Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, Rasa syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah


SWT. Yang telah melimpahkan rahmat,taufiq serta hidayahnya.Sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan karya tulis ilmiyah atau makalah yang mengulas tentang faham
aliran “Ahlussunnah Wal Jam’ah”. karya tulis ini disusun untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah ke-NU an atau ASWAJA dari prodi PBI UNU Blitar.

Penulis sadar bahwa terselesaikanya karya tulis ini tak lepas dari pihak-pihak
yang membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Untuk itu, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak AGUS HERMAWAN, M.Pd sebagai bapak kaprodi dari prodi PBI.
2. Bapak H.M. SUBHAN ANSORI, M.PdI ,dosen pembimbing kami yang
telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga karya tulis ilmiah ini
dapat terselesaikan.
3. Semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini masih ada kekurangan,
hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan penulis. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Blitar,20 Agustus 2019

Penyusun

UNU BLITAR | ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................… i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4

A. Latar Belakang....................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 6

A. Pengertian Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah...................................6


B. Asal-Usul Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah....................................7
C. Konsep Ahlussunnah Waljama’ah Annahdliyah..............................10

BAB III PENUTUP..................................................................................... 15

A. Kesimpulan.......................................................................................15
B. Saran.................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................17

SESI TANYA JAWAB................................................................................18

UNU BLITAR | iii


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin. Agama untuk seluruh umat manusia.
Di dalam ajaran agama islam terdapat pedoman dan aturan yang sama sekali tidak
mempersulit para penganutnya, sebaliknya semua ajaran dalam islam adalah demi
kebahagian dan keselamatan dunia serta akhirat bagi pemeluknya.

Dalam hadist nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa umat islam akan terpecah
menjadi 73 millah (faham/aliran) dan yang selamat adalah millah (faham/aliran)
yang ber I’tiqad sebagaimana I’tiqad Rasullah dan I’tiqad para sahabat atau
menganut ajaran/paham Ahlussunnah Wal Jama’ah. Di akhir jaman ini banyak
bermunculan paham-paham yang menamakan diri paham Ahlussunah Wal Jama’ah
namun pada prakteknya mereka tidak mencerminkan agama islam yang benar-benar
Ahlussunnah Wal Jama’ah.Mereka mengklaim diri sebagai pengikut setia ajaran nabi
Muhammad SAW sehingga apapun yang tidak diajarkan oleh nabi disebutnya bid’ah,
sesat, dan pasti masuk neraka. Ada satu senjata andalan yang sering mereka
todongkan yakni bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan: “Kullu bid’atin
dholalah, wa kullu dhalalatin fin nar”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi: semua bid’ah atau perkara baru dalam beribadah itu adalah sesat
dan semua kesesatan itu adanya di neraka. Kata ‘kullu’ dalam hadits Nabi di atas
menurut kaidah kebahasaan tidak harus berarti ‘semua’ tetapi juga berarti ‘sebagian’.
Kemudian dikutip juga kaidah Imam Syafi’i bahwa bid’ah itu ada dua, adakalanya
‘bid’ah hasanah’, adakalanya ‘bid’ah dhalalah’, bisa jadi baik, juga bisa saja sesat.
‘Bid’ah’ itu kata benda, tentu mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau
mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits
Nabi di atas yang dalam ilmu balaghah dikatakan, “hadzfus sifat alal maushuf”,
membuang sifat dari benda yang bersifat”.Seandainya dituliskan kata ’bid’ah’ maka
terjadi dua kemungkinan: yang baik dan yang sesat.Namun mereka tidak peduli

UNU BLITAR |4
dengan ilmu tata bahasa Arab yang rumit sebagai prasyarat memahami dalil hadits.
”Pokoknya yang bid’ah itu sesat, titik!”.Begitu sempitnya cara berpikir mereka.
Mereka hanya memahami sebuah dalil dan hadist secara tekstual tanpa memikirkan
secara konteksnya. Padahal agama islam adalah agama yang tidak kaku dan selalu
relevan di setiap jaman.

