, pemaksaan, menyakitkan atau pelecehan.
Meskipun dapat dilakukan secara tertulis, kegiatan komunikasi interpersonal secara lisan
lebih banyak dilakukan dengan cara mendengar dan bicara. Hal tersebut disebabkan
karena pelaku komunikasi membutuhkan interaksi dan secara lisan hal tersebut lebih
mudah untuk dilakukan.
1. Mendengar (listening)
Beberapa ahli komunikasi telah membuat model yang menjelaskan tentang tahapan
dalam mendengar (Alessandra, 1986: Barker, 1990: Brownell, 1987: Steil, Barker &
Watson, 1983) dan berdasarkan model-model tersebut (Devito, 2004) membuat
penjelasan dalam bentuk “A Five–Stage Model of Listening” dimana kegiatan mendengar
mencakup menerima, memahami, mengingat, mengevaluasi dan merespon pesan.
Kelima tahapan tersebut terjadi secara utuh dalam kegiatan mendengar baik dilakukan
secara sadar maupun tidak sadar.
22
Gambar 6
Receiving
Hearing
Attending
Responding Understanding
Answering Learning
Giving Deciphering
feedback meaning
Evaluating Remembering
Judging Recalling
Criticizing Retaining
b) Gaya mendengar
Ketika dua orang sedang berkomunikasi satu sama lain dengan maksud dan kepentingan
yang sama namun terjadi perbedaan pengertian maka dalam konsep mendengar dapat
23
dikatakan hal tersebut terjadi intervensi kegaduhan (noise). Perbedaan pengertian
tersebut biasanya muncul karena pengaruh perbedaan pemahaman atas suatu kejadian,
situasi maupun fenomenom perilaku manusia atau pemahaman atas suatu budaya. Suatu
budaya akan mengartikan “menunduk atau tidak menatap” dalam pembicaraan sebagai
ungkapan rasa hormat namun budaya lain mengartikannya sebagai indikasi
ketidakjujuran. Orang Indonesia pada umumnya akan mengalami permasalahan untuk
membedakan “l” atau “r” yang diucapkan orang Jepang. Orang Timur mengungkapkan
sesuatu secara tidak langsung (indirect speech) sebagai bentuk kesopanan dan kesannya
baik sementara orang barat lebih menyukai untuk mengatakan suatu maksud secara apa
adanya (direct speech).
Tidak membuat tafsiran yang terlalu dini dalam komunikasi antar budaya adalah suatu hal
yang mendorong efektifitas komunikasi dimana lebih dari satu budaya berinteraksi.
Memahami situasi bahwa pesan atau kesan yang dicerna berasarkan budaya tertentu
belum tentu sama dengan pesan atau kesan yang dimaksudkan berdasarkan budaya
lainnya adalah suatu hal yang bijak bila diterapkan dalam komunikasi.
Pada konteks jender, laki-laki dengan gaya monologik pada umumnya akan mendominasi
pembicaraan dengan penyampaian pesan sebagai suatu informasi (report talk) secara
utuh sedangkan perempuan dengan nuansa keharmonisan akan menyampaikan pesan
dengan untaian kata-kata pendukung yang diperlukan (rapport talk) untuk melengkapi inti
pesan dengan hal-hal (terkait) lainnya.
24
menginterpretasikan) pesan secara akurat dan merespon sebagai upaya untuk
mendukung fungsi dan tujuan pesan tersebut.
d) Bicara (speaking)
Sebagaimana “mendengar”, “bicara” pun merupakan salah satu bagian dari struktur
komunikasi (oral communication) dimana terdapat susunan kata-kata dilisankan sebagai
bagian dari komunikasi verbal dan dipadukan intonasi (variasi titinada dan
penekanannya), paralanguage (berbicara tetapi tidak dengan kata-kata yang biasa
digunakan) serta pergerakan angota tubuh dan wajah (kinesik) sebagai komunikasi
nonverbal.
Layanan itu dapat dikatakan sebagai suatu tindakan yang memberikan kontribusi
kepuasan kepada orang lain, ada yang memberikan dan ada pula yang menerima layanan
serta dilakukan berdasarkan pemikiran rasional yaitu adanya kebutuhan dan keinginan.
Dalam hal perpustakaan melakukan pemberian layanan maka yang dilayani adalah para
pengunanya yang dalam konteks korporasi disebut sebagai konsumen dan bila terjadi
berulang-ulang disebut pelanggan (customer).
