Anda di halaman 1dari 34

PENATALAKSANAN TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN

SINUS PARANASAL PADA KASUS MULTI SINUSITIS DI


INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT AULIA HOSPITAL
PEKANBARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kasus

Praktek Kerja Lapangan II

Disusun Oleh
KARMILA
18002016

PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AWAL BROS PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2020/2021
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek
Kerja Lapangan II pada Program Studi Diploma III Radiologi
Nama : Karmila
NIM : 18002016
Judul Laporan Kasus :“ Penatalaksanan Teknik Pemeriksaan Ct Scan Sinus
Paranasal Pada Kasus Multi Sinusitis Di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Aulia Hopsital Pekanbaru”

Pekanbaru, 25 Februari 2020


Clinical Instructure

NIP : John Hariyadi.AMR

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ” PENATALAKSANAN


TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASAL PADA
KASUS MULTI SINUSITIS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH
SAKIT AULIA HOSPITAL PEKANBARU”.
Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktek Kerja Lapangan (PKL) II Semest er V Prodi D-III Teknik
Radiologi STIKes Awal Bros Pekanbaru y ang bertempat di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Aulia .
Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak akan lepas dari segala bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua STIKes Awal Bros Pekanbaru, Dra. Wiwik Suryandartiwi A., MM
2. Kepala Ruangan Radiologi, John Hariyadi,AMR
3. Clinical Instructure (CI) John Hariyadi,AMR dan Seluruh Radiografer beserta
Staf Instalasi Radiologi Rumah Sakit Aulia hospital pekanbaru
4. Supervisor Institusi, bapak T.Mohd yoshandi,M.Sc
5. Serta pihak lain yang membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari
pembaca, guna memperbaiki laporan kasus selanjutnya. Penulis juga berharap laporan
kasus ini bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca.
Pekanbaru, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan.................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Perkembangan CT-Scan........................................................... 3


B. Anatomi Sinus Paranasal .................................................................... 4
C. Indikasi Sinus Paranasal...................................................................... 7
D. Patologi Snusitisi................................................................................... 7
E. Komponen CT-Scan.............................................................................. 8
F. Parameter CT-Scan............................................................................... 11
G. Teknik Pemeriksaan CT-Scan .............................................................. 15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pemeriksaan Laporan Kasus........................................................ 20


1. Identitas Pasien.............................................................................. 20
2. Paparan Kasus................................................................................ 20
3. Persiapan Alat................................................................................ 20
4. Persiapan Pasien............................................................................ 21
5. Teknik pemeriksaan....................................................................... 21
B. Pembahasan........................................................................................... 23

iii
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 25
B. Saran..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu
dengan ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosa terhadap penderita dilakukan berbagai cara antara lain
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara
radiologis. (Moore, Keith L.2018)
Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara
radiografi yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu
organ di dalam tubuh yang tidak dapat di lihat oleh mata secara langsung serta
mampu memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang mungkin
dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa, contohnya pada pemeriksaan
CT-Scan Sinus Paranasal pada kasus multi sinusitis di instalasi radiologi aulia
hospital pekanbaru.
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan
televisi sehingga mampu menmpilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia
dalam bentuk irisan atau slice. Prinsip kerja CT-Scan menggunakan sinar-x
sebagai sumber radiasi. Sinar-x berasal dari tabung yang terletak berhadapan
dengan sejumlah detektor, dimana keduanya bergerak secara sinkron
memutari pasien sebagai objek yang ditempatkan diantaranya.(Rasad, 2000)
Kecanggihan CT-Scan ini diantaranya dimanfaatkan untuk
mendiagnosa sinusitis karena kelebihannya dalam menampakkan penebalan
mukosa, keadaan dinding sinus, air-fluid level, perselubungan homogen atau
tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding
sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik) yang tidak dapat dinilai dari
foto polos biasa. (Amstrong, 1989)
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut
mengenai teknik pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal dengan kasusmulti

1
sinusitis di Instalasi Radiologi Aulia Hospital Pekanbaru dan mengangkatnya
sebagai laporan kasus yang berjudul “TEKNIK PEMERIKSAAN CT-
SCAN SINUS PARANASAL PADA KASUS MULTI SINUSITIS DI
INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT AULIA HOSPITAL
PEKANBARU”

