Anda di halaman 1dari 25

UNIT 1

KONSEP PROFESIONAL GURU

1.1 Capaian Pembelajaran


1.1.1 Sub-CPMK
Setelah mempelajari unit 1 mahasiswa diharapkan mampu:
 Menjelaskan pengertian dan syarat profesi guru
 Menjelaskan sikap professional keguruan
 Menjelaskan tugas dan fungsi guru professional

1.1.2 Tujuan Pembelajaran


Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar profesional guru, pengertian dan syarat
profesi guru, sikap professional keguruan, serta tugas dan fungsi guru professional.

1.2 Materi Pembelajaran


1.2.1 Pengertian dan Syarat Profesi Guru
1.2.1.1 Pengertian Profesi
Istilah profesi secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa
latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli
dalam melakukan suatu pekerjaan,(Sudarwan Danim,2010:103). Selain itu, kata profesi
berasal dari kata “profesion” yang berarti mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan.
Menurut Horby (dalam Ramayulis, 2013: 27), secara leksikal profesi mengandung 2 (dua)
makna.
Pertama, profesi menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess
means to trust) bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama)
atau kredibilitas seseorang
Kedua, profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang tanpa melalui pendidikan atau latihan dalam keahlian tertentu dan
kurun waktu tertentu.
Webster’s New World Dictionary menjelaskan bahwa profesi merupakan suatu
pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal art atau
science dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti
mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya terutama kedokteran, hukum dan
teknologi. Selain itu, Good’s Dictionary of Education menjelaskan bahwa profesi merupakan
suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi
(kepada pengembannya) dan diatur oleh suatu kode etika khusus, (Ramayulis, 2013: 28).
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari
para anggotanya. Artinya, pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang
yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu (Danim,
2010: 14). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa profesi itu merupakan suatu pekerjaan
tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga memperoleh kepercayaan
pihak yang membutuhkan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan profesi sebagai bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan keahlian (seperti ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu.
Profesi bukan sekadar pekerjaan, tetapi vokasi khusus yang memiliki expertise,
responsibility, dan corporatness. Expertise adalah keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan dalam waktu yang lama. Responsibility adalah tanggung jawab.
Seseorang dikatakan bertanggung jawab bila ia berani melakukan sesuatu dan
bertanggungjawab atas segala konsekuensi yang dikerjakan. Corporatness dapat diartikan
sebagai kesejawatan. Oleh karena itu, profesi adalah suatu pekerjaan khusus yang dilandasi
dengan keahlian, tanggung jawab, dan kesejawatan (Rugaiyah, Atiek Sismiati, 2011:6).
Pengertian tersebut mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Kata lainnya, profesi bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Secara
substansinya, profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Supaya
lebih detailnya berikut beberapa pengertian dan definisi profesi dari para ahli, yang dirujuk
dari Suparlan (2008:34):
a. Peter Jarvis (1983: 21), profesi merupakan suatu pekerjaan yang didasarkan pada
studi intelektual dan latihaan yang khusus, tujuannya iyalah untuk menyediakan
pelayanan ketrampilan terhadap yang lain dengan bayaran maupun upah tertentu.
b. Cogan (1983: 27), profesi merupakan suatu ketrampilan yang terdapat dalam
prakteknya didasarkan atas suatu struktur teoritis tertentu dari beberapa bagian
pelajaran ataupun ilmu pengetahuan.
c. Dedi Supriyadi (1998: 95), profesi merupakan pekerjaan atau jabatan yang menuntut
suatu keahlian, tanggung jawab serta kesetiaan terhadap profesi.
d. Siti Nafsiah (2003:23), profesi adalah suatu pekerjaan yang dikerjakan sebagai sarana
untuk mencari nafkah hidup sekaligus sebagai sarana untuk mengabdi kepada
kepentingan orang lain (orang banyak) yang harus diiringi pula dengan keahlian,
ketrampilan, profesionalisme, dan tanggung jawab.
e. Doni Koesoema, (2001:27), profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud
sebagai jabatan di dalam suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu
serta memiliki etika khusus untuk jabatan tersebut serta pelayanan baku terhadap
masyarakat.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi
merupakan pekerjaan yang harus dikerjakan dengan bermodal keahlian, ketrampilan dan
spesialisasi tertentu. Singkat kata profesi menuntut persyaratan khusus dan memiliki
tanggung jawab serta kode etik tertentu. Dapat dikatakan ada persyaratan dibalik predikat
profesi ini. Jadi, jika selama ini profesi hanya dimaknai sekadar “pekerjaan” rupanya itu
salah, karena substansi dibalik profesi terpaut dengan persyaratan. Sedangkan “pekerjaan”
substansi dibalik maknanya tidak terpaut dengan persyaratan. Maka dengan demikian, profesi
tidak bisa disebutkan di dalam semua pekerjaan.
Lugasnya lagi pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang paling mudah bisa
dimengerti oleh masyarakat awam adalah sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah
pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki
mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan
kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit.
Hal inilah yang sekiranya perlu kita luruskan di tengah-tengah masyarakat, karena
selama ini hampir bisa dibilang semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi
adalah sama. Padahal, setelah kita mempelajari secara detail ternyata berbeda. Besar harapan,
semoga, setelah kita mempelajari buku ini, kita bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat tentang perbedaan antara profesi dan pekerjaan.

