Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU TASAWUF

“HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU TAUHID, FIQIH, FILSAFAT,


DAN PSIKOLOGI ”

Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
 Arya Kharisma/201190270
 Cindy Oktaviani
 Kunni Uswatuhasanah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019/2020

1
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tasawuf merupakan suatu sistem latihan dengan kesungguhan (riyadhah-
mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam
kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga
dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.
Di dalam peradaban Islam, selain tasawuf terdapat tiga disiplin keilmuan
yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian agama; tauhid, fiqh,
dan falsafah Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-
hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi
tujuan, konsep dan konstribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan
begitu sebaliknya bagaimana konstribusi ilmu keislaman yang lain terhadap
ilmu tasawuf.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan berusaha menjelaskan
hubungan tasawuf dengan keempat disiplin keilmuan lainnya; tauhid, fiqih,
filsafat, dan psikologi.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat uraian di atas, maka studi ini berusaha untuk
menfokuskan perhatian pada beberapa hal berikut:
a. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid?
b. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih?
c. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu filsafat?
d. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka studi ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid
b. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih
c. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu filsafat
d. Dan mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pegertian Tasawuf
Secara lughat, “tasawuf” berasal dari bermacam-macam kata. Menurut
Hamka sebagaimana dikutip oleh M. Solihin dalam buku Akhlak Tasawuf,
tasawuf berasal dari berbagai kata seperti shifa berarti suci bersih, shuf berarti
“bulu binatang”, dan shufah yang berarti “golongan sahabat Nabi yang
memisahkan diri di suatu tempat terpencil di samping masjid Nabi”. Ada juga
yang mengatakan berasal dari kata shufanah yang berarti “sebangsa kayu
mersik yang tumbuh di padang pasir tanah Arab”, atau juga kata shaf yang
berarti “barisan jamaah ketika menunaikan shalat bersama-sama”. Kesemua
pengertian tadi tampaknya mempunyai arti yang dekat kepada tasawuf.
Dilihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu
berusaha memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap dan jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak yang mulia.

B. Hubungan Tasawuf dengan Tauhid, Fiqih, Filsafat, dan Psikologi


1. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Tauhid
a) Pengertian Ilmu Tauhid
Menurut Syeh M. Abduh, ilmu tauhid (ilmu kalam) ialah ilmu yang
membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-
Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang
Rasul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh
dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin
terdapat pada mereka.1
Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus
yang terpenting dan paling utama. Allah SWT berfirman:

ُ ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا‬

1
M. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003), hlm.
2.

4
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq)
melainkan Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)
Seandainya ada orang yang tidak mempercayai keesaan Allah atau
mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka
orang itu dikategorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula
halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari
mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah
kafir.
Ilmu Tauhid juga disebut; Ilmu ‘Aqa’id, Ilmu Kalam, Ilmu
Ushuluddin, Ilmu Ma’rifat. Dari segala pengertian Ilmu-ilmu tersebut,
maka bisa dipahami bahwa Ilmu Tauhid adalah ilmu tentang
ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam;
termasuk di dalamnya persoalan-persoalan gaib.
b) Bidang Pembahasan Ilmu Tauhid
Tauhid mempunyai beberapa bidang pembahasan, diantaranya ada 6
yaitu : Iman kepada Allah, Iman kepada rasul-rasul Allah para
pembawa petunjuk Ilahi, Iman kepada kitab-kitab yang diturunkan
Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada hari akhir, Iman kepada
takdir Allah.
Dari penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa ilmu tauhid
mengandung ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui rasul-rasul-
Nya kepada masyarakat manusia, dan penjelasan para pemuka atau
pakar agama yang membentuk ajaran agama. Ajaran dasar agama
bersifat absolut, sedangkan penjelasan ahli agama bersifat relatif, nisbi,
bisa berubah dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
c) Hubungan dengan Tasawuf
Dalam kaitannya dengan ilmu tauhid, ilmu tasawuf berfungsi
sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman ketuhanan.
Penghayatan yang mendalam melalui hati terhadap ilmu tauhid atau
ilmu kalam menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf

5
merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang
bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran
rohaniah dalam perdebatan ilmu kalam. Sebagaimana disebutkan
bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu
yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliah. Jika tidak
diimbangi oleh kesadaran rohaniah ilmu kalam dapat bergerak ke arah
yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi
memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai
dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan
atau sentuhan secara qalbiyah (hati).2
Tasawuf Islam tidak akan ada kalau tidak ada tauhid, tegasnya
tiada guna pembersihan hati kalau tidak beriman. Tasawuf Islam yang
sebenarnya adalah hasil dari ‘aqidah yang murni dan kuat yang sesuai
dengan kehendak Allah dan Rasul-nya. Perlu diingat bahwa lapangan
tasawuf itu adalah hati.
Beberapa hal yang dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya
hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam menurut Tiswani dalam
bukunya Buku Daras Akhlak Tasawuf :
1) Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa
rohaniah sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah
seorang hamba.
2) Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya,
kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Sementara itu pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau
metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta
upaya untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan.
3) Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran
rohaniah dalam perdebatan kalam.3

2
Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf (Pustaka Setia: Bandung, 2007), hlm. 88.
3
Tiswani, Akhlak Tasawuf (Bina Pratama: Jakarta,2007), hlm. 95-96.

6
2. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Fiqih
a) Pengertian Ilmu Fiqih
Kata fiqih (‫ )فقه‬secara bahasa memiliki dua makna. Makna pertama
adalah al-Fahmu al-Mujarrad, yang artinya adalah mengerti secara
langsung atau sekedar mengerti saja. Makna yang kedua adalah al-
Fahmu al-Daqiq, yang artinya adalah mengerti atau memahami secara
mendalam dan lebih luas.
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama
dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Al Imam Abu Hanifah
mempunyai definisi yang unik tentang fiqih, yaitu: Mengenal jiwa
manusia terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Sebenarnya
definisi ini masih terlalu umum, bahkan masih juga mencakup wilayah
akidah dan keimanan bahkan juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga
fiqih yang dimaksud oleh beliau ini disebut juga dengan istilah Al Fiqh
al Akbar.
Adapun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup istilah fiqih
yang dikenal para ulama adalah:4
‫ْال ِعلم با ألحكا م الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية‬
"Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah
(perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci."
Dalam artian ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum
Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang
wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil
yang jelas (tafshili).  Produk ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan
kaidah-kaidah istinbath (mengeluarkan) hukum dari sumbernya
dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”.

b) Bidang Pembahasan Ilmu Fiqih

4
Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1, hlm.21.

7
Ilmu Fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi segala
sesuatu, memberi ketentuan hukum terhadap semua perbuatan
manusia, baik dalam urusan pribadinya sendiri maupun dalam
hubungannya dengan manusia lain dan dalam hubungannya dengan
umat yang lain.
Pembahasan Ilmu Fiqh pada dasarnya dibagi menjadi dua bidang,
yaitu bidang Ibadah dan bidang Mu’amalah. Bidang mu’amalah ini
bisa disebut juga bidang adat (al-‘adat) yaitu aturan-aturan yang
dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia sebagai perorangan
maupun sebagai golongan, atau dengan perkataan lain, aturan-aturan
untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan duniawi.5
Apabila pembidangan itu hanya dua, maka pengertian mu’amalah
disini adalah mu’amalah dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk
bidang–bidang hukum keluarga, pidana, perdata, acara, hukum
internasional dan lain sebagainya. Sebab, ada pula pengertian
mu’amalah dalam arti yang sempit, yaitu hanya menyangkut hukum
perdata saja.
Berdasarkan penjelasan di atas, bisa diambil sebuah pemahaman
bahwa pembidangan ilmu fiqh menjadi dua bagian besar, yaitu Bidang
Fiqh Ibadah Mahdhah adalah aturan yang mengatur hubungan muslim
dengan Allah SWT. dan bidang Fiqh Mu’amalah dalam arti yang luas,
yakni interaksi keseharian seorang muslim dalam bermasyarakat.
c) Hubungan dengan Tasawuf
Sebagaimana yang kita ketahui, pembahasan kitab-kitab fiqih
selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci), lalu berlanjut pada
persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih
tentang thaharah dan lainnya tidak secara langsung terkait dengan
pembicaraan nilai-nilai ruhaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa
lebih bermakna jika disertai pemahaman ruhaniah.