Dengan demikian kami berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan


makalah ini dengan harapan pembaca dapat lebih memahami paham Ahlussunnah
Wal Jama’ah annahdliyah.

B. Rumusan Masalah
1) Apa yang Dimaksud Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah?
2) Bagaimana Asal-Usul Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah?
3) Bagaimana Konsep Ahlussunnah Waljama’ah Annahdliyah?

C. Tujuan Penulisan
 Menjelaskan lebih dalam mengenai paham islam ahlussnunnah wal jama’ah
 Mengetahui sejarah munculnya paham ahlusunnah wal jama’ah
 Mengetahui konsep ahlussunnah waljama’ah annahdliyah

UNU BLITAR |5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah


Secara etimologi kata Ahlussunah Wal Jama’ah terdiri dari tiga kata, yaitu: Ahli
(pengikut), sunnah (jalan, tempat berlalu, ajaran) dan jamaa’ah (Kumpul, kelompok).
Dalam pandangan lain kata sunah terkadang disamakan dengan “Tharekat” (jalan,
ajaran), walaupun secara prinsipil keduanya terdapat perbedaan. Sunnah biasanya
lebih merujuk pada sesuatu yang dinukil dari Rosulullah, sedangkan tharekat
bersumber dari pada syaikh.
Dengan demikian maka Aswaja menurut bahasa diartikan sebagai pengikut/jalan
kebenaran di dalam Agama yang harus ditempuh/dilewati karena telah disepakati
kebenaranya oleh para mujtahid (ahlu al-haq).
Aswaja adalah golongan yang tetap dan tidak menyimpang dari Rasulullah SAW
dan para sahabatnya, Golongan ini satu pendapat di dalam masalah
aqidah(ushuluddien) dan hanya sedikit terdapat perbedaan dalam hal
syari’ah(fiqh/furu’uddien), namun tidak terjadi saling menganggap fasiq dan sesat
terhadap yang lain. Para ulama memberi batasan sederhana untuk memudahkan
pengertian, bahwa Aswaja ialah golongan umat Islam yang dalam masalah aqidah
mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari (260- 324 H) dan Imam Abu
Mansur Al-Maturidi(wafat : 333 H). Ini tidak berarti, bahwa kedua imam tersebut
adalah yang menciptakan pertama kali ajaran aqidah Aswaja, namun kedua–duanya
hanyalah mengkodifikasikanya sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW dan thariqoh
para sahabat. Bahkan Al-asy’ari dalam hal ini banyak mendasarkan pada masalah-
masalah aqidah yang telah dirumuskan oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i.
Adapun di dalam masalah syari’ah, Aswaja mengikuti rumusan yang telah
dicetuskan oleh salah satu dari Imam Abu Hanifah (80–150 H), Imam Malik (91 –
179 H), Imam Syafi’I (150–204H), dan Imam Ahmad Bin Hanbal (164–241),

UNU BLITAR |6
keempat Imam itu didalam berijtihad menyimpulkan hukum-hukum menggunakan
dalil-dalil dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.

