Anda di halaman 1dari 13

1

RENCANA PENELITIAN

JUDUL : PENGETAHUAN MASYARAKAT YANG

MELAKUKAN SWAMEDIKASI ANTIPIRETIK DI

APOTEK AL-AZZURA FARMA MAKASSAR


NAMA : NUR FATIMAH RAHMADANI AMRAN
NIM : PO713251181031
PRODI : DIII FARMASI
PEMBIMBING 1 : Apt.Djuniasti Karim, S.Si., M. Kes
PEMBIMBING 2 : apt. Arisanty, S.Si., M. Kes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri ialah sesuatu dilakukan oleh masyarakat

dalam hal memberikan pengobatan kepada dirinya sendiri jika sedang mengalami

gangguan kesehatan atau sakit. Dalam hal ini masyarakat biasa mengkonsumsi obat tanpa

adanya arahan atau saran dari tenaga kesehatan itu sendiri. Swamedikasi sering terjadi

juga pada masyarakat yang melakukan pengobatan dengan mempelajari obat yang sering

mereka gunakan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih

cukup besar (BPS,2016).


Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari salah satu upaya

masyarakat dalam menjaga kesehatan dirinya sendiri. Salah satu bentuk swamedikasi

yang dilakukan sendiri oleh masyarakat adalah swamedikasi untuk gejala penyakit seperti

demam. Swamedikasi atau pegobatan sendiri dapat menjadi dua masalah terkait obat

(Drug Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan

penggunaannya (Lastari, 2020)

Swamedikasi dilakukan responden untuk penanganan penyakit ringan. Murah dan

mudah menjadi alasan responden melakukan swamedikasi, karena responden langsung

mendapatkan obat tanpa biaya periksa dokter. Pelayanan swamedikasi diharapkan

menjadi pelayanan utama dalam pengobatan penyakit ringan pada masyarakat. Obat –

obat yang digunakan untuk penanganan pengobatan sendiri ini terbatas. Pada obat – obat

golongan bebas dan obat golongan bebas terbatas saja. (Setya Enti Rikomah, M.farm.,

2018)

Obat antipiretik adalah obat yang digunakan sebagai obat penurun demam,

dimana sebagian masyarakat memiliki pengetahuan tersendiri dalam hal pengobatan

penyakit seperti demam. Dalam hal ini masyarakat memiliki pemahaman berdeda-beda

dalam hal penggunaan obat antipiretik itu sendiri. Sebagian masyarakat beranggapan

bahwa tidak semua antipiretik yang sering digunakan oleh sebagian orang dapat

menurunkan demam melainkan sesuai dengan obat yang sering mereka konsumsi.

Pengetahuan dan wawasan yang luas pada umumnya sangat berpengaruh dalam

penerimaan informasi dan penyerapan seseorang, dalam hal ini seseorang dapat

mengatasi secara aktif penyakit yang diterjadi pada dirinya maupun keluarganya, efek

dari pengetahuan yang kurang akan berdampak pada perilaku pengobatan yang tidak

rasional, sehingga mengakibatkan kurangnya kualitas dari pengobatan tersebut.

Pengetahuan mengenai ketepatan pengobatan mempunyai peranan yang penting dalam


2
3

swamedikasi agar tidak terjadi penggunaan dosis yang melebihi terapi semestinya serta

toksisitas dari obat tersebut. Akan tetapi, dengan melihat kondisi sekarang masyarakat

banyak yang melakukan swamedikasi tanpa mengetahui secara benar indikasi dan efek

obat tersebut sehingga untuk mendapatkan hasil terapi belum sepenuhnya baik. Salah satu

jenis obat yang sering digunakan masyarakat sebagai swamedikasi adalah obat

parasetamol.

Di Apotek Al- Azzura Farma masih banyak terdapat masyarakat dengan ruang

lingkup yang melakukan swamedikasi dalam mengobati penyakitnya. Salah satunya

adalah antipiretik (demam), dimana penyakit demam ini banyak macam obat yang

dikonsumsi oleh sebagaian orang. Sedangkan pada apotek Al- Azzura Farma terdapat

berbagai macam obat yang dapat digunakan sebagai obat antipiretik, dimana dalam hal

ini daya saing penggunaan di apotek Al- Azzura Farma seperti paracetamol dan ibu

profen.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk

bisa melihat sejauh mana perbandingan pennggunaan antipiretik paracemol dan ibu

profen di Al- Azzura Farma Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu

berapakah tingkat pengetahuan masyarakat yang melakukan swamedikasi antipiretik di

apotek Al- Azzura Farma Makassar.

