Anda di halaman 1dari 13

BED SIDE TEACHING

PTERIGIUM

Disusun Oleh:

Ryan Aditya 0910313213

Arjuna Fiqrillah 1740312254

M. Ihsan Fachruddin 1010313013

Preseptor :

dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

1
BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

- Nama : Nn. S

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Umur : 17 tahun

- Negeri Asal : Padang

Anamnesa

Seorang pasien perempuan ke poli Mata RSUP Dr. M Djamil Padang pada

tanggal 2 Februari 2018

Keluhan Utama :

Kelopak mata kanan terasa bengkak dan merah sejak 10 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Kelopak mata kanan terasa bengkak dan merah sejak 10 hari yang lalu.

- Bengkak pada kelopak mata kanan awalnya sebesar jempol dewasa sejak 2

bulan yang lalu dan telah dilakukan operasi pada bengkak tersebut.

- Riwayat trauma pada mata (-)

- Riwayat operasi pada mata sebelumnya (-)

2
- Riwayat penyakit mata sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

- riwayat memakai kaca mata sebelumnya ada dengan visus koreksi terakhir

OD -2,75 dan OS -3,25 sejak SMP

Riwayat Penyakit Keluarga :

- tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Status Oftalmikus :

STATUS OD OS

OFTALMIKUS
Visus tanpa koreksi 20/200 20/100
Visus dengan koreksi Koreksi dengan -2,75 20/20 Koreksi dengan -3,25 20/20
Refleks fundus Reflex (+) Reflex (+)
Silia / supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Madarosis (-) Madarosis (-)

Poliosis (-) Poliosis (-)


Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Hematom (-) Hematom (-)

Bengkak kemerahan berukuran 1

cm x 0,5 cm
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Hematom (-) Hematom (-)

3
Margo Palpebra Entropion (-) Entropion (-)

Ektropion (-) Ektropion (-)

Sikatrik (-) Sikatrik (-)


Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-), Hiperemis (-), Papil (-), folikel

sikatrik (-) (-), sikatrik (-)


Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)

Injeksi konjunktiva (-) Injeksi konjungtiva (-)


Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening

Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam


Iris Coklat, Rugae (+) Coklat, Rugae (+)
Pupil Bulat, refleks cahaya (+/+), Bulat, refleks cahaya (+/+),

diameter = 3 mm diameter = 3 mm
Lensa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Korpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Media
- Papil optikus

- Retina
- aa/vv retina
- Makula

Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi


Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Pemeriksaan Lainnya : (-)

Shadow Test

4
Gambar :

sekarang

Diagnosis Kerja : Abses palpebral superior

5
Anjuran Terapi :

• Kortikosteroid topikal

• Artifisial Tear film

• Eksisi Pterigium

Anjuran Kepada Pasien:

- Mata yang telah dioperasi tidak boleh terkena air selama 2 minggu

- Jika mengalami batuk yang hebat atau susah buang air besar harus segera

berobat ke dokter.

- Tidak diperbolehkan mengangkat barang yang berat.

- Tidak diperbolehkan menggosok mata yang telah dioperasi.

- Jika keluar rumah, mata yang dioperasi harus ditutup dengan verband

steril/doff selama 2 minggu, tiap hari verband diganti 2 kali.

- Jika ada keluhan nyeri yang hebat atau penglihatan menurun segera

kontrol ke dokter walaupun belum waktunya

BAB II
DISKUSI

6
Pasien wanita, 43 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan

keluhan utama Mata kiri terasa gatal sejak 2 hari yang lalu. Pasien didiagnosa

dengan pterigium OS. Pasien mengeluhkan mata gatal sejak 2 hari yang lalu,

Riwayat mata kemasukan debu ada, Riwayat mengucek mata menggunakan

tangan dan tisu ada, pasien pernah mengalami hal yang sama sejak 8 tahun yang

lalu. Keluhan lainnya adalah mata merah, bengkak, terasa gatal dan terdapat

lemak pada mata pasien.

Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan jaringan fibrovaskular di bagian

nasal, meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di kornea, ukuran <

2mm dari limbus.

Menurut literature, pterygium memiliki tanda-tanda seperi Penglihatan

terganggu, anda inflamasi, riwayat terpapar angin kencang atau debu, penebalan

berupa lipatan berbentuk kerucut/segitiga/sayap yang tumbuh ke arah kornea

dengan puncak segitiganya di kornea dan kaya akan pembuluh darah.

Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi surgikal yaitu eksisi pterygium

dengan tujuan untuk mengangkat jaringan fibrovascular tersebut. Diberikan

nasihat menghindari sinar matahari dan paparan asap atau debu secara langsung

dengan memakai topi atau kacamata.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

7
3.1. Definisi Pterigium
Pterigium adalah lipatan berbentuk sayap pada konjungtiva dan jaringan
fibrovaskular yang telah menginvasi kornea superficial.3 Kebanyakan pterigium
ditemukan di bagian nasal dan bilateral. 2

3.2. Epidemiologi Pterigium

Pterigium banyak terdapat pada orang dewasa, tetapi dijumpai pula pada
anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan.2 Di Amerika serikat, pasien
pterigium lebih kurang 2% , diatas umur 40 tahun dan meningkat pada kalangan
dengan eksposur sinar ultraviolet yang tinggi. Laki-laki dua kali lebih banyak
terkena dibandingkan perempuan.5

3.3. Etiologi Pterigium

Merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan, dan


lingkungan dengan angin banyak, penuh sinar matahari, debu, atau berpasir. 1

3.4. Faktor risiko Pterigium

Faktor resiko pterigium adalah sebagai berikut

1. Peningkatan paparan cahaya termasuk tinggal di daerah subtropik dan


tropis

2. Pada pekerjaan dengan aktifitas di luar ruangan

3. Predisposisi genetik untuk berkembangnya pterigium tampaknya muncul


pada beberapa keluarga5

3.5. Patogenesis Pterigium

Kejadian pterygium sangat berkorelasi erat dengan paparan ultraviolet.


Walaupun kekeringan, inflamasi, dan paparan angin dan debu atau iritan lain
dapat juga menjadi faktor-faktor penyebab lain. Ultraviolet B adalah mutagenik
untuk gen supresor tumor P53 pada stem sel basal limbus. Overekspresi sitokin
seperti transforming growth factor B (TGF-B) dan vascular endothelial growth
factor (VEGF) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Perubahan patologi yang terjadi terdiri dari degenerasi elastoid

8
kolagen, dan munculnya jaringan fibrovaskular sub epitelial. Kornea
menunjukkan kerusakan pada lapisan bowman, biasanya dengan perubahan
inflamasi yang ringan. Epitelium dapat saja normal, tebal, atau tipis dan biasanya
menunjukkan displasia. 3

3.6. Diagnosis Pterigium

Anamnesa:

1. Pasien dengan pterigia muncul dengan berbagai keluhan berkisar dari


tidak ada gejala sampai kemerahan yang tampak jelas, pembengkakan,
gatal, iritasi dan kekaburan pandangan. 5

2. Penderita dengan pterygium biasanya datang untuk pemeriksaan mata


lainnya, seperti kaca mata dan tidak mengeluhkan adanya pterygium;
tetapi ada pula yang datang dengan mengemukakan adanya sesuatu yang
tumbuh di atas korneanya. Keluhan yang dikemukakan tersebut didasarkan
rasa khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. 2

Pemeriksaan fisik:

1. Menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh


menjalar ke dalam kornea dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan
pembuluh darah yang menuju ke arah puncak pterygium. 2 Umumnya di
sisi nasal, secara bilateral.3 Pada kornea penjalaran pterygium
mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan membran bowman. Pada
bentuk dini, perygium sukar dibedakan dengan pinguecula. Pada bagian
puncak pterygium dini terlihat bercak-bercak kelabu yang dikenal sebagai
pulau-pulau Fuchs.2 Garis Stocker (garis yang terpigmentasi oleh zat besi)
dapat terlihat pada pterygium lanjut di kornea. 3

2. Astigmatisma biasanya terjadi pada pterygium lanjut. 3

Diagnosa Banding

1. Pseudopterygium

2. Pinguecula

3. Konjungtiva Squamous Cell Carsinoma2

9
3.7. Pemeriksaan Histopatologik Pterigium

Pemeriksaan histopatologik menunjukkan kerusakan epitel kornea dan


membran bowman. Terdapat gambaran epitel yang ireguler dan degenerasi hialin
dalam stromanya.2 Kornea menunjukkan kerusakan pada lapisan bowman,
biasanya dengan perubahan inflamasi yang ringan. Lapis bowman kornea diganti
oleh jaringan hialin dan elastis.1 Epitelium dapat saja normal, tebal, atau tipis dan
biasanya menunjukkan displasia. Perubahan patologi yang terjadi terdiri dari
degenerasi elastoid kolagen, dan munculnya jaringan fibrovaskular sub epitelial. 3

3.8. Pengobatan Pterigium

Pengobatan pterygium tergantung keadaan pterygiumnya sendiri. Pada


keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan. Pada keadaan inflamasi diberikan
pengobatan untuk menekan peradangannya, umumnya dipakai steroid topikal.