1.2.1.2 Pengertian Keguruan


Keguruan berasal dari kata dasar guru. Pengertian dan definisi keguruan
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti dalam kelas nomina atau
kata benda sehingga keguruan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua
benda dan segala yang dibendakan. Keguruan dapat dikatakan sebagai perihal pembahasan
yang menyangkut tentang pengajaran, pendidikan, dan metode pengajaran. Contoh: pada
pendidikan tinggi diberikan latihan tentang masalah keguruan.
Dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, profesi keguruan adalah
pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.

1.2.1.3 Pengertian Profesi Keguruan


Setelah kita memahami pengertian profesi keguruan yang secara sistematis terkaji
secara terpisah, kini sekiranya kita semakin bisa memahami bahwa profesi keguruan adalah
segala aktifitas guru sebagai aktor pedidik di lingkungan pendidikan yang terikat oleh suatu
keteraturan dan peraturan. Merujuk Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, profesi keguruan adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru adalah sebuah profesi atau
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi
tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu.
Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat dikatakan bahwa profesi guru merupakan suatu
bidang pekerjaan khusus yang memerlukan keahlian, kemampuan, ketelatenan, dan
pengetahuan yang digunakan untuk melaksanakan tugas pokok mendidik, mengajar,
membimbing, melatih, serta mengevaluasi peserta didiknya agar memiliki sikap dan perilaku
yang diharapkan.
Menurut Usman (2002: 34), profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang
pendidikan keguruan yang memadai. Keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan
tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya, yang tidak pernah mengikuti
pendidikan keguruan. Profesi guru merupakan suatu bidang pekerjaan khusus yang
memerlukan keahlian, kemampuan, ketelatenan, dan pengetahuan yang digunakan untuk
melaksanakan tugas pokok seperti mendidik, mengajar, membimbing, melatih, serta
mengevaluasi peserta didiknya agar memiliki sikap dan prilaku yang diharapkan. Profesi
pendidikan adalah satu kegiatan atau pekerjaan sesuai keahliannya yang diberikan atau
diajarkan kepada peserta didik agar bisa berperan aktif dalam hidupnya sekarang dan masa
datang.
Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational) yang kemudian
berkembang semakin matang serta ditunjang oleh tiga hal keahlian, komitmen, dan
keterampilan yang membentuk sebuah segi tiga sama sisi yang di tengahnya terletak
profesionalisme. Sejalan dengan pemikiran tersebut, secara implisit dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 (pasal 39 ayat 1). tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa guru adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.
Menurut Rugaiyah (2011:6), profesi keguruan adalah pengkajian yang berkaitan dengan
pekerjaan khusus yang membutuhkan keahlian, tanggung jawab dan kesejawatan dalam
rangka memengaruhi anak untuk mencapai manusia dewasa yang selamat dan bahagia.
Saat ini profesi keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging
profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh
profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan
arsitektur (Dedi, 1999:43).
Selama ini di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang
bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai
kebutuhan/kekosongan/ kekurangan guru mata pelajaran di sekolah tersebut, melalui
kelengkapan rekomendari tertentu, misalnya cukup dengan surat tugas dari kepala sekolah.

