Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
danmerupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
mengenaisemua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyeranglaki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).Menurut
Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomendan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat.Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
apendisitisadalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan
merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.Menurut
Sjamsuhidayat (2004)
B. Anatomi Fisiologi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 315cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya4. Pada kasus
selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis
appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4. Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5.
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajatr
endah, mual, dan seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan
dansedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan
sejumlah nueritekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan
bawah ,yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih
menyebar;terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi
memburuk.
E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan
disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas
sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
F. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium
(Price, 2005).
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah,
keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi (Mansjoer, 2010).
G. WoC
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10
jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil
apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia
basal, atau efusi pleura (Penfold, 2008).
I. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telahditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untukmembatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapatdiberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan
untukmengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,secara
terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metodeterbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelassebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium
danultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapatkeragua
n. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik padakasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau
tidak(Smeltzer C. Suzanne, 2002).Menurut Arief Mansjoer (2000),
penatalaksanaan apendisitis adalahsebagai berikut:
1. Tindakan medis
B. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis
atautoksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang
sangatmenggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah
lambung jikadiperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan
pipa tetapterpasang.
C. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi
sistematikdengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera
setelahterkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan
gangguan sistematiklainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit
persiapan. Pembedahan yangdirencanakan secara dini baik
mempunyai praksi mortalitas 1 %
secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknyad
isebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi
akibatyang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan perna
pasan angketsonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambungdapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasiendipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perforasiatau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembalinormal. Kemudian berikan minum mulai 15
ml/jam selama 4-5 jam lalunaikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya diberikan makan saring,dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.Pada hari kedua pasien dapat
berdiri dan duduk diluar kamar. Hariketujuh jahitan dapat diangkat dan
pasien diperbolehkan pulang.
J. Pengkajian keperawatan
a). Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang
dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal
ini klien adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.
b). Keluhan utama
Keluhan utama nyeri bekas luka operasi.
c). Riwayat penyakit sekarang
Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk,
nyeri dirasakan pada luka bekas operasi dengan skala (0-10) dan nyeri
timbul memberat ketika bergerak.
d). Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan
konstipasi sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang
menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman folar kolon sehingga menjadi appendisitis akut.
e). Pola – pola fungsi kesehatan
1). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena di
rawat di rumah sakit.
2). Pola nutrisi dan metabolisme
Klien yang di lakukan anasthesi tidak boleh makan dan
minum sebelum flatus.
3). Pola eliminasi
Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih
menggunakan dower chateter karena masih dalam pengaruh
anastesi, dan pasien akan dilatih untuk berkemih.
4). Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang
lemah. Namun, setelah 6 jam pasien diharapkan pasien sudah
mampu untuk bergerak miring kanan dan miring kiri dan
dilanjutkan dengan duduk kemudian berjalan.
5). Pola tidur dan istirahat
Rasa nyeri akibatpostoperasi
dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
6). Pola kognitif perseptual
Sistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan
Penghidu tidak mengalami gangguan.
7). Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang
perawatan post operasi appendiks.
8). Pola hubungan dan peran
Karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit
maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik
dalam keluarga tempat kerja dan masyarakat.
9). Pola reproduksi seksual
Klien tidak mengalami masalah produksi karena bekas
operasi tidak ada hubungannya dengan alat reproduksi.
K. Diagnosa Keperawatan
1). Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
2). Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
3). Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/BAB%20II.pdf
file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/APPEDISITIS-AKUT.pdf
https://www.academia.edu/8958096/Laporan_Pendahuluan_Appendisitis
https://www.academia.edu/27177164/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN
_KEPERAWATAN_APPENDIKSITIS_AKUT
http://anysimplethings.blogspot.com/2015/03/laporan-pendahuluan-
apendisitis.html