Anda di halaman 1dari 53

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Buah dan sayuran merupakan bagian dari makanan sehari hari,untuk menunjang kebutuhan
gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura menjadi penting. Buah dan sayur
setelah panen masih melakukan respirasi, sehingga perlu penanganan yang benar dan
selanjutnya perlu diketahui atau dipelajari sifat-sifat fisiologinya.

 Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin C, dan mineral dan
terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut sayuran juga merupakan sumber serat
yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Sayuran juga dapat memberikan
kepuasan terutama dari segi warna dan teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian
yang apabila selesai dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak.

Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis.
(Hotton,1986) Walaupun perubahan ini pada awalnya menguntungkan yaitu terjadinya
perubahan warna, rasa, dan aroma tapi kalau perubahan ini terus berlanjut dan tidak
dikendalikan maka pada akhirnya akan merugikan karena bahan akan rusak/busuk dan tidak
dapat dimanfaatkan. Di Indonesia, hortikultura yang tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan
sebagai “kehilangan” (losses) mencapai 25-40%(Muhtadi,1995) Nilai ini sangat besar bila
dibandingkan dengan negara-negara maju.

Kehilangan ini terjadi secara alamiah setelah dipanen akibat aktivitas berbagai jenis enzim
yang menyebabkan penurunan nilai ekonomi dan gizi. Kerusakan hortikultura dapat
dipercepat bila penanganan selama panen atau sesudah panen kurang baik. Sebagai contoh,
komoditi tersebut mengalami luka memar, tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab
lain seperti adanya pertumbuhan mikroba. Disini pentingnya penanganan pasca panen yang
dapat menghambat proses pengrusakan bahan antara lain melalui pengawetan, penyimpanan
terkontrol, dan pendinginan. Karena sifat bahan yang mudah rusak (perishable) maka
penanganan pasca panen harus dilakukan secara hati-hati. Dalam lingkup yang lebih luas,
teknologi pasca panen juga mencangkup pembuatan bahan (produk) beku, kering, dan bahan
dalam kaleng (Bourne,1999).

Kegiatan pasca panen sendiri berawal dari sejak komoditas hortikultura diambil/dipisahkan
dari tanaman (panen) sampai pada komoditas tersebut sampai di konsumen. Tulisan ini
memberikan gambaran penanganan pasca panen dan pengaruhnya terhadap mutu hortikultura
khususnya sayuran.

Ilmu fisiologi pascapanen pada buah dan sayur merupakan suatu cabang ilmu fisiologi
tanaman hortikultura.  Perkembangannya meningkat karena tingginya kerusakan,
kesalahan penanganan pada pemanenan,distribusi, pemasaran dan penyimpanan.

Pentingnya fisiologi dan teknologi pascapanen :

Perkembangan teknologi budaya tanaman hortikultura

 Buah dan sayur penting bagi makanan sehari-hari


 Menunjang kebutuhan gizi makanan, sehingga perdagangan komoditi hortikultura
menjadi penting
 Buah dan sayur setelah panen masih melakukan respirasi

Produk-produk holtikultura mengalami sebuah proses yang sudah tidak lazim lagi kita
dengar. Proses tersebut adalah respirasi.

Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel seperti
pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida,
dan air, dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa lain yang dapat digunakan sel
untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau
dengan tidak adanya oksigen.

Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada
jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen. Jika
laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida
dikeluarkan – selama tingkat perkembangan (development), pematangan (maturation),
pemasakan (ripening), penuaan (senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi.

Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan
kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses
transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen
yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi
melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel.

Demikian juga halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar
sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel
tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen dari udara,
oksigen kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya
yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transpor elektron.

Banyak sekali buah-buahan yang memperlihatkan kenaikan yang cepat dalam respirasinya
selama pematangan, termasuk salah satu diantaranya adalah avokad. Secara konvensional
buah-buahan ini disebut buah klimaterik. Klimaterik adalah suatu pola perubahan dalam
respirasi, atau dikenal juga dengan istilah klimaterik respirasi. Cara yang umum digunakan
untuk mengukur kecepatan respirasi adalah dengan cara mengukur jumlah karbondioksida
yang dihasilkan atau jumlah gas oksigen yang digunakan. Namun demikian, jumlah oksigen
yang digunakan dalam proses respirasi sangan sedikit sehingga walaupun mungkin dilakukan
tetapi sulit dilakukan dalam pelaksanaannya.

Pada buah klimaterik, jumlah gas karbon dioksida yang diproduksi akan terus menurun,
kemudian mendekati pelayuan (senescene) tiba-tiba produksi gas karbon dioksida meningkat,
dan selanjutnya menurun lagi. Berdasarkan pola produksi gas karbondioksidanya, buah-
buahan diklasifikasikan menjadi tiga pola pernafasan :
a.      Gradual Decrease Type, yaitu jenis yang menurun secara perlahan, dimana kecepatan
respirasi menurun secara perlahan selama proses pematangan. Contoh : jeruk.

b.      Temporary Rise Type, yaitu jenis yang meningkat secara temporer, dimana kecepatan
respirasi meningkat secara temporer dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak
respirasi tercapai. Contoh : avokad, pisang, mangga.

c.       Late Peak Type, yaitu jenis yang mencapai puncak pernafasan terlambat,dimana
kecepatan maksimum respirasi terjadi mulai dari keadaan matang penuh sampai saat sangat
matang (over ripe). Contoh : stroberi.

Pada proses respirasi ini, umumnya buah mengakumulasi gula secara langsung
dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain
dalam bentuk sukrosa (Anderson dan Beardall, 1991). 

Klimaterik  juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga
buah menjadi matang dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, diawali dengan proses
pembuatan etilen.

Ethylene (C2H4) adalah Senyawa organik tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap
yangdihasilkan oleh jaringan pada waktu-waktu tertentu,yang pada suhu kamar berbebntuk
gas.

Etilen pertama ditemukan di AS th 1900 dari hasil pembakaran lampu minyak tanah.
Ethylene digolongkan sebagai hormon tanaman yg aktif dalam proses pematangandan
bersifat mobil dalam jaringan tanaman.

Pada tahun 1959 diketahui etilen juga berperanmengatur pertumbuhan.Ethylene dapat disebut
sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagaihormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik

Dennydan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan
akar.Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang
dapatdilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau).

Perpaduan sifat-sifattersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak


dimakan.Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik).
Buahklimaterik adalah buah-buahan yang melakukan respirasi naik turun. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah karbondioksida yang dihasilkan, pada saat mendekati puncak klimaterik
tiba-tiba produksi karbondioksida meningkat dan selanjutnya menurun lagi. Sedangkan pada
buah nonklimaterik jumlah karbondioksida yang dihasilkan terus menurun secara perlahan
sampai pada saat “senensce).

Sayuran dan buahan hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen jika dibiarkan begitu saja
akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi parasit atau
mikrobiologis. Perubahan-perubahan tersebut ada yang mengntungkan, tetapi kalau tidak
dikendalikan akan sangat merugikan.

Sayuran dan buahan pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi, tetapi rendah dalam
kandungan protein dan lemak. Komposisi setiap sayuran dan buah berbeda, tergantung pada
varietas, cara panen, pemeliharaan tanaman, keadaan iklim, tingkat kematangan, kondisi
selama pematangan dan kondisi ruang pematangan.

Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ panenan komoditi
hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong merupakan struktur organ yang masih
hidup walaupun telah terpisah dari tanaman induknya. Seperti layaknya saat sebelum
dipanen, di saat pasca panenapun organ panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi
metabolisme dan masih mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat
pada tanaman induknya.

Sehubungan dengan kenyataan tersebut di atas, fenomena penting suatu tanaman dan juga
buah, sayuran serta bunga potong sebagai organ panenan adalah bahwa respirasi yang
merupakan penangkapan atau penggunaan oksigen dan pelepasan karbondioksida serta panas
masih berlangsung.

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

 Untuk mengetahui cara menetukan pola respirasi


 Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi
 Untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan,luka/memar, kadar air, ukuran
produk, terhadap kecepatan respirasi.
 Untuk mengetahui pengaruh etilen terhadap kurva respirasi buah-buahan klimaterik
dan non klimaterik
 Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas etilen dalam pematangan buah-
buahan dan pentingnya etilen untuk pematangan buah.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. MENENTUKAN POLA RESPIRASI

(percobaan 1)

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik


menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya adalah reaksi
redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai
oksidator mengalami reduksi menjadi H2O (Willet al, 1982).

 Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

 Ketersediaan substrat

Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi.
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju
yang rendah pula. Demikian sebliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju
respirasi akan meningkat.
 Ketersediaan Oksigen.

 Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang
sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju
respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih
rendah dari okseigen yang tersedia dari udara.

 Suhu.

 Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC,
namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies

 Tipe dan umur tumbuhan.

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian


kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan
muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian
pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (Ingwa and Young, 1984)

Buah-buahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan laju respirasinya, yaitu
buah klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang memiliki
kenaikan laju respirasi ke tingkat yang paling tinggi sebelum pemasakan. Sebaliknya, buah
non-klimaterik adalah buah yang tidak mengalami kenaikan atau perubahan laju respirasi.
Atau dalam kata lain, buah klimaterik dapat pula diartikan sebagai buah yang cepat
mengalami kerusakan atau pembusukan, sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang
tidak mudah mengalami kerusakan pascapanen. Proses pematangan buah non-klimaterik
terjadi saat buah masih berada pada pohonnya, sedangkan buah klimaterik akan cepat matang
setelah buah dipanen  (Winarno dan Aman, 1979).  .

Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon


terhadap etilen kecuali dalam hal penurunan kadar klorofil (degreening) yang terjadi pada
pada jeruk dan nanas (Delvin,1983).

Terdapat indikator yang dapat membedakan antara buah klimaterik dan non-klimaterik, yaitu
respon buah terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami
dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah
non-klimaterik akan merespon terhadap pemberian etilen baik pada tingkat pra-panen
maupun pada tingkat pasca panen. Sedangkan buah klimaterik hanya akan memberikan
respon terhadap pemberian etilen apabila etilen diberikan pada saat buah berada pada tingkat
pra-klimaterik. Dan setelah kenaikan respirasi dimulai maka buah klimaterik tidak akan peka
lagi terhadap pemberian etilen. Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju
pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-
buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young, 1981).

Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal


memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh
hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak
pernafasan klimakterik (Biale dan Young, 1981).
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo” yang tepat, dikspos
selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal,
maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable
ripening).

Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan
terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose
dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila
terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi
segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila
kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-
kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang)
terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya
warna hijau (Endang,2005).

1. PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 2)

Hasil-hasil pertanian sesudah dipanen masih melakukan proses pernafasan, dan selama hasil-
hasil tersebut masih bernafas, bahan masih disebut hidup. Jadi buah-buahan, sayuran, biji-
bijian dan hasil palawija adalah bahan yang masih hidup walaupun telah dipetik dari
pohonnya, karena masih melakukan pernafasan serta metabolisme Respirasi adalah proses
yang terjadi pada makhluk hidup karena terjadi pembakaran karbohidrat (gula) oleh oksigen
sehingga menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain adalah suhu lingkungan atau suhu tubuh makhluk hidup yang melakukan respirasi
(Anonim, 2009).

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa senyawa organik
menjadi CO2, H2O dan energi. (Lakitan, 2007).Respirasi merupakan proses katabolisme atau
penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. (Lovelles, 1997).

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC,
namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan
dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C.
Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi
lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. (Salisbury & Ross, 1995)

Menurut Kays (1991), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan suhu
penyimpanan sebesar 10 0C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2 sampai 2.5
kali, tetapi di atas suhu 35 0C laju respirasi akan menurun karena aktivitas enzim terganggu
yang menyebabkan terhambatnya difusi oksigen.         

 Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting
artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum
digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Menurut
Broto (2003), prinsip penyimpanan dengan pendinginan adalah mendinginkan lingkungan
secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup.

Pada waktu masih berada pada tanaman induknya, buah dan sayuran serta bunga potong
melangsungkan proses kehidupan dengan cara melakukan respirasi, yaitu proses biologis
yang menyerap oksigen untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) dan kemudian
menghasilkan energi dengan diikuti pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida
dan air. Setelah organ dipanen ternyata buah, sayuran dan bunga potong masih
melangsungkan proses respirasi yang mencirikan bahwa organ panenan tersebut masih dalam
keadaan hidup.(kader,1993).

Bila proses respirasi dipilah dalam tahapan, maka terdapat tiga tahap dalam proses respirasi.
Tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini,

 a. Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana,

b. Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan

c. Perubahan (transformasi) aerob dari piruvat dan asam-asam organik lain menjadi
karbondioksida, air, dan energi.(kader,1993)

Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2
dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran
gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa
dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa,
atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat
respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan
dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen
tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol,
asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).

Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi.
Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis
gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada
keadaan & spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai
berikut:

C6H12O6   +   O2     →    6CO2   +   H2O   +   energi

Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses
respirasi. (Danang, 2008)

Buah yang dipanen pada tingkat setengah matang dapat disimpan padasuhu 7-13˚C selama 2
minggu. Buah yang telah matang sebaiknya disimpan padasuhu sekitar 7˚C. Buah nanas
dapat mengalami kerusakan dingin pada suhu lebihrendah dari 7˚C (Deddy Muchtadi,1992).
 

1. PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN TERHADAP RESPIRASI

(percobaan 3)

Hasil-hasil pertanian sesudah dipanen masih melakukan proses pernafasan, dan selama hasil-
hasil tersebut masih bernafas, bahan masih disebut hidup. Jadi buah-buahan, sayuran, biji-
bijian dan hasil palawija adalah bahan yang masih hidup walaupun telah dipetik dari
pohonnya, karena masih melakukan pernafasan serta metabolisme (Anonim, 2009).

            Respirasi adalah proses yang terjadi pada makhluk hidup karena terjadi pembakaran
karbohidrat (gula) oleh oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Respirasi
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah suhu lingkungan atau suhu tubuh makhluk
hidup yang melakukan respirasi. (Usman, 2011).

Kecepatan respirasi menggambarkan aktivitas metabolik di dalam jaringan bahan hasil


pertanian dan dapat memperpanjang umur simpan hasil pertanian, Dinyatakan dalam berat
CO2untuk setiap berat bahan hasil pertanian segar dan waktu (mg CO2/kg.jam)
(Dimas,2009).

Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dijelaskan sebagai berikut

a. Ketersediaan substrat

Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju
yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju
respirasi akan meningkat.

b. Ketersediaan Oksigen

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies. Bahkan, pengaruh oksigen berbeda antara organ satu
dengan yang lain pada tumbuhan yang sama.

c. Suhu

Umumnya, laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C.
Namun, hal ini tergantung pada masing-masing spesies.

d. Tipe dan umur tumbuhan   

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme sehingga kebutuhan


tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan yang tua.
Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat
meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut
akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan. (Anonim, 2009).

            Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik).
Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah dimana
selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis
ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan,
meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena
adanya perubahan permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam
keadaan normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya. (Anonim, 2009).

            Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses
sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena
perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna
kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat
karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna
pada buah tomat. . (Usman, 2011).

            Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut
menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada
adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain
enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose. . (Usman, 2011).

Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macamistialah yang sulit
dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwabuah tersebut menjadi matang
atau tua yang kadang-kadang belum bias dimakankarena rasanya yang belum enak dan istilah
ripening atau pemasakan, dimanabuah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa
enak (Afandi, 1984).Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan,
padaumumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimiamaupun
fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luasterhadap
metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaituperubahan kandungan asam-
asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Kader.2002).

1. PENGARUH LUKA ATAU MEMAR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 4)

            Produk hortikultura seperti sayuran merupakan komoditas yang mudah rusak dan
masih mengalami proses hidup (proses fisiologis). dalam batas-batas tertentu proses fisiologis
ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan yang menjurus pada kerusakan/kehilangan
hasil. (Anonim, 2011).

            Kehilangan/kerusakan hasil produk sayuran secara kualitas dan kuantitas terjadi pada
tahap panen sampai dengan tahap produk siap dikonsumsi. Rata-rata kehilangan/ kerusakan
hasil produk sayuran diperkirakan 5 – 25% untuk negara-negara yang telah maju, dan 20 –
50% untuk negara-negara berkembang. Untuk mengurangi susut tersebut,  beberapa  hal 
yang  harus dilakukan adalah :
 (a) mengetahui faktor biologis dan lingkungan penyebab kerusakan,

 (b) menggunakan teknologi penanganan pasca panen yang benar, diantaranya pengemasan
dan penyimpanan yang tepat, sehingga akan memperlambat kebusukan dan dapat
mempertahankan kesegaran produk pada tingkat optimal.

            Respirasi memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi prosesnyya yaitu faktor
internal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain umur, tipe atau jenis tumbuhan,
sedangakan faktor eksternal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain adalah ketersediaan
jumlah substrat, ketersediaan oksigen, dan kelembapan serta suhu lingkungan. Tentunya
tumbuhan yang sudah dewasa dengan tumbuhan yang masih berkecambah akan memiliki laju
respirasi yang berbeda.

             Pada saat kecambah, laju respirasi cenderung lebih tinggi dibanding ketika sudah
dewasa. Hal ini karena pengaruh metabolik dari proses perkecambahan. Demikian pula pada
berbagai macam jenis tumbuhan akan memiliki laju respirasi yang berbeda, karena di
dalamnya terdapat proses metabolik dan kandungan substrat respirasi yang berbeda satu sama
lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju
respirasi kecambah, maka perlu dilakukan suatu eksperimen dengan beberapa perlakuan
untuk mengkaji hal tersebut lebih dalam. Semua sel hidup melakukan respirasi untuk
mencukupi kebutuhan energi. Semua sel aktif akan terus menerus melakukan respirasi,
menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui,
respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas yang berlangsung secara sederhana. Respirasi
merupakan salah satu bentuk proses metabolisme secara katabolik, yaitu proses pemecahan.
Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi
CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Proses respirasi dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik internal maupun eksternal. (Anonim, 2011).

            Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi


senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel
dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik.Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen
dan dihasilkan karbondioksida sertaenergi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana
oksigen tidak atau kurangtersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti
alkohol,asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997)

            Luka atau memar yang terjadi pada buah-buahan akan meningkatkan sintesa etilen.
Dengan demikian secara tidah langsung akan meningkatkan kecepatan respirasi. Karena
diketahui bahwa etilen dapat menstimulir reaksi enzimatis dalam buah-buahan. (Kader.2002).

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) yang pada suhu kamar berbentuk gas.
Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian.Selain itu, etilen merupakan :

 Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat
sederhana sekali.
 Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu
tanaman.
 Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase
klimaterik.Mempengaruhi perombakan klorofil
  Mulai aktif dari 0,1 ppm (ambang batas/threshold)
 Dihasilkan jaringan tanaman hidup pada saat tertentu  (Kader.2002)

1. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 5)

Buah-buahan di Indonesia memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Buah-buahan


mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang
kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah
mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah
mencapai tingkat kematangannya (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah. 1981).      

Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat
diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene.
Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kta dapat menentukan
penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan
aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan (Bellec, F. L., F. Vaillant, and E.
Imbert. 2006)

Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan mengalami
perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis, dimana
ada yang menguntungkan dan sangat merugikan bila tidak dapat dikendalikan yaitu
timbulnya kerusakan atau kebusukan. Hal ini akan  mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan
lagi, sehingga merupakan suatu kehilangan (loss) (Ashari, S. 1995).

 Di Indonesia  kehilangan buah-buahan cukup tinggi, 25 – 40 %. untuk menghasilkan buah-


buahan dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh perlakuan selama penanganan
on-farm, ditentukan juga oleh faktor penanganan pasca panen yang secara umum mulai dari
pemanenan, pengumpulan, sortasi, pembersihan dan pencucian, grading, pengemasan,
pemeraman, penyimpanan dan pengangkutan (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah.
1981).

