PENDAHULUAN
pada 1965 ketika Ikeda dan Wada mengamati penyembuhan lebih cepat dari luka bakar
tingkat dua dalam kelompok penambang batubara yang sedang dirawat karena keracunan
karbon monoksida. . Pengalaman Jepang mendorong minat di negara lain, yang diikuti
serangkaian laporan pengalaman klinis dengan hasil yang menguntungkan. Cianci et al pada
1
tahun 2013 melaporkan data dari beberapa studi penelitian yang dilakukan terhadap manusia
maupun hewan mengenai penggunaan TOHB pada luka bakar dengan hasil yang nyata dan
konsisten dalam perlangsungan proses penyembuhan luka, yaitu antara lain mencegah iskemi
pada kulit, mengurangi edema, memodulasi zona stasis, mencegah penambahan kerusakan
penyembuhan 4. Dewasa ini terapi oksigen hiperbarik (TOHB) telah banyak dimanfaatkan,
ulkus/gangren diabetikum 5.
RSUP Sanglah telah memfasilitasi terapi hiperbarik yang bekerja sama dengan
Hyperbaric Health Australia berjalan sejak bulan Agustus 2004 yang meliputi pelatihan
petugas hiperbarik di dalam dan luar negeri, perbaikan dan pemeliharaan hyperbaric
chamber yang ada di RSUP Sanglah, dan meningkatkan pelayanan hiperbarik berstandar
internasional. Umumnya terapi yang sering digunakan adalah untuk pasien penyelam, dan
Pemberian TOHB pada terapi luka bakar didasarkan pada kondisi fisiologis oksigenasi
jaringan yang mengalami hipoksia/iskemia selama periode edema yang berkembang dalam
tahap awal luka bakar. Penggunaan TOHB dapat meningkatkan tekanan oksigen dalam darah,
dan memberikan efek vasokonstriksi hiperoksi sehingga dapat mengurangi edema jaringan
melalui penurunan permeabilitas kapiler, serta secara langsung mengurangi iskemia jaringan
luka karena efek peningkatan oksigen yang terlarut dalam plasma sehingga dapat
menghambat progresifitas kerusakan jaringan akibat luka bakar8. Kondisi iskemia dan proses
(SOR). Dosis yang digunakan pada TOHB adalah 2-3 ATA sedang tekanan yang lazim
2
Dengan demikian, pengukuran kadar SOR dalam darah merupakan salah satu
cara untuk menilai adanya iskemia jaringan dan dapat digunakan unuk mengevaluasi
efektifitas TOHB pada luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek
oksigen hiperbarik pada luka bakar pada binatang coba tikus, dengan
membandingkan penggunaan pada beberapa level tekanan dalam batas aman dengan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas seperti, api secara langsung (flame) maupun
tidak langsung (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas, sengatan
matahari (sunburn), listrik, maupun bahan kimia, dan lain-lain.6
2.2 Epidemiologi
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global, angka
kematiannya sekitar 195.000 orang per tahun. Menurut Riskesdas 2007, prevalensi luka
bakar di Jawa Tengah adalah 7,2% dari seluruh kejadian cedera total. Data yang
diperoleh dari Unit Luka Bakar RSCM dari tahun 2009 – 2010 menunjukkan bahwa
penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas LPG (30,4%), kebakaran
(25,7%), dan tersiram air panas (19,1%) dengan mortalitas pasien luka bakar mencapai
34%.6 Sebagian besar pasien dirawat karena luka bakar dengan luas 20 – 50%,
menempati angka mortalitas tertinggi (58,25%) dari keseluruhan kasus kematian akibat
luka bakar (34%).7
2.3 Etiologi
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:8,9,10
Suhu
- Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
4
- Benda panas (kontak) :
Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
- Scalds (air panas) :Terjadi akibat kontak dengan air panas
- Uap panas :
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
Zat kimia.
Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denturasi protein, dan rasa nyeri
yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil
sekalipun. Basa kuat banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan
pemutih pakaian. Kemampuan alkali menembus jaringan lebih kuat daripada
asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan
terjadi denaturasi protein dan kolagen.
Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada radioterapi superfisial yang dapat
menimbulkan eritema setempat.
2.4 Derajat
5
b. Luka Bakar Derajat II (Partial thickness burn)
Luka bakar derajat II kedalaman luka mencapai lapisan dermis. Tetapi
masih ada elemen epitel vital yang menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Elemen epitel tersebut terdiri dari sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat dan pangkal rambut. Luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu.
Gejala yang timbul adalah kemerahan / campuran, epidermis rusak, nyeri
sensitif terhadap udara, bengkak, permukaan basah dan berair serta terdapat
gelembung atau bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah
karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat II sering
diakibatkan oleh cairan panas dan ledakan. Luka bakar derajat II dibedakan
menjadi 2:
1. Derajat IIA (Superficial partial thickness burn)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk
sikatriks6.
2. Derajat IIB (Deep partial thickness burn)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa
jaringan epitel sehat tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan
disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu > 1
bulan.
6
Eskar merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan
kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih
rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat, tidak ada bulla dan tidak
terasa nyeri.
2. Zona statis
7
3. Zona hiperemi
2.5 Klasifikasi
Luka bakar dibedakan menjadi 3, yaitu luka bakar ringan, sedang dan berat.15
a) Kriteria luka bakar ringan:
- Luka bakar derajat II < 15%.
- Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
- Luka bakar derajat III< 2%.
8
menggunakan `Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang
terjadi dapat diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang terlibat
oleh karena luka termal. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%, maka
kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian
depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas bagian
bawah adalah 18% dan leher 1%.13
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena
relatif luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk
bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund and Browder untuk anak. Dasar
presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas telapak tangan
dianggap seluas 1%.13
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti
jarak korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan
korban pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat
menentukan derajat keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni
akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke kulit dibandingkan dengan
bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat
menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang
relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah
luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat
maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka bakar
akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi
tubuh.13
9
Gambar 2.4 Diagram zona luka bakar pada luka bakar derajat dua
10
Tabel 2.1 Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada
Permukaan Tubuh.
Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%
2.7 Penanganan
2.7.1 Penanganan awal (primary survey)6,11
Penanganan awal (primary survey) pada pasien luka bakar, sebagai
berikut:
11
e. Environment; memadamkan sumber panas lalu merendam atau
menyiramluka bakar dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya
15 menit, melepaskan pakaian, memeriksa luas luka bakar, memeriksa
adanya trauma penyerta lain, dan menjaga agar pasien tetap hangat.
a. Cara Evans
1) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24
jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang diberikan
akibat edema. Plasma diperlukan untuk mengganti plasma yang
keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis
sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali
cairan yang telah keluar.
3) Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan,
diberikan 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.
12
b. Rumus Baxter
13
primer pasien trauma. Selain itu, ada pula beberapa formula yang
biasa digunakan untuk resusitasi cairan pada centre luka bakar.
2.7.1.2 Monitoring Resusitasi15
Monitoring resusitasi dilakukan melalui urine output. Volume
urin normal pada orang dewasa adalah 0.5 ml/kgBB/jam (atau 30 – 50
ml/jam). Sedangkan pada anak (<40 kg) sebesar 1 ml/kgBB/jam.
Kecepatan infus cairan harus ditingkatkan atau menurun
berdasarkan keluaran urin. Output yang diharapkan harus didasarkan
pada berat badan ideal, bukan berat sebelum trauma luka bakar aktual
(yaitu pasien dengan berat badan 200 kg tidak memerlukan output urin
100 ml per jam). Kecepatan infus cairan harus ditingkatkan atau
dikurangi sepertiga jika output urin turun di bawah atau
melebihi batas tersebut lebih dari sepertiga selama dua jam berturut-turut
Manajemen oligouria
Oliguria berkaitan dengan peningkatan resistensi
vaskular sistemik dan penurunan curah jantung, paling sering
merupakan hasil pemberian cairan yang tidak adekuat. Dalam
situasi seperti itu, diuretik dikontraindikasikan, dan laju infus cairan
resusitasi harus ditingkatkan untuk meningkatkan output urin. Setelah
diuretik telah diberikan, keluaran kencing tidak lagi menjadi alat yang
akurat untuk memantau resusitasi cairan.