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan laporan kasus ini Bagaimana
penatalaksanaan Teknik Pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal pada kasus
multi sinusitis di instalasi radiologi Aulia hospital pekanbaru?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan Teknik Pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal pada kasus
multi sinusitis di instalasi radiologi Aulia hospital pekanbaru

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai
referensi bahan ajar dan keperluan pendidikan khususnya di bidang
radiologi.
2. Manfaat Klinis
Secara klinis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat untuk menjadi
acuan sekaligus memperdalam pengetahuan penulis juga pembaca
mengenai teknik pemeriksaan CT=Scan Sinus Paranasal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Perkembangan CT-Scan


Awal perkembangan CT-Scan bermula dari tanggal 11 Agustus 1895,
yaitu dengan ditemukannya radiasi sinar-x oleh seorang ahli fisika
berkebangsaan Jerman yang bernama Wilhem Conrad Rontgen (1845-1923)
yang langsung dinobatkan sebagai pemenang penghargaan Nobel pada saat itu.
Sinar-x memungkinkan orang pertama kali untuk melihat struktur dari
tubuh manusia bagian dalam tanpa melakukan operasi / pembedahan. Namun
sinar-x pada masa ini juga memiliki keterbatasan, yaitu, gambar yang
dihasilkan merupakan superimposisi (overlap) dari obyek yang diamati dan
juga tidak dapat menggambarkan jaringan lunak. Selain itu ada juga masalah
lainnya yaitu, pada teknik radiografi konvensional, jika dua buah obyek yang
memiliki besar yang berbeda, dapat tampak sama besar jika hanya dilhat dari
satu sudut pandang saja. Dan masalah lainnya, jika dua buah obyek yang
berbeda ukuran dan terletak dalam satu garis lurus sinar-x, maka organ yang
kecil tidak dapat terlihat, karena tertutup obyek yang lebih besar.
Pada tahun 1920, dikembangkan suatu teknik yang berusaha memisahkan
gambaran overlapping dari suatu organ yang diperiksa yang dinamakan
Tomografi. Teknik yang dikembangkan adalah dengan menggerakkan tabung
sinar-x dan film dalam kaset secara bersamaan, dan menggunakan fulcrum
sebagai titik focus dari organ yang akan diperiksa.
Organ yang ada di bagian atas dan bawah obyek yang diperiksa akan
tampak blur (samar) sedangkan objek yang diperiksa akan tampak lebih jelas.
Teknik Tomografi ini digunakan pertama kali pada tahun 1935.
Namun demikian teknik ini masih mempunyai beberapa kekurangan,
yaitu hanya area tertentu saja yang berada pada bidang focus yang dapat terlihat
jelas, dan bidang-bidang lainnya yang tidak berada pada bidang focus tidak
dapat terlihat dengan jelas.

3
Sedangkan dunia ilmu pengetahuan terus berkembang dengan pesat. Ilmu
kedokteran modern membutuhkan gambaran yang mampu menampilkan organ
dengan lebih jelas tidak hanya pada organ yang diperiksa, melainkan juga organ
lain disekitarnya.
Pada tahun 1972, Godfrey N. Hounsfield dan J. Ambrose yang bekerja di
Central Research Lab of EMI, Ltd di Inggris menghasilkan Gambar klinis
pertama dengan CT-Scan (Computed Tomography Scan). Dan merupakan
tanda awal dari dimulainya era baru perkembangan diagnostic imajing.
Pada tahun 1974, enam puluh unit CT terpasang. Awalnya pemeriksaan
yang dilakukan hanya terbatas pada CT kepala saja. Dan pada tahun 1975
diperkenalkan pertama kali sebuah Whole Body scanner (CT-Scan seluruh
tubuh) yang digunakan untuk penunjang klinis . Pada tahun 1979, Hounsfield
dan Cormack dianugerahi hadiah nobel.
Pada tahun 1989, W.A. Kalender dan P. Vock melakukan pemeriksaan
klinis pertama dengan menggunakan Spiral CT. Dan pada tahun 1998
mulailah diperkenalkan alat Multi Slice CT (MSCT) dengan 4 slice. Pada
tahun 2000 dikembangkan PET/CT system, kemudian di tahun 2001 telah
dikembangkan CT Scan 16 slice. Pada tahun 2004 dikembangkan teknik CT
Scan 64 slice dan telah lebih dari 40000 instalasi CT untuk aplikasi klinik.
Teknik pencitraan CT sama sekali berbeda dengan teknik pencitraan
radiologi biasa (konvensional). Computed Tomography atau CT adalah sebuah
proses radiologi untuk menghasilkan gambaran dari potongan melintang (trans-
axial) tubuh pasien. Dua buah karakteristik baru yang ada pada gambar yang
dihasilkan pada CT adalah peralatan digital yang menghasilkan gambaran
digital dan gambar irisan mempresentasikan volume / informasi 3 Dimensi.
B. Anatomi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan rongga yang berisi udara yang dilapisi oleh
membran mukosa yang berada disekitar rongga hidung. Rongga udara yang
mengisi sinus paranasal biasanya disebut dengan accessory nasal sinus.
( Bontrager, 2014)