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa


anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Respirasi membutuhkan O2 dan
menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2 dan panas sebagai entropi (energi
panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat
(karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan
“Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan
RQ=1 untuk substrat glukosa (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah. 1981).

Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang
digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ.
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya
proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Winarno, F. G. dan A. Wirakantakusumah.
1981).
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah
mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein
< 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada
bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya
(Stintzing, F. C., A. Schieber, R. Carle. 2002).

Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kal per mol
glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang metabolisme dan
menguntungkan beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer
atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari bahang
adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai
proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion (Stintzing, F.
C., A. Schieber, R. Carle. 2002).

Respirasi memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi prosesnyya yaitu faktor internal
yang mempengaruhi laju respirasi antara lain umur, tipe atau jenis tumbuhan, sedangakan
faktor eksternal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain adalah ketersediaan jumlah
substrat, ketersediaan oksigen, dan kelembapan serta suhu lingkungan. (Anonim, 2011)

1. PENGARUH UKURAN PRODUK TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

(percobaan 6)

Hal yang penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah dan sayuran segar apapun
bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi
berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya.
Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada
tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah
penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk
aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu
dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat (Stintzing, F. C., A. Schieber, R. Carle.
2002).

Cara penanganan yang tepat untuk mengurangi proses metabolisme setelah panen yang
senantiasa menimbulkan penurunan mutu yang menyebabkan mengurangnya minat
konsumen atas produk tersebut yaitu dengan metode pengeringan. Pada prinsipnya semakin
cepat laju respirasi, maka semakin cepat pula laju kemunduran mutu dan kesegaran. Untuk
itu, dilakukan metode yang tepat untuk pengeringan produk pasca panen melalui praktikum
yang telah dilaksanakan (Stintzing, F. C., A. Schieber, R. Carle. 2002).

Perlu diketahui bahwa komoditas yang telah dipanen akan mengalami proses respirasi. Pada
Pada proses respirasi terjadi proses katabolisme yaitu perombakan senyawa-senyawa
kompleks yang diuraikan dengan bantuan oksigen (C6H12O6 + 6O2 -> 6CO2 + 6H2O).
Proses respirasi berbeda-beda, semakin banyak oksigen yang digunakan maka proses
respirasi semakin meningkat. Adanya respirasi menyebabkan komoditas tersebut mengalami
perubahan seperti penuaan dan pembusukan. Proses cepat lambatnya resipasi juga
dipengaruhi oleh etilen. Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana yang
(C2H4) berupa gas yang berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman, seperti
pertumbuhan, pemasakan, penuaan, dan pembusukan (Bellec, F. L., F. Vaillant, and E.
Imbert. 2006)

Proses respirasi suatu komoditas dibagi menjadi 2, yaitu klimaterik dan non klimaterik. Pada
klimaterik terjadi lonjakan waktu respirasi suatu komoditas yang sangat cepat atau lebih
singkat, dimana kerusakan komoditas tersebut juga berlangsung cepat. Proses respirasi
klimaterik dan proses pemasakan dapat berlangsung pada saat buah masih di pohon atau telah
dipanen. Komoditas yang termasuk klimaterik seperti pisang, pepaya, kiwi, mangga, jambu,
dan lain-lain. Sedangkan pada non klimaterik terjadi lonjakan waktu respirasinya yang lebih
lambat dan menyebabkan kerusakan komoditas juga berlangsung lebih lambat. Komoditas
yang termasuk non klimaterik seperti bengkoang, salak, nanas, jeruk bali, semangka, dan
lain-lain (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N. Tharanathan. 2007).

Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya terhadap
pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-
buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan
bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen
maupun pasca panen, contoh buahnya yaitu semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun dan
sebagainya. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen
diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan
respirasi dimulai. Contoh buahnya meliputi   pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo,
apel dan sebagainya (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N. Tharanathan. 2007).

Perkembangan awal dengan pembelahan sel, pematangan dan penuaan. Awal respirasi
klimaterik diawali pada fase pematangan bersama dengan pertumbuhan buah sampai konstan.
Biasanya laju kerusakan komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya,
walaupun tidak selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya
dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N. Tharanathan.
2007).

Buah-buahan di Indonesia memiliki potensi pengembangan yang sangat besar. Buah-buahan


mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang
kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah
mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah
mencapai tingkat kematangannya (Prasanna, V., T. N. Prabha, R. N. Tharanathan. 2007)

1. PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN


KLIMATERIK

(percobaan 9)

Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zatlain dalam
menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaanmentah
maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah
yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yangmasak
baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentuantara
lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylenedalam
pematangan buah kta dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah
atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan
buah- buahan.Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut
buahtropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak
lanjutmengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum masak.
(Danang. 2008)

Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum,


seperti pisang, mangga, apel dan alpokatyang dapat dipacu kematangannya dengan etilen.
Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat
memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah
yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas(Danang.
2008).

Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu
produksi etilen endogen dan pematangan buah. Klimaterik merupakan suatu fase yang
banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan
„auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya
peningkatan proses respirasi(Danang. 2008).

Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya
respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein
dan RNA (Heddy, 1989).

 Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah
tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses
pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan
buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah
CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non
klimaterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi
dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-
buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya,
peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang
mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola
diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo,
1990).

Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya
aktivitas enzimpiruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan
jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan
pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana mangga
masih dalam kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri dari vakuola. Perubahan fisiologi
yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga
dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara,
yaitu:

1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi


besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi
dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang
sintesis protein pada saat itu.  Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses
pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.
            Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu,
misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi
tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun
pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel
adalah 320 C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.Pada buah klimaterik,
jumlah gas karbon dioksida yang diproduksi akan terus menurun, kemudian mendekati
pelayuan (senescene) tiba-tiba produksi gas karbon dioksida meningkat, dan selanjutnya
menurun lagi. Berdasarkan pola produksi gas karbondioksidanya, buah-buahan
diklasifikasikan menjadi tiga pola pernafasan :

a.  Gradual Decrease Type, yaitu jenis yang menurun secara perlahan, dimana kecepatan
respirasi menurun secara perlahan selama proses pematangan. Contoh : jeruk.

b.      Temporary Rise Type, yaitu jenis yang meningkat secara temporer, dimana kecepatan
respirasi meningkat secara temporer dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak
respirasi tercapai. Contoh : avokad, pisang, mangga.

c.   Late Peak Type, yaitu jenis yang mencapai puncak pernafasan terlambat,dimana
kecepatan maksimum respirasi terjadi mulai dari keadaan matang penuh sampai saat sangat
matang (over ripe). (Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009)

1. PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN NON


KLIMATERIK

(percobaan 10)

            Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada
buah pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik
hanya sedikit. Pengaruh ethylene pada laju respirasi buah-buahan klimakerik dan non
klimakterik.

Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat diketahui bahwa ethylene merangsang
pemasakan klimakerik. Sedangkan menurut  Winarno (1979) dikatakan bahwa uah-buahan
non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan ethylene dalam jumlah
yang besar. Sebagai contoh buah non klimakterik untuk percobaannya adalah jeruk. Di
samping itu pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambahkan ethylene beberapa kali
akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.

            Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan
kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan mangga
sebelum puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa
protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45
jam. Perlakuan dengan C2H2 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan
warna yang menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala
kematangan yang khas. Menunjukkan hubungan antara C2H2 dengan penhambat peroksidase
pada irisan-irisan mangga Alphonso.
            Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh
adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan mekanis
pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat mempercepat
pematangannya.Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada
buah Peach yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat
pembentukan ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar
radioaktif tersebut pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene(Yasa, I
Komang Jaya Santika. 2009).

            Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun
suhu tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak
terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan
oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat
memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut. (Yasa, I Komang Jaya Santika.
2009)

1. PENGARUH SUHU TERHADAP AKTIVITAS ETILEN DALAM PEMATANGAN


BUAH-BUAHAN

(percobaan 11)

Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macam istilah yang sulit
dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwabuah tersebut menjadi matang
atau tua yang kadang-kadang belum bias dimakankarena rasanya yang belum enak dan istilah
ripening atau pemasakan, dimanabuah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa
enak (Afandi, 1984).               

Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, padaumumnya buah-buahan


mengalami serangkaian perubahan komposisi kimiamaupun fisiknya. Rangkaian perubahan
tersebut mempunyai implikasi yang luasterhadap metabolismedalam jaringan tanaman
tersebut. Diantaranya yaituperubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat
lainnya (Kader.2002). Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan juga akan
mempengaruhiaktifitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang
mampumengkatalis degradasi protopektinyang tidak larut menjadi substansi pectin yanglarut.
Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasanbuah-buahan
(Sianturi. 2008).

Suhu  juga berpengaruh terhadap aktivitas etilen. Pembentukan etilen dalam jaringan-jaringan
tanaman dapat dirangsang oleh adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh
karena itu adanya kerusakan mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah
dipanen akan dapat mempercepat pematangannya.

Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah Peach
yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan
ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut
pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu
tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak
terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan
oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat
memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.

Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya
pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi tinggi
tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasan.
Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320
C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.

Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat
memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam serta mengalami peningkatan laju
respirasi pada akhir fase kemasakan. Sedangkan buah non klimaterik adalah buah yang
kandungan amilumnya sedikit dan pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju
respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah dan  tidak
terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan (Nakasone, H. Y. and Paull, R.
E. 1998).

Pertama, kita lihat dari segi kandungan amilum. Jeruk memiliki kandungan amilum yang
sedikit sehingga bila dipanen masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga. Kedua
dari segi fase pemasakan,sebagian besar pemanenan jeruk yang tepat adalah pada saat buah
telah masak dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah. Hal ini dilakukan agar daya
simpannya lebih lama. Ketiga, buah jeruk tidak memberikan respon terhadap etilen dalam hal
pematangan buah kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil). Terakhir, buah
jeruk  tidak menunjukkan perlibahan (peningkatan) laju produksi ethilen dan C02 setelah
dipanen, artinya buah jeruk harus dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami
pemeraman. Dari pernyataan-pernyataan diiatas, maka dapat kita simpulkan bahwa buah
jeruk merupakan buah Non klimaterik (Nakasone, H. Y. and Paull, R. E. 1998).