Kegiatan layanan mengisyaratkan adanya interaksi antar korporasi antar pribadi atau
pribadi dan korporasi kedua belah pihak berkeinginan untuk memperoleh kepuasan. Yang
menerima layanan merasa puas karena kebutuhan dan keinginannya terpenuhi dan yang
memberi layanan puas karena dapat berkontribusi memenuhi kebutuhan dan keinginan
pihak lain.
Ukuran kualitas layanan ditentukan berdasarkan perbandingan atau rasio antara layanan
yang diterima dan layanan yang diharapkan. Makin besar nilai perbandingan tersebut
makin tinggi kualitas layanannya. Khusus untuk perpustakaan, identitas layanan pada
25
bukanlah sebatas sebuah meja-layanan dimana pemustaka dapat menanyaan tentang
ada atau tidaknya buku (print-based library) yang mereka perlukan untuk dipinjam tetapi
juga kepuasan suasana komunikasinya.
Pengertian komunitas perpustakaan dapat dibatasi sebagai pemustaka dan dalam hal ini
(Matthews, 2009) menyebutkannya sebagai pelanggan (customer) dengan rincian
klasifikasi: Penggunaan kata “customer” oleh Matthew semata-mata karena menggunakan
terminologi kegiatan korporasi dan dapat digantikan dengan kata lain sesuai kebiasaan
atau kesepakatan bidang masing-masing tanpa mengubah artinya.
Perorangan yang memiliki kartu perpustakaan dan dapat dibagi menjadi frequent
customers atau pemustaka aktif yang dalam satu bulan memanfaatkan layanan
perpustakaan lebih dari dua kali, moderate customers untuk yang dua kali dalam sebulan
dan yang memanfaatkan layanan perpustakaan hanya beberapa kali di tahun
sebelumnya.
Perorangan yang memiliki kartu perpustakaan tetapi selama tahun lalu tidak
memanfaatkan layanannya sehingga dapat disebut sebagai pemustaka pasif.
Masyarakat atau komunitas yang selama ini tidak perduli akan keberadaan perpustakaan
dalam bentuk tidak pernah mengunjungi perpustakaan, ada yang sebenarnya tertarik
(enticed) dan ada yang tidak sama sekali.
26
3.5.1 Kepercayaan (Reliability)
Tingkat keperdulian dan perhatian pustakawan dapat dirasakan sebagai layanan yang
dikhususkan untuk para pemustaka melebihi tingkat keperdulian yang diwajibkan sekolah.
Kesan positif selalu muncul dari tampilan fasilitas fisik, perlengkapan perpustakaan dan
pustakawannya. Apabila kesan positif tersebut dapat dimunculkan maka para pemustaka
akan merasa nyaman dalam memaanfaatkan layanan pemustaka.
27
3.6 Perilaku Layanan Perpustakaan Sekolah
Bagi setiap orang, sekolah merupakan tempat dimana kegiatan pendidikan dan
pembelajaran dilakukan. Proses pendidikan mencakup bidang keilmuan sedangkan
proses pembelajaran lebih luas lagi karena pembentukan watak terdapat di dalamnya.
Unsur komplementer utama yang melekat dalam kegiatan tersebut adalah kepustakaan.
Tanpa unsur tersebut maka kegiatan pendidikan dan pembelajaran tidak dapat berjalan
dengan baik.
Sebagai bagian yang turut andil dalam kegiatan pendidikan dan pengembangan watak
para murid, hubungan interpersonal dapat muncul di antara pustakawan dan pemustaka
(guru atau murid) secara spesifik yang berbeda dengan bentuk hubungan pada
perpustakaan publik. Mengingat perbedaan usia antara pustakawan dan pemustaka
(murid) maka bentuk pertemanan, kekeluargaan di samping bentuk hubungan pekerjaan
dapat muncul di perpustakaan.
28
3.7.2 Komunikasi Interpersonal di Perpustakaan Sekolah
Feedback
termasuk hubungan unsur-unsur tersebut dalam komunikasi yang akan atau sedang
dilakukan, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7 dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Pengaruh komunikasi
b. Proses komunikasi
c. Karakteristik perpustakaan
30
Perpustakaan
Layanan Perpustakaan: Komunitas
● Kualitas. Pengguna Perpustakaan
●Pustakawan ● Kebutuhan Informasi
● Efektivitas.
● Keinginan.