1.2.1.4 Syarat-Syarat Profesi Keguruan


Kata “syarat” merujuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
janji (sebagai tuntutan atau permintaan yang harus dipenuhi). Kata syarat jika digabungkan
dengan kata profesi keguruan, maka mengandung makna ada tuntutan yang harus terpenuhi
dari profesi keguruan. Supaya mendapatkan pemahaman yang detail, koheren, dan sistematis
tentang syarat profesi keguruan, berikut dijabarkan satu per satu kata tersebut. Sebelum
syarat-syarat profesi keguruan dijabarkan lebih mendalam, mari kita ulas dijelaskan beberapa
syarat-syarat profesi. Berikut ini beberapa syarat profesi menurut Robert W. Richey (dalam
Ramayulis, 2013: 34-35) :
a) Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi.
b) Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang
panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus
yang mendukung keahliannya.
c) Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta
mampu mengikuti perkembangan dalam perkembangan dan pertumbuhan jabatan.
d) Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan
cara kerja.
e) Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f) Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standart pelayanan, disiplin diri dalam
profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g) Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisai dan kemandirian.
h) Memandang profesi sebagai suatu karier hidup dan menjadi seorang anggota yang
permanen.
Sementara itu Tafsir (dalam Ali Mudlofir, 2012:7), mengemukakan sepuluh
kriteria/syarat untuk sebuah pekerjaan yang biasa disebut profesi, yaitu:
a) Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus.
b) Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup.
c) Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal.
d) Profesi adalah diperuntukkan bagi masyarakat.
e) Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.
f) Pemegang profesi memegang otonomi dalam melakukan profesiya
g) Profesi memiliki kode etik
h) Profesi memiliki klien yang jelas
i) profesi mmeiliki organissai profesi
j) Profesi mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lainnya.
Liberman (dalam Ramayulis, 2013: 29–30), syarat sebuah pekerjaan dapat disebut
profesi jika mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitif dan sangat
penting dan dibutuhkan masyarakat.
b) Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut memiliki wawasan,
pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat teoritis yang relevan secara
luas dan mendalam; menguasai perangkat kemahiran teknis kinerja pelayanan
memadai persyaratan standarnya; memiliki sikap profesi dan semangat pengabdian
yang positif dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri dalam
menunaikan tugas yang diembannya dengan selalu memedomani dan mengindahkan
kode etik yang digariskan institusi (organisasi) profesinya.
c) Memiliki sistem pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan ketentuan
persyaratan standarnya bagi penyiapan (pra service) maupun pengembangan (in
service, continuing, development) tenaga pengemban tugas pekerjaan profesional
yang bersangkutan yang lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi
berikut lembaga lain dan organisasi profesinya yang bersangkutan.
d) Memiliki perangkat kode etik profesional yang telah disepakati dan selalu dipatuhi
serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan profesional
yang bersangkutan. Kode etik profesional dikembangkan ditetapkan dan diberdayakan
keefektifannya oleh organisasi profesional yang bersangkutan.
e) Memiliki organisasi profesi yang menghimpun, membina, dan mengembangkan
kemampuan profesional, melindungi kepentingan profesional serta memajukan
kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa mengindahkan kode etiknya dan
ketentuan organisasinya.
f) Memiliki jurnal dan sarana publikasi profesional lainnya yang menyajikan berbagai
karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan pengembangan
para anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat dan khaszanah ilmu
pengetahuan yang menopang profesinya.
g) Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara sosial (dan
masyarakat) dan secara legal (dan penerimah yang bersangkutan atas keberadaan dan
kebermanfaatan profesi termaksud).
Sedangkan Natawidjaja (dalam Soetjipto dan Kosasi, 1994: 16-17) mengemukan
pekerjaan dapat dikatakan profesi jika memenuhi beberapa poin, seperti berikut:
a) Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
b) Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program
dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik
yang memadai dan yang bertanggungjawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan
yang melandasi profesi itu.
c) Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan
memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
d) Ada etika dan kode etik yang mengatur periaku etik para pelakunya dalam
memperlakukan kliennya.
e) Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan itu
sebagai suatu profesi (Natawidjaja dalam Soetjipto dan Kosasi,1994:27).

1.2.1.5 Syarat-Syarat Profesi Keguruan


Tenaga kependidikan adalah tenaga profesi yang berkecimpung di tingkat keguruan atau
persekolahan yang terdiri dari guru, kepala sekolah, konselor, tenaga administrasi sekolah,
laboran, pustakawan, dan pengawas sekolah. Mengingat akan hal tersebut tenaga profesi yang
berkecimpung di tingkat keguruan atau persekolahan dalam hal ini guru, dituntut bisa
menjadi pendidik yang profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut
bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Khusus untuk jabatan guru, syarat profesi kependidikan yang dimaksudkan oleh National
Education Association (NEA) tahun 1948, profesi guru memerlukan persyaratan/kriteria
khusus yaitu:
a) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya yang sifatnya
sangat didominasi kegiatan intelektual. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan anggota profesi
adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya.
b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan
melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok
tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu
khusus yang melatari pendidikan atau keguruan (Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto dan
Kosasi, 1994:19).
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan
pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
Terdapat perselisihan pendapat mengenai hal yang membedakan jabatan profesional
dan non-profesional yaitu dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum. Pertama, yakni
pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang
kedua yakni pendidikan melalui pengalaman praktek bagi jabatan non-profesional (Usman,
2002:23)
d) Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab
hampir tiap tahun guru melakukan kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan
penghargaan kredit maupun tidak. Sekarang ini bermacam-macam pendidikan profesional
tambahan diikuti guru dalam rangka menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang
ditetapkan.

e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.


Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan
titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan
profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun
saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja kebidang lain yang
lebih menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.
f. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan
guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri. Baku jabatan guru
masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah atau pihak lain yang
menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi. Guru
yang baik akan sangat berperan dalam memengaruhi kehidupan yang lebih baik
dari warga negara masa depan. Jabatan guru telah terkenal secara universal
sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk
membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi ataupun
keuangan.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk
dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Melalui beberapa
hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat
dicapai. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) yang ada di Indonesia
merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru taman kanak-kanak sampai guru
sekolah lanjutan tingkat atas, dan ada pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia
(ISPI) yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan.

1.2.2 Sikap Profesional Keguruan


1.2.2.1 Konsep Sikap Profesional Keguruan
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan
atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (dalam Ali Mudlofir,
2012:62) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan, teknologi dan
manajemen, tetapi lebih merupakan sikap pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku
yang dipersyaratkan.
Profesional juga dapat diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Jadi profesional
menunjuk pada dua hal yakni orang yang melakukan pekerjaan dan penampilan atau kinerja
orang tersebut dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru profesional adalah guru yang
menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik
dalam belajar. Mengingat hal tersebut, sudah sudah semestinya jika guru perlu terus
melakukan pengembangan terhadap keilmuannya, sehingga guru secara terus-menerus perlu
mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.
Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan
akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau
malahan menyalahkannya.
Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenali diri dan
kehendak untuk memurnikan keguruannya serta mau belajar dengan meluangkan waktu
untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar, tidak mungkin kerasan dan
bangga menjadi guru. Kerasan dan kebanggaan atas keguruannya adalah langkah untuk
menjadi guru yang professional. Menurut Kunandar (2010:12), kualitas profesionalisme guru
ditunjukkan oleh lima sikap yakni :
a.Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal;
b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi;
c.Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang
dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya
d. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi;
Intinya dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru yang melaksanakan
tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profsiensi) sebagai sumber kehidupan. Tentu saja,
hal tersebut teraplikasikan dalam menjalankan kewenangan profesionalnya. Termasuk dalam
profesi guru yang professional dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies)
psikologis yang meliputi:
a.Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta);
b. Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);
c.Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa).
Di samping itu, ada satu kompetensi yang diperlukan guru, yakni kompetensi
kepribadian. Menurut Usman, (2002:63), predikat guru profesional dapat dicapai dengan
memiliki empat karakteristik profesional, yaitu:
a. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan intelegensi sikap,
nilai, dan keterampilan serta prestasi dalam pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus
menguasai materi yang diajarkan.
b. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi untuk
membelajarkan siswanya.
c. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).
d. Imbalan profesional (professional rent) yang dapat menyejahterakan diri dan
keluarganya.
Rugaiyah, Atiek Sismiati, (2011:85) mengemukakan guru Indonesia yang profesional
dipersyaratkan mempunyai:
a. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
b. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
c. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi guru merupakan
profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan
praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan
terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang
kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Merujuk pada UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memiliki standar
mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru. Dikatakan guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalar
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Merujuk dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap guru profesional adalah
suatu kepribadian atau respon yang menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi sebagai
seorang guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas
pendidikan dan pengajaran yang alhi dalam menyampaikannya. Kompetensi di sini meliputi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, dan
akademis. Melalui kata lain, guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

1.2.2.2 Sasaran Sikap Profesional Keguruan


Sikap dan Pola tingkah laku seorang guru yang berhubungan dengan profesionalisme
haruslah sesuai dengan sasarannya. Adapun yang menjadi sasaran dan sikap profesional guru
diantaranya, sebagai berikut:
1) Sikap terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: “guru melaksanakan
segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”, (PGRI, 1973). Kebijaksanaan
pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh departemen
pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia,
departemen pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-
peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya yang
meliputi: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara
lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi
muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Oleh sebab itu, guru mutlak
perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan.
Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan
baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di
daerah, maupun departemen lainnya dalam rangka pembinaan pendidikan di negara. Contoh,
peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan
pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, dan lain
sebagainya.
Supaya menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, maka dihadirkan suatu kode etik
terhadap guru di Indonesia. Melalui kode etik keguruan diharapkan guru Indonesia harus
tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya,
sehingga guru Indonesia ketika melaksanakan ide-idenya melalui dunia pendidikan
diharapkan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif dari pihak luar.
Jadi dengan demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala
ketentuan-ketentuan pemerintah. Termasuk dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada
kebijakan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di
daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia.