1. PENTINGNYA ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUAH

(percobaan 12)

Penggunaan etilen untuk membantu proses pemasakan sudah dikenal sejak dulu kala. Etilen
secara alami dihasilkan oleh buah dan pada saat pemasakan akan terjadi peningkatan etilen,
serta terjadi akumulasi gula, perombakan klorofil dan senyawa lain sehingga buah menjadi
lunak (Quazi dan Freebairn, 1970; Krishnamoorthy, 1981).

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas. Etilen
merupakan hormon yang dapat mempercepat dari pemasakan/ ripening komoditi hortikultura.
Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi kriteria sebagai hormon tanaman yaitu
dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman, dan
merupakan senyawa organik. Pada tahun 1859 diketahui bahwa etilen tidak hanya berperanan
dalam proses pematangan saja, tetapi berperan dalam mengatur pertumbuhan tanaman.
Dalam fisiologi pasca panen kebanyakan tanaman hortikultura, etilen memegang peranan
penting, seringkali merugikan, meningkatkan laju senescene dan mengurangi masa simpan,
dan kadangkala menguntungkan, meningkatkan kualitas buah dan sayuran melalui percepatan
dan penyeragaman  ripening (pemasakan) sebelum dipasarkan. Perlakuan etilen terhadap
buah non klimakterik akan menyebabkan terjadinya klimakterik yang berulang-ulang.

Penggunaan etilen juga tidak dikehendaki untuk beberapa komoditi yang mudah rusak.
Dengan kerusakan seperti berikut :

1. Mempercepat pemasakan buah selama penanganan dan penyimpanan.


2. “Russet spoting” pada selada
3. Mempercepat senescene dan menghilangkan warna hijau pada buah mentah
(mentimun, aquash dan lain-lain) dan sayuran daun.
4. Pengurangan masa simpan (atau mengurangi kualitas) buah dan sayuran
5. Pembentukan  rasa pahit pada wortel (isocoumarin)
6. Pertunasan kentang
7. Gugurnya daun (kol bunga, kubis, tanaman hias daun)
8. Pengerasan pada asparagus
9. Mempersingkat masa simpan dan mengurangi kualitas bunga (mencegah pemekaran
mahkota bunga anyelir)
10. Gangguan fisiologis pada tanaman umbi lapis (bulb) yang berbunga.

Etilen juga dapat dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan kimia lain antara lain
KmnO4, perlakuan ozon, penggunaan arang aktif (charcoal), dengan pengoksidasi katalis,
menggunakan bakteri, penyimpanan hypobaric. Etilen juga dapat dihambat jika tak
diinginkan dengan cara kontrol atmosfer, dan memakai senyawa khusus anti etilen.

Etilen  Adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas,
dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu, dan  dapat menyebabkan
terjadi perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil
pertanian

            Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas.
Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup, pada waktu-waktu tertentu senyawa ini
dapat menyebabkan terjadinya perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan
pematangan hasil-hasil pertanian (Winarno, 1992).            Etilen adalah suatu gas yang dalam
kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan.
Disebut hormone karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormone, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara
tidak disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh
sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya (Aman, 1989).

            Meskipun sekarang sudah ada bukti-bukti yang cukup meyakinkan yang mendukung
pandangan bahwa C2H4 (etilen) itu sesungguhnya merupakan hormon pematangan, namun
dalam penelitian dijumpai beberapa kesukaran, diantaranya: selama ini orang belum berhasil
menghilangkan seluruh C2H4 (etilen) yang ada dalam jarigan untuk menunjukkan bahwa
proses pematangan akan tertunda apabila C2H4 (etilen) tidak ada (Pantastico, 1989).

Usaha-usaha untuk mengungkapkan atau mengetahui lebih lanjut tentang biogenesis


pembentukan etilen terus berlangsung dengan dimulai penelitian-penelitian oleh para pakar,
kali ini penelitian dengan memenfaatkan etilen itu sendiri dengan aktifitas yang khas pada
jaringan beberapa buah-buahan yang kemungkinan akan dapat menjelaskan suatu tanda
Tanya berkaitan dengan biogenesis pembentukan (Kartasapoetra, 1994)

Pada tanaman hortikultura, etilen seringkali merugikan (meningkatkan laju senesen dan
mengurangi masa simpan) dan kadangkala menguntungkan (meningkatkan kualitas buah dan
sayuran melalui percepatan dan penyeragaman  ripening (pemasakan) sebelum dipasarkan)

 Selain itu, etilen merupakan :

 Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat
sederhana sekali.
 Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu
tanaman.
  Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
  Mempengaruhi perombakan klorofil
 Mulai aktif dari 0,1 ppm (ambang batas/threshold)
 Dihasilkan jaringan tanaman hidup pada saat tertentu
 Merupakan homon (dihasilkan tanaman, bersifat mobil, senyawa organik) proses
pematangan

Hubungan etilen dalam pematangan buah:

Pematangan adalah permulaan proses kelayuan ,organisasi sel terganggu, dimana enzim
bercampur, sehingga terjadi hidrolisa, yaitu pemecahan klorofil, pati, pektin dan tanin,
membentuk: etilen, pigmen, flavor, energi dan polipeptida.

Hipotesis Pematangan

            Hipotesis pertama pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya proses
pelayuan dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini menjadi pelopor dari
kegiatan hidrolisis substrat oleh enzim-enzim yang terdapat didalam sel. Selama proses
hidrolisis tersebut terjadi pemecahan klorofil, pati, pektin, tanin dan sebagainya. Dari hasil
pemecahan tersebut akan terbentuk bahan-bahan seperti etilen, pigmer, senyawa pembentuk
flavor, energi dan mungkin polipeptida.

            Hipotesis kedua pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses penguraian
substrat, dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan untuk mensintes mzim-enzim spesifik
yang antara lain akan digunakan dalam proses pelayuan. (Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979)

MEKANISME AKSI ETILEN DALAM PEMATANGAN

 Dalam skala molekuler, etilen dapat terikat pada ion metal beberapa enzim  atau ikut
serta dalam sistem transfer elektron tertentu.
 Pada tingkat seluler, eltilen dapat meningkatkan permeabilitas membran sel dan
membran partikel sub-seluler, sehingga membuat substrat lebih mudah dicapai oleh
enzimnya.
 Struktur kimia etilen dapat mudah larut dalam lemak, tetapi tidak ada yang pernah
menemukan tardapatnya etilen dalam keadaan terikat. Hal ini membuktikan bahwa
etilen merupakan senyawa yang sangat mobil (mudah bergerak).
 Pada  pematangan buah pisang (perubahan warna dan kadar gula) dengan pemberian
etilen,  terjadi mulai dari bagian yang diberi etilen dan menjalar kebagian-bagian lain
yang tidak diberi etilen. Buah pisang yang diberi etilen pada bagian pangkalnya
(apical side), ternyata memproduksi etilen dalam jumlah banyak dari bagian ujungnya
(stem-end) 3 jam setelah pemberian etilen tersebut.
 Etilen juga meningkatkan  aktivitas enzim-enzim katalase, peroksidase dan amilase
dalam jaringan buah mangga pada saat pra-klimakterik.

            Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses
respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi
klimaterik melalui dua cara, yaitu:
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar,
hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang
sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan
dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi. (Winarno, F.G. dan M.
Aman. 1979)

 
 

BAB III. BAHAN DAN METODA

3.1  MENENTUKAN POLA RESPIRASI

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N

b)      Bahan

 Pepaya dan mentimun


 Pisang dan nenas
 Pokat dan jeruk

c)      Prosedur

Laju respirasi buah pada suhu ruang diukur berdasarkan jumlah gas  yang diproduksi setiap
hari , dengan cara titrimetri. Buah ditimbang berat awalnya dan pada setiap melakukan setiap
pengamatan respirasi.

Cara pengukuran

 Udara sebelum melewati buah terlebih dahulu dilewatkan dalam larutan Ca(OH)2
pada erlemeyer A untuk mengikat CO2 sisa yang mungkin masih ada.
 Udara yang keluar dari erlemeyer A dianggap telah bebas dari CO2 dan kemudian
dilewatkan kedalam desikator B atau tabung besar yang  berisi contoh buah seberat +
1kg.
 Udara yang keluar dari wadah B ditampung dalam erlemeyer C yang berisi 50 ml
NaOH 0,05 N yang berfungsi untuk mengikat gas CO2 yang diproduksi oleh buah
sebagai hasil respirasi.
 Pengukuran jumlah gas CO2 yang terikat oleh larutan NaOH 0,05 N dalam tabung C
dilakukan setelah respirasi berlangsung selama 1 jam.
 Larutan NaOH 0,05 N yang sudah mengikat CO2 tersebut dititrasi dengan HCL 0,05
N dengan menggunakan indikator fenoftalin 1 %.
 Untuk koreksi dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas , tetapi wadah B tidak
di isi contoh buah (blanko).
Laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg /Kg/jam).

(ml blanko- ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                   2

 Gambarkan pola respirasi masing-masing buah


 Tentukan mana buah yang tergolong klimaterik dan non klimaterik

3.2   PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N

b)      Bahan

 Pepaya
 Pisang
 Apel

c)      Prosedur

Separti pada percobaan satu, tetapi dalm percobaan ini satu lot dari setiap jenis buah
disimpan pada suhu ruang, dan satu lot lagi disimpan pada suhu rendah (cold storage).
Demikian juga pematangan kecepatan respirasinya.

Gambarkan kurva kecepatan respirasi dari masing0masing jenis buah dari dua suhu yang
berbeda,selama tiga hari penyimpanan dan pengamatan respirasi dilakukan tiap hari.