2. Asal-Usul Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah


Semenjak wafatnya Rasulullah atau pada masa kekhalifahan para sahabat banyak
muncul faham/aliran sebagai bentuk penyelewengan ketauhidan. Kelahiran Aswaja,
atau lebih tepatnya terminologi Aswaja, merupakan respon atas munculnya
kelompok-kelompok pelaku penyelewengan / ekstrem dalam memahami dalil-dalil
agama pada abad ketiga Hijriah. Pertikaian politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib
dengan Gubernur Damaskus, Muawiyah bin Abi Sufyan, yang berakhir dengan
tahkim (arbitrase), mengakibatkan pendukung Ali terpecah menjadi dua kubu.
Kubu pertama menolak tahkim dan menyatakan Ali, Muawiyah, Amr bin ‘Ash,
dan semua yang terlibat dalam tahkim telah kafir karena telah meninggalkan hukum
Allah. Mereka memahami secara sempit QS. Al-Maidah:44: “Barangsiapa yang tidak
berhukum dengan hukum Allah maka mereka telah kafir”. Semboyan mereka adalah
laa hukma illallah, tiada hukum selain hukum Allah. Kubu pertama ini kemudian
menjadi Khawarij. 
Sedangkan kubu kedua mendukung penuh keputusan Ali, sebab Ali adalah
representasi dari Rasulullah saw, Ali adalah sahabat terdekat sekaligus menantu
Rasulullah saw. Keputusan Ali adalah keputusan Rasulullah saw. Kubu kedua ini
kemudian menjadi Syiah.Belakangan, millah (faham/aliran) ekstrem (rafidhah) dari
kelompok ini menyatakan bahwa tiga khalifah sebelum Ali tidak sah.Bahkan millah
(faham/aliran) Syiah paling ekstrem yang disebut Ghulat mengkafirkan seluruh
sahabat Nabi Saw kecuali beberapa orang saja yang mendukung Ali.Di sinilah awal
mula pertikaian antara Syiah dengan Khawarij yang terus berlangsung hingga kini.
Khalifah Ali kemudian dibunuh oleh Khawarij. Pembunuhnya adalah
Abdurrahman bin Muljam, seorang penganut fanatik Khawarij. Menyedihkan, Ibnu
Muljam ini sosok yang dikenal sebagai penghafal Al-Quran, sering berpuasa, suka
bangun malam, dan ahli ibadah.Fanatisme dan minimnya ilmu telah menyeretnya
menjadi manusia picik dan sadis.

UNU BLITAR |7
Berdasarkan musyawarah ahlul halli wal áqdi yang beranggotakan sahabat-
sahabat besar yang masih tersisa waktu itu, menyepakati kedudukan Ali sebagai
khalifah digantikan oleh puteranya Al-Hasan.Namun Al-Hasan hanya dua tahun
menjabat sebagai khalifah.Ia mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan khalifah
kepada Muawiyah karena menurut ijtihadnya mengundurkan diri adalah pilihan
terbaik untuk menyelesaikan perselisihan umat. Dalam sejarah, tahun pengunduran
diri Al-Hasan dinamakan“am al-jamaáh” atau tahun persatuan. 
Naiknya Muawiyah menjadi khalifah menimbulkan reaksi keras dari kelompok
Syiáh dan Khawarij.Mereka menolak kepemimpinan Muawiyah dan menyatakan
perang terhadap Bani Umayah.Perselisihan makin memuncak manakala Muáwiyah
mengganti sistem khilafah menjadi monarki absolut, dengan menunjuk anaknya
Yazid sebagai khalifah selanjutnya. 
Di sisi lain, tragedi Karbala yang menyebabkan terbunuhnya cucu Rasulullah saw
Al-Husein dan sebagian besar ahlul bait Rasulullah saw pada masa Khlalifah Yazid
bin Muawiyah, telah mengobarkan semangat kaum Syiah untuk memberontak
terhadap Bani Umayah. Pertikaian selanjutnya melebar jadi pertikaian segitiga antara
Bani Umayah, Syiah, dan Khawarij.Pertikaian terus berlanjut hingga masa Bani
Abbasiah.Dua kelompok ini senantiasa merongrong pemerintahan yang sah.
Chaos politik yang melanda umat Islam awal pada akhirnya juga melahirkan
kelompok lain di luar Syiah dan Khawarij. Pada awal abad ketiga Hijriah muncul
kelompok Murjiáh, yang berpendapat bahwa dalam persoalan tahkim tidak ada pihak
yang berdosa.Dosa dan tidaknyaserta kafir dan tidaknya seseorang bukanlah
diputuskan di dunia, melainkan di akhiratoleh Allah SWT.
Dari persoalan politik kemudian merembet menjadi persoalan akidah.Perdebatan
siapa yang bersalah dalam konflik antara Ali dan Muawiyah melebar jadi perdebatan
tentang perbuatan manusia. Setelah Murjiáh, muncullah aliran Jabbariah (fatalisme)
dan Qodariah(fre act and fre will). Jabbariah berpendapat, perbuatan manusia
diciptakan oleh Tuhan, artinya manusia tak lebih laksana wayang yang digerakkan
oleh dalang.Qodariah berpendapat sebaliknya, bahwa manusia sendirilah yang
menciptakan perbuatannya tanpa ada “campur tangan” Tuhan terhadapnya.

