Anda di halaman 1dari 11

KELAYAKAN TEKNIS DAN

FINANSIAL PLTD BERBAHAN


BAKAR CPO

WASIRAN

F.42.115.01.KU AL IF IK AS I .5. KI T LTD


AN AL IS M AD YA PEMEL IH AR AAN PLTD

INTI
F. 4 2 . 11 5 . 0 0 . 1 4 5 . 1 M E L AK S A N A K A N P E N E TAPA N
H AS I L P E M E L I H AR A A N P E M B AN G K I T TE N AG A
L I S TR I K B AG I AN A L I S M AD YA
F. 4 2 . 11 5 . 0 0 . 0 9 0 . 1 M E M E L I H AR A K O N TR O L D AN
I N S TR U M E N B AG I AN A L I S M AD YA
 Indonesia selama ini mengalami masalah besar dalam memenuhi kebutuhan bahan
bakar minyak (BBM) nya. Peningkatan kebutuhan BBM telah meningkat menjadi 1.6
juta barel per hari di tahun 2017, sedangkan produksinya hanya mencapai 0.8 juta barel
per hari dan menurun terus . Selisih antara kebutuhan dan produksi dipenuhi dengan
1)

mengimpor BBM dan ini menimbulkan tekanan pada perekonomian.


 Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengurangi impor BBM dengan meningkatkan
intensifikasi produksi pengeboran minyak atau dengan mensubstitusi dengan gas alam
atau pun dengan energi terbarukan. Sejak januari 2016 pencampuran minyak diesel
dengan biodiesel sebanyak 20% volume sudah diwajibkan. Direncanakan sejak januari
2020 pencampuran ini ditingkatkan menjadi 30% atau B-30.
 Di lain pihak Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia di saat ini, karena
usaha perkebunan sawit merupakan usaha yang sangat cocok dengan kondisi alamya.
Curah hujan yang cukup, tersedianya tanah subur yang luas, sumber daya manusia yang
memadai dan dukungan perbankan yang sangat baik, menjadi faktor yang
menyebabkan perkembangan produksi CPO yang pesat. Data dari Kementrian
Pertanian [1] menunjukkan bahwa produksi CPO meningkat pesat dari 2.4 juta ton di
tahun 1990 dan meningkat menjadi diperkirakan 41.7 juta ton di tahun 2018. Secara
umum dapat dikatakan bahwa produksi meningkat terus dari tahun tahun.
 Produksi CPO yang meningkat secara hampir eksponensial ini
menyebabkan jumlah pasokan jauh melebihi dari permintaan.
Harga CPO sejak tahun 2010 menjadi cenderung turun terus
menerus. Harga CPO pada tahun 2010 bisa mencapai mendekati
1300 USD per ton, dan turun terus menjadi sekitar 500 USD per
ton di tahun 2018[3].
 Penggunaan CPO sebagai bahan bakar bahan bakar PLTD,
merupakan usaha untuk meningkatkan konsumsi CPO di dalam
negeri sehingga harga CPO tidak mengalami kejatuhan lebih dalam.
Konsumsi PLTD minyak diesel di Indonesia mencapai sekitar 2.8
juta kL per tahun di tahun 2018[4]. Dengan demikian pemanfaatan
CPO sebagai bahan bakar PLTD tidak akan mengalami kekurangan
pasokan. Di bawah ini akan dibahas tentang kelayakan
pemanfaatan CPO
 sebagai bahan bakar PLTD, dipandang dari segi teknis, kepastian
pasokan dan kelayakan finansialnya
 Kelayakan Teknis
 Pemanfaatan CPO sebagai bahan bakar minyak PLTD
secara langsung dimungkinkan mengingat sudah ada
pabrik mesin diesel yang mengkhususkan diri
membembuat genset yang mampu memakai CPO sebagai
bahan bakarnya. Mesin diesel ini pada awalnya didesain
untuk mampu memakai Marine Fuel Oil (MFO) sebagai
bahan bakar. Namun karena CPO mempunyai
karakteristik teknis yang sedikit berbeda dibandigkan
MFO, maka diperlukan proses pretreatment terlebih
dahulu, seperti digambarkan di bawah ini.
Gambar 1. Skema Pre-treatment PLTD berbahan
bakar CPO [5]
 Didalam unit Pre-treatment, bahan bakar akan dipanaskan awal sehingga
kekentalannya turun sehingga lebih encer minyak dan lebih mudah untuk dilakukan
penyaringan (filtering). Di dalam skema tersebut digambarkan penyaringan
dilakukan sampai 3 tahap, dengan menggunakan centrifuge, dilanjutkan dengan
duplex filter, dan diakhir tahap sebelum masuk ke injector dijaga dengan safety
filter. Penyaringan CPO ini untuk memastikan CPO yang masuk ke injector selalu
mempunyai kandungan bahan pengotor sudah rendah. Hal ini untuk menghindari
kemungkinan adanya penyumbatan nozle injector.
 Di tabel 1 merupakan perbandingan spesifikasi SNI 8483 : 2018 (Spesifikasi CPO
untuk dapat dipakai sebagai bahan bakar mesin genset berputaran rendah)
dibandingkan dengan spesifikasi bahan bakar MFO maupun bahan bakar nabati
(BBN) dari pabrik mesin diesel merek Wartsila. Disini dapat terlihat bahwa CPO
dengan SNI 8483:2018 hampir dapat memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan
oleh pabrikan genset, dimana SNI mempunyai keketatan yang lebih tinggi. Hanya
pada parameter kadar air, spesifikasi SNI masih lebih rendah daripada spesifikasi
BBN, namun masih lebih ketat daripada spesifikasi MFO. Dengan kondisi ini maka
diperkirakan CPO yang berkadar air sesuai dengan SNI diperkirakan layak untuk
dipergunakan sebagai bahan bakar mesin diesel tersebut.
Kelayakan Finansial
a. CPO vs MFO