●Fungsi Lainnya
Media Komunikasi;
●Human-Based ●Technology-Mediated
ommunication
Jenis Komunikasi
Gambar 8
Suatu perpustakaan akan berkembang (fungsinya) dengan baik bila logika berfikirnya
adalah bahwa “ia” membutuhkan para pemustaka dan pemikiran bahwa para pemustaka
juga membutuhkan perpustakaan hanyalah akibat. Logika berfikir tersebut membutuhkan
satu fungsi yaitu layanan dan di benak pemustaka identik dengan sosok pustakawannya.
Idealnya dalam layanan perpustakaan adalah bahwa para pemustaka puas karena
kebutuhan dan keinginan informasi terpenuhi, di lain pihak perpustakaan pun puas karena
dapat memenuhi kebutuhan dan keingian (harapan) tersebut.
Sebagai pihak yang berada di garis depan para pustakawan perlu memahami
pengetahuan tentang komunikasi interpersonal secara benar sebagai hard skill (konsep
berbicara dan mendengar serta bentuk verbal dan nonverbal) dan dapat pula
melakukannya dalam konteks layanan kepada pemustaka sebagai soft skill (ramuan yang
tepat untuk konsep dan bentuk tersebut).
Komunikasi merupakan kegiatan menyampaikan dan menerima pesan dari suatu sumber
atau pengirim pesan kepada penerima dengan menggunakan kata-kata (verbal) dan
isyarat (nonverbal). Bila komunikasi terjadi antar pribadi (dua orang atau lebih) disebut
komunikasi interpersonal. Keterampilan seseorang dalam komunikasi interperpersonal
32
ditunjukan pada kemampuan untuk memiliki pengetahuan tentang unsur-unsur komunikasi
(hard skill) dan dapat melakukannya dengan orang lain (soft skill). Unsur-unsur yang perlu
diketahui dan dijadikan dasar dalam melakukan komunikasi interpersonal adalah:
a. Tujuan Komunikasi
Bahwa komunikasi interpersonal dilakukan untuk tujuan (goal) tertentu dan keterampilan
memahami tujuan komunikasi diperlukan untuk meningkatkan kepekaan akan
konsekuensi dari setiap pesan yang disampaikan.
Feedback
Perception Response
Response Perception
Feedback
Gambar 9
b. Memahami Persepsi
c. Mediasi Persepsi
33
Persepsi yang disusun secara benar dan dilanjutkan dengan keterampilan
mengidentifikasikan faktor psikologis yang menyertai upaya pencapaian tujuan komunikasi
menjadi medium (mediating factors) yang efektif dalam merumuskan tanggapan
(response) yang paling tepat untuk disampaikan kepada pemberi pesan.
Memahami tujuan komunikasi yang melekat pada pesan dan disampaikan seseorang dan
menerima pesan dengan persepsi yang benar perlu melalui proses pemikiran secara
selektif dan terorganisasi. Setiap pustakawan perlu memiliki keterampilan tersebut dalam
arti dapat menerima, memahami bentuk-bentuk verbal dan nonverbal pemustaka sehingga
tujuan seseorang yang membutuhkan layanan dapat diterima secara tepat (persepsi) dan
tepat pula respon yang dilakukan.
Dengan menempatkan diri sebagai orang yang perduli, menghargai dan memahami orang
lain tidak otomatis membuat pemustaka menerima kehadiran pustakawan dengan
pemahaman yang sama, mengetahui bentuk pemahaman orang lain terhadap diri sendiri
(knowing yourself) dengan demikian dapat membantu meminimalisasi perbedaan tersebut.
Persamaan pemahaman antara pustakawan dan pemustaka akan mendukung kelancaran
komunikasi interpersonal di antara keduanya dengan suatu pemikiran bahwa kondisi
hubungan tersebut harus dipertahankan atau terpelihara. Hal lain yang diperlukan dalam
komunikasi interpersonal di perpustakaan adalah keterampilan pustakawan dalam
menjembatani perbedaan usia, jender dan latar belakang lainnya antara dirinya dan
pemustaka. Berbeda yang dilayani (perpustakaan sekolah, kampus atau publik) berbeda
pula pendekatan komunikasi interpersonal yang harus dilakukan para pustakawan dalam
kegiatan layanan. Perbedaan pendekatan tersebut tidak perlu mengurangi suatu aksioma
bahwa proses komunikasi yang baik dapat dilakukan dengan cara lebih banyak
mendengar dibandingkan dengan berbicara.