4
Sinus paranasal dibagi menjadi 4 kelompok menurut letak tulang, yaitu
sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus
maksilaris termasuk bagian dari tulang wajah sedangkan frontalis, ethmoidalis
dan sphenoidalis dimasukkan ke dalam golongan tulang cranium.(Kelley dan
Petersen, 1997)
Sinus paranasal mulai mengalami perkembangan pada fetus, tetapi hanya
sinus maksilaris yang memperlihatkan suatu rongga yang perkembangannya
begitu terbatas. Sinus frontalis dan sinus sphenoidalis mulai tampak pada
gambaran Radiografi pada umur 6 – 7 tahun. Sinus ethnoidalis adalah sinus
yang mengalami perkembangan paling terakhir dibandingkan yang lainnya.
Semua sinus paranasal mengalami perkembangan secara maksimal pada akhir
masa remaja. Masing-masing bagian sinus akan dipelajari, dimulai dari sinus
yang paling besar, yaitu sinus maksilaris.
1. Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar. Dulu istilah
yang digunakan untuk sinus maksilaris adalah “antrum” singkatan dari
“Antrum of High More”. Masing-masing sinus maksilaris memiliki
bentuk yang menyerupai suatu pyramid bila dilihat dari anterior, bila
dilihat secara lateral sinus maksilaris lebih nampak seperti kubus.
Sinus maksilaris memiliki dinding tulang yang sangat tipis bagian
bawah dari sinus maksilaris superposisi dengan bagian bawah tulang
nasal. Bila dilihat pada bagian bawah sinus maksilaris adalah terlihat
beberapa coni celekations berhubungan dengan gigi molar 1 dan 2 bagaian
atas. Ada kalanya batas bawah sinus maksilaris mengalami perforasi atau
mengalami perlobangan dan mengakibatkan terjadinya infeksi pada gigi,
mempengaruhi bagian molar dan premolar dan merambat naik ke sinus
maksilaris.
Semua rongga sinus paranassal saling berhubungan dengan lainnya
dan berhubungan juga dengan rongga hidung, yang mana dibagi menjadi
dua ruangan yang sama atau disebut dengan fossa. Pada kasus sinus

5
maksilaris lokasi penghubung antara nasal dan maksilari merupakan
permukaan masuknya ke muiddle nasal meatus dan kemudian diteruskan
ke superior medial aspek dari rongga sinus itu sendiri. (Bontrager, 2001)
2. Sinus Frontalis
Sinus frontal berada diantara bagian dalam dan luar os frontal, ke
posterior membentuk glabela dan jarang berbentuk sebelum umur 6 tahun.
Sinus frontalis pada umumnya dipisahkan oleh septum yang menyimpang
dari satu sisi dengan sisi yang lainnya, dan menghasilkan satu rongga
tunggal. Bagaimanapun rongga yang ada memiliki bermacam-macam
ukuran dan bentuk. Biasanya pada laki-laki ukuranya lebih besar dari
wanita. (Bontrager, 2014)
3. Sinus Ethmoidalis
Sinus ethmoidalis adalah termasuk didalam masses lateral atau
labirin dari tulang ethmoid. Rongga udara sinus ethmoidalis
dikelompokkan menjadi anterior, middle dan posterior collections, tetapi
semua yang ada diatas tidak saling berhubungan. (Bontrager, 2001)
4. Sinus Sphenoidalis
Sinus sphenoidalis berada didalam bodi tulang sphenoid yang
berada dibawah sela tursika. Bodi dari tulang sphenoid terdiri dari sinus
yang berbentuk kubus dan dibagi oleh suatu sekat tipis untuk membentuk
dua rongga. Septum dan sphenoid mungkin tidak sempurna dan
menghasilkan hanya satu rongga karena sinus sphenoid sangat dekat
dengan dasar cranium, kadang-kadang proses pathologi dari cranium
mengakibatkan efek pada sinus tersebut. Suatu contoh adalah demonstrasi
dari suatu air fluid level di dalam sinus sphenoid yang kemudian
mengakibatkan trauma tulang tengkorak. Ini mungkin membuktikan
bahwa pasien mempunyai suatu fraktur dasar kepala yang disebut dengan
“sphenoid effusion”.