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dalam

melakukan swamedikasi antipiretik di Al- Azzura Farma Makassar.


D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini , yaitu :

1. Sebagai upaya agar dapat mengetahui berapa banyak popolasi penggunaan antipiretik

paracetamol dan ibu profen.

2. Menambah wawasan bagi peneliti tentang pegobatan secara swamedikasi

4
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anti Piretik

a. Tinjauan Antipiretik

Antipiretik merupakan golongan obat yang dapat menurunkan temperatur

badan. Golongan obat yang termasuk antipiretik antara lain yaitu acetaminophen,

ibuprofen, dan aspirin. Mekanisme kerja antipiretik dengan memblokade produksi

prostaglandin yang berperan sebagai penginduksi suhu di Antipiretik merupakan

golongan obat yang dapat menurunkan temperatur badan. Golongan obat yang

termasuk antipiretik antara lain yaitu acetaminophen, ibuprofen, dan aspirin.

Mekanisme kerja antipiretik dengan memblokade produksi prostaglandin yang

berperan sebagai penginduksi suhu di termofat (Sapti, 2019)

Obat-obatan antipiretik banyak dikonsumsi masyarakat untuk menurunkan

demam, salah satu obat yang sering digunakan yaitu parasetamol. Parasetamol

bekerja dalam tubuh dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sehingga

dapat menurunkan demam. Namun, jika obat sintetik tersebut terus dikonsumsi dalam

jangka panjang menyebabkan efek samping dalam tubuh. ermofat (Sapti, 2019)

Menurut Husori, D.I., 2016 obat yang mampu menurunkan suhu demam

kembali ke suhu normal bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase-2 di

susunan saraf pusat sehingga dapat mencegah terjadinya konversi asam arakidonat

menjadi prostaglandin yang merupakan mediator demam. Mekanisme aksi antipiretik

adalah dengan memblokade produksi prostaglandin yang berperan sebagai

penginduksi suhu di termostat hipotalamus.


b. Tinjauan Tentang Demam

Demam merupakan salah satu gangguan kesehatan yang ditandai dengan

kenaikan suhu tubuh diatas suhu tubuh normal yaitu 36-37‫ﹾ‬C. Demam diawali dengan

kondisi menggigil saat terjadi kenaikan suhu, kemudian terjadi kemerahan pada

permukaan kulit (Suproborini et al., 2018). Menurut Tawi (2019), kondisi menggigil

terjadi karena peningkatan sintesis prostaglandin yang mengatur thermostat di

hipotalamus pada suhu yang lebih tinggi. Prostaglandin bekerja pada pusat

termoregulasi hipotalamus sehingga terjadi peningkatan produksi panas dan

penurunan evaporasi (Zulfa et al., 2017).

Proses demam menjadi gangguan adaptasi tubuh dan jika didukung dengan

intervensi yang tepat maka dapat menghasilkan respon yang adaptif, namun jika

sebaliknya maka terjadi respon maladaptif (Zahroh & Khasanah, 2017). Demam

dapat terjadi pada berbagai usia baik anak-anak maupun orang dewasa. Kondisi

demam sebenarnya tidak berbahaya, tetapi jika mengalami kenaikan suhu yang tinggi

dapat membahayakan dan menyebabkan kejang pada anak maupun orang dewasa.

Pada umumnya demam sebagai salah satu gejala yang menyertai penyakit infeksi

(Marwan, 2017). Demam akibat infeksi terjadi sebagai respons terhadap masuknya

mikroba yang menyebabkan pengeluaran prostaglandin (Zulfa et al., 2017).

Penyebab utama demam yaitu infeksi oleh bakteri dan virus. Namun, demam juga

dapat disebabkan oleh kondisi patologis yang lain seperti serangan jantung, tumor,

kerusakan jaringan, efek pembedahan, dan respons dari pemberian vaksin

(Suproborini et al., 2018).