5
A. Hanafi M.A., Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
hlm. 32.

8
Untuk memberikan pemahaman keruhaniahan dalam fiqih, ilmu
tasawuf tampaknya merupakan pilihan yang paling tepat. Karena di
dalam tasawuf terdapat pembahasan yang mayoritas bersifat batiniyah.
Sehingga tasawuf dapat memberikan corak batiniyah terhadap fiqih.
Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan khusyu’ berikut
jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan
kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih.
Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa
perjalanan ruhaniah.6
Ma’rifat secara rasa (al-Ma’rifat al-Dzauqiyah) terhadap Allah
melahirkan pelaksanaan terhadap hukum-hukum-Nya secara
sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang
menuduh perjalanan menuju Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan
melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.
Hal ini sangat menegaskan bahwa Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqih
adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus
menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan
terhadap kedua disiplin ilmu sangat beragam sesuai dengan kadar
kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fiqih, yang
terkesan sangat formalistic-lahiriah, menjadi sangat kering atau kaku
dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak
diisi dengan muatan kesadaran rohaniah yang dimiliki oleh tasawuf.
Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap merasa
suci sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang
diatur dalam fiqih.7
Keterkaitan antara Ilmu Fiqih dengan Ilmu Tasawuf :
1) Ilmu Tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk
melaksanakan hukum-hukum fiqih.

6
Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 90.
7
Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf , hlm. 91-92.

9
2) Ilmu Fiqih merupakan jembatan yang harus dilalui oleh seseorang
yang ingin mendalami ajaran tasawuf.
3) Tasawuf dan Fiqih merupakan dua disiplin ilmu yang saling
menyempurnakan.8
3. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Filsafat
a) Pengertian Ilmu Filsafat
Filsafat adalah kata majmuk yang berasal dari bahasa yunani
philosophia dan philoshopos. Philo, berarti cinta (loving), sedangkan
Sophia atau sophos, berarti pengetahuan atau kebijaksanaan (wisdom)
Jadi, filsafat secara sederhana berarti cinta terhadap pengetahuan atau
kebijaksanaan. Pengertian cinta yang dimaksudkan disini adalah dalam
arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan dengan rasa keinginan itulah
ia berusaha mencapai atau mendalami hal yang diinginkan. Demikian
juga yang dimaksud dengan pengetahuan, yaitu mengetahui dengan
mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai ke dasar segala dasar.
Filsafat mempunyai banyak definisi dari para pemikir atau filosof.
Antara lain:
1) Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang
segala yang ada.
2) Aristoteles berpendapat bahwa filsafat merupakan metode atau
cara yang digunakan untuk menyelidiki sebab dan asal suatu
benda.
3) Al–Farabi menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam yang ada dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya.
4) Immanuel Kant mendefinisikan bahwa filsafat adalah ilmu
pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di
dalamnya empat persoalan, yaitu 1) apakah yang dapat kita
ketahui (metafisika), 2) apakah yang boleh kita kerjakan

8
Tiswani, Akhlak Tasawuf , hlm. 98-99.

10
(etika), 3) sampai dimanakah harapan – harapan kita (agama),
dan 4) apakah yang dinamakan manusia (antropologi).
5) Harun Nasution menyatakan pendapatnya bahwa filsafat
adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak
terikat tradisi, agama atau dogma) dan dengan sedalam–
dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
filsafat ialah suatu proses berfikir rasional dalam mencari hakikat
sesuatu secara sistematis, menyeluruh dan mendasar. Dikatakan
menyeluruh karena berfikir berdasarkan logika yang rasional untuk
memahami segala sesuatu termasuk diri sendiri yang hakikatnya
mencari kebenaran yang harus dinyatakan dalam bentuk komprehensif.
Dan dikatakan mendasar karena mampu memberikan penjelasan
pengalaman atau kenyataan empiris sampai ke dasar–dasarnya sehingga
tidak ada suatu yang tabu bagi kegiatan berfikir filsafat.
b) Bidang Pembahasan Filsafat
Adapun objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
1) Ontologi (al-Wujud)
Pembahasan ontologi mencakup hakekat segala yang ada (al-
Maujudat). Pada umumnya bahasan “yang ada” terbagi menjadi
dua bidang, yakni fisika dan metafisika. Bidang fisika mencakup
tentang manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang
terkandung di dalamnya, baik benda hidup maupun benda mati.
Sedangkan metafisika membahas ketuhanan dan masalah imateri.
2) Epistemologi (al-Ma’rifat)
Pembahasan epistemologi bersangkutan dengan hakikat
pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa
pengetahuan dapat diperoleh.
3) Aksiologi (al-Qoyyim)
Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai. Dalam
menentukan hakikat atau ukuran baik dan buruk dibahas dalam