UNU BLITAR |8
Setelah Qodariah dan Jabbariah, berikutnya muncul aliran Mu’tazilah yang
berpendapat sama dengan Qodariah dalam hal perbuatan manusia, namun mereka
menolak penetapan sifat (atribut) pada Allah. Menurut Mu’tazilah, bila Allah
memiliki sifat berarti ada dua materi pada Allah, yakni Dzat dan Sifat, hal ini berarti
telah syirik atau menduakan Allah. 
Lahirnya aliran-aliran ekstrem setelah Syiah dan Khawarij bukan hanya
disebabkanoleh persoalan politik yang melanda umat Islam awal, akan tetapi juga
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran dari luar Islam. Hal ini merupakan imbas dari
semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam yang meliputi wilayah-wilayah bekas
kekaisaran Persia dan Romawi yang sudah lebih dahulu memiliki peradaban yang
mapan dan telah bersentuhan dengan rasionalisme Yunani dan filsafat ketimuran.
Kemunculan istilah Aswaja merupakan respon atas kelompok-kelompok ekstrem
pada waktu itu.Aswaja dipelopori oleh para tabiín (generasi setelah sahabat atau
murid-murid sahabat) seperti Imam Hasan Al-Bashri, tabi’tabiín (generasi setelah
tabiín atau murid-murid tabiín) seperti Imam-imam mazhab empat, Imam Sufyan
Tsauri, Imam Sufyan bin Uyainah.Ditambah generasi sahabat, inilah yang disebut
dengan periode salaf, sebagaimana disebut oleh Rasulullah saw sebagai tiga generasi
terbaik agama ini.
Selepas tabi’ tabiínajaran Aswaja diteruskan dan dikembangkan oleh murid-murid
mereka dan dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya.Mulai dari Imam Abul
Hasan Al-Asyári, Imam Abu Manshur Al-Maturidi, Imam Al-Haromain, Imam Al-
Junaid Al-Baghdadi, Imam Al-Ghazali dan seterusnya sampai Hadratussyekh
Hasyim Asyári.

UNU BLITAR |9
3. Konsep Ahlussunnah Waljama’ah Annahdliyah

Dalam merespon berbagai persoalan baik yang berkenaan dengan persoalan


keagamaan maupun kemasyarakatan, Nahdlatul ‘Ulama memiliki manhaj
Ahlusunnah wal Jama’ah yang dijadikan sebagai landasan berpikir Nahdlatul ‘Ulama
(Fikrah Nahdliyah). Adapun ciri-ciri dari Fikrah Nahdliyah antara lain :

Fikrah Tawassuthiyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul ‘Ulama senantiasa


bersikap tawazun (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai
persoalan.FikrahTasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul ‘Ulama dapat
hidup berdampingan secara damai dengan berbagai pihak lain walaupun aqidah, cara
piker, dan budayanya berbeda.

Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul ‘Ulama selalu


mengupayakan perbaikan menuju kea rah yang lebih baik (al ishlah ila ma huwa al
ashlah).

Fikrah Tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya Nahdlatul ‘Ulama senantiasa


melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.

Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya Nahdlatul ‘Ulama senantiasa


menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah
ditetapkan oleh Nahdlatul ‘Ulama.