3.3  PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN TERHADAP RESPIRASI

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan

 Pisang dan pepaya dengan tingkat kematangan : muda (green), tua (green mature),
dan matang (ripe).

c)      Prosedur

Penentuan kecepatan respirasi sama seperti percobaan sebelumnya. Lakukan percobaan


selama tiga hari dengan pengamatan tiap hari selama dua jam respirasi. Buat kurva respirasi
untuk masing-masing komoditi secara terpisah.

3.4  PENGARUH LUKA/MEMAR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan

 2 Buah pepaya (utuh dan dilukai)


 2 Buah pisang (utuh dan dilukai)
 2 Buah pokat (utuh/memar)
 2 Buah nenas (utuh/memar)
 2 Buah jeruk (utuh/memar)

c)      Prosedur

Seperti pada percobaan 1,kecepatan respirasi diukur setiap hari (selama 2 hari)

3.5  PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan
 Gabah dan kacang kedelai ( kering dan basah) sebanyak 1 kg.

c)      Prosedur

 Gabah dan kacang kedelai yang akan diuji, pertama tama ditentukan kadar airnya
dengan menggunakan metodde oven (100-C)
 Bila ternyata kadar airnya lebih dari 14% maka dilakukan pengeringan  dengan
menggunakan oven pada suhu rendah (40-C)
 Bila kadar air kurang dari 14% , untuk meningkatkan kadar airnya semprot dengan
sedikit air
 Contoh ditaruh dalam desikator dan kecepatan respirasi ditentukan seperti pada
percobaan sebelumnya.

3.6  PENGARUH UKURAN PRODUK TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan

Kentang yang berukuran kecil, sedang, dan besar

c)      Prosedur

 Kentang di cuci dan dibersihkan


 Dilap sampai kering
 Ditimbang
 Masukkna ke dalam desikator
 Tentukan kecepatan respirasinya seperti pada percobaan sebelumnya.

3.7  PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN


KLIMATERIK

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan
Buah pisang yang cukup tua(mature) tapi belum matang(ripe).

c)      Bahan kimia

Kalsium karbida sebagai pengganti etilen

d)     Prosedur

 1 lot pisang di simpan pada suhu ruang selama 3 hari


 Lot 2 di beri perlakuan dengan penambahan  25g karbit yang di bungkus dengan kain
sedikit basah selama 24 jam, disimpan pada suhu ruang.
 Ukur laju respirasi.

3.8  PENGARUH ETILEN TERHADAP KURVA RESPIRASI BUAH-BUAHAN NON-


KLIMATERIK

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan

Buah jeruk yang sudah tua

c)      Bahan kimia

Kalsium karbida sebagai pengganti etilen

d)     Prosedur

Jeruk dibagi menjadi dua lot :

 Lot 1 tidak diberi perlakuan dan disimpan pada suhu ruang selama 3 hari
 Lot 2 diberi perlakuan dengan menambahkan 50 gr karbit  dan disimpan pada suhu
ruang.
 Lakukan pengukuran laju respiraasi.

3.9  PENGARUH SUHU TERHADAP AKTIVITAS ETILEN DALAM PEMATANGAN


BUAH-BUAHAN

a)      Peralatan

 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.


 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan

Pisang yang cukup tua

c)      Bahan kimia

Kalsium karbida sebagai pengganti etilen

d)     Prosedur

Pisang  dibagi menjadi 4 lot :

 Lot 1 : tampa perlakuan, disimpan pada suhu ruang


 Lot 2 : tampa perlakuan, disimpan pada suhu rendah (cold storage,C )
 Lot 3 : diberi perlakuan dgn penambahan 50 gr karbit dan disimpan pada suhu ruang.
 Lot 4 : diberi perlakuan seperti lot 3 kemudian disimpan pada suhu rendah

3.10          PENTINGNYA ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUAH

a)      Peralatan

 Desikator yang dapat divakumkan


 Pompa vakum
 Penetrometer
 Stopwatch
 Timbangan kasar
 Botol besar atau desikator tempat buah-buahan yang di uji.
 Erlemeyer atau tabung besaryang berisi larutan Ca(OH)2 jenuh dan NaOH 0,05 N
(lihat skema) , indikator fenoftalin 1%, HCL 0,05 N.

b)      Bahan

Pisang yang cukup tua tapi belum matang

c)      Prosedur

 Sediakan 3 desikator masing masing diisi dengan pisang


 Vakumkan dengan menggunakan pompa vakum
 Dalam ruangan biasa disimpan 4 sisir pisang
 Pengamatan dilakukan terhadap:

–          Warna secara visual

–          Kekerasan dengan menggunakan penetrometer

–          Perbandingan antara berat daging buah dan kulit


 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1. Menentukan Pola Respirasi

1. 1.      HASIL

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh adalah :

Pisang  (blanko : 1,5 ml)


Pengamatan                                               Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau-kuning Hijau-kning Hijau Hijau
++ kehitaman kehitaman +
 
Aroma – – Khas + + Khas + + + Khas

++++
Tekstur Keras Keras Keras Lunak Lunak

+++++ +++++ ++++ +++ ++


Berat (gr) 70 120 100 120 100
 HCL titrasi 0,4 0,1 0,5 0,4 0,3
pagi (ml)
 

Orange  (blanko : 1,5 ml)


Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau Hitam

+  Kekuningan Kecoklatan Kehitaman


Aroma – – Khas + Khas ++ Khas +++
Tekstur Keras Keras Keras Keras Lunak

+++++ ++++ +++ ++ ++


Berat (gr) 60 60 60 60 60
HCl (ml) 0,1 0.2   0,5 0,4 0,4
             

untuk tabel hasil pengamatan pada buah-buahan yang lainnya dapat di lihat pada lampiaran
format laporan sementara.

Perhitungan : menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Buah pisang :

1. (1,5-0,0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2.  1,54 mgco2/kg/jam
3.  1,43 mgco2/kg/jam
4.  1,1 mgco2/kg/jam
5.  1,32 mgco2/kg/jam
6.  1,21 mgco2/kg/jam
7.  1,21 mgco2/kg/jam
8.  1,32 mgco2/kg/jam
9.  1,21 mgco2/kg/jam

Buah pokat :

1. (1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 0,99 mgco2/kg/jam
3. 0,88 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 0,99 mgco2/kg/jam
6. 1,21 mgco2/kg/jam
7. 1,32 mgco2/kg/jam
8. 1,1 mgco2/kg/jam
9. 1,21 mgco2/kg/jam

Buah timun :

1. (1,5-0,6) x 0,05 x 44 = 0,99 mgco2/kg/jam

1. 1,1 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 0,66 mgco2/kg/jam
4. 0,66 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam
6. 1,32 mgco2/kg/jam
7. 1,21 mgco2/kg/jam
8. 1,21 mgco2/kg/jam
9. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang :

1. (1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,54 mgco2/kg/jam
3. 1,43mgco2/kg/jam
4. 1,1 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam
6. 1,21 mgco2/kg/jam
7. 1,21 mgco2/kg/jam
8. 1,32 mgco2/kg/jam
9. 1,21 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

Pada praktikum pertama fisiologi dan teknologi pasca panen ini adalah tentang menetukan
pola respirasi. Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak
dan protein) menjadi produk lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup (Anonim, 2008). Buah-buahan yang
mengalami proses respirasi yang tinggi akan cepat rusak. Rusaknya buah-buahan ini karena
senyawa yang ada didalam buah-buahan tersebut mengalami reaksi sehingga zat yang
tertinggal didalam bahan tersebut menjadi tidak stabil. Besarnya kecepatan reaksi ini ditandai
dengan banyaknya karbondioksida yang keluar dari buah-buahan tersebut yang juga dikenal
dengan istilah respirasi.

Pada praltikum ini, sampel yang digunakan adalah buah timun,pisang, jeruk,pokat. Pisang
merupakan jenis buah klimaterik sedangkan timun merupakan jenis buah non-klimaterik.
Peralatan yang dirancang menggunakan 5 buah stopless dimana stopless pertama berisi
larutan Ca(OH)2 jenuh dan stopless ke dua berisis larutan NaOH 0,01 N dengan tujuan untuk
mengikat gas CO2 yang terkandung dalam udara yang dialirkan melalui aerator. Setelah
melewati desikator tempat buah gas CO2 yang diproduksi ketika proses resporasi buah akan
diikat oleh NaOH 0,05 lalu dilakukan dengan HCl 0,05 menggunakan indikator PP. Sehingga
satuan dari laju respirasi adalah mg CO2/kg/jam.

Berdasarkan pengamatan berat buah buahan di peroleh sama ini deikarnakan adanya
kekeliruan yang didapat saat pengukuran. Dan tidak akuratnya timbangan yang digunakan.
Berdasarkan data yang diperoleh, puncak peningkatan karbondioksida yang tinggi adalah
pada hari kelima. Berdasarkan grafik yang diperoleh, semua buah-buahan memiliki bentuk
kurva yang hampir sama yaitu menyerupai kurva klimakterik. Hasil yang diperoleh ini
memiliki kekeliruan yang sangat besar. Hal ini disebabkam karena buah-buahan yang diuji
tediri dari buah klimakterik dan non klimakterik. Pada buah-buahan yang tergolong
klimaterik, proses respirasi yang terjadi selama pematangan mempunyai pola yang sama yaitu
menunjukkan peningkatan karbondioksida yang mendadak. Sedangkan buah yang tergolong
non klimakterik proses respirasi karbondioksida yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi
langsung turun secara perlahan-lahan (Syarief et al, 1988). Perbedaan yang terjadi dalam
kurva yang dihasilkan dengan kurva klimaterik yang sebenarnya disebabkan karena beberapa
hal diantaranya kurang akuratnya penimbangan maupun pengukuran sampel dan larutan yang
digunakan. Selain itu juga karena adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses
praktikum seperti kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh karena itu,
ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan untuk
menghasilkan data yang akurat dan bagus. Perbedaan yang terjadi juga disebabkan karena
waktu inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.

