Anda di halaman 1dari 5

Seruan pertobatan untuk keselamatan

Seruan pertobatan kepada umat manusia telah didengungkan oleh para nabi di dalam Perjanjian
Lama dan juga menjadi seruan utama dalam Perjanjian Baru, yang kemudian diteruskan oleh Gereja-
Nya. Melalui nabi Yehezkiel, Tuhan berkata kepada umat Israel "Demi Aku yang hidup, demikianlah
firman Tuhan Allah, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan
kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari
hidupmu yang jahat itu!.." (Yeh 33:11). Tuhan menginginkan agar manusia berpaling kepada Tuhan,
karena Dia mengasihi umat-Nya dan menginginkan agar manusia memperoleh kebahagiaan di Sorga.
Tanpa pertobatan, kita semua akan binasa dan tidak mungkin memperoleh keselamatan kekal (lih.
Luk 13:5).

Untuk mempersiapkan kedatangan Kristus, St. Yohanes Pembaptis berseru, "Bertobatlah, sebab
Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Mat 3:2). Di awal karya-Nya, Yesuspun berseru, "Bertobatlah, sebab
Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Mat 4:17). Seruan pertobatan di awal pelayanan Kristus, yang
kemudian dirangkai dengan seruan pertobatan dan pengampunan dosa, di berbagai kesempatan,
diselesaikan oleh Kristus di kayu salib dengan berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka
tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk 23:34). Untuk melanjutkan tugas untuk mengampuni
dosa, maka setelah kebangkitan-Nya, Kristus sendiri memberikan kuasa untuk mengampuni dosa
kepada para rasul yang diteruskan oleh para penerus mereka, yaitu para uskup dibantu oleh para
imam (lih. Yoh 20:21-23).

Dosa dan pertobatan


Definisi dosa
Secara mendasar, dosa dapat didefinisikan sebagai penghinaan terhadap Allah, yaitu karena kita
melawan kodrat kita sebagai makhluk ciptaan dan menempatkan diri kita sebagai pencipta.
Perlawanan ini menimbulkan pelanggaran yang bertentangan dengan akal budi, kebenaran maupun
hati nurani yang baik. Lebih lanjut, St. Thomas Aquinas mengutip St. Agustinus menuliskan bahwa
dosa adalah kata, perbuatan atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi atau hukum
Allah. Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:

