Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada hakikatnya senantiasa mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Proses perkembangan kehidupan manusia
melalui beberapa tahapan. Umumnya, manusia akan selalu berubah
mengikuti proses perkembangan di sekitar kehidupannya, dimulai
sejak masa prenatal, masa bayi, lalu tumbuh menjadi seorang remaja,
dewasa, dan kemudian meninggal.
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks,
artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin
dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur
bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam
berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi
tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut.
perkembangan seseorang berlangsung sejak dilahirkan sampai
dengan mati. Memiliki arti kuantitatif atau segi jasmani bertambah
besar bagian-bagian tubuh. Kualitatif atau psikologis bertambah
perkembangan intelektual dan bahasa.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Perkembangan Sesudah Satu Tahun ?
b. Bagaimana Perkembangan Fisik dan Psikomotorik ?
c. Bagaimana Perkembangan Kepribadian dan Perkembangan
sosial?
C. Tujuan
a. Mengetahui Perkembangan Sesudah Satu Tahun
b. Mengetahui Perkembangan Fisik dan Psikomotorik
c. Mengetahui Perkembangan Kepribadian dan Perkembangan Sosial

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sesudah Tahun Pertama

Delapan tanda esensial perkembangan anak akhir tahun pertama dan


awal 4 tahun :
a. Awal periode anak bisa duduk, berdiri dan berjalan dengan bantuan. Usia
4 tahun dapat meloncat, memanjat, merangkak di bawah meja dan kursi,
melakukan gerakan kasar dan halus dengan tangan, kaki, dan jarinya. 
b. 4 tahun tangan dan mata berkoordinasi baik, berorientasi dalam situasi
yang tidak asing. Tangan anak alat untuk bereksplorasi keliling melalui
manipulasi benda.
c. Anak 4 tahun dapat berbahasa secara aktif.
d. Akhir periode tahu pengertian benda menurut warna dan bentuk,
membedakan suara keras dan lembut, tahu nama benda dan menanyakan
yang belum diketahui.
e. 4 tahun mengerti ruang dan waktu. Mampu menguasai tugas-tugas yang
ada.
f. Pengertian norma pada usia 4 tahun sudah ada. 
g. Kebutuhan untuk berbuat sesuatu makin lama makin ditentukan secara
kognitif.
h. Anak tidak hanya ingin bersama orang dewasa, tapi bergaul secara aktif
dengan mereka. Akhir periode mampu bermain bersama anak sebaya dan
memperhatikan aturan yang ada.

 Permanensi Objek dan Konstansi Besar dan Bentuk

Kemampuan elementer bayi minggu pertama, mengamati realitas


secara akurat adalah konstansi besar dan bentuk. Objek sama besar,

2
pengertiannya konstansi besar. Penting bagi anak tetek, tidak perlu
mengkonstruksi gambaran objek yang sama dilihat dari jarak dan sudut
yang berbeda. Hal yang nampak sama tapi tidak boleh dikacaukan
konstansi besar dan bentuk, yaitu permanensi objek. Kecakapan psikis
suatu objek tetap ada meski tidak nampak dan tidak bersangkutan dengan
aktivitas waktu itu. Piaget mengemukakan permanensi objek terjadi pada
sub stadium ke 4 (8-12 bulan) periode sensori-motorik. Tapi belum
sempurna. Sub stadium ke 5 (12-18 bulan) objek tidak hanya sebagai hal
yang ada, melainkan benda unik dan berdiri sendiri.
B. Perkembangan Fisik dan Psikomotorik

Umur kerangka (skelet) dilihat dari pergeseran tulang tangan anak.