34
Komunikasi yang baik memerlukan lebih banyak proses mendengar dibandingkan dengan
berbicara maka dalam layanan perpustakaan dimana kegiatan komunikasi pasti
dihadirkan, setiap pustakawan secara khusus harus memiliki keterampilan dalam
mendengar aktif (listening). Tentang hal ini (Nelson and Jone, 2006) telah
memperkenalkan sepuluh keterampilan dalam mendengar (listening):
a. Bersikap terbuka
Memahami kondisi bahwa dalam suatu proses komunikasi interpersonal para pelakunya
mempunyai hak untuk berbeda namun wajib untuk saling menerima perbedaan tersebut.
Memahami sudut pandang pembicara dengan baik agar dapat menerima makna pesan
secara lengkap dan benar, tidak membuat prasangka atau dugaan terlalu dini.
c. Berbicara
Menyampaikan pesan dengan bentuk suara yang baik, suara, titi-nada dan uangkapan
lain secara wajar.
d. Menambahkan isyarat
Menampilkan bahasa tubuh yang benar dan mengisyaratkan perasaan terbuka pada saat
mendengar orang lain berbicara.
Mengawali dan mengahiri pertanyaan dengan baik dan benar bila perlu menanyakan
sesuatu penjelasan atas pesan yang diterima.
f. Memahami parafrasa
Memahami bahwa makna dalam suatu pesan tidak sesederhana arti untaian kata-kata
yang disampaikan, ada parafrase di dalamnya.
g. Refleksi perasaan
Dapat menangkap refleksi perasaan yang terkandung dalam pesan yang disampaikan
orang lain.
35
h. Klarifikasi arti pesan
Melakukan klarifikasi atas suatu pesan yang diterima dengan cara mengajukan
pertanyaan dan tidak membuat persepsi bila belum dapat mengangkap makna suatu
pesan secara utuh.
Dapat mengkonfrontasikan suatu pesan yang tidak konsisten antara kata-kata, nada dan
bahasa tubuh, antara kata-kata dan tindakan, antara pernyataan di suatu penggalan
pembicaraan dengan pembicaraan sebelumnya, antara sudut pandang pendengar dan
yang berbicara.
Dalam komunikasi, kesalahpahaman tidak hanya terjadi karena masalah asumsi linguistik
tetapi juga karena asumsi budaya. Pengaruh budaya tidak dapat dipisahkan dalam
konstruksi komunikasi karena merupakan sub-sistem dari interaksi sosial. Kebiasaan
untuk mengenal aturan main dan norma-norma berdasarkan latar belakang budaya-
budaya tertentu akan membantu mengatasi risiko kesalahpahaman tersebut. Devito,
(2004) menjelaskan hal-hal tentang budaya terkait dengan komunikasi interpersonal yang
antara lain adalah bahwa (1) budaya merujuk pada gaya-hidup kelompok yang secara
relatif bersifat khas, di dalamnya terdapat sistem nilai dan keyakinan yang selanjutnya
melekat pada kegiatan komunikasi interpersonal di kelompok tersebut, (2) budaya suatu
kelompok dapat dirasakan antara lain ketika rasa gembira atau sedih perlu disampaikan
baik dalam hubungan pertemanan, percintaan maupun keluarga, (3) budaya dalam
komunikasi interpersonal suatu kelompok tertentu ditransmisikan dari suatu generasi ke
generasi berikutnya melalui proses enkulturasi dan selalu berkembang kerena berinteraksi
dengan budaya kelompok lain sebagai proses akulturasi. Dijelaskan pula tentang adanya
perbedaan budaya dalam komunikasi interpersonal dan dapat dikelompokan menjadi (1)
budaya maskulin dimana suatu tujuan pada umumnya dilakukan dengan nuansa
pemaksaan, ambisi dan kompetisi serta budaya feminin yang lebih diwarnai nuansa
36
sosialiasi dan keakraban hubungan interpersonal dalam bentuk negosiasi dan kompromi
(2) budaya berorientasi individual yang menggunakan dominasi perorangan dan budaya
berorientasi kolektif yang lebih menghargai kebajikan, tradisi, dan kebersamaan.