Percobaan 2. Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Respirasi

1. 1.      HASIL

Pada percobaan pengaruh suhu di dapatkan hasil dari buah-buahan sebagai berikut

Pisang Suhu Ruang (blanko : 1,5 ml)

 
Pengamatan                                               Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau-kuning Hijau-kning Hijau Hijau
++ kehitaman kehitaman +
 
Aroma – – Khas + + Khas + + + Khas

++++
Tekstur Keras Keras Keras Lunak Lunak

+++++ +++++ ++++ +++ ++


Berat (gr) 70 120 100 110 100
 HCL titrasi 0,4 0,1 0,5 0,4 0,3
(ml)
 

Pisang Suhu Dingin (blanko : 1,5 ml)

 
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3 4 5
Warna Hijau Hijau Hijau Hijau Hitam

+  Kekuningan Kecoklatan Kehitaman


Aroma – – Khas + Khas ++ Khas +++
Tekstur Keras Keras Keras Keras Lunak

+++++ ++++ +++ ++ ++


Berat (gr) 70 80 60 70 70
HCl (ml) 0,4 0,2 0,3 0,3 0,3 

Perhitungan : dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Buah apel pada suhu ruang :

1. (1,5-0,5) x 0,05 x 44 = 1,1 mgco2/kg/jam

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 0,88 mgco2/kg/jam
3. 1,43 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam
6. 1,1 mgco2/kg/jam
7. 1,1 mgco2/kg/jam
8. 1,21 mgco2/kg/jam
9. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang pada suhu ruang :

1. (1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,54 mgco2/kg/jam
3. 1,43 mgco2/kg/jam
4. 1,1 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam
6. 1,21 mgco2/kg/jam
7. 1,21 mgco2/kg/jam
8. 1,32 mgco2/kg/jam
9. 1,21 mgco2/kg/jam

Buah apel pada suhu dingin :

1. (1,5-0,9) x 0,05 x 44 = 0,66 mgco2/kg/jam


2

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 1,1 mgco2/kg/jam
3. 0,99 mgco2/kg/jam
4. 0,66 mgco2/kg/jam
5. 1,.1 mgco2/kg/jam
6. 1,21 mgco2/kg/jam
7. 0,99 mgco2/kg/jam
8. 1,32 mgco2/kg/jam
9. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang pada suhu dingin :

1. (0,4-0,3) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,43 mgco2/kg/jam
2. 1,43 mgco2/kg/jam
3. 1,43 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,1 mgco2/kg/jam
6. 1,32 mgco2/kg/jam
7. 1,1 mgco2/kg/jam
8. 1,32 mgco2/kg/jam
9. 1,32 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

            Selama penyimpanan, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kandungan vitamin C
dan total padatan terlarut pada tingkat kematangan buah baik yang disimpan pada suhu 10 0C
maupun suhu ruang. Tetapi untuk total asam terdapat perbedaan yang nyata pada nilai total
asam selama penyimpanan pada tingkat kematangan buah baik yang disimpan pada suhu 10
0
C maupun suhu ruang. Tingkat kematangan dan suhu penyimpanan memberikan perbedaan
yang nyata terhadap nilai pada kekerasan buah pisang, tetapi lama penyimpanan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata meski terjadi penurunan nilai kekerasan pada
tingkat kematangan buah selama penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu dingin.
Penurunan nilai kekerasan pada buah pisang menunjukkan terjadinya pelunakan pada buah.
Selama proses pemasakan buah akan terjadi perubahan kandungan pektin oleh aktivitas
enzim yang menyebabkan buah menjadi lunak.

            Semakin tinggi tingkat kematangan dan suhu penyimpanan, maka nilai RQ
(respiration quotient) akan semakin rendah. Pada suhu 10 oC, nilai RQ buah  pada  tingkat
kematangan > 1, tetapi pada suhu ruang nilai RQ buah tingkat kematangan < 1. Nilai RQ >1
menunjukkan bahwa substrat untuk respirasi adalah asam-asam organik, sedangkan nilai RQ
<1 dapat disebabkan oleh proses oksidasi yang belum tuntas, CO2 yang dihasilkan digunakan
untuk proses sintesis atau substrat yang dioksidasi mempunyai perbandingan antara oksigen
dan karbon yang lebih kecil dari heksosa (Winarno dan Wirakartakusuma, 1981).

Pada kurva dapat dilihat perbedaan laju respirasi untuk buah apel yang disimpan pada suhu
dingin dan pada suhu ruang. Pada penyimpana suhu ruang kadar air pada buah apel
menyusut, sehingga berat buah berkurang sedangkan pada penyimpanan suhu dingin buah
tidak terjadi penyusutan dan tetap baik selama penyimpanan hari terakhir. Untuk perubahan
warna pada buah penyimpanan suhu ruang. warna buah tetap seperti warna awal tetapi agak
keriput, berbeda dengan warna buah yang disimpan pada suhu dingin. Begitu juga untuk
perubahan warna pada buah pisang. Untuk pengaruh berat pada buah tidak stabil mungkin
karena ketidak telitian dalam penimbangan dan alat penimbangan yang tidak memadai.

Percobaan 3. Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap Respirasi

1. 1.      HASIL

Pada percobaan pengaruh suhu di dapatkan hasil dari buah-buahan sebagai berikut

Pisang Muda (blanko : 1,5 ml)

 
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3
Warna Hijau Hijau kemerahan Hijau kemerahan

 
Aroma – + Khas pissang
Tekstur Keras Agak lunak Lunak berair

 
Berat (gr) 50   50
Vol. HCl (ml) 0,2 0,4 0,3
 

Tua  (blanko : 1,5 ml)

 
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3
Warna   Hijau kekuningan Hijau kekuning
Aroma   Khas timun –
Tekstur   Keras Lunak

++
Berat (gr) 130   125
 HCl (ml) 0,3 0,4 0,3
           

Untuk tabel hasil pengamatan pengaruh tingkat kematangan terhadap respirasi adalah sebagai
berikut :

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Buah pisang dengan tingkat kematangan masih muda :

1. (1,5-0,2) x 0,05 x 44 = 1,43 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,21 mgco2/kg/jam
3. 1,32 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,21 mgco2/kg/jam

Buah pisang dengan tingkat kematangan yang sudah tua :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 1,21 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang dengan tingkat kematangan yang sudah matang :

1. (1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,21 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pepaya dengan tingkat kematangan yang sudah matang :


1. (1,5-0,2) x 0,05 x 44 = 1,43 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 1,43 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pepaya dengan tingkat kematangan yang masih muda :

1. (1,5-0,6) x 0,05 x 44 = 0,99 mgco2/kg/jam

1. 1,43 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,1 mgco2/kg/jam

Buah pepaya dengan tingkat kematangan yang sudah tua :

1. (1,5-0,6) x 0,05 x 44 = 0,99 mgco2/kg/jam

1. 0,99 mgco2/kg/jam
2. 1,1 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

Selama penyimpanan terjadi kehilangan berat buah pada ketiga tingkat kematangan buah.
Susut bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang
menyebabkan terjadinya kehilangan air (Wills et al., 1981). Buah yang mentah memiliki
susut bobot yang lebih rendah daripada buah yang masak. Perbedaan yang terjadi dalam
kurva yang dihasilkan dengan kurva klimaterik yang sebenarnya disebabkan karena beberapa
hal diantaranya kurang akuratnya penimbangan maupun pengukuran sampel dan larutan yang
digunakan. Selain itu juga karena adanya kesalahan dari praktikan dalam melakukan proses
praktikum seperti kurang mahirnya praktikan dalam melakukan titrasi. Oleh karena itu,
ketelitian dan keterampilan dalam melaksanakan praktikum sangat diperlukan untuk
menghasilkan data yang akurat dan bagus. Perbedaan yang terjadi juga disebabkan karena
waktu inkubasi yang terlalu lama untuk setiap perlakuan.
Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan terjadinya perbedaan
mutu buah selama penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air,
total padatan terlarut, nilai warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur buah akan
semakin meningkat, tetapi kandungan vitamin C, total asam dan nilai kekerasan akan
semakin menurun. Pada suhu dingin semua nilai variabel mutu lebih tinggi daripada suhu
ruang kecuali nilai warna. Penyimpanan buah akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai
semua variabel mutu buah yang diamati, kecuali nilai skor warna. Hasil yang sama juga
diperoleh pada buah lainnya.

Percobaan 4. Pengaruh Luka/Memar Terhadap Kecepatan Respirasi

1. 1.      HASIL

Pada percobaan ini didapatkan hasil pengamatannya adalah :

Pepaya (blanko : 1,5 ml)

 
Pengamatan Hari Ke-
0 1 2
Warna Hijau kekuningan Hijau kemerahan Hijau kemerahan

 
Aroma – Busuk Busuk

+ ++
Tekstur Keras Agak lunak Lunak berair

 
Berat (gr) 700   700
  HCl (ml) 0,3 0,4 0,4

Untuk tabel jenis buah lainnya dapat dilihat pada lampiran format laporan sementara.
perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                    2

Buah pisang yang telah sengaja dilukai :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam


2

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 0,99 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah pisang tanpa dilukai/utuh :

1. (1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,21 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah jeruk yang disengaja dilukai :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 1,1 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,32 mgco2/kg/jam

Buah jeruk tanpa dilukai/utuh :

1. (1,5-0,4) x 0,05 x 44 = 1,21 mgco2/kg/jam

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,1 mgco2/kg/jam

Buah pokat yang tampa dilukai dilukai :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam


2

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,43 mgco2/kg/jam

Buah pokat sengaja dilukai dilukai :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,21 mgco2/kg/jam

Buah nenas yang disengaja dilukai :

1. (1,5-0,8) x 0,05 x 44 = 0,77 mgco2/kg/jam

1. 1,32 mgco2/kg/jam
2. 0,66 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,21 mgco2/kg/jam

Buah nenas tanpa dilukai/utuh :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 1,32 mgco2/kg/jam
3. 1,21 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,32mgco2/kg/jam

Buah pepaya yang sengaja dilukai :

1. (1,5-0,7) x 0,05 x 44 = 0,88 mgco2/kg/jam


2

1. 1,1 mgco2/kg/jam
2. 1,21 mgco2/kg/jam
3. 1,32 mgco2/kg/jam
4. 1,32 mgco2/kg/jam
5. 1,1 mgco2/kg/jam

Buah pepaya tanpa dilukai/utuh :

1. (1,5-0,3) x 0,05 x 44 = 1,32 mgco2/kg/jam

1. 1,21 mgco2/kg/jam
2. 1,21 mgco2/kg/jam
3. 1,32 mgco2/kg/jam
4. 1,21 mgco2/kg/jam
5. 1,21 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

Salah – satu jenis kerusakan fisik yang penting adalah memar. Memar merupakan gejala
kerusakan buah akibat getaran dan guncangan yang dialami buah selamatransportasi. Memar
juga disebabkan gesekan antar buah maupun gesekan buah dengan dinding kemasan yang
berlangsung selama proses transportasi. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan
sehingga buah menjadi tidak layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringandaging buah
telah rusak sehingga mutu buah menurun. (Wiyana, 2007).