6
Gambar 2.1 Anatomis Sinus Paranasal

C. Indikasi Pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasal


1. Sinusitis
Pada kasus sinusitis, CT-Scan akan menampakkan penebalan
mukosa, air-fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada
satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).
2. Infeksi atau alergi
Udara dalam sinus digantikan oleh cairan/ mukosa yang menebal
hebat atau kombinasi keduanya.
3. Mukokel
Merupakan sinus yang mengalami obstruksi. CT-Scan SPN jelas
memperlihatkan ukuran dan luas mukokel.
4. Karsinoma sinus atau rongga hidung
CT-Scan SPN baik dalam menampakkan dekstruksi tulang akibat
tumor, luas dan invasi tumor.(Amstrong, 1989)

D. Patologi Sinusitis
1. Pengertian Sinusitis
Sinusitis merupakan radang mukosa pada sinus paranasal. Sinusitis yang sering
terjadi pada sinus maksilaris. Karena sinus maksilaris merupakan sinus terbesar,

7
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga sekret (drainase) dari sinus
maksila hanya tergantung pada gerakan silia dan dasar dari sinus maksila
adalah dasar akar gigi (prosesus olveolaris) sehingga infeksi dapat
menyebabkan sinusitis maksila. (Soepardi, 2001)
2. Pengertian Pansinusitis
Pansinusitis yaitu suatu keadaan dimana terdapat perselubungan pada seluruh
sinus-sinus, biasanya sering terjadi pada kasus-kasus sinusitis. (Rasad, 1992)
E. Komponen CT-Scan
Ada beberapa komponen penyusun dari sebuah pesawat ct scan.
Komponen-komponen tersebut, meliputi:
1. Meja Pemeriksaan
Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk
dilakukannya pemeriksaan CT-Scan. Bentuknya kurva dan terbuat
dari Carbon Graphite Fiber. Setiap scanning satu slice selesai,
maka meja pemeriksaan akan bergeser sesuai ketebalan slice ( slice
thickness ). Meja pemeriksaan terletak dipertengahan gantry dengan
posisi horizontal dan dapat digerakkan maju, mundur, naik dan
turun dengan cara menekan tombol yang melambangkannmaju,
mundur, naik, san turun yang terdapat pada gantry.
2. Gantry
Gantry merupakan komponen pesawat CT-Scan yang didalamnya
terdapat tabung sinar-x, filter, detektor, DAS ( Data Acquisition
System ).Serta lampu indikator untuk sentrasi. Pada gantry ini juga
dilengkapi denganindikator data digital yang memberi informasi
tentang ketinggian meja pemeriksaan, posisi objek dan kemiringan
gantry.Pada pertengahan gantry diletakkan pasien. Tabung sinar-x
dan detektor yang letaknya selalu berhadapan didalam gantry akan
berputar mengelilingi objek yang akan dilakukan scanning.Ada
beberapa bagian yang terdapat di dalam gantry :1) Tabung sinar-x
Berfungsi sebagai pembangkit sinar-X dengan sifat:a. Bekerja pada