KGK 1849   Dosa adalah satu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang baik;
ia adalah satu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar satu
ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu. Ia melukai kodrat manusia dan
solidaritas manusiawi. Ia didefinisikan sebagai "kata, perbuatan, atau keinginan yang bertentangan
dengan hukum abadi" (Agustinus, Faust. 22,27; Dikutip oleh Tomas Aqu., s. th. 1-2,71,6, obj. 1)
KGK 1850   Dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah: "Terhadap Engkau, terhadap Engkau
sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat" (Mzm 51:6). Dosa
memberontak terhadap kasih Allah kepada kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa
perdana, ia adalah satu ketidaktaatan, satu pemberontakan terhadap Allah, oleh kehendak menjadi
"seperti Allah" dan olehnya mengetahui dan menentukan apa yang baik dan apa yang jahat (Kej 3:5).
Dengan demikian dosa adalah "cinta diri yang meningkat sampai menjadi penghinaan Allah"
(Agustinus, civ. 14,28). Karena keangkuhan ini, maka dosa bertentangan penuh dengan ketaatan
Yesus (bdk. Flp 2:6-9) yang melaksanakan keselamatan.
Pengelompokan dosa
Setelah kita mengetahui apakah hakekat dosa, selanjutnya kita perlu mengetahui juga
pengelompokkan dosa, supaya kita dapat memeriksa diri kita sendiri, dosa apakah yang ada pada
kita. Dosa dikelompokkan menurut beberapa kategori: dari asalnya, dari tingkat kejahatannya, dari
aktivitasnya dan dari bobotnya.
Dari asalnya, dosa dapat dibagi dua: yaitu dosa asal dan dosa aktual. Dosa asal adalah dosa yang
diwariskan oleh Adam sebagai perwakilan seluruh umat manusia, yang telah gagal dalam menaati
dan melaksanakan kehendak Allah. Dosa aktual adalah dosa yang dilakukan oleh setiap individu
berdasarkan atas kehendak bebas masing-masing. Dosa aktual ini terdiri dari dua jenis, yaitu dosa
tentang pelanggaran (sin of commission) dan dosa kelalaian (sin of omission). Dosa tentang
pelanggaran adalah dosa yang merupakan kegagalan untuk menghindari larangan dari Tuhan;
sedangkan dosa kelalaian adalah dosa yang berhubungan dengan kelalaian untuk melakukan sesuatu
yang baik.
Dari tingkat kejahatannya (malice), dosa dapat dikelompokkan menjadi: ketidaktahuan
(ignorance), kelemahan (passion or infirmity) dan kejahatan (malice). Contohnya, dosa pornografi,
yang dapat dimulai dari ketidaktahuan, seperti: ketidaksengajaan masuk ke situs yang tidak sopan,
ketidaktahuan bahwa menontonblue-film bersama dengan pasangan hidup adalah perbuatan dosa, dll.
Karena diperburuk oleh kelemahan dalam hal kemurnian, maka seseorang menjadi sulit untuk
melepaskan dosa ini. Dalam tingkat yang lebih buruk, seseorang kemudian mulai menyebarkan
pornografi, dan mulai merusak kehidupan banyak orang.
Dari aktivitasnya, dosa dapat dibedakan menjadi dosa di dalam pikiran/kehendak (cordis), dalam
perkataan (oris) dan perbuatan (operis). Seseorang dapat saja mempunyai dosa perzinahan dalam
pikiran (lih. Mat 5:28), yang dapat diikuti dengan kata-kata yang tidak sopan, sampai akhirnya diikuti
dengan tindakan perzinahan dalam perbuatan yang nyata.
Dari bobotnya, dosa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu dosa ringan dan dosa berat. Dosa
berat adalah dosa melawan kasih secara langsung, sedangkan dosa ringan memperlemah kasih. Jadi
dosa berat secara langsung menghancurkan kasih di dalam hati manusia, sehingga tidak mungkin
Tuhan dapat bertahta di dalam hatinya, sedangkan dosa ringan memperlemah kasih kepada Tuhan.
Dosa berat atau ringan tergantung dari sampai seberapa jauh dosa tersebut membuat seseorang
menyimpang dari tujuan akhir, yaitu Tuhan. Jika dosa tertentu membuat seseorang menyimpang
terlalu jauh sampai mengaburkan ataupun berbelok dari tujuan akhir, maka itu adalah dosa berat. (lih.
St. Thomas Aquinas, ST, II-I, q.72, a.5) Lebih lanjut dalam tulisannya, “Commentary on the
Sentence I,I,3“, St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa dosa ringan tidak membuat seseorang
berpaling dari Tuhan. Ibaratnya, seseorang yang melakukan dosa ringan seumpama orang yang
berkeliaran, namun tetap menuju tujuan akhirnya.
Pertobatan atau penyesalan
Setelah kita menyadari hakekat dosa dengan berbagai macam pengelompokannya, maka hal yang
lebih penting untuk disadari adalah bahwa dosa membawa maut, yang kalau tidak disertai dengan
penyesalan, akan membawa kita kepada kehancuran abadi di neraka. Sikap yang diinginkan oleh
Allah adalah sikap penyesalan dari dalam, seperti anak yang hilang yang berkata, " Bapa, aku telah
berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa." (Luk 15:21).
Konsili Trente (Sess. XIV, ch. iv de Contritione) memberikan penjelasan bahwa pertobatan adalah,
"Kesedihan jiwa dan kebencian akan dosa yang telah dilakukan, dengan tujuan yang teguh untuk
tidak berdosa lagi di kemudian hari."
Secara etimologi, penyesalan (contrition) berarti menghancurkan sesuatu yang telah menjadi keras.
Hati yang mengeras karena dosa inilah yang harus dihancurkan dalam pertobatan. Jiwa yang hancur,
hati yang patah dan remuk inilah yang menyenangkan hati Allah (Mzm 51:17). Dari sini kita melihat
bahwa pertobatan adalah peristiwa yang "sengit", karena menghancurkan kesenangan diri demi kasih
kepada Allah. Penyesalan adalah syarat mutlak bagi pengampunan dosa dari Allah.
Kristus mengampuni dosa melalui Sakramen Baptis
Seruan pertobatan inilah yang telah disampaikan oleh Kristus sejak awal karya-Nya. "Bertobatlah,
sebab Kerajaan Sorga sudah dekat." (Mat 4:17). Atau, dalam Injil Markus dituliskan, "Waktunya
telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Mrk 1:15).
Kalau kita manusia menjawab seruan pertobatan dari Kristus, maka kita akan diselamatkan, karena
Kristus sendiri telah memberikan rahmat pengampunan dosa bagi kita, yang diperoleh-Nya dengan
pengorbanan-Nya di kayu salib, sebagai silih atas dosa-dosa kita manusia.