Tahun ke5 mulai disebut “Gestaltwandel” pertama. Anak mempunyai
kepala relatif besar dan anggota badan pendek mulai mempunyai proporsi
badan seimbang. Gestaltwandel kedua mulai umur 10 tahun, ketika mulai
pubertas atau perkembangan seksualitas. Usia 3 tahun otomatis dapat
berjalan. 4 tahun hampir berjalan seperti orang dewasa. Tapi belum dapat
menyandarkan berat badannya pada satu kaki. Perkembangan mekanisme
keseimbangan untuk berjalan tegak. Bila anak dapat berjalan ia akan
mencoba berbagai variasi. Usia 2 atau 3 tahun dapat lari, tapi belum
mampu berhenti dengan cepat atau membalik. Usia 4-5 tahun dapat
berhenti dan berbalik. 5 atau 6 tahun dapat berlari seperti orang dewasa
dan menggunakan kemampuan dalam aktivitas bermain. 18 atau 20 bulan
dapat memanjat tangga dengan bantuan. Usia 6 tahun menjadi pemanjat
yang baik. Usia 2 atau 3 tahun anak belajar meloncat, berjingkat, dan
variasi berjalan. 29 bulan dapat berdiri di atas sebelah kaki. Usia 3 tahun
sukar menangkap bola atau memukul bola dengan tongkat. Usia 4 tahun
belajar berbagai macam koordinasi visio motorik. Aktivitas sonco-motorik
diintegrasi menjadi aktivitas yang dikoordinasi. Tahun ke 4 pola
lokomotorik dapat dikuasai. 
Perkembangan persepsual dipengaruhi faktor keliling, yang terjadi adalah
perkembangan pengamatan bentuk. Usia 5 atau 6 tahun anak dapat melihat

3
benda secara khusus. Kern berpendapat anak tidak dapat melihat
terperinci, dianggap tidak mampu membeda-bedakan, sehingga tidak
mampu pergi sekolah. Membaca dan menulis berarti dapat memisahkan
hal khusus. Schenk, kelemahan membaca atau legasteni, yaitu kesukaran
memisahkan huruf dari kata-kata. Anak mampu melakukan tindakan
kebersihan kurang lebih usia 15 bulan. Bila dilatih sebelum 15 bulan dapat
menimbulkan pengalaman traumatis. Akibatnya anak sering “ngompol”
saat ia sudah dapat bersih atau menunjukkan gangguan tingkah laku lain.
C. Perkembangan Kepribadian dan Perkembangan Sosial

1) Tingkah Laku Lekat Sesudah Umur Satu Tahun 

Terjadinya tingkah laku lekat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu karena
proses belajar dan ciri khas manusia untuk bercakap-cakap, memanipulasi,
dan eksplorasi benda. Tingkah laku lekat merupakan kecenderungan anak
sebelum proses belajar terjadi. Hubungan yang dyadis merupakan sifat
khas hubungan antara ibu dan anak, tingkah laku lekat dipandang sebagai
“sifat structural dari hubungan ibu dan anak”. ada dua teori yang dipakai
dalam hal ini, yaitu:
2) Teori diferensiasi

Pendapat Bowlby. Anak mencari kontak sosial serta kehangatan dan


kasih sayang. Anak mempunyai pilihan terhadap: ibu, ayah, atau anggota
keluarga lain. Ketergantungan menjadi kecenderungan umum untuk
mencari kontak sosial lepas dari identitas orangnya. Menurut Bowlby ibu
dipandang sebagai figure sentral anak. Kasih sayang ibu adalah essensial
untuk perkembangan psikis yang sehat. Menurut Rutter ibu tidak selalu
menjadi objek kelekatan. Diferensiasi anak dianggap relatif punya
kelekatan dengan ibu sampai ±6 tahun, kemudian mengadakan ikatan
dengan orang dewasa lain. Bowlby mengemukakan sesudah 3 tahun anak
merasa aman dalam situasi asing bersama objek lekat pengganti yang

4
dikenal anak, saat dalam kondisi sehat, dan tahu posisi ibunya serta mudah
mencari kontak dengannya.
3) Teori parallel

Maccoby, Masters, dan Hartup berpendapat sesudah umur 1 tahun


anak menunjukkan tingkah laku lekat terhadap orang dewasa maupun anak
sebaya lain. Observasi keadaan Indonesia menunjukkan bayi mengalami
pola asuh yang tergantung pada situasinya. Contoh hal ini dapat
dikemukakan antara lain:
a) Seorang penulis mendengar percakapan mengenai anak yang tidak ada
pada. Hal itu membuktikan besarnya pengaruh tingkah laku anak
terhadap anak lain sehingga menjadi objek percakapan.
b) Hubungan fungsional antara anak dalam permainan mempunyai sifat
yang berbeda hubungannya dengan orang dewasa. Dalam bermain
dengan teman terlihat tingkah laku koperatif berubah menjadi tingkah
laku agresif. Perubahan emosional ini dapat diketemukan suatu
keseimbangan yang baik, tidak terjadi dalam hubungannya dengan
orang dewasa.
c) Harlow meneliti kera Rhesus dalam isolasi.Usia 6 bulan ada
pertengkaran dan tingkah laku agresif sementara yang menghilang
dalam beberapa waktu dan nampak lagi. Umur 1,5 tahun, keagresifan
menunjukkan keinginan menyakiti dan merugikan makhluk lain yang
bersifat permanen. Keagresifan pada sejumlah kera dalam isolasi tidak
Nampak pada kera yang berkelompok. Tingkah laku koperatif,
altruistis dan agresif dipengaruhi oleh“role taking” dan egosentrisme.
Makin berkembang ambil alih peran makin kecil egosentrisme dan
sebaliknya. Hal itu tetap ada sepanjang hidup tetapi bersifat saling
menghambat.
4) Egosentrisme