2.8 Terapi Oksigen Hiperbarik
Penggunaan oksigen hiperbarik sebagai terapi tambahan luka bakar masih
tetap menjadi bahan pertimbangan dimana masih sering dianggap sebagai sesuatu
yang berbahaya atau mahal (Paul Cianci). Penggunaan terapi oksigen hiperbarik
dalam pengobatan luka bakar termal dimulai pada 1965 ketika Ikeda dan Wada
mengamati penyembuhan lebih cepat dari luka bakar tingkat dua dalam kelompok
Mereka mengikuti observasi kebetulan ini dengan serangkaian percobaan hewan yang
14
mendorong minat di negara lain, yang diikuti serangkaian laporan pengalaman klinis
jaringan akan meningkat. Selain itu, oksigen dapat larut dalam cairan plasma darah
secara fisika yamg turut membantu membawa oksigen ke daerah yang mengalami
hipoksia. Oksigen yang larut tersebut akan keluar ke ekstravaskuler dan ruang intrasel
dengan cara difusi dan kemudian digunakan oleh sel yang selanjutnya akan
meningkat.
Cianci et al pada tahun 2013 melaporkan data dari beberapa studi penelitian
yang dilakukan terhadap manusia maupun hewan mengenai penggunaan TOHB pada
luka bakar dengan hasil yang nyata dan konsisten dalam perlangsungan proses
penyembuhan luka, yaitu antara lain mencegah iskemi pada kulit, mengurangi edema,
Menurut acuan pustaka, pada luka bakar terjadi perubahan respon imunologik
yang mencakup perubahan fungsi makrofag dan gangguan imunitas baik seluler
maupun humoral. Terjadi kerusakan mikrosirkulasi lokal sampai batas terluas selama
12-24 jam pasca luka bakar. Periode dinamis ini dapat terjadi sampai 72 jam setelah
cedera yang kemudian secara cepat diikuti dengan iskemi dan nekrosis. Edema
merupakan ciri yang paling menonjol, dan cepat terjadi pada daerah cedera sebagai
tekanan onkotik interstitial, perubahan pada ruang interstisial, dan kerusakan sitem
15
limfatik. Proses progresif ini dapat berkembang secara drastis selama hari-hari
pertama setelah cedera. Kerusakan yang sedang berlangsung pada cedera termal
berbatasan dengan cedera. Hambatan sirkulasi pada jaringan di bawah cedera karena
edema mengganggu kelembaban luka karena cairan tidak dapat melalui kapiler yang
mengalami trombus dan obstruksi Netrofil merupakan sumber utama dari oksidan dan
hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan jumlah oksigen yang terlarut dalam darah,
hal ini menyebabkan peningkatan oksigen yang dilepaskan pada daerah yang terlibat
di sirkulasi plasma darah sehingga dapat mengurangi hipoperfusi pada daerah luka
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
16
reversibel sehingga mengakibatkan pembentukan ion speroksida bila pasokan
oksigen kembali normal (Suryohudoyo, 1996).
Hiperoksigenasi akan memberi pertolongan terhadap jaringan dengan
perfusi yang rendah karena adanya peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.
Hal ini dapat menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi oedema (Paul
Cianci, 1999). Dengan mencegah pembentukan radikal bebas oksigen
diharapkan dapat mengatasi kondisi iskemi pada jaringan luka bakar.
Maka berdasar kerangka konsep diatas, dapat disusun sebagai berikut
Luka Bakar
Kerusakan
mikrovaskular
Iskemia jaringan
meningkat
Pembentukan Pembentukan
ROS meningkat ROS meningkat
Vasokonstriksi-hiperoksi
ROS menurun
17
3.2 Hipotesis Penelitian
Pemberian oksigen hiperbarik 2,4 ATA pada luka bakar dapat
menurunkan pembentukan SOR dibanding tanpa TOHB.