8
tegangan tinggi diatas 100 kVb. Ukuran focal spot kecil 10 – 1 mmc.
Tahan terhadap goncangan2) KolimatorPada pesawat CT-Scan,
umumnya terdapat dua buah kolimator, yaitu:a.Kolimator pada tabunng
sinar-x Berfungsi untuk mengurangi dosis radiasi, sebagai pembatas
luas lapangan penyinaran dan mengurangi bayangan penumbra
dengan adanya focal spot kecil.b.Kolimator pada detektorBerfungsi
untuk pengarah radiasi menuju ke detektor, pengontrol radiasi
hambur dan menentukan ketebalan lapisan ( slice thickness ).3) Detektor
dan DAS ( Data Acqusition system )Setelah sinar-x menembus objek,
maka akan diterima oleh detector yang selanjutnya dan dilakukan
proses pengolahan data oleh DAS. Adapun fungsi detector dan DAS
secara garis besar adalah: untuk menangkap sinar-x yang telah
menembua objek, mengubah sinar-x dalam bentuk cahaya tampak,
kemudian mengubah cahaya tampak tersebut menjadi sinyal-sinyal
electron, lalu kemudian menguatkan sinyal-sinyal electron tersebut
dan mengubah sinyal electron tersebut kedalam bentuk data digital.
3. Komputer
Merupakan pengendali dari semua instrument pada CT-Scan.
Berfungsi untuk melakukan proses scanning, rekonstruksi atau
pengolahan data, menaUmpilkan ( display ) gambar serta untuk
menganalisa gambar.Adapunvelemen-elemen pada computer adalah
sebagai berikut: 1) Input DeviceUnit yang menterjemahkan data-
data dari luar kedalam bahasa computer sehingga dapat
menjalankan program atau instruksi.
4. CPU ( Central Procesing Unit )
Merupakan pusat pengolahan dan pengolahan dari keseluruhan
system computer yang sedang bekerja.Terdiri atas :
a. ALU ( Arithmetic Logic Unit )

9
Berfungsi untuk melaksanakan proses berupa
arithmetic operation seperti penambahan, pengurangan,
pembagian, serta perkalian
b. Control Unit
Berfungsi untuk mengontrol keseluruhan system
computer dalam melakukan pengolahandata.
c. Memory Unit
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan data ataupun
instruksi yang sedang dikerjakan.
d. Output Device
Digunakan untuk menampilkan hasil program atau
instruksi sehingga dapat dengan mudah dilihat
oleh personilyang mengoperasikannya, misalnya CRT
(Cathoda Ray Tube).
e. Layar TV Monitor
Berfungsi sebagai alat untuk menampilkan gambar dari
objek yang diperiksa serta menampilkan instruksi-instruksi
atau program yang diberikan.
5. Image Recording
Berfungsi untuk menyimpan program hasil kerja dari computer ketika
melakukan scanning,rekonstruksi dan display gambar menggunakan:
a. Magnetik DiskDigunakan untuk penyimpanan sementara dari
data atau gambaran, apabila gambaran akan ditampilkan dan
diproses. Magnetic disk dapat menyimpan dan mengirim
data dengan cepat, bentuknya berupa piringan yang dilapisi
bahan ferromagnetic. Kapasitasnya sangat besar.
b. Floppy Disk Biasa disebut dengan disket, merupakan
modifikasi dari magnetic disk, bentuknya kecil dan fleksibel
atau lentur. Floppy disk mudah dibawa dan disimpan.

10
Kapaasitasnya relative kecil (sekarang sudah tidak
digunakan lagi).
6. Operator Terminal
Merupakan pusat semua kegiatan scanning atau pengoperasian
system secara umum serta berfungsi untuk merekonstruksi hasil
gambaran sesuai dengan kebutuhan. G. Multiformat KameraDigunakan
untuk memperoleh gambaran permanen pada film. Pada satu film
dapat dihasilkan beberapa irisan gambar tergantung jenis pesawat CT
dan film yang digunakan.
F. Parameter CT-Scan
Gambaran pada CT-Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas
sinar-X yang mengalami perlemahan serta menembus objek, ditangkap
detektor, dan dilakukan pengolahan di dalam komputer. Penampilan gambar
yang baik tergantung dari kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek
klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka untuk
menegakkan diagnosa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam CT-Scan
dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar
yang optimal.
1. Slice Thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 - 10 mm sesuai dengan
keperluan klinis. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan
gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya yang tipis akan
menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi.
2. Range
Range atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice
thickness. Sebagai contoh untuk CT-Scan thorax, range yang digunakan
adalah sama yaitu 5-10 mm mulai dari apeks paru sampai diafragma.
Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang
sama pada satu lapangan pemeriksaan.