2) Sikap terhadap Organisasi Profesi


Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa
pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai
organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan berhasil guna sebagai
wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha
tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab dan
kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, di mana unsur
pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan
sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam
melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina dan mengawasi para anggotanya, yang dimaksud
dengan organisasi adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan
alat-alat perlengkapannya. Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk
kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para
anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga permanfaatanya
menjadi efektif dan efisien.
Melalui dasar keenam kode etik itu dengan gamblang juga dituliskan bahwa guru secara
pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya. Sedangkan untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan,
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai bidang
akademik lainnya. Peningkatan mutu profesi keguruan dapat telah direncanakan dan
dilakukan secara bersamaan atau berkelompok. Kalau sekararang kita lihat kebanyakan dari
usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh yang dilakukan oleh
pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan organisasi profesionallah yang seharusnya
merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu sendiri.

3) Sikap terhadap Teman Sejawat


Merujuk dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti
bahwa:
a) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam
lingkungan kerjanya.
b) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Melalui kode etik guru Indonesia tersebut menunjukkan betapa pentingnya hubungan
yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam
antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi,
yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
1) Pertama, Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Supaya setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya
hubungan yang baik dan harmonis diantara sesama personal yaitu hubungan baik
anatara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun
guru dengan semua personal sekolah lainya. Semua personal sekolah ini harus dapat
menciptakan hubungan baik dengan anak didik d isekolah tersebut.
2) Kedua, Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja
sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini
sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan
kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain
Merujuk dari dua hal tersebut, harus kita akui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi
keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti
tersebut, bagi kita masih perlu ditumbuhkan, sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa
hubungan guru dengan teman sejawatnya.

4) Sikap terhadap Anak Didik


Merujuk kode etik guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila,
dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing,
dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas bertujuan membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan
mengajar, atau mendidik saja. Pengertian seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah “ing
angarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”.
Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh,
harus dapat memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam “Tut
Wuri” terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya dan guru
memperhatikannya. Melalui kata “Handayani” berarti guru mempengaruhi peserta didik,
dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian, membimbing mengandung arti
bersikap menentukan kearah pembentukan manusia yang seutuhnya yang berjiwa pancasila,
dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Motto “Tut Wuri Handayani” sekarang telah diambil menjadi motto dari departemen
pendidikan dan kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan
yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani tidak hanya berilu tinggi tetapi juga bermoral
tinggi pula. Oleh karenanya, guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja. Namun, harus memperhatikan
perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani dan sosial sesuai dengan
dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan tantangan dalam kehidupannya sebagi insan dewasa. Peserta didik
tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan
guru.

5) Sikap terhadap Tempat Kerja


Sudah menjadi perkembangan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk
menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu terhadap
guru sendiri. Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari
kode etik yang berbunyi: “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang keberhasilan proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode
mengajar sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan
organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.

6) Sikap terhadap Pemimpin


Guru sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi yang lebih besar, guru
akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Berangkat dari organisasi
guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu
juga sebagai anggota keluarga besar DEPDIKBUD (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan), ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah dan seterusnya sampai
kementrian pendidikan dan kebudayaan.

7) Sikap Terhadap Pekerjaan


Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan
dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil.
Barang kali tidak semua orang dikaruniai sifat seperti itu, namun bila seseorang telah
memilih untuk memasuki profesi guru maka ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Supaya dapat meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat
melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal artinya guru mengikuti
berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu,
dan kemampuannya, Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui media masa, maupun media sosial.
Semua sekiranya sesuai yang esensi yang terdapat dalam kode etik guru Indonesia butir
keenam ditujukan kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu
meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya,
tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak
meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan
pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.

1.2.5 Tugas dan Peran Profesi Keguruan


Profesi sebagai seorang pendidik, guru khususnya sudah semestinya dituntut untuk
memahami tugas dan fungsinya. Mengingat akan hal tersebut, guru dibekali dengan berbagai
ilmu keguruan sebagai dasar dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan yang akan
ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.
Guru yang memahami tugas dan perannya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja,
tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa
tugas. Rostiyah (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2000:36) mengemukakan bahwa tugas dan
peran guru profesional adalah menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa
kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman supaya membentuk kepribadian anak
yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.