Konsep Fikrah Nahdliyah itulah yang menyebabkan Nahdlatul ‘Ulama nampak


sebagai organisasi social keagamaan yang sangat moderat, toleran, dinamis,
progressif dan modern. Secara konseptual sebenarnya pola pikir Nahdlatul ‘Ulama
tidak tradisionalis, ortodok, ataupun konservativ, hal ini bisa kita lihat pada
perkembangan intelektual di lingkungan Nahdlatul ‘Ulama khususnya kaum muda
Nahdlatul ‘Ulama yang menunjukkan kecenderungan radikal dalam berpikir dan
moderat dalam bertindak sebagaimana laporan penelitian Mitsuo Nakamura saat
mengikuti Muktamar Nahdlatul ‘Ulama Ke-26 di Semarang (1979), demikian pula
Martin Van Bruinessen (1994).

UNU BLITAR | 10
Nahdlatul ‘Ulama berpendirian bahwa faham Ahlusunnah wal Jama’ah harus
diterapkan dalam tata kehidupan nyata di masyarakat dengan serangkaian sikap yang
bertumpu pada karakter Ahlusunnah wal Jama’ah (Manhajul Amaly). Ada lima
istilah utama yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits dalam menggambarkan
karakteristik Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai landasan Nahdlatul ‘Ulama dalam
bermasyarakat atau sering disebut dengan konsep Mabadiu Khaira Ummat yakni
sebuah gerakan untuk mengembangkan identitas dan karakteristik anggota Nahdlatul
‘Ulama dengan pengaturan nilai-nilai mulia dari konsep keagamaan Nahdlatul
‘Ulama, antara lain :

1. At-Tawassuth

Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri antara dua kutub


dalam berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari
keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan.

2. Al I’tidal

I’tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri.
I’tidal juga berarti berlaku adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang
harus dibela.

3. At-Tasamuh

Tasamuih berarti sikap toleran pada pihak lain, lapang dada, mengerti dan
menghargai sikap pendirian dan kepentingan pihak lain tanpa mengorbankan
pendirian dan harga diri, bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah keagamaan
maupun masalah kebangsaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan.

4. At-Tawazun

Tawazun berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan sesuatu unsur
atau kekurangan unsur lain.

UNU BLITAR | 11
5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma’ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang
bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta mencegah dan
menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau
menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.

Berbeda dengan konsep aswaja sebagai manhaj al-fikr, yang belakangan


dikembangkan juga sebagai manhaj al-amal (pendekatan melakukan kegiatan),
aswaja diposisikan sebagai metode berpikir dan bertinadak yang berarti menjadi alat
(tools) untuk mencari, menemukan, dan menyelesaikan berbagai permasalahan
sosial. Sebagai alat, maka sikap pro aktif untuk mencari penyelesaian menjadi lebih
bersemangat guna melahirkan pikiran pikiran-pikiran yang kreatif dan orisinil.
Dalam hal ini pendapat para ulama terdahulu tetap ditempatkan dalam kerangka
lintas-komparatif, namun tidak sampai harus menjadi belenggu pemikiran yang dapat
mematikan atau membatasi kreativitas

Perubahan kultur dan pola pikir ini juga dapat dilihat dalam prosedur perumusan
hukum dan ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah dalam tradisi jam’iyah Nahdlatul ‘Ulama
yang menggunakan pola Maudhu’iyah (tematik) atau terapan (Qonuniyah) yang
berbentuk tashawur lintas disiplin keilmuan empiric dan Waqi’iyah (kasuistik)
dengan pendekatan tathbiq al-syari’ah dan metode takhayyur (eklektif).

