The Little Prince (p.115-120)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

The Little Prince

“I wonder,” he said, “whether the stars are set alight in heaven so that one day each
one of us may find his own again . . . Look at my planet. It is right there above us.
But how far away it is!”

“Aku jadi bertanya tanya,” katanya, “apakah bintang bintang bercahaya di surga agar
suatu hari masing masing dari kita dapat menemukan bintangnya kembali . . . Lihat
planetku. Dia berada tepat diatas kita. Tapi alangkah jauhnya dia!”

“It is beautiful,” the snake said. “What has brought you here?”

“Dia sangat indah,” kata ular. “Apa yang membawamu kemari?”

“I have been having some trouble with a flower,” said the little prince.

“Aku memiliki masalah dengan setangkai bunga,” kata pangeran kecil.

“Ah!” said the snake.

“Ah!” kata si ular.

And they were both silent.

Dan mereka terdiam.

“Where are the men?” the little prince at last took up the conversation again. “It is a
little lonely in the desert . . .”
“Dimana para manusia?” setidaknya pangeran kecil memulai pembicaraan lagi.
“Rasanya agak kesepian berada di gurun . . .”

“It is a little lonely among men,” the snake said.

“Rasanya agak kesepian berada diantara manusia,” kata ular.

The little prince gazed at him for a long time.

Pangeran kecil menatapnya lama.

“You are a funny animal,” he said at last. “You are no thicker than a finger . . .”

“Kau adalah hewan yang aneh,” katanya kemudian. “Kau tidak lebih besar dari
sebuah jari . . .”

“But I am more powerful than the finger of a king,” said the snake.

“Tapi aku lebih kuat dari jari seorang raja,” kata ular.

The little prince smiled.

Pangeran kecil tersenyum.

“You are not very powerful. You haven’t even any feet. You cannot even travel . . .”

“Kau tidak begitu kuat. Kaki saja kau tidak punya. Kau tidak bisa berjalan . . .”

“I can carry you farther than any ship could take you,” said the snake.
“Aku dapat membawamu lebih jauh dari sebuah kapal,” kata ular.

He twined himself around the little prince’s ankle, like a golden bracelet.

Dia melilitkan tubuhnya ke kaki pangeran kecil, seperti gelang emas.

“Whomever I touch, I send back to the earth from whence he came,” the snake
spoke again. “But you are innocent and true, and you come from a star.”

“Siapapun yang aku sentuh, aku akan mengirimnya kembali ke dunia dimana dia
berasal,” kata ular lagi. “Tapi kau suci, dan berasal dari bintang.”

The little prince made no reply.

Pangeran kecil tidak menjawab.

“You move me to pity – you are so weak on this Earth made of granite,” the snake
said. “I can help you, some day, if you grow too homesick for your own planet. I can
–“

“Kau membuatku merasa kasihan melihatmu – kau sangat lemah di atas bumi yang
terbuat dari batu granit ini,” kata ular. “Aku dapat membantumu, suatu hari, jika kau
merasa sangat rindu dengan planetmu. Aku dapat –“

“Oh! I understand you very well,” said the little prince. “But why do you always speak
in riddles?”

“Oh! Aku paham betul maksudmu,” kata pangeran kecil. “Tapi mengapa kau selalu
berbicara dengan teka teki?”
“I solve them all,” said the snake.

“Aku memecahkan semua teka teki,” kata ular.

And they were both silent.

Dan mereka pun terdiam.

The little prince crossed the desert and met with only one flower. It was a flower with
three petals, a flower of no account at all.

Pangeran kecil mengarungi gurun dan hanya bertemu dengan setangkai bunga. Dia
adalah setangkai bunga dengan tiga kelopak, setangkai bunga yang tidak berarti
sama sekali.

“Good morning,” said the little prince.

“Selamat pagi,” kata pangeran kecil.

“Where are the men?” the little prince asked politely

“Dimana para manusia?” pangeran kecil bertanya dengan sopan

The flower had once seen a caravan passing.

Bunga itu pernah satu kali melihat sebuah karavan berlalu.

“Men?” she echoed. “I think there are six or seven of them in existence. I saw them,
several years ago. But one never knows where to find them. The wind blows them
away. They have no roots, and that makes their life very difficult.”
“Para manusia?” dia mengulang. “Aku rasa ada enam atau tujuh orang dari mereka
yang ada. Aku melihatnya, beberapa tahun yang lalu. Tapi tidak pernah ada yang
tahu dimana dapat menemukan mereka. Angin meniup mereka. Mereka tidak
memiliki tempat asal.dan itu membuat mereka hidup sangat susah.”

“Goodbye,” said the little prince.

“Selamat tinggal,” kata pangeran kecil.

“Goodbye,” said the flower.

“Selamat tinggal.” kata bunga itu

After that, the little prince climbed a high mountains. The only mountains he had
ever known were the three volcanoes, which came up to his knees. And he used the
extinct volcano as a foot-stool. “From a mountain as high as this one,” he said to
himself, “I shall be able to see the whole planet at one glance, and all the
people . . .”

Setelah itu, pangeran kecil mendaki sebuah gunung yang tinggi. Hanya tiga gunung
berapi yang ia tahu, yaitu gunung berapi yang hanya setinggi lututnya. Dan ia
memakai gunung berapi yang padam sebagai sandaran kaki. “Dari gunung yang
setinggi ini,” ia berkata kepada dirinya sendiri, “Aku seharusnya mampu melihat
seluruh planet dan semua manusia dengan seketika. . .”

Anda mungkin juga menyukai