Tugas Profesi Keguruan


Mengingat guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan, dimana guru
memegang peranan yang sangat vital dalam penyelengaraan pendidikan. Ada tiga macam
tugas profesi guru yang tidak bisa dielakkan, yaitu tugas profesional, tugas sosial, dan tugas
personal.
a. Tugas profesional
Tugas profesional guru meliputi mendidik, mengajar dan melatih atau membimbing,
serta meneliti (riset). Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih
atau membimbing berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan peserta didik. Sedangkan
meneliti untuk pengembangan kependidikan.
b. Tugas Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan, yaitu “kemanusiaan manusia”,
dalam artian transformasi diri dan auto-identifikasi peserta didik sebagai manusia dewasa
yang utuh. Maka dari itu, guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai “orang tua
kedua” bagi peserta didik, dan di masyarakat sebagai figur panutan “digugu dan ditiru”.
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya
karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan (Usman,
2002:43). Hal itu berarti bahwa guru memiliki kewajiban untuk mencerdaskan masyarakat
dan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnya. Mengingat akan posisi guru yang
demikian pantaslah Bung Karno (dalam Sihertian, A. Piet, 2000:41) menyebut pentingnya
guru dalam masa pembangunan adalah sebagai “pengabdi masyarakat”.
c. Tugas Personal
Tugas personal menyangkut pribadi dan kepribadian guru. Itulah sebabnya setiap guru
perlu menatap dirinya dan memahami konsep dirinya. Wiggens (dalam Sihertian, 2000:74)
mengemukakan tentang potret diri guru sebagai pendidik. Menurutnya, seorang guru harus
mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu
pribadi, tetapi ada tiga pribadi, yaitu: (1) Saya dengan konsep diri saya (self concept); (2)
Saya dengan ide diri saya (self idea); dan (3) Saya dengan realita diri saya (self reality).
Melalui refleksi dirinya, idealnya guru bisa mengenal dirinya (autoidentifikasi) dan
selanjutnya haruslah mengubah (tranformasi) dirinya, karena guru itu “digugu dan ditiru” dan
haruslah “ing ngarso asung tuladha”. Oleh karena itu, sebelum ia mengemban misinya
haruslah “membangun jati dirinya”. Misalnya dalam penampilan, guru harus mampu menarik
simpati para siswanya karena bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik,
maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya
kepada para siswanya. Maka guru harus memahami hal ini dan berusaha mengubah dirinya
menjadi simpatik. Demikian juga dalam hal kepribadian lainya.
Selain ke tiga poin di atas, demi terselenggaranya pendidikan yang baik, guru sebagai
bagian di dalamnya dituntut untuk memiliki kualifikasi sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan pemerintah serta menguasai kompetensi pedagogik, profesionalisme, kepribadian
dan sosial seperti yang diatur dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Selain tuntutan tersebut, lebih jauh guru berkewajiban untuk menjalankan tugas dan
perannya sebagai pelaksana pendidikan tersebut. Tugas dan fungsi guru ini didasari oleh
beberapa pedoman dan peraturan perundangan yang berlaku, diantaranya : tugas guru ini
dijelaskan dalam Bab XI Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 20 Undang-Undnag No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen serta Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang guru,yakni :
a.Merencanakan pembelajaran;
b. Melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu;
c.Menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
d. Membimbing dan melatih peserta didik/siswa;
e.Melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
f. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada kegiatan pokok yang sesuai; dan
g. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan.
Pedoman dan peraturan perundangan tentang tugas guru yang berlaku saat ini,
setidaknya mempertegas tugas dan fungsinya dalam proses belajar mengajar. Guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas, belajar bagi siswa
untuk mencapai tujuan, guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang
terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi
pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu
proses yang dinamis dalam segala fase dan perkembangan siswa.
Lebih lanjut, tugas guru secara lebih terperinci dijelaskan dalam Permendiknas No. 35
Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
diantaranya :
a.Menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
b. Menyusun silabus pembelajaran;
c.Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP);
d. Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
e.Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
f. Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaaran di kelasnya;
g. Menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
h. Melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi;
i. Melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggungjawabnya
(khusus guru kelas);
j. Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat
sekolah/madrasah dan nasional;
k. Membimbing guru pemula dalam program induksi;
l. Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
m. Melaksanakan pengembangan diri
n. Melaksanakan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif; dan
o. Melakukan presentasi ilmiah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa untuk menjadi seorang guru
haruslah mempunyai persyaratan tersendiri. Apabila dari kegiatan komponen tersebut salah
satunya tidak ada maka ia belum bisa dikatakan guru professional. Guru harus membina
hubungan baik dengan satu siswa maupun siswa lainnya, begitu pula sebaliknya.