6
7

Proses terjadinya demam dimulai dengan sel-sel darah putih, seperti monosit,

limfosit, dan neutrophil yang di stimulasi oleh pirogen eksogen berupa toksin,

mediator inflamasi, dan reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan

zat kimia yakni pirogen endogen dan pirogen eksogen yang akan merangsang

endothelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandidn yang

terbentuk akan meningkatkan patokan thermostat diousat termoregulasi hipotalamus,

sedangkan hipotalamus akan mengganggap suhu sekarang lebih rendah dibandingkan

dengan suhu patokan yang baru dan memicu terjadinya mekanisme peningkatan

panas seperti menggigil. Menggigil terjadi karena pengurangan panas dan

peningkatan produksi panas yang menyebabkan suhu tubuh naik menuju patokan

yang baru (Syamsi & Andilolo, 2019)

B. Swamedikasi

a. Tinjauan Swamedikasi

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya

masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi

/pengobatan sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem)

akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017).

Swamedikasi atau pengobatan secara mandiri adalah pemilihan dan

penggunaan obat oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala penyakit yang

dirasakan. Swamedikasi merupakan plihan pertama oleh lebih dari 60% masyarakat

dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang dialami, dan lebih dari 80% yang

melakukan swamedikasi menggunakan obat modern. Swamedikasi akan memberikan

manfaat dan keuntungan jika dilakukan secara benar. Untuk dapat melakukan
swamedikasi dengan benar maka gejala penyakit dan informasi terkait obat perlu

dipahami terlebih dahulu. Informasi terkait obat yang perlu dipahami meliputi : jenis

obat, kegunaan obat, cara penggunaan, aturan penggunaan, lama penggunaan, efek

samping obat, dan kontra indikasi obat. Swamedikasi dapat dilakukan masyarakat

dengan bantuan seorang Apoteker di Apotek (Titien Siwi Hartayu, Yosef Wijoyo,

2018)

Kecenderungan swamedikasi yang masih tinggi dipengaruhi beberapa faktor,

diantaranya persepsi masyarakat mengenai penyakit ringan, harga obat yang relatif

lebih murah, serta kepraktisan dalam penggunaan obat-obat yang dapat digunakan

untuk mengatasi penyakit ringan dengan penanganan sendiri menggunakan obat-obat

yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan terapi swamedikasi pasien yaitu perilaku swamedikasi di kalangan

masyarakat (Rikomah, 2016).

b. Penyakit yang bisa diatasi secara swamedikasi

Dalam pelayanan kesehatan di Indonesia, peran masing – masing tenaga

kesehatan sudah diatur dalam peraturan perundang – undangan dengan sangat

jelas, demikian pula dengan peran apoteker. Ada kewenangan yang diberikan

kepada seorang apoteker untuk membantu masyarakat dalam mengatasi masalah

kesehatannya, yaitu penyakit yang dapat diatasi secara mandiri tanpa harus

periksa ke dokter. Beberapa penyakit tersebut antara lain :

1) Penyakit infeksi ringan

8
9

Contoh penyakit infeksi ringan antara lain demam, flu, batuk, pilek, yang

disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dalam waktu 3-5 hari, dengan

bantuan obat bebas, bebas terbatas atau obat wajib apotek.

2) Pemeliharaan penyakit kronik dan penyakit tanpa gejala

Pemeliharaan penyakit kronik contohnya adalah pengulangan obat rutin

seperti DM, obat asma, obat TBC dan obat KB. Pelayanan swamedikasi untuk

kasus tersebut harus memperhatikan batasan – batasan sesuai peraturan yang

berlaku, terutama batasan jumlah obat yang boleh diberikan. Selain itu,

rekomendasi untuk periksa dokter secara rutin harus selalu disampaikan.

(Titien Siwi Hartayu, Yosef Wijoyo, 2018)

c. Faktor yang mempengaruhi dalam memilih swamedikasi dalam pengobatan

Swamedikasi memang merupakan pilihan dan sudah menjadi kebiasaan di

masyarakat, hal itu sebabkan oleh beberapa factor antara lain:

1) Social

Masyarakat Indonesia terkenal dengan kehidupan sosialmya. Berbagai

perkumpulan mulai dari rukun tetangga, rukun warga, hingga berbagai jenis

kelompok teman sekolah SD, SMP, SMA dst. Melalui perkumpulan dan

pertempuan dalam kelompok – kelompok tersebut masyarakat dapat saling

berbagai informasi mengenai banyak hal termasuk kesehatan dan pengobatan.

Informasi – informasi itulah yang mempengaruhi pengambilan keputusan

untuk melakukan swamedikasi.