Sedangkan Opara (2007) juga menjelaskan bahwa memar pada buahan merupakan problema
kualitas utama, yang disebabkan antara lain karena adanya benturan, tekanan selama
pemanenan, dan selama penanganan setelah panen. Besarnya kerusakan akibat benturan
maupun tekanan dapat dinyatakan sebagai memar eksternal (diameter, luasan) atau memar
internal (kedalaman dan volume) (Schoorl,dan Holt, 1986; Bollen,2002).

Memar berpengaruh terhadap perubahan pola respirasi dan produksi etilen buah selama
penyimpanan. Dimana buah yang mengalami memar/luka akan mengakibatkan pola respirasi
dan produksi etilen meningkat. Penyimpanan pada suhu 10 0C, menunjukkan laju respirasi
dan produksi etilen paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 20 0C dan
25 0C. Pememaran menyebabkan ukuran sel akan semakin besar dan sebagian sel menjadi
pecah. Perubahan sel, mengakibatkan kenampakan sel menjadi seperti sepon dan kasar.

Secara alami,setelah buah mengalami pematangan segera akan menuju ke proses berikutnya
yaitu kelayuan. Akan tetapi seringkali proses kelayuan ini tanpa diawali dengan proses
pematangan, kejadian ini terjadi pada buah-buahan yang mengalami kerusakan, misalnya
terjadinya memar. Memar atau luka pada buah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi laju respirasi. Luka pada buah akan mempercepat laju respirasi sehingga
mempercepat proses pembusukan karena etilen akan menstimulir reaksi enzimatis dalam
buah-buahan.

Pada percobaan ini diperoleh hasil seperti pada terlampir pada tabel, diperoleh bahwa buah
buahan yang mendapat perlakuan dengan cara di rusak atau dimemarkan akan mengalami
laju respirasi yang lebih cepat, dan dapat mempercepat pembusukan.

Percobaan 5. Pengaruh Kadar Air Terhadap Kecepatan Respirasi

1. 1.      HASIL

Tabel hasil pengamatan pada percobaan pengaruh kadar air adala sebagai berikut :

Gabah basah (blanko : 0,7 ml)


Pengamatan Hari Ke-
1 2
Warna Hijau kekuningan Hijau kemerahan Hijau kemerahan

 
Aroma – Busuk Busuk

+ ++
Tekstur Keras Agak lunak Lunak berair

 
Berat (gr) 250   250
  HCl (ml) 0,6 0,5 0,2

Untuk tabel hasil pengamatan pada kacang kedelai dapat dilihat pada lampiran format laporan
sementara.

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Gabah padi yang masih terdapat kadar airnya/basah:

1. (0,7-0,3) x 0,05 x 44 =  0,44mgco2/kg/jam

2
1. 0,44 mgco2/kg/jam
2. 0,55 mgco2/kg/jam
3. 0,66 mgco2/kg/jam
4. 0,66 mgco2/kg/jam

Gabah padi yang kering:

1. (0,7-0,5) x 0,05 x 44 = 0,22 mgco2/kg/jam

1. 0,33 mgco2/kg/jam
2. 0,33 mgco2/kg/jam
3. 0,44 mgco2/kg/jam
4. 0,44 mgco2/kg/jam

Biji kedelai yang masih basah:

1. (2,3-0,2) x 0,05 x 44 = 0,93 mgco2/kg/jam

1. 0,93 mgco2/kg/jam
2. 0,82 mgco2/kg/jam
3. 0,82 mgco2/kg/jam
4. 0,93 mgco2/kg/jam
5. 0,82 mgco2/kg/jam

Biji kedelai yang sudah kering:

1. (0,7-0,6) x 0,05 x 44 = 0,11 mgco2/kg/jam

1. 0,33 mgco2/kg/jam
2. 0,22 mgco2/kg/jam
3. 0,44 mgco2/kg/jam
4. 0,55 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

Selama penyimpanan terjadi kehilangan berat buah pada ketiga tingkat kematangan buah.
Susut bobot selama penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang
menyebabkan terjadinya kehilangan air (Wills et al., 1981). Buah yang mentah memiliki
susut bobot yang lebih rendah daripada buah yang masak.

Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan terjadinya perbedaan
mutu buah selama penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air,
total padatan terlarut, nilai warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur buah akan
semakin meningkat, tetapi kandungan vitamin C, total asam dan nilai kekerasan akan
semakin menurun. Pada suhu dingin semua nilai variabel mutu buah lebih tinggi daripada
suhu ruang kecuali nilai warna. Penyimpanan buah akan menyebabkan terjadinya penurunan
nilai semua variabel mutu buah yang diamati, kecuali nilai skor warna.

Percobaan 6. Pengaruh Ukuran Produk Terhadap Kecepatan Respirasi

1. 1.      HASIL

Tabel hasil pengamatan pada percobaan pengaruh ukuran produk adalah sebagai berikut :

proses respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.      Glikolisis:

            Glukosa   ——>  2 asam piruvat  +  2 NADH  +  2 ATP

2.      Siklus Krebs:

            2 asetil piruvat   ——>  2 asetil KoA  +  2 CO2  +  2 NADH  +  2 ATP

            2 asetil KoA       ——>  4 CO2  +  6 NADH   +  2 FADH2

3.      Rantai transpor elektron:

            10 NADH   +  5O2  ——>  10 NAD+   +  10 H2O  +  30 ATP

            2 FADH2    +  O2    ——>  2 FAD  +  2 H2O   +   4 ATP

Jadi, total energi yang dihasilkan dari proses respirasi adalah 38 ATP (Winarno, F. G. dan A.
Wirakantakusumah. 1981).

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Umbi kentang dengan ukuran besar :

1. (0,7-0,5) x 0,05 x 44 = 0,22 mgco2/kg/jam

1. 0,33 mgco2/kg/jam
2. 0,55 mgco2/kg/jam
3. 0,55 mgco2/kg/jam
4. 0,44 mgco2/kg/jam

Umbi kentang dengan ukuran kecil :

1. (0,7-0,3) x 0,05 x 44 = 0,44 mgco2/kg/jam

1. 0,55 mgco2/kg/jam
2. 0,66 mgco2/kg/jam
3. 0,66 mgco2/kg/jam
4. 0,66 mgco2/kg/jam

Umbi kentang dengan ukuran menengah :

1. (0,7-0,4) x 0,05 x 44 = 0,33 mgco2/kg/jam

1. 0,33 mgco2/kg/jam
2. 0,44 mgco2/kg/jam
3. 0,44 mgco2/kg/jam
4. 0,44 mgco2/kg/jam

Percobaan 9. Pengaruh Etilen Terhadap Kurva Respirasi Buah-Buahan Klimaterik

1. 1.      HASIL

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Buah pisang diberi perlakuan dengan menambahkan karbit :

1. (0,7-0,3) x 0,05 x 44 = 0,44 mgco2/kg/jam

1. 0,55 mgco2/kg/jam
2. 0,44 mgco2/kg/jam
3. 0,66 mgco2/kg/jam
4. 0,66 mgco2/kg/jam
Buah pisang tanpa menambahan karbit :

1. (0,7) x 0,05 x 44 = 0,44 mgco2/kg/jam

1. 0,33 mgco2/kg/jam
2. 0,44 mgco2/kg/jam
3. 0,55 mgco2/kg/jam
4. 0,55 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

Pada buah klimaterik disamping terjadi kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen
selama proses pematangan. Sedangkan pada buah non klimaterik, proses pematangan tidak
berkaitan dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara buah
klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah klimaterik yang
akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun pembentukan etilen secara autokatalitik
sedangkan pada buah nonklimaterik hanya terdapat perlakuan yang akan menstimulir proses
respirasi saja.

Pengelompokkan pengaruh etilen dalam fisiologi tanaman antara lain mendukung


terbentuknya bulu-bulu akar, mendukung respirasi klimaterik dan pematangan buah,
menstimulasi perkecambahan, mendukung terjadinya abscission pada daun, mendukung
adanya flower fading dalam proses persarian anggrek, mendukung proses pembuangan pada
nenas, menghambat transportasi auksin secara basipetal dan lateral, mendukung epinast,
menghambat perpanjangan batang dan akar pada beberapa spesies tanaman walaupun etilen
ini dapat menstimulasi perpanjangan batang, koleoptil dan mesokotil pada tanaman tertentu,
menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan secara longitudinal  (Wereing dan Philips, 1970).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membahas mekanisme kerja etilen, yaitu :

1. Jangka waktu yang diperlukan bagi etilen untuk menyelesaikan proses pematangan
2. Etilen mempunyai sifat-sifat yang sangat unik di dalam proses pematangan buah dan
dalam bagian tanaman lainnya
3. Dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat memberikan rangsangan pada aktivitas
fisiologi
4. Sensitivitas jaringan tanaman terhadap etilen yang konsentrasinya sangat rendah yang
bervariasi sesuai dengan umurnya (Abidin,1981).

