Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KEGIATAN

Sosialisasi Stunting Tingkat Puskesmas

Di UPTD Puskesmas Bagu Kecamatan Pringgarata

Kabupaten Lombok Tengah

PENDAHULUAN

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu yang lama, umumnya karena asupan makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Selain pertumbuhan terhambat stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak
maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang serta prestasi
sekolah yang buruk. Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi juga dianggap sebagai salah
satu factor resiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.

Indonesia saat ini tengah bermasalah dengan stunting. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi stunting mencapai 29,9%. Stunting bukan perkara
sepele. Hasil riset Bank Dunia menggambarkan kerugian akibat stunting mencapai 3 – 11 %
dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai PDB 2015 sebesar Rp. 11.000 Triliun,
kerugian ekonomi akibat stunting di Indonesia diperkirakan mencapai Rp. 300 triliun – Rp.
1.210 triliun per tahun.

Besarnya kerugian yang ditanggung akibat stunting karena naiknya pengeluaran


pemerintah terutama jaminan kesehatan nasional yang berhubungan dengan penyakit tidak
menular seperti jantung, stroke, diabetes ataupun gagal ginjal. Ketika dewasa, anak yang
menderita stunting mudah mengalami kegemukan sehingga rentan terhadap serangan
penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, ataupun diabetes. Stunting menghambat
potensi transisi demografis Indonesia dimana rasio penduduk usia tidak bekerja terhadap
penduduk usia kerja menurun. Belum lagi ancaman pengurangan tingkat intelejensia sebesar
5 – 11 poin.

Pemerintah telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Penanganan Stunting pada


bulan Agustus 2017, yang menekankan pada kegiatan konvergensi di tingkat Nasional,
Daerah dan Desa, untuk memprioritaskan kegiatan intervensi Gizi Spesifik dan Gizi Sensitif
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kebijakan ini didukung melalui Peraturan
Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Percepatan Perbaikan Gizi. Intervensi spesifik, adalah
tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1.000
HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sector kesehatan, seperti imunisasi, PMT
ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, Suplementasi Tablet
Tambah Darah, promosi ASI Eksklusif, MP-ASI dan sebagainya. Intervensi spesifik bersifat
jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relative pendek. Intervensi sensitif adalah
berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat
umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK, namun apabila direncanakan secara khusus dan
terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya sensitif terhadap keselamatan proses
pertumbuhan dan perkembangan 1.000 HPK. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan
sensitive bersifat langgeng ( sustainable) dan jangka panjang. Beberapa kegiatan tersebut
seperti penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan kemiskinan,
ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan dan KIE
Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain.

Prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara Barat menurut hasil Pemantauan Status
Gizi (PSG) dalam tiga tahun terakhir berfluktuatif dari 33,9 % tahun 2015 menurun menjadi
30,0% tahun 2016 dan meningkat lagi menjadi 37, 2 % pada tahun 2017, semua kabupaten/
kota tahun 2017 mengalami peningkatan kecuali Kabupaten Lombok Utara yang mengalami
penurunan. Berdasarkan klasifikasi WHO Provinsi NTB termasuk kondisi yang sudah
mengalami masalah kesehatan masyarakat.

Analisis Hasil Pemantauan Status Gizi dan Keluarga Sadar Gizi Tahun 2017 untuk
balita usia 0-59 bulan menunjukkan bahwa Indeks berat badan menurut umur (BB/U) angka
gizi kurang sebesar 20,5 %, yang artinya bahwa Kabupaten Lombok Tengah berada pada
kategori wilayah rawan gizi kurang. indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB)
atau tinggi badan (BB/TB), prevalensi Kekurusan (sangat Kurus dan kurus) sebesar 5,6%
sedikit tinggi tiinggi dari standar minimal yang menunjukkan bahwa Kabupaten Lombok
Tengah berada pada kategori wilayah rawan. Demikian pula untuk indeks panjang badan atau
tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), prevalensi kependekkan 39,1 % yang
menunjukkan bahwa Kabupaten Lombok Tengah merupakan wilayah dengan masalah
stunting.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masalah stunting belum banyak diketahui
oleh masyarakat pada umumnya, informasi baru tersebar hanya di lingkup tertentu misalnya
lingkup kesehatan, pertanian, sosial dan beberapa instansi lainnya yang terkait langsung
dengan pengentasan stunting. Padahal stunting ini merupakan masalah yang tidak bisa
diselesaikan oleh satu sektor saja, mengingat terjadinyapun tidak serta merta melainkan
akibat terjadinya defisiensi zat gizi dalam waktu yang lama. Apalagi pengentasan stunting
hanya 30 % dari sektor kesehatan melalui spesifik spesifik dan yang 70% dari kegiatan
sensitif yaitu lintas sektor. Untuk mempercepat penurunan stunting hal yang mendasar yang
perlu dilakukan adalah membuat masyarakat mengenal dan mengetahui dulu apa itu stunting,
bagaimana terjadinya, masalah apa yang bisa ditimbulkan, apa yang bisa dilakukan kalau
sudah terjadi dan bagaimana cara untuk mencegahnya. Mengingat pentingnya penyebaran
informasi tentang stunting supaya semua pihak merasa memiliki andil, maka diperlukan
Sosialisasi Stunting sebagai salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk menjadikan
masyarakat tahu dan peduli dengan stunting.

