Anda di halaman 1dari 13

A.

Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
danmerupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
mengenaisemua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyeranglaki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).Menurut
Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomendan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat.Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
apendisitisadalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan
merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.Menurut
Sjamsuhidayat (2004)

B. Anatomi Fisiologi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 315cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya4. Pada kasus
selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis
appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4. Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5.

Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan
aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh5.
C. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen
appendix sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya
terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan
pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi
appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya
Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga
menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix
oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada
pasien appendicitis yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila
species Lactobacillus species.

D. Tanda dan gejala


Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya
bermuladari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
denganmuntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah yangakan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhananoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya
juga terdapatkonstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan
muntah.Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen
yangmenetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah
akansemakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkansatu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran
kanan bawahdapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002), apendisitisakut
sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radangmendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat.
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah danhilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi,
nyeri tekan dapatdirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney
yang berada antaraumbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat
nyeri tekan, spasme ototdan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnyainfeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar
di belakang sekum, nyeritekan terasa di daerah lumbal. Bila ujungnya ada
pada pelvis, tanda-tanda inidapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasimenunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri
pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter.Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi.
Tandarovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yan
gsecara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan
bawah.Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi
abdomenterjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada
pasien lansia,tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-
tanda tersebutdapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau
proses penyakitlainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia
mengalami rupturapendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-
pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidaksecepat pasien-pasien
yang lebih muda.Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley
(2000),manifestasi klinis apendisitis adalah sebagai berikut:

1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajatr
endah, mual, dan seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan
dansedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan
sejumlah nueritekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan
bawah ,yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih
menyebar;terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi
memburuk.

E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :

a. Apendisitis Akut Sederhana Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan


sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu
aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia,
dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc.
Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum (Rukmono, 2011).

c. Apendisitis Akut Gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mula
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding
apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen (Rukmono, 2011).

d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).

e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal (Rukmono, 2011).

f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).

2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan
disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas
sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

F. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium
(Price, 2005).
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah,
keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi (Mansjoer, 2010).
G. WoC
H. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.


b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat
sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat
infeksi pada ginjal.

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10
jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil
apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.

b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia
basal, atau efusi pleura (Penfold, 2008).

I. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telahditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untukmembatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapatdiberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan
untukmengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,secara
terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metodeterbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelassebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium
danultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapatkeragua
n. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik padakasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau
tidak(Smeltzer C. Suzanne, 2002).Menurut Arief Mansjoer (2000),
penatalaksanaan apendisitis adalahsebagai berikut:

1. Tindakan medis

a. Observasi terhadap diagnosa


Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda
apendisitis,sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting
dilakukanobservasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur
dan tidakdiberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat
diberikan
cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika
memungkinkan,tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang
tidak karenamerupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan
rektum, seldarah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu
dilakukanfoto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus
apendisitis,diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran
kanan bawahdalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.

B. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis
atautoksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang
sangatmenggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah
lambung jikadiperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan
pipa tetapterpasang.
C. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi
sistematikdengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera
setelahterkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan
gangguan sistematiklainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit
persiapan. Pembedahan yangdirencanakan secara dini baik
mempunyai praksi mortalitas 1 %
secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknyad
isebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi
akibatyang tertunda.
 
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan perna
pasan angketsonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambungdapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. 
Selama itu pasiendipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perforasiatau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembalinormal. Kemudian berikan minum mulai 15
ml/jam selama 4-5 jam lalunaikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya diberikan makan saring,dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.Pada hari kedua pasien dapat
berdiri dan duduk diluar kamar. Hariketujuh jahitan dapat diangkat dan
pasien diperbolehkan pulang.