Pemahaman terhadap budaya tertentu pada saat (akan) berkomunikasi menjadi penting
karena dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) para komunikan
dengan latar belakang budaya yang berbeda membawa keyakinan, sistem nilai dan sisi
pandang masing-masing dalam menggunakan bahasa atau perilaku nonverbal yang
maknanya tidak selalu dipahami sama. (Geert Hofstede, 2001) mengidentifikasikan
adanya lima dimensi perbedaan budaya yang diperoleh dari penelitian tentang cross-
cultural variables di limapuluh negara yaitu;
Semakin jauh rentangan antara pihak yang berkuasa dan kurang berkuasa atau pihak
yang kurang berkuasa dan tidak berkuasa semakin kental penggunaan kewenangan
dalam komunikasi (power distance).
Semakin tinggi tingkat pengabaian terhadap ketidakpastian maka semakin tinggi toleransi
untuk menerima keyakinan serta budaya yang berbeda dan tidak terlalu
mempertimbangkan identitas atau asal usul orang lain (uncertainty avoidance).
37
3.10.5 Periode orientasi
Komunitas yang latar belakang orientasi budayanya memerlukan waktu yang lebih lama
(long term orientation) akan lebih menghargai adanya perbedaan budaya dbandingkan
dengan komunitas yang orientasi budayanya dapat berlangsung lebih singkat (long-versus
short term orientation).
Proses komunikasi sebagai suatu tindakan logis akan diupayakan efektif melalui
eksploitasi unsur verbal maupun nonverbal dalam penyampaian untaian pesan. Identik
dengan penyampaian suatu lukisan indah maka bingkai merupakan pelengkap yang
memperkuat keindahan tersebut dan cara penyampaian yang baik menjadi ukuran
kepatutannya, maka penyampaian untaian pesan dalam dalam proses komunikasi perlu
diiringi unsur retorika sebagai penguat pesan dan etika untuk kepatutannya.
Tentang etika dalam komunikasi interpersonal, terdapat empat prinsip etika yang dapat
diungkapkan (Body and McAllister, 2009) dan dijadikan sebagai referensi agar kepatutan
berkomunikasi dapar diperoleh yaitu;
3.11.1 Kemandirian
Prinsip memberikan kemandirian atau kebebasan (autonomy) kepada pihak lain sehingga
terlepas dari intervensi yang mungkin akan mempengaruhi hak untuk berinterprestasi dan
menentukan pilihan makna atas pesan yang diterima.
Prinsip adanya kewajiban untuk tidak melakukan pencederaan pada proses komunikasi
(nonmaleficence) dalam rangka menghindari memburuknya proses komunikasi.
Prinsip untuk menepatkan diri secara lebih berlapang dada (beneficence) bila mengalami
kesulitan dalam melakukan komunikasi.
39
BAB III
PENUTUP
Bahan ajar komunikasi interpersonal ini disusun sebagai sarana pendukung Diklat Kepala
Perpustakaan Sekolah. Materinya diawali dengan penjelasan tentang pengantar
komunikasi, komunikasi interpersonal dan hubungannya dengan layanan perpustakaan
sekolah agar penjelasan tentang komunikasi interpersonal sebagai bentuk aktivitas sehari-
hari terarah dan dapat dipertangungjawabkan maka pendapat para penulis yang telah
diakui kebenarannya dijadikan sebagai referensi.
Kehadiran bahan ajar ini dalam kegiatan pendidikan dan latihan tidak menjanjikan terlalu
banyak hal kecuali memberikan simpul-simpul tentang komunikasi interpersonal yang
perlu dipahami dan diberi ruang keperdulian agar pada saat melakukannya dalam
keseharian di perpustakaan sekolah selalu lebih baik hasilnya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Berko, Roy., Aitken, Joan E., Wolvin, Andrew (2010). Interpersonal Concepts and
Competencies. Lanham:Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
Berry, Dianne (2006). Health Communication. Theory and Practice. New York: McGraw-
Hill.
Body, Richard & McAllister, Lindy (2009). Ethics in Speech and Language Therapy.
Chichester: Wiley-Blackwell.
Cicarelli, Sandra K., Meyer, Glenn E. (2006). Psychology. New Jersey:Pearson Prentice
Hall.
Hargie, Owen (2006), The Handbook Communication Skill. New York: Routledge
Morreale, Sherwy P,. Spitzberg, Brian H., Barge, J. Kevin (2007). Human Communication
Motivation, Knowledge, and Skills, Second Edition. Bemont: Thomson Wadsworth.
41
West, Richard., Turner Lynn H. (2010). Introduction Communication Theory. New York:
McGraw-Hill.
42