Nilai-nilai ini bila dikembangkan akan menyebabkan aswaja semakin shalih likulli
zamân wa makân, aplikabel di setiap masa dan ruang. Disamping itu NU menjadi
sentral gerakan dalam menjaga stabilitas sosial keagamaan yang rahmatan lil
‘alamin. Menurut Badrun (2000), terdapat lima ciri yang perlu diperhatikan dalam
memosisikan aswaja sebagai manhaj al-fikr atau manhaj al-amal :

(1) Selalu mengupayakan untuk interpretasi ulang dalam mengkaji teks-teks


fiqih untuk mencari konteksnya yang baru;

UNU BLITAR | 12
(2) Makna bermadzhab diubah dari bermadzhab secara tekstual (madzhab qauly)
menjadi bermadzhab secara metodologis (madzhab manhajy);

(3) Melakukan verifikasi mendasar terhadap mana ajaran yang pokok (ushul) dan
mana yang cabang (furu’);

(4) Fiqih dihadirkan sebagai etika sosial, bukan sebagai hukum positif;

(5) Melakukan pemahaman metodologi pemikiran filosofis terutama dalam


masalah-masalah sosial dan budaya.

Nahdlatul Ulama dari embrio sampai berdiri hingga perjalanannya dari masa ke
masa tidak lepas dari konsep-konsep baru. Hal ini terbukti dalam setiap era
perjuangannya, NU melalui para ulamanya telah banyak meninggalkan jejak-jejak
pemikiran yang konseptual dan terukur. Konsep-konsep tersebut juga tidak lepas dari
orientasi-orientasi yang menjadi rahimnya. 

Orientasi-orientasi tersebut meliputi kesadaran membangun potensi umat yang


melahirkan organisasi Nahdlatul Tujjar tahun 1918; kesadaran pengembangan
keilmuan, sosial dan budaya yang melahirkan organisasi Taswirul Afkar tahun 1922;
dan kesadaran berbangsa yang melahirkan organisasi Nahdlatul Wathon tahun 1924.

Dari orientasi-orientasi tersebut melahirkan kembali konsep besar yaitu berdirinya


Jam'iyah Nahlatul Ulama pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 sebagai
organisasi wadah persatuan ulama’ dalam tugas memimpin umat menuju
tercapainya Izzul Islam wal Muslimin. 

Tidak sampai di situ, NU pada tahun 1935 mendeklarasikan konsep ‘Darussalam’;


konsep negara yang tidak mengharuskan berbentuk negara Islam. Tanggal 21-22
Oktober 1945 kembali NU mendeklarasikan ‘Resolusi Jihad’ yang fenomenal dan
mampu membangkitkan semangat jihad pertempuran 10 November di Surabaya.

UNU BLITAR | 13
Kemudian pada Juli 1959 NU menerima Pancasila dan UUD 45. Selanjutnya
dalam Muktamar NU XXV di Situbondo NU mengukuhkan kembali ke khittah 1926
dan menerima Pancasila sebagai asas organisasi serta mendeklarasikan NKRI telah
final.
konsep-konsep yang lahir dari pemikiran para ulama NU tidak akan berhenti
hingga sekarang. Konsep Islam Nusantara saat ini telah lahir dan menjadi solusi bagi 
perdamaian negeri ini bahkan untuk dunia. Yang terakhir kita saksikan adalah
konsep ‘Rahmah’ solusi bagi perdamaian Isrel-Palestina.
Ke depan, konsep tahun 2020 NU menjadi organisasi internasional yang telah
diwacanakan sejak tahun 2008, bukan tidak mungkin akan menjadi kenyataan.
Nyatanya, saat ini gaung Nahlatul Ulama semakin didengar oleh dunia luar.