11
3. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi
meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s).
Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada tiap-tiap
pemeriksaan. Namun kadang-kadang pengaturan tegangan tabung diatur
ulang untuk menyesuaikan ketebalan objek yang akan diperiksa
(rentangnya antara 80 – 140 kV). Tegangan tabung yang tinggi biasanya
dimanfaatkan untuk pemeriksaan paru dan struktur tulang seperti pelvis
dan vertebra. Tujuannya adalah untuk mendapatkan resolusi gambar yang
tinggi sehubungan dengan letak dan struktur penyusunnya.
4. Field of View (FoV)
Field of View adalah maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi.
Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm. FoV yang
kecil maka akan mereduksi ukuran pixel (picture element), sehingga dalam
proses rekonstruksi matriks gambarannya akan menjadi lebih teliti. Namun,
jika ukuran FoV terlalu kecil maka area yang mungkin dibutuhkan untuk
keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.
5. Gantry tilt
Gantry tilting adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan
gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan –250 sampai +
250. Penyudutan dari gantry bertujuan untuk keperluan diagnosa dari
masing-masing kasus yang harus dihadapi. Di samping itu, bertujuan untuk
mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif seperti mata.
6. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom pada picture element
(pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Pada umumnya matriks
yang digunakan berukuran 512 x 512 (5122) yaitu 512 baris dan 512
kolom. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar
yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin
tinggi resolusi yang akan dihasilkan.

12
7. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang
digunakan dalam merekonstruksi gambar. Hasil dan karakteristik dari
gambar CT-Scan tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih.
Sebagian besar CT-Scan sudah memiliki standar algorithma tertentu untuk
pemeriksaan kepala, abdomen, dan lain-lain. Semakin tinggi resolusi
algorithma yang dipilih, maka semakin tinggi pula resolusi gambar yang
akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang,
soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada
layar monitor.
8. Window Width
Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang
akan dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam TV monitor.
Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi
matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala
numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini
mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu
CT-Scan kepala pertama kali yaitu Godfrey Hounsfield.
Berikut ini tabel nilai CT pada jaringan yang berbeda
penampakannya pada layar monitor (Bontrager, 2001)

Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

13
Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu

Materi putih +45 Abu-abu menyala

Materi abu-abu +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Air 0

Lemak -100 Abu-abu gelap ke hitam

Paru -200 Abu-abu gelap ke hitam

Udara -1000 Hitam

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk
tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai + 3000 HU. Sedangkan
untuk kondisi udara nilai ini adalah air dengan yang dimiliki – 1000 HU.
Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan
nilai berbeda-beda pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan
demikian penampakan tulang dalam monitor menjadi putih dan
penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi
menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut Gray Scale. Khusus
untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat
menjadi putih jika diberi media kontras Iodine.
9. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampakan gambar. Nilainya dapat dipilih tergantung pada karakteristik
perlemahan dari struktur objek yang diperiksa. Window level ini
menentukan densitas gambar yang akan dihasilkan.

G. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal

14
1. Pengertian
Teknik pemeriksaan CT-Scan SPN merupakan pemeriksaan
radiologi untuk mendapatkan gambaran irisan dari sinus paranasal baik
secara aksial maupun coronal. CT-Scan SPN memberiakan pandangan
yang memuaskan atas sinus dan dapt menilai opasitas, penyebab, dan jenis
kelainan dari sinus. CT-Scan SPN baik dalam memperlihatkan dekstruksi
tulang dan mempunyai peranan penting dalam perencanaan terapi serta
menilai respon terhadap radioterapi. Hal-hal tersebut merupakan kelebihan
CT-Scan SPN dibandingkan dengan foto polos SPN biasa.(Amstrong,
1989)
2. Prosedur Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
Persiapan pasien untuk pemeriksaan CT-Scan SPN adalah sebagai
berikut :
1) Semua benda metalik harus disingkirkan dari daerah yang
diperiksa, termasuk anting, kalung, dan jepit rambut.
2) Jika menggunakan media kontras, alasan penggunaannya harus
dijelaskan kepada pasien.
3) Komunikasikan kepada pasien tentang prosedur pemeriksaan
sejelas-jelasnya (inform consern) agar pasien nyaman dan
mengurangi pergerakan sehingga dihasilkan kualitas gambar yang
baik.
b. Persiapan alat dan bahan
1) Pesawat CT-Scan
2) Alat Fiksasi Kepala
c. Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan CT-Scan SPN dengan kasus mass menggunakan dua jenis
potongan , yaitu potongan axial dan potongan coronal. ( Ballinger,
1995 )
1) Potongan Axial

15
Posisi pasien : pasien berbaring supine di atas meja pemeriksaan.
Kedua lengan di samping tubuh, kaki lurus ke bawah dan kepala
berada di atas headrest (bantalan kepala ). Posisi pasien diatur
senyaman mungkin. b) Posisi objek : kepala diletakkan tepat di
terowongan gantry, mid sagital plane segaris tengah meja. Mid
axial kepala tepat pada sumber terowongan gantry (Weisberg,
1984).