TUJUAN

Umum : Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait dengan stunting dan menentukan


peran masing-masing sektor dalam pengentasan stunting di wilayah kerja Puskesmas Bagu.
Khusus :
1. Memberikan informasi yang rinci kepada peserta terutama kadus, tokoh masyarakat,
tokoh agama dan kader dalam pengentasan stunting.
2. Ditemukannya kesepakatan dari masing-masing pihak untuk berperan sesuai dengan
bidangnya dalam pengentasan stunting.
3. Terciptanya rasa tanggung jawab dari masing masing pihak untuk membantu
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pengentasan stunting.
4. Adanya kesepakatan untuk mengusulkan pengentasan stunting dalam usulan pada
musyawarah di tingkat desa.

MATERI
Materi yang disampaikan dalam sosialisasi ini meliputi segala hal yang berkaitan
dengan stunting. Narasumber sosialisasi terdiri dari 2 orang yang menyajikan materi secara
gamblang dan terinci, adapun beberapa hal yang disampaikan dalam sosialisasi meliputi :
 Penjelasan tentang pengertian stunting, bagaimana cara penentuannya dengan
indikator status gizi Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) dengan kategori
pendek (-2 SD) dan sangat pendek (-3SD).
 Pemaparan berapa angka stunting di Indonesia, NTB (Nusa Tenggara Barat),
kabupaten Lombok Tengah dan batas ambang yang ditoleransi oleh WHO
yaitu kurang dari 20%..
 Pemaparan penyebab terjadinya stunting yang langsung maupun yang tidak
langsung. Penyebab langsungnya meliputi asupan dan infeksi dimana bisa
terjadi sejak bayi berada dalam kandungan sehingga asupan ibu hamil sangat
menentukan kesehatan bayi yang dikandung, kemudian pentingnya IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) yang sangat menentukan keberhasilan menyusui, ASI
Esklusif, MP-ASI dan menyusui sampai 2 taun. Penyebab tidak langsungnya
keterdediaan pangan, praktek pemberian makanan yang tidak memadai serta
lingkungan keluarga sehat dan layanan kesehatan tidak memadai.
 Penjelasan bahaya dan dampak yang terjadi jika bayi atau anak mengalami
stunting, meliputi gagal tumbuh, kurus, gagal kembang sampai gangguan
metabolisme.
 Pemaparan mengapa pemerintah sangat peduli dengan stunting, meliputi
penurunan produktivitas kerja, penurunan kecerdasan, rentan terhadap
penyakit sehingga bisa menghambat indonesia menjadi negara maju.
 Bagaimana cara mencegah supaya tidak stunting, meliputi Intervensi Gizi
Spesifik berkontribusi 20% dengan 1000 HPK dan bersifat jangka pendek dan
Intervensi Gizi Sensitif berkontribusi 80% melalui berbagai kegiatan di luar
sektor kesehatan dengan sasaran masyarakat umum. Dari hal ini bisa diliat
pengentasan stunting hanya 1/3 dari sektor kesehatan dan sangat tergantung
dari luar sektor kesehatan.
PESERTA
Peserta sebanyak 30 orang yang terdiri dari :
1. Kepala Dusun sebanyak 5 orang
2. Tokoh Masyarakat sebanyak 5 orang
3. Ketua TP PKK Desa sebanyak 5 Orang
4. Kader sebanyak 15 orang

PELAKSANAAN
Kegiatan Sosialisasi Stunting dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2019 selama 1 (satu) hari di
Aula Kantor Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata.