11
filsafat etika atau akhlak. Dalam menentukan hakikat atau ukuran
benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam
menentukan hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam
filsafat estetika atau jamal.
c) Hubungan dengan Tasawuf
Dalam segi praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir.
Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti
berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-
sungguh.9 Filsafat adalah orang yang memikirkan hakikat segala
sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Jadi, ilmu filsafat
ditinjau dari segi praktis adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Adapun ilmu tasawuf yang berkembang di dunia Islam tidak dapat
dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat
dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur
harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya
terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat.
Kajian-kajian tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata
telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Kajian-kajian
kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan
dalam tasawuf. Menurut sebagian ahli tasawuf, jiwa adalah roh setelah
bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh
yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini
akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun
roh.10
Oleh karena itu, Ilmu tasawuf sangat erat kaitannya dengan ilmu
filsafat. Menurut Tiswani dalam bukunya Buku Daras Akhlak Tasawuf
menyatakan :

9
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Rosda Karya: 2003), hlm. 124
10
Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 92.

12
1) Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan
yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.
2) Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu
tasawuf  pada aplikasi.
3) Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan
sedangkan filsafat landasannya berpijak pada rasio dan
kepandaian menggunakan akal pikiran.
4) Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.11
4. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa (Psikologi)
a) Pengertian Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang sudah mulai berkembang sejak abad
17 dan 18 serta nampak pesat kemajuannya pada abad 20. Pada
awalnya ilmu ini adalah bagian daripada filsafat sebagaimana pula
ilmu-ilmu yang lain seperti misalnya ilmu hukum tatanegara maupun
ilmu ekonomi, namun kemudian memisahkan diri dan berdiri sebagai
ilmu tersendiri.12
“Psikologi“ berasal dari perkataan Yunani ”Psyche” yang artinya
jiwa, dan ”Logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologi
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.13
Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa, psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Chaplin psikologi adalah
ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia dan hewan, juga
penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan
kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan
peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.
Menurut Rosleny Marliany, psikologi dapat diartikan ilmu jiwa.
Makna ilmu jiwa bukan mempelajari jiwa dalam pengertian jiwa
11
Tiswani, Akhlak Tasawuf, hlm. 97.
12
Sudarsono Ardhana, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum (Surabaya: Usaha Nasional, 1963),
hlm. 3.
13
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 1.

13
sebagai soul atau roh, tetapi lebih mempelajari kepada gejala-gejala
yang tampak dari manusia yang ditafsirkan sebagai latar belakang
kejiwaan seseorang atau spirit dari manusia sebagai mahluk yang
berjiwa.14
Pengertian psikologi di atas menunjukkan beragamnya pendapat
para ahli psikologi. Perbedaan tersebut bermuasal pada adanya
perbedaan titik berangkat para ahli dalam mempelajari dan membahas
kehidupan jiwa yang kompleks ini. Dan dari pengertian tersebut paling
tidak dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dimana
individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Dalam
artian bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu
maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah
laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang
meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain sebgainya,
sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan,
berperasaan dan lain sebagainya.
b) Bidang Pembahasan Psikologi
1) Objek Material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari atau
diselidiki, atau suatu unsur yang ditentukan atau sesuatu yang
dijadikan sasaran pemikiran, objek material mencakup apa saja,
baik hal-hal konkret (kerohanian, nilai-nilai, ide-ide). Dan
Objeknya yaitu manusia.
2) Objek Formal adalah cara memandang, cara meninjau yang
dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek materialnya serta
prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal juga digunakan
sebagai pembeda ilmu yang satu dengan ilmu yang lain
(antropologi, sosiologi, dan lain-lain). Objeknya yaitu dari segi
tingkah laku manusia, objek tersebut bersifat empiris atau nyata,

14
Rosleny Marliany, Psikologi Umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 13.

14
yang dapat diobservasi untuk memprediksi, menggambarkan
sesuatu yang dilihat. Caranya melihat gerak gerik seseorang,
bagaimana ia melakukan sesuatu dan melihat dari matanya.15
c) Hubungan dengan Tasawuf
Pembahasan Tasawuf sangat erat kaitannya dengan pembahasan
penyucian diri atau jiwa manusia. Dalam hal ini akan terlihat adanya
hubungan antara jiwa dan raga manusia, dimana ketika seseorang
melakukan proses penyucian jiwa melalui riyadhah, maka akan terjadi
proses transformasi diri. Misalnya ketika seseorang sudah berhasil
menahan diri dari sifat amarah, maka akan terpancar pada dirinya sifat
penyabar. Karena orang lain akan tahu bahwa seseorang itu penyabar
dari penampilan dirinya. Adanya keterkaitan antara jiwa dan raga
dalam pembahasan tasawuf inilah yang menjadikan tasawuf erat
hubungannya dengan psikologi yang banyak membahas tentang jiwa.
Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang  lebih ditekankan pada
personality (kepribadian) disebut dengan Transpersonal Psikologi.
Kalau dulu istilahnya kesehatan mental.
Problem kepribadian (mental) meliputi semua unsur jiwa termasuk
pikiran, emosi, sikap, dan perasaan; yang mana semua itu akan sangat
mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Dalam
hal inilah muncul dua kondisi manusia yaitu yang sehat mental dan
yang kurang sehat mental. Orang yang sehat mental adalah orang yang
mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadinya sehingga
kebahagiaan dalam hidupnya. Misalnya ketika ada  masalah dia tidak
mudah stres, tapi mencoba mencari solusi pemecahannya dengan cara
mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang sehat mentalnya
tentulah tercermin dalam diri orang yang baik kepribadiannya yang
sangat tercermin dalam tingkah laku atau akhlaknya.
Sebaliknya, golongan yang kurang sehat mentalnya sangatlah luas,
mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dari orang

15
Alex Sobur, Psikologi Umum, hlm. 42.

15
yang merasa terganggu kesehatan hatinya, sampai orang yang sakit
jiwa. Gejala-gejala umum yang terdapat pada mereka yang kurang
sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, misalnya dalam segi perasaan;
yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, rasa gelisah, rasa iri, rasa
sedih yang tidak beralasan, dan lain sebagainya.16
Perhatian pakar ilmu jiwa kontemporer lebih banyak dicurahkan
untuk membahas persoalan “kesadaran” dan “ketidak-sadaran”,
dorongan-dorongan kejiwaan, kecenderungan, aktifitas kejiwaan dan
akal, pikiran individu dan kelompok serta membahas berbagai teori
ilmu jiwa yang berbeda-beda. Sekalipun pakar ilmu jiwa kontemporer
telah banyak membicarakan persoalan yang terkait dengan kejiwaan,
akan tetapi tidak pernah menyinggung permasalahan hakikat jiwa dan
hakikat penyakitnya. Mereka hanya berhenti pada tingkatan fenomena
lahirnya kejiwaan saja.17
Sesungguhnya kaum sufi adalah orang-orang yang telah
memberikan sumbangan studi kejiwaan dengan membahas tentang
siratan-siratan hati dan kendala-kendala jiwa, yang dinilai oleh para
sufi sebagai landasan dalam mengawali suatu perbuatan. Kaum sufi
berpendapat bahwa perilaku lahiriyah manusia sebenarnya bukanlah
merupakan kepribadian manusia, akan tetapi unsur yang paling utama
dalam kepribadiannya adalah “al-Khuluq”, yaitu perilaku batin. Al-
Khuluq merupakan lembaga yang solid di dalam jiwa manusia yang
dapat menampilkan segala bentuk perbuatan dengan mudah tanpa
memerlukan proses berpikir dan pandangan.18
Perlu diketahui, terapi jiwa sufistik ternyata bukan hanya
merupakan teori semata, akan tetapi juga merupakan terapan. Para sufi
telah membuat diagnosa bagaimana cara mereka memberikan
pengobatan kejiwaan bagi para pasiennya. Mereka kaum sufi
menjelaskan kepada pasiennya bagaimana cara untuk mencapai
16
Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 95.
17
Amir an-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), hlm. 142.
18
Amir an-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, hlm. 142.