J. Pengkajian keperawatan

a). Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang
dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal
ini klien adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.
b). Keluhan utama
Keluhan utama nyeri bekas luka operasi.
c). Riwayat penyakit sekarang
Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk,
nyeri dirasakan pada luka bekas operasi dengan skala (0-10) dan nyeri
timbul memberat ketika bergerak.
d). Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan
konstipasi sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang
menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman folar kolon sehingga menjadi appendisitis akut.
e). Pola – pola  fungsi  kesehatan    
1). Pola  persepsi  dan  tata  laksana  hidup  sehat
Timbulnya  perubahan  pemeliharaan  kesehatan  karena di
rawat di rumah sakit.
2). Pola  nutrisi   dan  metabolisme 
Klien  yang  di  lakukan  anasthesi   tidak  boleh  makan  dan 
minum  sebelum  flatus.
3). Pola  eliminasi
Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih
menggunakan dower chateter karena masih dalam pengaruh
anastesi, dan pasien akan dilatih untuk berkemih.
4). Pola  aktivitas  dan  latihan
Adanya  keterbatasan  aktivitas  karena  kondisi  klien  yang 
lemah.  Namun, setelah 6 jam pasien diharapkan pasien sudah
mampu untuk bergerak miring kanan dan miring kiri dan
dilanjutkan dengan duduk kemudian berjalan.  
5). Pola  tidur  dan  istirahat
Rasa nyeri akibatpostoperasi
dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat 
mempengaruhi  pola  tidur  dan  istirahat. 
6). Pola  kognitif  perseptual
Sistem  Penglihatan,  Pendengaran,  Pengecap,  peraba dan
Penghidu  tidak  mengalami  gangguan.
7).  Pola  persepsi  dan  konsep  diri 
Klien  dapat  mengalami  cemas  karena  ketidaktahuan  tentang 
perawatan  post operasi appendiks.
8). Pola  hubungan  dan  peran 
Karena  klien  harus  menjalani  perawatan  di  rumah  sakit 
maka  dapat  mempengaruhi  hubungan  dan  peran  klien  baik 
dalam  keluarga  tempat  kerja  dan  masyarakat.
9). Pola  reproduksi  seksual 
Klien tidak mengalami masalah produksi karena bekas
operasi tidak ada hubungannya dengan alat reproduksi.

10). Pola  penanggulangan  stress


Stress  dapat  dialami  klien  karena  kurang  pengetahuan 
tentang perawatanpostoperasi.Gali adanya  stres  pada  klien 
dan  mekanisme  koping  klien  terhadap  stres  tersebut.
11). Pola  tata  nilai  dan  kepercayaan
Adanya dowerchateter dannyeripost operasi  memerlukan 
adaptasi  klien  dalam  menjalankan  ibadahnya .

K. Diagnosa Keperawatan
1). Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
2). Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
3). Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.

L. Rencana tindakan keperawatan


Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam
diharapkan pasien dapat melakukan manajemen nyeri dengan kriteria hasil :
ü  Pasien tampak lebih tenang.
ü  Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan orang
tua.
ü  Pasien tidak meringis kesakitan lagi.
Intervensi :
1.      Observasi skala nyeri pasien.
      R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi.
2.      Beri lingkungan yang nyaman.
      R/ :  Lingkungan berpengaruh terhadap keadaan nyeri pasien.
3.      Lakukan tehnik distraksi.
      R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian pasien
tidak terfokus pada nyeri sehingga pasien dapat memanajemen nyeri.
4.      Pantau perkembangan nyeri pasien.
      R/ : Untuk segera mengambil tindakan rujukan apabila nyeri yang dialami
pasien sudah tidak dapat ditoleransi lagi.
Dx 2 : Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
diharapkan suhu tubuh pasien dapat turun menjadi rentang normal (36,5 –
37,5o C / aksila).
Intervensi :
1.      Observasi TTV.
    R/ : Untuk membandingkan TTV sebelum dan sesudah intervensi dilakukan.
2.      Beri lingkungan yang nyaman.
     R/ : Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keadaan pasien.
3.      Lakukan kompres air hangat.
      R/ : Untuk mengembalikan fungsi termostat dalam keadaan normal.
4.      Ukur TTV.
      R/ : Untuk mengetahui perubahan suhu tubuh pasien.

 Dx 3 : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan


muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
diharapkan kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
ü  Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit normal,
mukosa bibir tidak kering)
ü  Pasien tidak merasa haus.
ü  Pasien tampak segar.
Intervensi :
1.      Kaji tanda-tanda dehidrasi pasien.
R/ : Untuk melihat apakah pasien mengalami tanda-tanda dehidrasi agar
dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan.
2.      Awasi cairan masuk dan cairan keluar.
      R/ : Untuk menjaga keseimbangan volume cairan tubuh.
3.      Apabila pasien menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, berikan cairan
melalui intravena.
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien, jangan memberi cairan per
oral karena pasien yang akan dilakukan tindakan apendiktomi harus
dipuasakan.

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/BAB%20II.pdf

file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/APPEDISITIS-AKUT.pdf

https://www.academia.edu/8958096/Laporan_Pendahuluan_Appendisitis

https://www.academia.edu/27177164/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN
_KEPERAWATAN_APPENDIKSITIS_AKUT

http://anysimplethings.blogspot.com/2015/03/laporan-pendahuluan-
apendisitis.html

Anda mungkin juga menyukai