2) Potongan Coronal
Potongan coronal merupakan teknik khusus :
Posisi pasien : pasien berbaring prone di atas meja pemeriksaan
dengan bahu diganjal bantal. Kepala digerakkan ke belakang
(hiperekstensi) sebisa mungkin dengan membidik menuju vertikal.
Gantry sejajar dengan tulang-tulang wajah.
Posisi objek : kepala tegak atau digerakkan ke belakang
(hiperekstensi) sebisa mungkin dan diberi alat fiksasi agar tidak
bergerak (Lowge, 1989).
d. Scane Parameter
1) Scanogram : cranium lateral
2) Slice thickness
axial : 5 mm
coronal : 3 mm
3) Anatomi Coverage
axial : 5 mm di bawah sinus maksilaris sampai sinus frontalis
coronal : 5 mm posterior sinus sphenoideus sampai sinus
frontalis ( Ballinger, 1995 )
4) Standar Alogaritma
axial : algorithma tulang
coronal : algorithma standar
5) kV : 130

16
6) mAs : 60 ( Seeram, 2001)
e. Gambaran Yang dihasilkan

17
18
19
Gambar 2.2 Hasil Gabaran CT SPN

20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pemeriksaan Laporan Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. KA
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 63 Tahun
Alamat : Pekanbaru
No. RM : 198xxx
No. Foto : 172/CT/21
dr. Pengirim :
Tanggal Pemeriksaan : 20 februari 2021
Permintaan Pemeriksaan : CT-Scan Sinus Paranasal
Diagnosa : Multi Sinius
2. Riwayat Pasien
Pada Tanggal 20 Februari 2021,Pasien datang ke unit radiologi Rumah
sakit auli hospital dari poli THT,dengan keluhan sakit di bagian
hidung.pasien dating dari formulir permintaan pemeriksaan,dokter meminta
untuk dilakukan CT-Scan Sinus paranasal untuk menentukan diagnose lebih
lanjut
3. Persiapan Alat
a. Pesawat CT-Scan
Nama Alat : Siemen
Slice : 32

21
Gambar 3.1 Pesawat Ct-Scan Siemens
b. Alat Fiksasi Kepala
c. selimut
4. Persiapan Pasien
Pada pemeriksaan ini tidak ada pemeriksaan khusus,hanya saja pasien
diminta untuk melepas benda logam seperti anting,kalung yang dapat
menggangu hasil CT-Scan Sinus Paranasal
5. Teknik pemeriksaan
Pemeriksaan CT-Scan SPN dengan kasus mass menggunakan dua jenis
potongan , yaitu potongan axial dan potongan coronal. ( Ballinger, 1995 )
1) Potongan Axial
Posisi pasien : pasien berbaring supine di atas meja pemeriksaan.
Kedua lengan di samping tubuh, kaki lurus ke bawah dan kepala
berada di atas headrest (bantalan kepala ). Posisi pasien diatur
senyaman mungkin. b) Posisi objek : kepala diletakkan tepat di
terowongan gantry, mid sagital plane segaris tengah meja. Mid axial
kepala tepat pada sumber terowongan gantry (Weisberg, 1984).

2) Potongan Coronal
Potongan coronal merupakan teknik khusus :
Posisi pasien : pasien berbaring prone di atas meja pemeriksaan
dengan bahu diganjal bantal. Kepala digerakkan ke belakang

22
(hiperekstensi) sebisa mungkin dengan membidik menuju vertikal.
Gantry sejajar dengan tulang-tulang wajah.
Posisi objek : kepala tegak atau digerakkan ke belakang
(hiperekstensi) sebisa mungkin dan diberi alat fiksasi agar tidak
bergerak (Lowge, 1989).
3) Scane Parameter
Scanogram : cranium lateral
4) Slice thickness
axial : 1,5 mm
coronal : 1,5 mm
5) Anatomi Coverage
axial : 5 mm di bawah sinus maksilaris sampai sinus frontalis
coronal : 5 mm posterior sinus sphenoideus sampai sinus frontalis
( Ballinger, 1995 )
6) Standar Alogaritma
axial : algorithma tulang
coronal : algorithma standar
7) kV : 130
8) mAs : 60
9) Gambaran Yang dihasilkan