Percobaan 10. Pengaruh Etilaen Terhadap Kurva Respirasi Buah-Buahan Non


Klimaterik

1. 1.      HASIL
Tabel hasil pengamatan pada percobaan pengaruh ukuran produk adalah sebagai berikut :

Jeruk (blanko : 0,7 ml)

 
Pengamatan Hari Ke-
1 2 3
Warna Hijau kemerahan Hijau kekuningan Hijau-orange
Aroma – – –
Tekstur Keras Keras Keras +

+++
Berat (gr)   120    
Vol. HCl (ml)    0,22    0,33   0,44
Laju 27,22 7,12 8,37
Respirasi

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam) =  (ml blanko – ml contoh) x N HCL x BM CO2

                                                                                                2

Buah jeruk diberi perlakuan dengan menambahkan karbit :

1. (0,7-0,4) x 0,05 x 44 = 0,33 mgco2/kg/jam

1. 0,33 mgco2/kg/jam
2. 0,44 mgco2/kg/jam
3. 0,44 mgco2/kg/jam
4. 0,55 mgco2/kg/jam

Buah jeruk tanpa penambahan karbit :

1. (0,7-0,5)x 0,05 x 44 = 0,22 mgco2/kg/jam

1. 0,22 mgco2/kg/jam
2. 0,33 mgco2/kg/jam
3. 0,44 mgco2/kg/jam
4. 0,44 mgco2/kg/jam

1. 2.      PEMBAHASAN

Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan
penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut
merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna,
tekstur buah dan bau pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda
kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang
masak lambat laut berkurang.

Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil.
Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin
yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan
warna. Bagian profirin pada molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi,
sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah disebabkan oleh adanya perombakan
photopektin yang tidak larut. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula
sederhana yang memberi rasa manis (Fantastico, 1986).

Proses pematangan buah meliputi dua proses yaitu :

1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga daya permeabilitas menjadi


lebih besar
2. Kandungan protein meningkat karena etilen telah merangsang sintesis protein. Protein
yang terbentuk terlibat dalam proses pematangan buah karena akan meningkatkan
enzim yang menyebabkan respirasi klimakterik (Wereing dan Philips, 1970).

Hipotesa antara hubungan etilen dan pematangan buah :

1. Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari proses mulainya proses kelayuan


dimanha antar sel menjadi terganggu.
2. Pematangan diartikan sebagai fase akhir dari proses penguraian substrat dan
merupakan proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk sintesis enzim spesifik dalam
proses layu (Heddy,1989)

Tingkat kematangan dan suhu penyimpanan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai
kekerasan buah, tetapi lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
meski terjadi penurunan nilai kekerasan pada ketiga tingkat kematangan buah selama
penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu dingin. Penurunan nilai kekerasan
menunjukkan terjadinya pelunakan pada buah. Selama proses pemasakan buah akan terjadi
perubahan kandungan pektin oleh aktivitas enzim yang menyebabkan buah menjadi lunak
(Heatherbell et al., 1982). Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Mwithiga et al.
(2007) dan Nunes et al. (2006).

 
Percobaan 11. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Etilen Dalam Pematangan Buah-
Buahan

1. 1.      HASIL DAN PEMBAHASAN

Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-waktu tertentu. Etilen juga
merupakan suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon
yang aktif dalam proses pematangan.Disebut hormon karena memenuhi kriteria sebagai
hormon tanaman yaitu bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman dan
merupakan senyawa organik.

Etilen dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses


pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Senyawa ini disamping dapat memulai
proses klimaterik, juga dapat mempercepat terjadinya klimaterik.

Selama proses pematangan terjadi beberapa perubahan seperti warna, tekstur, citarasa dan
flavor, yang menunjukkan terjadinya perubahan komposisi.

Pada pengamatan terhadap karakteristik organoleptik yang meliputi warna, aroma dan tekstur
selama 6 kali pengamatan secara berturut-turut dapat terlihat jelas perubahannya baik dari
segi warna, aroma dan tekstur. Semakin hari tekstur buah akan semakin lunak, warnanya
semakin bertambah kuning dan aromanya semakin lama tercium tajam.

Selama proses pematangan, warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan terjadi
degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi dan aktivitas enzim
klorofilase. Selain terjadi perubahan warna juga terjadi perubahan aroma, dimana pada saat
pematangan, zat aroma bersifat volatil mulai terbentuk. Sebagian besar senyawa volatil yang
terbentuk adalah etilen. Pada umumnya senyawa volatil pada  pisang lebih aromatis
dibandingkan dengan jeruk.

Percobaan 12. Pentingnya Etilen Untuk Pematangan Buah

1. 1.      HASIL

  pengamatan Kekerasan
0 1 3 5 0 1 3 5
BUAH
Lot 1 Hijau Agak Kuning Terdapat bintik Keras keras Agak lunak
kuning hitam pada lunak
buah
Lot 2 Hijau Agak Kuning Terdapat bintik Keras Keras Agak Lunak
kining hitam pada lunak
buah
Lot 3 Hijau Agak kuning Terdapat bintik keras Keras Agak lunak
kuning hitam pada lunak
buah

 
1. 2.      PEMBAHASAN

Praktikum pemasakan buah ini menggunakan buah mangga sebagai objek untuk melihat
pengaruh etilen dalam pemasakan buah. Etilen yang digunakan yaitu 500 ppm, 700 ppm dan
900 ppm. Berdasarkan hasil praktikum, ternyata buah mangga pada etilen 500 ppm lebih
cepat matang yaitu pada hari 1. Hai tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Abidin (1985)
yaitu pada konsentrasi yang semakin tinggi maka buah akan cepat matang. Mangga optimal
pada keadaan jumlah etilen 400-800ppm. Pemasakan buah terlihat dengan adanya buah yang
menjadi  lunak.

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas.
Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses
pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Menurut Abidin (1985) etilen adalah
hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam
keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di
alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.
Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.

Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung
(Zimmermar, 1961). Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“
dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses
respirasi (Hall, 1984). Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi
layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta
meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989).

Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah
tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses
pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan
buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2
dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non
klimaterik (Zimmermar,1961).

Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap
yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-buah yang
mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan
pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak
selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas
diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).

BAB V. PENUTUP

5.1  Kesimpulan

 Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:


 Buah menunjukkan perubahan yang terjadi pada buah yang diperlihatkan dengan
perubahan warna dan tekstur pada buah.
 Buah klimaterik dan nonklimaterik mempunyai respon yang berbeda selama
pemasakan buah.
 Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan sering kali
digunakan sebagai indikator umur simpan buah-buahan dan sayuran.
 Kalsium karbida mampu mempercepat kematangan buah
 Pada buah yang dimasukkan ke dalam kulkas dan suhu ruangan menunjukkan
perbedaan berat pada buah yang dimana pada suhu ruangan memiliki berat yang
menurun drastis dibandingkan dengan yang dimasukkan kedalam kulkas
 Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu
 Pematangan adalah permulaan proses kelayuan ,organisasi sel terganggu, dimana
enzim bercampur, sehingga terjadi hidrolisa, yaitu pemecahan klorofil, pati, pektin
dan tanin, membentuk: etilen, pigmen, flavor, energi dan polipeptida.
 Produksi etilen pada bahan akan mempercepat produksi etilen dimana karbit
menaikan suhu pada tempat pemeraman yang berakibat produksi etilen meningkat.

5.2  Saran :

 Dalam percobaan yang dilakukan sebaiknya masing-masing praktikan perlu


memperhatikan secara teliti perubahan yang terjadi pada buah.
 Pada saat meneteskan NaCL kedalam erlemeyer sebaiknya bener dengan 5 tetes, tidak
kurang dan berlebih
 Pada saat membersih kan erlemeyer juga sebaiknya setelah di cuci benar benar di
keringkan dan tidak ada cairan yang terdapat didalam erlemeyer sebelum dilakukan
titrasi
 Praktikan juga harus membaca jumlah cairan HCL yang habis di titrasi,
pengukurannya dengan akurat.
 Praktikan harus teliti dalam menganalisa terjadi perubahan dlam masing masing buah

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Anonima.2009.Pemasakan Buah.http://wordbiology.wordpress.com. diakses pada tanggal 24


April 2011

Anonimb.2010.Perubahan Kimia Buah Klimaterik dan Buah Non Klimaterik Selama


Penyimpanan.http://siwi.blog.uns.ac.id. diakses pada tanggal 24 April 2010

 Anonimc.2011.Respirasi Aerob Pada Buah.http://lordbroken.wordpress.com. diakses pada


tanggal 24 April 2011

Anonim, 2010. “Respirasi Tanaman” http://biogen.litbang.deptan.go.id/

Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa,


Bandung
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press). Jakarta. 481 hal.

Bellec, F. L., F. Vaillant, and E. Imbert. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp.): a new

fruit crop, a market with a future. Fruit 61(4):237-250.

Burdon, J. N. 1997. Postharvest Handling of Tropical and Subtropical Fruit for

Export, 1-20. In S. K. Mitra (Ed). Postharvest Physiology and Storage of

Tropical and Subtropical Fruits. CAB International. London.

Cahyono, Bambang. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya jeruk. Pustaka Nusatama.


Yogyakarta.

Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. (Online), (http://www.indoskripsi.com, diakses


tanggal 1 November 2010).

Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Harjadi, 1989.  Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.

Hoa, T. T., C. J. Clark, B. C. Waddell, A. B. Woolf. 2006. Postharvest quality of

dragon fruit (Hylocereus undatus) following disinfesting hot air

treatments. Postharvest Biology and Technology 41:62–69.

Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM.


Yogyakarta.

Kader, A. A. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops.

University of California. Davies.

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van

Nostrand Reinhold. New York. 255p.

Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta.

Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA

Universitas Lambung Mangkurat.


Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar – Dasar Fosiologi Tumbuhan. Rajawali Pers : Jakarta.

Loveless A.R.1987. Prinsip-prinsip Fisiologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik.


Jakarta:Gramedia

Roy dan Goldschmidt 1996. Cara Meningkatkan Budidaya Jeruk. Pustaka Nusatama.


Yogyakarta.

Salisbury, frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Bandung : ITB.

Suharjo, Usman Kris Joko. 2011. Penuntun Praktikum Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan
Tanaman. Jurusan Budidaya Tanaman UNIB : Bengkulu

Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY

Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sustra Hudaya. Bogor.

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. (Online),
(http://www.idonbiu.com, diakses tanggal 1 November 2010)

Anda mungkin juga menyukai