16
kesempurnaan jiwa, melalui pengembangan ruh keimanan di dalam
jiwa-jiwa yang lemah serta menghimbau mereka agar menyucikan jiwa
dan niatnya, memperkuat azamnya dan menyerahkan segala persoalan
yang sedang dihadapi kepada Allah, mengajak mereka agar menjadi
pribadi tawakal, penuh dengan kejujuran dan keikhlasan, serta makan
dengan makanan yang halal. Kemudian para sufi beranjak kepada
pengobatan kejiwaan yang kacau, lemah, melalui dzikir yang benar
yang dapat memberikan ketenangan kepada jiwa dan hati.19
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa tasawuf dan
psikologi memiliki hubungan yang erat sekali, hal ini juga dapat kita
lihat dari uraian berikut:
1) Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa
atau bathin manusia, begitu juga ilmu psikologi.
2) Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal
apa saja yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu
tasawuf memberikan langkah-langkah praktis agar orang
senantiasa dapat memiliki mental yang sehat dan bathin yang
suci.
3) Ilmu tasawuf memberikan obat bagi penyakit-penyakit mental
manusia. Mental menjadi sakit bila manusia tidak tenang
bathinnya dan jauh dari Allah. Ketidak-tenangan ini membuat
manusia menjadi sakit mental, dan akhirnya akan bermuara
pada prilaku yang tidak normal dan selalu melanggar norma-
norma akhlak yang berlaku.20

BAB III

19
Amir an-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, hlm. 202
20
Tiswani, Akhlak Tasawuf, hlm. 101

17
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada pembahasan ini dapat penulis simpulkan, bahwa sebagai sebuah
disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat terlepas dari keterkaitannya
dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya yakni ilmu, tauhid, fiqih, filsafat, dan
bahkan psikologi. Bisa dikatakan keseluruhannya memiliki hubungan yang
sangat erat. Adapun rincian hubungan tasawuf dengan keempat disiplin ilmu
tersebut, diantaranya sebagai berikut:
Hubungan tasawuf dengan Tauhid
1) Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah
sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah seorang hamba.
2) Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya,
kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Sementara itu pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode
praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya untuk
menyelamatkan diri dari kemunafikan.
3) Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah
dalam perdebatan kalam.
Hubungan tasawuf dengan Fiqih
1) Ilmu tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk
melaksanakan hukum-hukum fiqih.
2) Ilmu fiqih merupakan jembatan yang harus dilalui oleh seseorang yang
ingin mendalami ajaran tasawuf.
3) Tasawuf dan fiqih merupakan dua disiplin ilmu yang saling
menyempurnakan.
Hubungan tasawuf dengan Filsafat
1) Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni
mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.
2) Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu tasawuf 
pada aplikasi.

18
3) Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan sedangkan
filsafat landasannya berpijak pada rasio dan kepandaian menggunakan
akal pikiran.
4) Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.
Hubungan tasawuf dengan Psikologi
1) Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa atau bathin
manusia, begitu juga ilmu psikologi.
2) Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal-hal apa saja
yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu tasawuf
memberikan langkah-langkah praktis agar orang senantiasa dapat memiliki
mental yang sehat dan bathin yang suci.
3) Ilmu tasawuf memberikan obat bagi penyakit-penyakit mental manusia.
Mental menjadi sakit bila manusia tidak tenang bathinnya dan jauh dari
Allah. Ketidaktenangan ini membuat manusia menjadi sakit mental, dan
akhirnya akan bermuara pada prilaku yang tidak normal dan selalu
melanggar norma-norma akhlak yang berlaku

19
DAFTAR PUSTAKA

ali,Yunasril.1987. pengantar ilmu tasawuf. Jakarta: Pedoman ilmu jaya

an-Najar, Amir. 2001. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf. Jakarta: Pustaka Azzam

Anwar, Rosihan. 2007. Ilmu Tasawuf. Pustaka Setia: Bandung.

Ardhana, Sudarsono. 1963. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum. Surabaya: Usaha


Nasional

Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Rosda Karya

Tiswani. 2007. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Bina Pratama

20

Anda mungkin juga menyukai