Selanjutnya, mungkin orang bertanya, bagaimana caranya agar kita memperoleh pengampunan dosa
dari Kristus? Injil Markus mengatakan, "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi
siapa yang tidak percaya akan dihukum." (Mrk16:16) Dengan demikian, Kristus memilih cara
baptisan untuk menyalurkan rahmat pengampunan-Nya yang mengalir dari karya penebusan-Nya di
kayu salib. Dengan Sakramen Baptis, kita menyatukan diri kita dengan Kristus, meninggalkan
manusia lama dan hidup di dalam Kristus menjadi manusia yang baru (lih. Rm 4:25). Katekismus
Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:

KGK 977     Tuhan kita telah menghubungkan pengampunan dosa dengan iman dan Pembaptisan:
"Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan
dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum" (Mrk 16:15-16).
Pembaptisan adalah Sakramen pertama dan terpenting demi pengampunan dosa. Ia menyatukan kita
dengan Kristus, yang telah wafat untuk dosa kita dan yang telah dibangkitkan demi pembenaran kita
(bdk. Rm 4:25), supaya "kita hidup sebagai manusia yang baru" (Rm 6:4).
KGK 978     "Kalau kita mengakui iman untuk pertama kalinya dan dibersihkan dalam Pembaptisan
suci, diberikanlah kepada kita pengampunan yang begitu berlimpah ruah, sehingga tidak ada satu
kesalahan pun - baik yang melekat pada kita oleh turunan, maupun sesuatu yang kita lalaikan atau
lakukan dengan kehendak sendiri - yang tidak dihapuskan dan tidak ada siksa yang masih perlu
disilih. Namun orang tidak dibebaskan dari semua kelemahan kodrat oleh rahmat Pembaptisan;
sebaliknya setiap orang harus berjuang melawan rangsangan hawa nafsu yang tanpa henti-hentinya
mengajak kita untuk berbuat dosa" (Catech. R. 1, 11,3).

Gereja diberi kuasa oleh Kristus untuk mengampuni dosa


Kristus, yang menginginkan agar manusia memperoleh keselamatan (lih. 1Tim 2:4), tidak
membiarkan manusia kehilangan rahmat pengampunan. Sebelum Ia naik ke Sorga, Kristus
memberikan amanat agung kepada para murid-Nya, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:19-20) Inilah sebabnya, Gereja menyadari
tanggung jawab yang dipercayakan oleh Kristus, untuk membawa umat manusia kepada
keselamatan, baik melalui pengajaran, pemuridan maupun Pembaptisan.

Walaupun pada saat dibaptis, kita memperoleh pengampunan dosa asal, maupun dosa pribadi
(aktual) - baik dosa ringan maupun dosa berat; dosa dengan pikiran, perkataan, maupun perbuatan;
dosa pelanggaran maupun dosa kelalaian; baik dari ketidaktahuan, kelemahan, maupun kejahatan -
dari saat awal hidup kita sampai pada saat dibaptis, namun kita masih harus terus berjuang untuk
terus hidup dalam kekudusan. Dalam perjuangan ini, kita akan mengalami jatuh bangun, bahkan
tidak jarang kita dapat melakukan dosa berat yang membahayakan keselamatan kita.