Jika pterygium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus
diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea superficial. 1 Apabila
keadaan pterygium sudah lanjut, sehingga mulai menganggu, maka dilakukan
pembedahan. Pterygium dikatakan mengganggu dengan alasan kosmetik atau
menimbulkan keluhan-keluhan baik refraktif maupun sering merah.2 Eksisi
diindikasikan jika visual aksis terancam atau pada kasus yang dapat menimbulkan
iritasi. 3

Setelah pembedahan ada kemungkinan residif, yaitu pterygium tumbuh


lagi.1,4 Untuk mencegah residif dapat dilakukan penyinaran dengan Strontium
yang mengeluarkan sinar beta.2 Untuk mencegah perkambuhan, khususnya pada
orang yang bekerja di luar, yang bersangkutan harus memakai kacamata
pelindung. 1

3.9. Eksisi Pterigium

Indikasi eksisi pterigium termasuk:

1. Ketidaknyamanan yang persisten

2. Distorsi visual

10
3. Pertumbuhan tumor yang progresif (lebih dari 3-4 mm) ke sentral kornea
atau visual aksis.

4. Berkurangnya pergerakan bola mata

Teknik-teknik pembedahan: 3

1. Bare Sclera excision

2. Excision with conjunctival closure

3. Exicion with amniotic adjunctive therapies

4. Ocular surface transplantation techniques

Eksisi sederhana menunjukkan rekurensi sekitar 50-80%. Sementara eksisi


dengan autograft limbal/konjungtival atau dengan transplantasi membran amnion
akan mengurang angka rekurensi sekitar 5-15%. 5

3.10. Komplikasi 5

1. Mata merah atau iritasi

2. Distorsi atau reduksi pandangan sentral

3. Scarring kronik pada konjungtiva dan kornea

4. Pterigium yang meluas yang mengenai otot ekstra okuler dapat


menghambat pergerakan bola mata dan menyebabkan diplopia.

3.11. Komplikasi post-operatif 5

Komplikasi yang paling sering muncul dari pembedahan pterigium adalah


rekurensi post operatif. Eksisi sederhana memiliki rekurensi sekitar 50-80%.
Angka kekambuhan dapat dikurangi sampai 5-15% dengan penggunaan
konjungtival atau limbal autograft atau transplantasi membran amnion saat eksisi.

Komplikasi lain yang dapat muncul post-operatif adalah:

1. Infeksi

2. Reaksi pada bahan jahitan

3. Scarring pada kornea

4. Diplopia

11
5. Komplikasi yang jarang seperti perforasi bola mata, perdarahan vitreus
atau ablasio retina

3.12. Prognosis 5

1. Prognosis kosmetik dan visual setelah eksisi pterigia adalah baik.

2. Pada pasien dengan rekurensi pterigium dapat diterapi dengan


pembedahan dengan eksisi ulang dan grafting dengan autograph
konjungtiva dan limbal atau transplantasi membran amnion.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2013. Konjungtiva. Dalam Oftamologi

umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 123.

2. Ilyas, Sidharta. 2011. Konjungtiva dan Sklera. Dalam Penuntun Ilmu

Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 107-108.

3. American Academy of Ophthalmology. 2015. Clinical Approach to

Depositions and Degenerations of the Conjunctiva, Cornea, and Sclera

Chapter 17. In External Disease and Cornea. Singapore: Lifelong

Education Ophthalmologist. pp 366.

4. James, Bruce, Chris Chew, Anthony Brun. 2006. Konjungtiva, Kornea,

Sklera. Dalam Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga

Medical Science. Hal 66-67.

5. P. Fisher, Jerome, William Trattler. 2008. Pterygium. Diambil dari

http://www.emedicine.com

13

Anda mungkin juga menyukai