 Biaya pokok produksi listrik terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: komponen A (biaya
 pengembalian investasi total), komponen B (biaya O&M tetap, seperti: gaji dan asuransi
pegawai,
 pajak dan sewa properties, pemeliharaan periodik yang utama), komponen C (biaya bahan
bakar),
 dan komponen D (biaya O&M tidak tetap, seperti: pemeliharaan yang tak terencana,
penggunaan
 dan pengolahan air, penggunaan bahan kimia, penggunaan energi internal). Dari semua
komponen
 di atas, untuk PLTD, yang terbesar adalah komponen C, yakni sekitar 75-80% dari total biaya.
 Karena komponen C mempunyai andil yang sangat besar dalam total biaya produksi
pembangkitan
 listrik, maka selanjutnya hanya akan dibahas perhitungan komponen C saja.
 Komponen C (biaya bahan bakar) PLTD dipengaruhi oleh 3 kondisi sebagai berikut :
 1. Kondisi ekonomi (nilai tukar US$, harga bahan bakar yang digunakan)
 2. Kondisi teknis mesin PLTD (heat rate PLTD, specific fuel consumption)
 3. Kondisi bahan bakar yang digunakan (nilai kalor bahan bakar, densitas)
. CPO vs Biodiesel
 Untuk mempengaruhi harga CPO di pasar dunia,
maka kelebihan pasokan CPO diserap melalui
penggnaan biodiesel di dalam negeri. Pemerintah
Indonesia secara agresif terus berusaha
meningkatkan pencampuran biodiesel ke dalam
minyak diesel sebagaimana tercantum dalam
 Peraturan Menteri ESDM no,.12 tahun 2015. Di awal tahun 2020 ditargetkan untuk
dicampurkan 30% biodiesel ke dalam minyak diesel, sehingga dapat menyerap kelebihan
pasokan CPO sebannyak 8.6 juta ton per tahunnya. Agar kegiatan ini dapat berlansung terus,
dan tidak terpengaruh harga BBM dan CPO di pasar, maka Pemerintah memberikan insentif
kepada baik biaya pengolahan biodiesel maupun biaya transportasinya ke depo Pertamina.
Insentif biaya pengolahan ditetapkan sebesar harga CPO/ton + 100 USD, dikoreksi dengan
faktor densitas dan dikurangi dengan harga MOPS (harga minyak diesel di Singapura). Dengan
adanya insentif ini maka harga biodiesel per liternya setara dengan minyak diesel yang berasal
dari fosil.
 Penggunaan MFO untuk bahan bakar sering terkendala ketersediaan di pasaran. Alternatif
yang baik dan pro-energi terbarukan adalah menggantikannya dengan biodiesel, atau pilihan
lain adalah CPO. Secara kelayakan finansial, alternatif terakhir lebih laya. Apabila PLTD
memungkinkan secara teknis, maka kelebihan PLTD berbbahan bakar CPO dibandingkan
biodiesel antara lain.
  Jumlah insentif yang harus dikeluarkan lebih sedikit, karena tidak ada faktor biaya konversi
CPO menjadi biodiesel sebesar USD 100 per tonnya.
  Jika di sekitar PLTD terdapat pabrik kelapa sawit maka ada penghematan insentif biaya
angkut
 Dengan demikian maka PLTD berbahan bakar CPO dapat dijadikan insrtumen pengendali an
harga CPO yang membutuhkan biaya yang lebih sedikit, dibandingakan penggunaan instrumen
biodiesel yang selama ini dijalankan
 Kesimpulan
 Pemanfaatan PLTD berbahan bakar CPO sangat bagus bagi
Indonesia, karena dapat menyerap kelebihan pasokan CPO
sehingga dapat menahan dari kejatuhan harga yang lebih
dalam. Secara teknis hal ini layak dilaksanakan karena telah
tersedia mesin diesel yang spesial didesain berbahan bakar
CPO. Indonesia juga telah mempunyai SNI untuk CPO untuk
bahan bakar mesin diesel putaran rendah yang masuk dalam
rentang spesifikasi mesin diesel ini. Kelayakan finansial jika
dibandingkan dari bahan bakar Marine Fuel Oil masih kurang
menguntungkan. Namun kelayakan finansialnya sangat bagus
untuk menggantikan biodiesel untuk PLTD. Insentif yang
dibutuhkan untuk PLTD berbahan bakar CPO lebih sedikit
untuk jumlah CPO terserap yang sama.
Selesai

Anda mungkin juga menyukai