Untuk memberikan pengampunan Allah bagi umat-Nya setelah mereka menerima Sakramen Baptis,
Kristus memberikan kuasa untuk mengampuni dosa kepada Petrus yang diteruskan oleh para
penerusnya yaitu para Paus (lih. Mat 16:16-19) dan kepada para rasul yang diteruskan oleh para
uskup dibantu oleh para imam (lih. Yoh 20:21-23). Dalam prakteknya, pengampunan dosa ini terjadi
dalam Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:

KGK 981     Sesudah kebangkitan-Nya Kristus mengutus para Rasul-Nya, untuk "menyampaikan
berita tentang pertobatan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem" (Luk 24:47). Karena itu para
Rasul dan para penggantinya melaksanakan "pelayanan pendamaian" (2Kor 5:18): Pada satu pihak
mereka mewartakan kepada manusia pengampunan oleh Allah, yang telah diperoleh Kristus bagi
kita, dan menghimbau untuk bertobat dan beriman. Pada lain pihak mereka sungguh menyampaikan
pengampunan dosa melalui Pembaptisan dan mendamaikan orang dengan Allah dan dengan Gereja
berkat kuasa kunci yang diterimanya dari Kristus. "Gereja telah menerima kunci Kerajaan surga,
supaya di dalam dia pengampunan dosa dapat terjadi oleh darah Kristus dan oleh karya Roh Kudus.
Di dalam Gereja jiwa yang mati karena dosa hidup lagi, supaya hidup bersama Kristus, yang rahmat-
Nya menyelamatkan kita" (Agustinus, serm. 214,11).

Memang mungkin sulit sekali bagi kita untuk dapat mengerti, mengapa paus, uskup dan para imam,
yang adalah manusia seperti kita, diberi tanggung jawab yang sedemikian besar. Kuasa untuk
mengampuni dosa ini artinya adalah, kuasa yang diberikan Kristus kepada para rasul-Nya (yang
diteruskan kepada para penerus mereka) untuk mengampuni dosa sebesar apapun, tidak terbatas oleh
waktu maupun tempat, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Yesus kepada Petrus untuk
mengampuni dosa tujuhpuluh kali tujuh (lih. Mat 18:22) yang artinya: tidak terbatas. Yesus
mengajarkan bahwa kalau ada seseorang berbuat dosa tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali
menyatakan penyesalannya, dia akan tetap mendapatkan pengampunan (lih. Luk 17:3). Menyadari
tanggung jawab yang begitu besar yang diemban oleh para imam, St. Ambrosius menuliskan, "Tuhan
menghendaki bahwa murid-murid-Nya memiliki kuasa yang besar; Ia menghendaki, agar pelayan-
pelayan-Nya yang hina itu atas nama-Nya melaksanakan apa saja, yang telah Ia lakukan sewaktu Ia
hidup di dunia (Ambrosius, poenit. 1,34). Dan lebih lanjut St. Yohanes Krisostomus menuliskan,
"Para imam telah menerima kuasa, yang Allah tidak berikan baik kepada para malaikat maupun
kepada para malaikat agung... Tuhan mengukuhkan di atas sana segala sesuatu, yang para imam
lakukan di atas dunia ini." (Yohanes Krisostomus, sac. 3,5).

Mensyukuri pengampunan dosa


Misteri pengampunan dosa yang diberikan, hanya dapat dimengerti dalam kebijaksanaan Kristus,
yang memang memberikan kuasa kepada para rasul dan diteruskan kepada para paus, uskup dan
imam, sehingga memungkinkan seluruh umat beriman memperoleh pengampunan dosa dan
keselamatan kekal. Sejauh kita dapat melihat bahwa para paus, uskup dan imam adalah alat yang
dipakai Tuhan untuk menguduskan umat beriman, maka kita dapat menerima dan bahkan
mensyukuri kebijaksanaan Tuhan ini. Kita sepantasnya bersyukur akan karunia Gereja serta para
imam, karena melalui mereka, kita memperoleh pengampunan dosa melalui Sakramen Baptis dan
Sakramen Tobat. Mari, jangan hanya berhenti pada rasa syukur, namun bersama-sama kita mengaku
dosa secara teratur, sehingga rahmat pengampunan senantiasa mengalir di dalam kehidupan kita, dan
membantu kita dalam perjuangan kita untuk hidup kudus.

Anda mungkin juga menyukai