UNU BLITAR | 14
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) Pengertian Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah
Aswaja menurut bahasa diartikan sebagai pengikut/jalan kebenaran di
dalam Agama yang harus ditempuh/dilewati karena telah disepakati
kebenaranya oleh para mujtahid (ahlu al-haq).
Aswaja adalah golongan yang tetap dan tidak menyimpang dari Rasulullah
SAW dan para sahabatnya, Golongan ini satu pendapat di dalam masalah
aqidah(ushuluddien) dan hanya sedikit terdapat perbedaan dalam hal
syari’ah(fiqh/furu’uddien), namun tidak terjadi saling menganggap fasiq dan
sesat terhadap yang lain. Para ulama memberi batasan sederhana untuk
memudahkan pengertian, bahwa Aswaja ialah golongan umat Islam yang
dalam masalah aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari
(260- 324 H) dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi(wafat : 333 H).
2) Asal-Usul Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah
Kemunculan istilah Aswaja merupakan respon atas kelompok-kelompok
ekstrem pada waktu itu.Aswaja dipelopori oleh para tabiín (generasi setelah
sahabat atau murid-murid sahabat) seperti Imam Hasan Al-Bashri, tabi’tabiín
(generasi setelah tabiín atau murid-murid tabiín) seperti Imam-imam mazhab
empat, Imam Sufyan Tsauri, Imam Sufyan bin Uyainah.Ditambah generasi
sahabat, inilah yang disebut dengan periode salaf, sebagaimana disebut oleh
Rasulullah saw sebagai tiga generasi terbaik agama ini.
Selepas tabi’ tabiínajaran Aswaja diteruskan dan dikembangkan oleh
murid-murid mereka dan dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya.Mulai
dari Imam Abul Hasan Al-Asyári, Imam Abu Manshur Al-Maturidi, Imam
Al-Haromain, Imam Al-Junaid Al-Baghdadi, Imam Al-Ghazali dan
seterusnya sampai Hadratussyekh Hasyim Asyári.
3) Konsep Ahlussunnah Waljama’ah Annahdliyah

UNU BLITAR | 15
konsep-konsep yang lahir dari pemikiran para ulama NU tidak akan
berhenti hingga sekarang. Konsep Islam Nusantara saat ini telah lahir dan
menjadi solusi bagi  perdamaian negeri ini bahkan untuk dunia. Yang terakhir
kita saksikan adalah konsep ‘Rahmah’ solusi bagi perdamaian Isrel-Palestina.
Ke depan, konsep tahun 2020 NU menjadi organisasi internasional yang
telah diwacanakan sejak tahun 2008, bukan tidak mungkin akan menjadi
kenyataan.

B.SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis ingin menyampaikan saran


yaitu sebagai umat islam NU yang berhaluan aswaja kita harus tau apa itu
aswaja,sejarahnya,konsep-konsepnya ,karena dengan tau itu semua kita bisa
menepis wacana aliran aliran lain yang nertentangan dengan kita dan kita bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang bertentangan dengan aswaja.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat


memberikan inspirasi sehingga ada yang meneruskan karya ini kea rah yang
lebih baik,lebih detail,dan lebih akurat dari yang telah ada.

Penulis juga menyampaikan jika makalah ini banyak kesalahan penulis


memohon maaf yang sebesar besarnya ,karena referensi yang kurang dan
pengetahuan penulis masih belum dalam mengenai aswaja,terima kasih .

UNU BLITAR | 16
DAFTAR PUSTAKA

 http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/06/pengertian-aswaja-secara-etimologi-
dan.html
 https://www.nu.or.id/post/read/70356/sejarah-metode-berpikir-dan-gerakan-
aswaja
 https://aswajacenterpati.wordpress.com/2012/04/02/aswaja-annahdliyah-dari-
madzhabi-menuju-manhaji/
 https://www.nu.or.id/post/read/92775/sejarah-konsep-konsep-nahdlatul-ulama

UNU BLITAR | 17
SESI TANYA JAWAB

Sesi 1

1. Melinda Ira Puspitasari


Siapa yang mempelopori faham aswaja sebelum masa Abu Hasan AL-
Asyari dan Abu Mansur AL-Maturidi?
2. Syafi’ Ainul Yahya
Apakah agama islam di Indonesia dan di arab sama?
3. Khoirul Umam
Pengertian islam nusantara ?

Sesi 2

1. Muhammad Taufik Qurrohman


Bagaimana cara memahamkan faham aswaja pada orang awam?
2. Muhamad Dewangga
Jelaskan kembali arti aswaja!
3. Ellifia Nurulawwalin
Apa yang dimaksud dengan konsep islam “Darussalam”?

UNU BLITAR | 18

Anda mungkin juga menyukai