2) Birokrasi sistem pelayanan kesehatan


Pada dasarnya tidak seorang pun yang mau memilih repot jika ada jalan

sederhana yang dapat ditempuh. Birokrasi sistem pelayanan kesehatan di

Indonesia termasuk panjang dan merepotkan, terlebih dengan berlakunya

sistem BPJS sekarang ini. Pasien yang akan berobat harus mengikuti prosedur

yang tidak dapat dikatakan sederhana. Panjangnya antrian yang harus dijalani

menyebabkan lamanya waktu tunggu sehingga orang ingin mencari cara lain

dengan memilih swamedikasi.

3) Waktu tunggu

Lamanya waktu tunggu baik di ruang periksa dokter maupun di apotek untuk

mendapatkan obatnya tidak pernah ada yang sebentar, rata – rata pasien

mengalokasikan waktu 1-2 jam, dan terkadang bahkan sampai 3 atau 4 jam,

sementara orang sekarang tingkat kesibukannya sangat tinggi. Dengan alas an

tersebut, maka orang cenderung memilih swamedikasi yang simple dan cepat.

(Titien Siwi Hartayu, Yosef Wijoyo, 2018)

d. Resiko Swamedikasi

Pengobatan sendiri membawa beberapa resiko, yaitu gejala tersamarkan dan tidak

dikenali sebagai penyakit serius, selain penggunaan obat yang kurang tepat.

1) Tidak mengenali keseriusan gangguan

Keluhan dapat dinilai keliru atau mungkin tidak dikenali sehingga pengobatan

sendiri tidak menimbulkan perbaikan. Gangguan – gangguan bisa menjadi lebih

parah sehingga terlambat pengobatannya dan dokter mungkin perlu menggunakan

obat – obat yang lebih keras.

2) Penggunaan obat kurang tepat

10
11

Resiko lain adalah dapat terjadinya pemilihan obat yang keliru terlampau lama

atau dalam takaran yang terlau besar. Contoh yang dapat diambil pada obat tetes

hidung dan obat sembelit (laxsansia), yang bila digunakan terlampau lama dapat

memperburuk keluhan. Begitu pula apa yang dinamakan obat - obat alamiah,

yang mencakup ramuan jamu dan tumbuhan yang dikeringkan, sering kali

dianggap lebih baik dan lebih aman. Namun pada penggunaan jamu masih sangat

kurang efektif karena sering kali mengadung zat aktif yang akan menimbulkan

efek samping yang berbahaya. (Setya Enti Rikomah, M.farm., 2018)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, dimana pengambilan data berupa

menghitung jumlah tingkat pengetahuan masyakat mengenai swamedikasi antipiretik di

apotek al azzura farma pada bulan februari - april tahun 2021.

B. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di apotek al azzura farma pada bulan februari - april tahun 2021.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah data tingkat pengetahuan masyarakat

swamedikasi antipiretik pada bulan februari – april 2021 di apotek al azzura farma

2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil data akumulasi tingkat

pengatuhan masyarakat dalam swamedikasi antipiretik dengan menggunakan media

google form selama bulan februari – april.

D. Jenis dan sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data …..

E. Teknik pengambilan data

Pada pengambilan data

12
13

DAFTAR PUSTAKA

Lastari, I. Y. (2020). Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan obat antipiretik

sebagai upaya pengobatan sendiri di apotek sebantengan ungaran artikel. Universitas Ngudi

Waluyo, 2.

Sapti, M. (2019). 済無 No Title No Title. Kemampuan Koneksi Matematis (Tinjauan Terhadap

Pendekatan Pembelajaran Savi), 53(9), 1689–1699.

Setya Enti Rikomah, M.farm., A. (2018). Farmasi Klinik.pdf. In C. M. S. Herlambang

Rahmadhani (Ed.), Farmasi Klinik (Ed-1, p. 158,162). Deepublish.

https://books.google.co.id/books?id=l7J-

DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=farmasi+klinis+terbaru&hl=id&sa=X#v=onepage

&q=swamedikasi&f=false

Titien Siwi Hartayu, Yosef Wijoyo, D. G. M. (Ed.). (2018). Manajemen dan pelayanan

kefarmasian di apotek. In Manajemen dan pelayanan kefarmasian di apotek (cetakan pe,

pp. 28–29). Sanata Dharma University Press. https://books.google.co.id/books?

id=Gf70DwAAQBAJ&pg=PA71&dq=swamedikasi&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjltuO7v

MruAhW1wzgGHct_BF4Q6AEwBnoECAYQAg#v=onepage&q&f=false

Anda mungkin juga menyukai