Pemusatan diri sendiri dan proses dasar tingkah laku anak; pengamatan
anak ditentukan oleh pandangan sendiri belum berorientasi mengenai

5
pemisahan subjek-objek. Perasaan dan pandangan terpusat pada diri
sendiri. Egosentrisme menunjukkan ketamakan. Berikut ini merupakan
macam bentuk egosentrisme:
a. Egosentrisme dalam stadium sensomotorik (0-18)
Ketidakmampuan berdiferensiasi antara diri sendiri dan dunia luar.
Diferensiasi berkembang selama 18 bulan. Menurut Piaget dan
Inhelder 18 bulan pertama perubahan kearah desentrasi umum, anak
merupakan objek dalam hubungan dengan objek lain.
b. Egosentrisme dalam stadium pra-operasional (±18 bulan - ±tahun ke 6)
Kemampuan anak bekerja dengan tanggapan. Mulai memakai simbol
dan kata. Ia tidak dapat membedakan antara simbol dan artinya, antara
permainan dan bayangan impian yang dibuat sendiri dengan
kenyataan. Sering dibedakan antara socialized speech dan private
speech yaitu tidak ada nilai komunikatif nya; anak bicara sendiri.
Tidak ada anak normal dalam periode perkembangan yang
menggunakan bahasa hanya untuk komunikasi dengan dirinya sendiri
saja”. Mueller menunjukkan umur 3 tahun tidak terdapat egosentrisme
dalam penggunaan bahasa,bahasa selalu mempunyai nilai komunikatif.
c. Egosentrisme dalam stadium operasional konkrit (± 6- ± 11 tahun)
Belum mampu membedakan hasil cipta mental dengan hal yang nyata.
Menurut Elkind egosentrisme anak ditandai realitas asumtif, anak
melihat kenyataan berdasar informasi terbatas. Memandang orangtua
serba tahu. Ditarik konklusi umum, orang tua sebetulnya tidak
mengerti apa-apa. Mereka lebih percaya pada teman sebaya atau pada
guru. Elkind menamkan rasa superioritas kognitif ini sebagai
keseimbangan kognitif.
d. Egosentrisme pada remaja piaget umur 11 tahun mampu beroperasi
formal serta berfikir hipotetis-deduktif mampu menganalisis pikiran
sendiri dan orang lain. Menurut Elkind hal itu merupakan inti
egosentrisme remaja. Elkind menanamkan pengharapan dirinya yang
akan dipikirkan orang lain tentang dirinya sebagai “public imajiner”.

6
Egosentrisme yang spesifik hanya berlangsung sementara, namun juga
lama.
e. Egosentrisme pada orang dewasa belum dapat ditentukan umur yang
tepat, karena belum adanya penelitian.
f. Egosentrisme pada orang tua
a. Regresi kognitif, kemajuan yang berkurang dalam bidang kognitif.
b. Terjadi pelepasan tingkah laku lekat.
c. Sikap fleksibel berkurang hingga timbul rigiditas.

5) Tingkah laku ambil alih peran

Proses sosial dan proses kognitif bahwa orang dapat menempatkan diri
pada motif, perasaan, pikiran, dan tingkah laku orang lain. Dapat
menempatkan diri dalam keadaan orang lain berarti orang dapat
membedakan dasar pandangan orang lain dari dasar pandangan sendiri
disebut desentrasi sosial. Bentuk ambil alih peran:
a. Ambil alih peran perseptual, meramalkan yang dilihat orang mengenai
objek yang sama, dari pandangan perspektif yang berbeda.
b. Ambil alih peran konseptual, kecakapan menempatkan diri dalam
pembentukan pengertian atau konsep orang lain.
c. Ambil alih peran emosional-motivasional, kecakapan ikut merasakan
secara konkrit alam perasaan dan motif orang lain. Makin berkurang
egosentrisme, makin bertambah kemampuan ambil alih perannya. Ambil
alih peran merupakan proses hidup meskipun kualitasnya berbeda.
 Gambaran Mengenai Program Stimulasi Kognisi Sosial