23
Gambar 3.2 Hasil gambaran CT-Scan sinus paranasl
B. Pembahasan
Teknik pemeriksaan CT-Scan Sinusparanasal dilakukan dengan persiapan
pasien melepas benda benda logam diarea kepala agar tidak menggangu hasil
gambaran.kemudian di lanjutkan dengan posisi pasien sesuai dengan prosedur
dan mengatur potongan untuk melanjutkan pemeriksaan.
Dari hasil pengamatan penulis selama praktik, pemeriksaan CT-Scan
Sinus Paranasal pada kasus Multi sinusitis di Instalasi Radiologi Rumah sakit

24
aulia pada dasarnya telah sesuai dengan teori karena pada kasus ini telah
menggunakan dua jenis potongan yaitu aksial dan coronal, tetapi yang
membedakan-nya dengan teori adalah penggunaan protokol routine head 5MM
recon 1,5 MM dan merecon potongan coronal dengan fitur reformat. Menurut
responden A penggunaan head protocol routine head 5MM recon 1,5 MM adalah
untuk mendapatkan detail gambar yang baik agar kelainan bisa terlihat dengan
jelas. Menurut responden B dengan penggunaan fitur recon untuk potongan
coronal mempunyai keuntungan pasien mendapatkan dosis radiasi seminimal
mungkin,pasien juga nyaman dengan hanya melakukan scanning dengan posisi
supine pengerjaan pemeriksaan-nya juga lebih efisien.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan CT-Scan SPN pada kasus Multi sinusitis
di Instalasi Radiologi ini telah terjadi modifikasi karena perkembangan teknologi
dan kondisional, Radiografer berusaha memberikan radiograf yang berkualitas
tetapi dengan teknik pemeriksaan yang efektif dan efisien.

25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan teknik pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal dengan di
Instalasi Radiologi Rumah Sakit Aulia Pekanaru, penulis menarik kesimpulan
bahwa pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal pada kasus sinusitis di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Aulia Pekanaru selalu menggunakan protocol
pemeriksaan Routine Head 5 MM recon 1,5 MM , yaitu dengan membuat
potongan aksial setebal 5 mm tiap potongan dan potongan coronal setebal 5 mm
tiap potongan. Hal ini dengan tujuan agar semua sinus beserta detail dan
penyebab kelainannya dapat terlihat jelas guna menegakkan diagnosa.
B. Saran
Sebaiknya petugas menggunakan kondisi jaringan untuk potongan cornal
agar bisa mengetahui dimana bagian sinus yang terjadi peradangan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Peter. 1989. Diagnostic Imaging. Second Edition. EGC. Jakarta.

Balllinger, P. W. 1995. Merill’s Atlas of Radiographic Positioning and


Radiologic Prosedur. Volume Two. Eight Edition. Mosby
Company, St Louis.

Bontrager, Kenneth L. 2001. Text Book of Radiographic Positioning


andRelated Anatomy. Mosby A Harcourt Science Company, St .
Louis London Philadelphia Sydey Toronto.

Kelley, Lorrie dan Petersen, Connie. 1997. Sectional Anatomy for Imaging
Professionals. Mosby Year Book, Inc. USA.

Llawge, Sebastian. 1989. Cerebral and Spinal Computerized Tomography.


Copy right by Schering. West Germany.

Pracy, R. J. Siegar, Stell PM. 1989. Pelajaran Ringkas Telinga , Hidung dan
Tenggorokan. Gramedia. Jakarta.

Rasad, S. 1992. Radiologi Diagnostik. FKUI. Jakarta.

Rasad, S. 2000. Radiologi Diagnostik. FKUI. Jakarta.

Seeram, Euclid. 2001. Computed Tomography Physical Principles, Clinical


Applications, and Quality Control. Second Edition. W.B Saunders
Company. USA.

Soepardi. A, E, dan Iskandar, N. 2001. Buku Ajar Telinga, Hidung dan


Tenggorokan. Edisi Lima. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

27
LAMPIRAN
FORMULIR PERMINTAAN PEMERIKSAAN

28
LAMPIRAN
HASIL BACA DOKTER

29

Anda mungkin juga menyukai