HASIL KEGIATAN
a. Sesi Pertanyaan
1. Pertanyaan dari kader posyandu desa Sisik (Elni Diani)yang menanyakan apakah
misalnya kegiatan posyandu integrasi dengan PAUD akan berbeda kadernya dengan
kader posyandu.
2. Pertanyaan dari Kadus dusun Medas Timur ( Turmuzi ) mengenai berapa angka
stunting khususnya di desa Bagu dan bagaimana cara agar masyarakat ada kesadaran
tentang gizi untuk dapat mencegah stunting, dan sosialisasi stunting dapat dilakukan
kepada masyarakat.
3. Pertanyaan dari Ketua TP PKK desa Sisik ( Erna Apriani) kenapa pada saat kecil terlihat
pendek tapi setelah dewasa berubah menjadi tinggi.
4. Pertanyaan dari tokoh masyarakat desa Menemeng bagaimana cara pemberian MP-ASI
yang tepat dan kiat supaya ibu-ibu tidak termakan iklan memberikan makanan pabrik
seperti SUN untuk anaknya.
5. Pertanyaan dari kader Bagu Selatan ( Mareah) apakah ada cara untuk membantu ibu
menyusui yang mengatakan bahwa ASI si ibu tidak ada sehingga tidak menyusui
akhirnya memakai susu formula, dan ditanyakan pula apakah boleh memberi balita air teh
didalam dot dengan frekuensi sering setiap hari.
6. Pertanyaan dari Kadus Darek (Sahwal) bagaimana kalau di posyandu di lakukan
penyuluhan tentang stunting kepada ibu balita sasaran.
b. Sesi Diskusi
1. Narasumber menjelaskan bahwa kader posyandu integrasi adalah kader posyandu
yang sudah ada karena kegiatan yang dilakukan sama akan tetapi ada integrasi
dengan PAUD dimana guru PAUD juga bisa ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
2. Narasumber menjelaskan angka stunting di masing-masing desa yaitu desa Bagu
%, desa Menemeng %, desa Sintung %, desa Sisik % dan desa
Bilebante %serta penjelasan berapa penyimpangan angka stunting dengan COP
(Cut of Point) sehingga masing-masing peserta mengetahui seberapa besar
masalah stunting di wilayah masing-masing. Untuk apa peran mereka sebagai
tokoh masyarakat setelah sosialisasi, narasumber meminta tolong pada setiap yang
hadir untuk meneruskan semua informasi yang didapatkan hari ini kepada warga
masyrakat masing-masing sehingga stunting dikenal mengingat mereka adalah
orang yang terdekat dengan masyarakat.
3. Narasumber menjelaskan bahwa anak yang terlihat pendek secara kasat mata perlu
untuk diverifikasi kembali sesuai standar dengan melakukan
pengukuran/antropometri dan dengan aktifitas fisik misalnya olahraga teratur
dapat meningkatkan tinggi badan di tambah lagi dengan konsumsi makanan tinggi
protein juga akan sangat membantu.
4. Narasumber menjawab dengan memberikan Konseling PMBA kepada ibu bayi
terutama yang umurnya mendekati 6 bulan dimana awal pemberian makan yang
tepat akan sangat membantu untuk selanjutnya dan dijelaskan bahwa makanan
yang diawetkan seperti MP-ASI pabrikan biasanya banyak kandungan
pengawet,pemanis sehingga makanan local di rumah tangga jauh lebih bagus
karena masih alami tanpa pengawet dan pastinya tidak boros.Makanan yang
diberikan harus mengandung empat (4) jenis yaitu pokok,hewani,nabati,sayur dan
buah.
5. Untuk membantu ibu menyusui yang merasa ASI tidak ada bisa di anjurkan untuk
berkonsultasi dengan bidan desa atau ke puskesmas untuk diberi konseling dan
apabila memungkinkan dapat dilakukan relaktasi. Untuk memberikan minum teh
dengan frekuensi sering setiap hari tidak dianjurkan karena untuk menghindari
konsumsi gula berlebih dan seperti diketahui bahwa teh tidak dianjurkan kepada
anak karena teh dapat menghambat penyerapan zat gizi yang semestinya
digunakan untuk tumbuh kembang anak.
6. Narasumber menjelaskan bahwa petugas yang turun ke posyandu bisa melakukan
konseling tentang stunting biasanya dilakukan per kasus, sementara untuk
sosialisasi dapat dilakukan juga di posyandu oleh petugas promosi kesehatan.

C. Kesepakatan
Dari hasil diskusi didapatkan kesepakatan bahwa masing-masing peserta akan
meneruskan informasi yang didapatkan hari ini sesuai dengan perannya masing-masing di
masyarakat. Masing-masing peserta juga akan menjadikan stunting sebagai masalah
bersama yang akan diselesaikan bersama -sama juga.Dan dibentuk “GeBuK STUNTING
( Gerakan Beriuk Kurangiq STUNTING) yang anggotanya dari peserta undangan yang
hadir.

BIAYA

Biaya Sosialisasi di kabupaten fokus stunting dibebankan pada DIPA Satker 03 Dinas
Kesehatan Provinsi NTB tahun anggaran 2019.

Bagu, 25 Juli 2019


Mengetahui
Pjs.Kepala UPTD Puskesmas Bagu

= Lalu Mutawalli, S.Kep,Ns,MM =


NIP. 196512311986031019
Laporan Kegiata Action Oriented Group (AOG)
di Dusun BatunTinggang Desa Labulia
Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah

UPTD Puskesmas Bagu

2018

Anda mungkin juga menyukai