Peran Profesi Keguruan


Merujuk dari tugas-tugas profesi keguruan di atas, mewajibkan guru untuk melakukan
berbagai peran yang menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai
interaksinya dengan siswa, sesama guru, dan staf yang lain. Peranan guru selalu berkembang
seiring dengan paradigma pendidikan mutakhir yang sedang berkembang. Tugas dan fungsi
guru menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005
bahwa peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai
dan pengevaluasi dari peserta didik, berikut akan diuraikan satu persatu.
a. Guru sebagai Pendidik
Guru sebagai pendidik adalah “mereka yang terlibat langsung dalam membina dalam
membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan
dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan
akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik (Ramayulis, 2013:34)
Guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung
jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Guru harus memahami nilai-nilai, norma moral dan
sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru
juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.
Guru sebagai pendidik harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta
didik dan lingkungan.
b. Guru sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu
yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang
dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus mengikuti perkembangan teknologi, sehinga
apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang up to date dan tidak
ketinggalan zaman.
Guru sebagai pengajar adalah “mereka yang terlibat langsung dalam membina dalam
membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan
dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan
akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik”, (Ramayulis, 2013: 65).
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas
menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan
kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan
banyak buku dengan harga relatif murah dan peserta didik dapat belajar melalui internet
dengan tanpa batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio dan surat kabar yang
setiap saat hadir di hadapan kita.
Derasnya arus informasi serta cepatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas guru sebagai pengajar. Oleh sebab itu, guru
harus senantiasa mengembangkan profesinya secara profesional, sehingga tugas dan peran
guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.
c. Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggung jawab. Sebagai
pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan,
menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Guru sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan
kerjasama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggung
jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya. Hal itu berarti
apabila guru mampu menyajikan kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang dan
menyenangkan maka anak akan ramai sendiri. Anak akan tertarik dan memusatkan perhatian
pada kegiatan pembelajarannya.
d. Guru sebagai Pengarah dan Sumber Informasi
Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai
pengarah, guru harus mampu mengarahkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan
dan menemukan jati dirinya.
Selain itu, guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan
potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya
dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
Guru sebagai sumber informasi yang memiliki posisi yang sangat dominan untuk tujuan
informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan
anak-anak. Menurut Azhar Arsyad (2009:20), kemampuan pembelajaran adalah usaha untuk
menguasai informasi, dalam hubungan ini, strategi belajar mengajar dipusatkan pada materi
pelajaran, kemampuan seperti ini menghasilkan apa yang disebut dengan pembelajaran yang
berpusat pada materi yang menjadi pedoman dalam mengajar.
e. Guru sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual
maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih yang bertugas
melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-
masing peserta didik. Pelatihan yang dilakukan di samping harus memperhatikan kompetensi
dasar dan materi standar juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta
didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup
semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna karena hal itu tidaklah mungkin.
f. Guru sebagai Penilai
Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena
melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti
apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan
setiap segi penilaian. Artinya, tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian
merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.
Penilaian perlu dilakukan karena dalam penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan anak terhadap materi pelajaran, serta ketepatan metode yang
digunakan, serta untuk mengetahui kedudukan anak di dalam kelompok atau kelasnya.
Penilaian sebagai suatu proses, dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang
sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan
dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak
lanjut (Rusman, 2012:65).
Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang memadai. Guru harus memahami teknik evaluasi, baik tes
maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur
pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi,
validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal. Guru profesional adalah guru
yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah yang memiliki kompotensi-kompetensi
yang di tuntut agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

1.3 Kegiatan Pembelajaran


1.3.1 Koneksi
Setelah mempelajari Unit 1 KB 1 Saudara dapat menjelaskan syarat profesi guru, sikap
professional keguruan, serta tugas dan fungsi guru professional. Silahkan Saudara
melakukan kajian rinci terkait dengan hal berikut ini
1) Berdasarkan pengalaman Saudara syarat menjadi guru profesional seperti apa?
2) Bagaimana pendapat Sudara mengenai sikap guru profesional dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya?
3) Menurut Saudara bagaimana tugas utama sebagai seorang guru profesional yang
baik?