BAB IV
METODE PENELITIAN
2 2
1 2(Zα + Zβ) Sc
N=
(1−f ) ( Xc−Xt )2
Keterangan :
N = besar sampel
Z α = deviasi standard untuk α = 1,96
Zβ = deviasi standard untuk β = 1,28
Xt = mean kelompok perlakuan
Xc = mean kelompok kontrol
f = proporsi kegagalan
Sc = standard deviasi kontrol
4.3 Variabel Penelitian
18
4.3.1 Klasifikasi variabel :
Variabel independen :
- Oksigen hiperbarik tekanan 2,4 ATA dan 3,0 ATA
Variabel dependen
- Radikal bebas dalam darah
Variabel kendali :
- jenis hewan coba
- jenis kelamin hewan coba
- umur hewan coba
- kesehatan fisik hewan coba
- pemeliharaan dan perawatan hewan coba
Variabel moderator :
- berat badan hewan coba
4.4 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Variabel
Oksigen hiperbarik Pemberian oksigen tekanan tinggi, pada
umumnya 2,4 ATA yang dilaksanakan
dalam ruang udara bertekanan tinggi
(RUBT)
Radikal bebas dalam darah Radikal bebas dalam darah yang diukur
dengan menggunakan alat luminometer
semi automatik LUMAT LB 9507.
Metode pengukuran dengan
menggunakan senyawa luminesen
luminol, dimana bila teroksidasi oleh
hidrogen peroksida dalam lingkungan
alkali akan memancarkan cahaya sebagai
foton bersifat individual.
Jenis hewan coba Hewan coba yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus “Rattus
norvergicus” strain Wistar dari tempat
penangkaran.
Jenis kelamin hewan coba Jenis kelamin hewan coba adalah jantan
Umur hewan coba Umur tikus wistar yang digunakan antara
19
4-5 bulan
Kesehatan fisik hewan coba Hewan yang dipilih sehat fisik, ditandai
dengan keadaan fisik tidak ditemukan
cacat atau luka serta gerakan yang aktif,
sorot mata tajam tak berair, bulu tak
tegak.
Pemeliharaan dan perawatan Selama penelitian, pemeliharaan akan
dilakukan di Laboratorium biokimia
Universitas Udayana bagian
pemeliharaan binatang coba. Tikus
ditempatkan dalam kotak plastik tertutup
kasa kawat berukuran 60x40x15 cm yanf
diisi sekam dan diberi makan Par G pellet
dari PT Comfeed dan minum Aqua.
Berat badan hewan coba Berat badan hewan coba antara 200-250
gram, penimbangan dilakukan dengan
timbangan Torbal (Torsion Balance).
20
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Ruang Hiperbarik RSUP
Sanglah, Denpasar.
4.7.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian direncanakan dari bulan Januari sampai dengan
Oktober 2021.
4.8 Prosedur Pengambulan data
4.8.1 Cara pembuatan luka bakar pada tikus
a. Tikus terlebih dahulu dianestesi dengan eter.
b. Bagian punggung yang akan dibuat luka bakar dicukur bulunya
c. Pembuatan luka bakar dengan merendam punggung selama 30 detik
pada air dengan suhu 70 derajat celcius.
d. Segera dilakukan pemberian cairan resusitasi Ringer Laktat 10 ml.
4.8.2 Pemaparan Oksigen Hiperbarik
Tikus dimasukkan dalam kotak kaca eksperimen, kemudian
dimasukkan dalam RUBT dimulai 30 menit setelah luka bakar, kemudian
dilakukan penekanan sesuai tekanan yang diinginkan yaitu 2,4 ATA. Selama
dalam tekanan diberikan oksigen 100% selama 3 x 30 menit dengan interval 5
menit, kemudian tekanan kembali diturunkan ke normal dalam waktu 5 menit.
Sedangkan tikus sebagai kontrol diletakkan dalam RUBT diberikan
oksigen 3 x 30 menit dengan tekanan 1 ATA.
4.8.3 Pemeriksaan Radikal Bebas
Dilakukan pengambilan darah tikus 2 kali pada saat setelah keluar dan
1,5 jam setelah paparan, dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
Pengambilan darah melalui jantung dan segera dilakukan analisis pemeriksaan
radikal bebas.
21