Perkembangan social kognitif yang dikemukakan Selman terdapat 8


kecakapan: mengidentifikasi, mendiskriminasi, mendiferensiasi dan
membandingkan, menempatkan diri pada tempat orang lain, bersikap
relative, mengkoordinasi dan memasukkan dalam perhatian .
6) . Belajar Model

7
Proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat, dilakukan
secara sadar atau tidak. Model pribadi; menirukan demi sifat tingkah laku
pribadi. Model posisional: menirukan demi posisi social, kesuksesan,
umur, jenis sekse. Menurut Bandura tingkah laku orang terjadi karena
pengamatan. Syarat untuk menirukan model dengan baik:perhatian,
retensi, reproduksi motoris, reinforsemen dan motivasi.

7). Periode Perkembangan Fase Kepala Batu


Menurut Hetzer dan Remplein hal ini dianggap sebagai proses inti
perkembangan kemauan dan kepribadian. Reaksi pembangkangan berbeda
dengan sikap tidak mau menurut, agresi, ingin punya pendapat sendiri,
malu, terhambat dan mengadu kekuatan secara main-main. Reaksi ini
berhubungan dengan sifat pendidikan orang tua. Inti penyebab reaksi
pembakangan adalah berfungsinya dua hal yang diskrepan pada diri anak
yaitu diskrepansi antara apa yang dikehendaki nak dengan apa yang dapat
dimengerti secara intelektual.
8). Permainan dan tingkah laku bermain
 Definisi Bermain

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan,


tanpa mempertimbangkan hasil akhir dari permainan tersebut. Sebagian orang tua
yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak
menjadi malas belajar dan menjadikan rendahnya kemampuan intelektual anak.
Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi
dan ahli perkembangan anak sepakat bahwa permainan sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan anak. Bermain adalah hal penting bagi seorang anak,
permainan dapat memberikan kesempatan untuk melatih keterampilannya secara
berulang-ulang dan dapat mengembangkan ide-ide sesuai dengan cara dan
kemampuannya sendiri. Kesempatan bermain sangat berguna dalam memahami
tahap perkembangan anak yang kompleks.
Menurut Moeslichatoen (dalam Simatupang, 2005), bermain merupakan
suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan

8
tuntutan perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap
hidup.
Menurut Bettelheim, kegiatan bermain adalah kegiatan yang tidak
memiliki peraturan kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan ada hasil akhir
yang dimaksudkan dalam realitas luar. (Hurlock, 1995; 320).
Sedangkan Graham (dalam Simatupang, 2005) mendifinisikan bermain sebagai
tingkah laku motivasi instrinsik yang dipilih secara bebas, berorientasi pada
proses yang disenangi. bermain merupakan wadah bagi anak untuk merasakan
berbagai pengalaman seperti emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga,
marah dan sebagainya. Anak akan merasa senang bila bermain, dan banyak hal
yang didapat anak selain pengalaman.
a. . Teori – teori Permainan

Para ahli mempunyai cara pandang yang berbeda tentang bermain. Hal ini
menunjukkan kepada kita betapa pentingya bermain bagi perkembangan anak.
Karena melihat betapa pentingnya bermain bagi perkembangan anak, para ahli
kemudian mengungkapkan pendapat / teori teori mengenai permainan. Teori –
teori permainan yang ini terbagi menjadi teori klasik yang muncul dari abad
sembilan belas sampai perang dunia pertama, diantaranya adalah:
- Teori kelebihan tenaga yang diajukan oleh Herbert Spencer. Teori ini juga
disebut teori pelepasan energi. Teori ini mengatakan bahwa kegiatan bermain
pada anak karena adanya kelebihan tenaga pada diri anak. Tenaga atau energi
yang menumpuk pada anak perlu digunakan atau dilepaskan dalam bentuk
kegiatan 21 bermain.
- Teori rekreasi yang diajukan oleh Moritz Lazarus. Teori rekreasi
menyebutkan bahwa tujuan bermain adalah memulihkan energi yang telah
terkuras saat bekerja, tenaga ini dapat dipulihkan dengan cara melibatkan diri
dalam permainan.
- Teori biologis yang diajukan oleh Karl Gross. Teori ini mengatakan bahwa
permainan mempunyai tugas - tugas biologis untuk melatih bermacam -
macam fungsi jasmani dan rohani untuk menghadapi masa depan.

9
- Teori praktis diajukan oleh Karl Buhler. Teori ini mengatakan bahwa anak
anak bermain karena harus melatih fungsi jiwa dan raga untuk mendapatkan
kesenangan di dalam perkembangannya. ( Mutiah, 2010).

Sedangkan teori- teori modern diantaranya diajukan oleh Sigmund Freud.


Sigmund Freud berdasarkan teori psikoanalisis mengatakan bahwa bermain
berfungsi untuk mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk
mengurangi kecemasan yang berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain
yang ditunjukan berupa bermain fantasi dan imajinasi dalam sosiodrama atau
pada saat bermain sendiri. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak
dapat mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak
dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, contoh, anak main perang-perangan
untuk mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan pura-pura
bertarung untuk menunjukkan kekesalannya. 22 Teori kognitif dari Jean Piaget,
juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak,
mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan
membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman
yang berguna untuk masa datang. Vygotsky menambahkan bahwa bermain
mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi anak. Bermaian
merupakan cara berpikir anak dan cara anak memecahkan masalah, pertama tama,
anak menemukan pengetahuan dalam dunia sosial yang didapatkan dari teman
bermain, kemudian menjadi bagian dari perkembangan kognitifnya. ( Mutiah
2010 )
b. Struktur atau ciri-ciri esensiall tingkah laku bermain
1. bermain dilakukan secara voluntir. Bermain yang dilakukan secara
sula rela tanpa paksaan atau tekanan dari orang lain.
2. bermain itu spontan. Bermain kapan pun mereka mau.
3. kegiatan lebih bermain lebih berorientasi pada proses dari pada
terhadap hasil atau akhir kegiatan. Fokus dalam bermain adalah
melakukan aktivitas bermain itu sendiri, bukan hasil atau akhir dari
kegiatannya

10
4. bermain didorong oleh motivasi intrinsik. Maksudnya, yang
mendorong anak untuk melakukan kegiatan bermain tersebut
adalah kegiatannya itu sendiri, bukan faktor-faktor luar yang
bersifat ekstrinsik. Misalnya didorong orang tua, untuk
mendapatkan hadiah,dll.
5. bermain itu pada dasarnya menyenangkan. Bermain bisa
memberikan perasaan-perasaan positif bagi para pelakunya.
Artinya semakin aktivitas itu menyenangkan, maka hal tersebut
semakin merupakan bermain.
6. bermain itu bersifat aktif. Bermain memerlukan keterlibatan aktif
dari para pelakunya.
7. bermain fleksibel. Dengan ciri ini berarti anak yang bermain
memiliki kebebasan untuk memilih jenis kegiatan yang ingin
dilakukannya.

c. Syarat-syarat permainan
1. Play time

Anak harus memiliki waktu yang cukup dalam bermain. Masa usia dini
merupakan masa bermain, bukan masa anak untuk dipaksa belajar atau
bekerja. Saat yang tepat untuk anak bermain dapat disesuaikan dengan
jenis permainan.Jika permainan di luar ruangan (gross motor/fungsional
play) sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak merasa
nyaman dengan udara yang sejuk dan tidak panas.
2. Play Things

Jenis alat permainan harus disesuaikan dengan usia anak dan taraf
perkembangannya. Alat permainan hendaknya memenuhi kriteria:
- Aman bagi anak
- Ukuran, bentuk dan warna sesuai usia anak dan taraf perkembangannya,
- Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak,
- Dapat dimainkan secara bervariasi/cara

11
- Merangsang partisipasi aktif anak, menurut DR. Fitzhugh Dodson porsinya
90 % aktivitas anak dan 10% aktivitas alat permainan,
- Sesuai kemampuan anak (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah)
- Menarik dari segi warna dan bentuk atau suara (jika bersuara)
- Tahan lama/tidak mudah rusak
- Mudah didapat dan dekat dengan lingkungan anak
- Diterima oleh semua budaya
- Jumlah alat permainan yang digunakan hendaknya cukup, dengan

kebutuhan anak, tidak terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak.

3. .Play Fellows
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain jika ia
memerlukan. Teman bermain dapat ditentukan anak sendiri, apakah
itu orangtua, saudara atau temannya. Jika anak bermain sendiri, maka
ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya.
Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka
dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup
untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri.
4. Play Space
Untuk bermain perlu disediakan tempat bermain yang cukup untuk
anak sehingga anak dapat bergerak dengan bebas. Luas tempat
bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan dan jumlah anak
yang bermain.
5. Play Rules

Anak belajar bermain, melalui mencoba-coba sendiri, meniru temann


temannya atau diberitahu caranya oleh orang lain (guru atau
orangtua).
d. Konsekuensi Permainan
Konsekuensi permainan bagi perkembangan anak :
1. Anak jadi lebih kreatif

12
2. Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak
3. Mengembangkan kecerdasan intelektual anak
4. Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar personal anak
5. Mengembangkan kecerdasan logika anak
6. Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak
7. Mengembangkan kecerdasan natural anak
8. Mengembangkan kecerdasan spasial anak
9. Mengembangkan kecerdasan musical anak
10. Mengembangkan kecerdasan spiritual anak
11. Bermain bebas dan spontan
12. Memahami music
13. Pengetahuan umum
e. Bentuk – bentuk permainan
Kegiatan bermain menurut jenisnya terdiri atas Bermai Aktif dan Bermain
Pasif (tedjasaputra,2001:50). Secara umum bermain aktif banyak dilakukan
pada masa kanak-kanak awal sedangkan kegiatan bermain pasif lebih
mendominasi pada masa akhir kanak-kanak yaitu sekitar usia pra remaja
karena adanya perubahan fisik,emosi,minat,dan lainnya.
Permainan aktif yaitu jenis permainan yang banyak melibatkan banyak
aktifitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh,diantaranya adalah :
1. Permainan bebas dan spontan
2. Permainan konstruktif
3. Permainan khayal/peran
4. Mengumpulkan benda-benda
5. Melakukan penjajahan
6. Permainan (games) dan olahraga
7. Music
8. Melamun
Permainan pasif yaitu anak memperoleh kesenangan bukan berdasarkan
kegiatan yang dilakukannya sendiri yang termasuk dalam kategori
permainan ini adalah:

13
1. Membaca
2. Melihat komik
3. Menonton film
4. Mendengarkan radio

9). Gambaran anak


Anak adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum dewasa  atau
belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana
kata anak merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari
orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.

Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang


dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut
dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun
sekolah dasar.

Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997


tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : “ Anak adalah orang dalam
perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum
mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah .

Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan


mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologis seseorang
sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah
urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah"anak".

BAB III

PENUTUP

14
A. Kesimpulan
Perkembanagan masa awal anak-anak merupakan hal yang menarik untuk
dipelajari. Perkembangan awal anak-anak dibagi atas empat macam
perkembangan fisik, kognitif, emosi, psikososial. Perkembangan fisik adalah
perkembangan-perkebangan dimana keterampilan motorik kasar dan motorik
halus sangat berkebang pesan.

 Tinggi dan berat : Anak-anak dengan usia sebaya dapat memperlihatkan


tinggi tubuh yang sangat berbeda , tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh
mereka tetap mengikukuti aturan yang sama.
 Perkembangan otak : Salah satu perkembangan fisik yang paling penting
selama masa perkembangan masa awal anak-anak ialah perkembangan
otak. Otak dan kepala bertumbuh lebih pesat dari pada tubuh bagian
manapun.
 Perkembangan motorik : Perkembanagan fisik pada masa anak-anak
ditandai dengan berkembangnya ketrampilan motorik, baik kasar maupun
halus.
 Manusia itu hidup dalam masyarakat dengan berbagai macam
interaksi,yakni interaksi dalam keluarga, dimasyarakatditempat belajar
(sekolah, kampus), tempat kerja, ditempat bermain, berolahraga, rekreasi,
dan sebagainya. manusia juga berinteraksi dengan alam fisik , bahkan
alam gaib sekalipun. Perkembangan moral merupakan akibat interaksi
potensial indivindu dengan pengaruh-pengaruh sosial budaya dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasyarakat sepanjang hidupnya.
B. Saran
Dari uraian di atas, maka penulis dalam hal ini mengajukan beberapa saran
antara lain. Perlu adanya pengembangan yang lebih optimal terhadap pendidikan
anak usia dini, baik yang dilakukan oleh pemerintah, keluarga maupun
masyarakat. Masa prasekolah yang disebut dengan masa keemasan perkembangan
intelektual seharusnya dijadikan dasar bagi upaya meningkatkan kemajuan
pendidikan di Indonesia.

15
16

Anda mungkin juga menyukai