1.3.2 Tugas
Buatlah peta konsep mengenai konsep profesional guru serta berikan deskripsi
sebanyak dua paragraf yang menggambarkan isi dari peta konsep. Tugas dikerjakan secara
mandiri dan dikumpulkan dengan penamaan file KB1-T1-NIM-NAMA.

1.3.3 Diskusi
Buatlah kelompok kecil yang terdiri 3 orang. Masing-masing kelompok memilih satu
topik yaitu syarat profesi guru, sikap professional keguruan, serta tugas dan fungsi guru
professional. Setelah itu, diskusikan hasil kerja kelompok dengan kelompok lain serta
berikan cacatan-catatan untuk masukan/saran.

1.3.4 Refleksi
Setelah mempelajari Unit 1 KB1, selanjutnya silakan refleksikan pembelajaran yang telah
Saudara dapatkan pada sesi ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini!
1) Hal apa saja yang Saudara temukan setelah mempelajari materi konsep dasar
profesi keguruan?
2) Pelajaran baik apa yang Saudara rasakan setelah mempelajari materi konsep dasar
profesi keguruan?
3) Hambatan apa yang Saudara alami dalam mempelajari materi konsep dasar profesi
keguruan?
4) Apa yang harus Saudara lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

1.4 Rangkuman
1.5 Penilaian
1.5.1 Penilaian Diskusi
Aspek Penilaian Jumla Nila Ket
h Skor i .
N Nam
Komunikas Tolerans Keaktifa Mengharga
o a
i i n i pendapat
teman
1
2
3

Ket.
 85-100 : Baik Sekali (A)
 75-84 : Baik (B)
 60-74 : Kurang (C)
 <60 : Sangat Kurang (D)

1.5.2 Penilaian Tugas


Grade Nilai Deskripsi Capaian
Argumentasi Originalitas Gagasan
Capaian
(50%) dan Logika Berfikir
(50%)
Sangat Baik 85- Mampu menjelaskan secara holistik dan Gagasan merupakan ide
100 mencakup seluruh indikator yang akan yang original dan logis.
dicapai.
Baik 75-84 Argumentasi mencakup seluruh Gagasan merupakan ide
indikator capaian tetapi tidak mampu yang original dan sedikit
menjelaskannya secara tepat. tidak logis.
Kurang 60-74 Argumen tidak mencakup seluruh Gagasan merupakan ide
indikator capaian yang ditetapkan. yang kurang original dan
tidak logis.
Sangat <60 Argumen tidak mencakup seluruh Gagasan meniru ide
Kurang indikator capaian yang ditetapkan dan orang lain dan tidak logis
tidak mampu menjelaskannya secara
tepat.

1.6 Daftar Pustaka


Ahmad D Marimba. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma`Arif.
Ahmad, Sabri. 2010. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Jakarta: PT Ciputat Press.
Ali Mudlofir. 2012. Pendidik Profesional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asnawir, Usman Basyiruddin, Media Pembelajaran, Ciputat Pers, Jakarta Selatan, 2002.
Azhar Arsyad. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Grafindo Persada
Danim, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung : Alfabeta
Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrma Widya.
Dedi, Supriyadi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Adicita Karya Nusa,
Yogyakarta.
Hasan, Chalijah, 1994, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya: Al Ikhlas.
Jalaludin, Rahmad. 1994. Psikologi Komunikasi Edis Revisi.PT. Remaja Rosda Karya.
Bandung
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gita Media Press.
Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nawawi, Hadari. (2004). Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di Sekolah. Makalah. Semarang:
Depdiknas.
Oteng Sutisna. 1986. Administrasi Pendidikan. Bandung: PT Angkasa.
Purwanto, Ngalim. 2009. Administrasi dan Suvervisi Pendidikan. Bandung. Rosdakarya.
Ramayulis. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Kalam Mulia
Rugaiyah, Atiek Sismiati. 2011. Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia Indonesia
Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT.Raja Grasindo Persada
Sihertian, A. Piet. 2000. Konsep Dasar Dan Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan SDM, Jakarta: Rineka Cipta.
Soetjipto dan Kosasi. 1994. Profesi Keguruan. P3MTK Dikti. Jakarta.
Sondang P. Siagian. 1974. “Filsafat Administrasi”, Gunung Agung, Jakarta.
Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Suparlan, 2008, Menjadi Guru Efektif, Jakarta: Hikayat Publishing.
Suparlan. 2008. Menjadi Guru Efektif. Jakarta: Hikayat Publishing.
Syaiful, Bahri Djamarah. 2000. Strategi Pembelajaran. Rajawali, Jakarta.
Syaiful, Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : CV. ALFABETA.
Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai