Anda di halaman 1dari 15

PERANAN PEMERINTAH DALAM PEMBERDAYAAN

USAHA KECIL dan MENENGAH UNTUK EKONOMI KERAKYATAN

A. PENDAHULUAN
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah sebuah usaha ekonomi produktif yang
memiliki jumlah kekayaan dan penjualan tahunan tertentu dan hal tersebut diatur
dalam Undang-Undang untuk menentukan kategori usaha tersebut. Pengertian
UMKM menurut BPS di dalam Kuncoro usaha kecil identik dengan industri kecil dan
industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasrakan jumlah
pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri
kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99
orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.

Menurut  Sri Winarni (2006)  Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain
sebagai berikut (1)  Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan
hukum perusahaan, (2) Aspek legalitas usaha lemah, (3) Struktur organisasi bersifat
sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, (4) Kebanyakan tidak
mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan
pribadi dengan kekayaan perusahaan, (5) Kualitas manajemen rendah dan jarang
yang memiliki rencana usaha, (6) Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi,
(7)  Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, (7) Pemilik memiliki ikatan batin yang
kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi
kewajiban pemilik.

Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) telah menjadi tulang punggung


perekonomian Indonesia. Sejarah membuktikan, ketika terjadi krisis moneter di
tahun 1998 banyak usaha besar yang tumbang karena dihantam krisis tersebut,
namun UMKM tetap eksis dan menopang kelanjutan perekonomian Indonesia.
Tercatat, 96% UMKM di Indonesia tetap bertahan dari goncangan krisis. Hal yang
sama juga terjadi di tahun 2008-2009. Ketika krisis datang dan mengakibatkan
perlambatan pertumbuhan ekonomi, UMKM lagi-lagi menjadi juru selamat ekonomi
Indonesia.

Halaman 1
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah juga berperan dalam memperluas lapangan
kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan
dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan
stabilitas nasional. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan
menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari
keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Sementara itu,
kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen. Angka
tersebut terus meningkat seiring dengan pertumbuhan UMKM dari tahun ke tahun.

Meski demikian, UMKM juga masih memiliki beberapa kendala antara lain dalam hal
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi,
permodalan, serta iklim usaha. Dalam pertemuan APEC 2013, Menkop dan UMKM
Syarif Hasan mengungkapkan 3 kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM yakni
permodalan, teknologi, dan pemasaran. Agar kendala tersebut tidak berlanjut, perlu
dilakukan upaya pemberdayaan UMKM.

Dalam rangka pemberdayaan UMKM, keterlibatan stakeholder sangat menentukan


keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara lain terdiri dari
instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan asosiasi
usaha. Menurut Karsidi dan Irianto (2005) keterlibatan yang ada masih bersikap
sendiri-sendiri dan kurang intergratif antara stakeholder satu dengan yang lain.

Sejatinya pemberdayaan UMKM merupakan gerakan sinergis antar berbagai pihak.


Namun pemerintah tetap memegang peranan terbesar dalam upaya pemberdayaan
tersebut. Keterlibatan pemerintah dalam memberdayakan UMKM telah diatur jelas
dalam UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM. Undang-Undang ini memuat tentang
ketentuan umum, asas, prinsip dan tujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan
iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, dan
koordinasi pemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana.

Halaman 2
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana perkembangan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia?
2.      Apa hambatan dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia?
3.      Bagaimana peran pemerintah dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia?

C.TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui perkembangan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia.
2.      Mengetahui hambatan dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia
3.      Mengetahui peran pemerintah dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia

D. PEMBAHASAN
1. Perkembangan dan Pemberdayaan UMKM di Indonesia
Dalam hal ini pemberdayaan UMKM, berkaitan langsung dengan kehidupan dan
peningkatan kesejahteraan bagi sebagian besar rakyat Indonesia (pro poor).
Selain itu, potensi dan peran strategisnya telah terbukti menjadi penopang
kekuatan dan pertumbuhan ekonomi nasional (pro growth). Keberadaan UMKM
yang dominan sebagai pelaku ekonomi nasional juga merupakan subyek vital
dalam pembangunan, khususnya dalam rangka perluasan kesempatan berusaha
bagi wirausaha baru dan penyerapan tenaga kerja serta menekan angka
pengangguran (pro job).

Berdasarkan data diatas, sangat terlihat bahwa UMKM merupakan kekuatan


dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu, keberadaan UMKM
harus dilindungi dan diberdayakan pemerintah. Dalam UU No.20/2008 tentang
UMKM, didefinisikan bahwa pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat secara sinergis
dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM
sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri.

Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis
melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di

Halaman 3
berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan
berusaha yang seluas-luasnya.

Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah


Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan
bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan
daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pemberdayaan UMKM
diselenggarakan sebagai kesatuan dan pembangunan perekonomian nasional
untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.

Dengan dilandasi dengan asas kekeluargaan, upaya pemberdayaan UMKM


merupakan bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan
ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Asas Kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh UMKM dan
Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Asas Efisiensi adalah asas yang mendasari pelaksanaan
pemberdayaan UMKM dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam
usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

Asas Berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan


berjalannya proses pembangunan melalui pemberdayaan UMKM yang dilakukan
secara berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan
mandiri. Asas Berwawasan Lingkungan adalah asas pemberdayaan UMKM yang
dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan hidup. Asas Kemandirian adalah usaha pemberdayaan
UMKM yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi,
kemampuan, dan kemandirian UMKM.

Halaman 4
Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No. 20/2008)
adalah:
a.Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
b.Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
c.Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai
dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d.Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
e.Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara
terpadu.

Sesuai dengan UU No.20 tahun 2008, pemberdayaan UMKM bertujuan:


a.Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan
berkeadilan;
b.Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
c.Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan
daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan
ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Sijabat, peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM dalam


Sudrajat mengatakan upaya pemberdayaan UMKM bukanlah suatu komitmen
kebijakan jangka pendek, tetapi merupakan proses politik jangka panjang. Dalam
upaya mendorong percepatan proses pemberdayaan UMKM selama era
reformasi juga terlihat sudah cukup banyak isu politik yang seharusnya dapat
mempercepat (akselerasi) proses pemberdayaan koperasi dan UKM. Disinilah
mungkin letak pokok permasalahannya. Kalangan UMKM serta para pemangku
kepentingan (stakeholders) dituntut berkemampuan memberikan keyakinan
kepada para pengambil keputusan agar lebih berpihak kepada pembangunan
kelompok masyarakat banyak tersebut. Belum efektifnya isu-isu politik yang
berkembang selama era reformasi mengindikasikan bahwa proses komunikasi
politik sendiri belum berjalan baik.

Halaman 5
Sesungguhnya komunikasi politik yang efektif diharapkan dapat dibangun dan
ditumbuhkan oleh para eksponen yang bergerak dalam pemberdayaan UMKM.
Dengan kondisi yang masih seperti sekarang jangan diharapkan akan ada
tenggang rasa dari para pengusaha besar kepada pengusaha kecil. Belajar dari
pengalaman masa lalu untuk bermitra antara pengusaha kecil dan pengusaha
besar harus dipaksa dan diikat dengan peraturan formal, begitupun belum dapat
berjalan dengan efektif.

Lebih lanjut Sijabat mengatakan pemberdayaan UMKM tidak terlepas dari


konsepsi dasar pembangunan yang menjadi medium penumbuhan UMKM.
Merancang konsepsi dasar pemberdyaan UMKM adalah membangun sistem
yang mampu mengeliminir semua masalah yang menyangkut keberhasilan usaha
UMKM. Salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan UMKM adalah
iklim usaha. Aspek itu sendiri terkait erat dengan kemampuan sistem yang di
bangun, sedangkan sistem yang dibangun terkait dengan banyak pelaku (aktor)
dan banyak variable (faktor) yang berpengaruh nyata serta bersifat jangka
panjang (multies years). Oleh karena sifatnya tersebut maka faktor-faktor ini sulit
diukur keberhasilannya sebagai buah karya suatu instansi atau suatu rezim
pemerintahan. Oleh sebab itu kondusifitas dari setiap faktor tersebut harus
ditumbuhkan dan terus diperbaiki. Untuk mengetahui kondisi dari setiap faktor dan
para pelaku yang berperan didalamnya perlu dilakukan evaluasi setiap waktu,
setiap tempat dan setiap sektor kegiatan usaha UMKM.

Menurut Suarja (2007) dalam Sudrajat mengungkapkan pemberdayaan Koperasi


dan UMKM dilakukan melalui:
a.Revitalisasi peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam sistem
perkonomian nasional
b.Revitalisasi koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki
akses UMKM terhadap permodalan, tekologi, informasi dan pasar serta
memperbaiki iklim usaha;
c.Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan
d.Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.

Halaman 6
2. Hambatan dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia
Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah menunjukkan peranannya
dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan
dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sebagai usaha yang
ruang lingkup usahanya dan anggotanya adalah (umumnya) rakyat kecil dengan
modal terbatas dan kemampuan manajerial yang juga terbatas, UMKM sangat
rentan terhadap masalah-masalah perekonomian.

Perlu digaris bawahi bahwa lebih dan 51 juta usaha yang ada, atau lebih dan
99,9% pelaku usaha adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan skala usaha yang
sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis. Dengan
badan usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan
Legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai.
Upaya pemberdayaan UMKM makin rumit karena jumlah dan jangkauan UMKM
demikian banyak dan luas, terlebih bagi daerah tertinggal, terisolir dan
perbatasan.

Kuncoro (2000) mengungkapkan ada beberapa kendala yang dialami oleh UMKM
dalam menjalankan usahanya. Kendala tersebut berupa tingkat kemampuan,
ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan,
pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya
manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya
dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil
adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan
memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan
keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem
informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena
persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan
masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat
terhadap usaha kecil.

Halaman 7
Kuncoro juga mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi pengusaha kecil
dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, bagi PK dengan omset kurang dari Rp
50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga
kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan
dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang
besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar
membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR,
BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal
kerja mereka.

Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan


yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk
melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat
Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi
oleh PK jenis ini adalah (Kuncoro, 1997): (1) Masalah belum dipunyainya sistem
administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun
proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari
bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya
prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga
dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena
persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap
teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan
selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama
karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan
baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan
kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor
karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan
banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan
tenaga kerja yang terampil.
Hasil penelitian Schiffer-Weder (2001) dalam Rizali secara keseluruhan juga
memperkuat persepsi bahwa UKM menghadapi hambatan berusaha yang lebih

Halaman 8
besar daripada UB. Bila dilihat dari persentasi jawaban responden, secara umum
hambatan utama dalam berusaha adalah sumber pembiayaan.
Sekitar 39% responden UKM menyatakan pembiayaan sebagai hambatan utama
dalam berusaha, sedangkan responden Usaha Besar (UB) yang menyatakan
pembiayaan sebagai sumber hambatan utama usaha sekitar 28%. Ini
mengindikasikan bahwa UKM memang lebih sulit memperoleh kredit dari sektor
keuangan formal dibandingkan dengan UB.
Badan Pusat Statistik (2003) di dalam Sri Winarni (2006) mengidentifikasikan
permasalahan umum yang dihadapi oleh UMKM adalah (1) Kurang permodalan,
(2) Kesulitan dalam pemasaran, (3) Persaingan usaha ketat, (4) Kesulitan bahan
baku, (5) Kurang teknis produksi dan keahlian, (6) Keterampilan manajerial
kurang, (7) Kurang pengetahuan manajemen keuangan, dan (8) Iklim usaha
yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)
Hasil penelitian kerjasama Kementerian Negara KUKM dengan BPS (2003) di
dalam Sri Winarni (2006) menginformasikan bahwa UKM yang mengalami
kesulitan usaha 72,47 %, sisanya 27,53 % tidak ada masalah. Dari 72,47 %
yang mengalami kesulitan usaha tersebut, diidentifikasi kesulitan yang muncul
adalah (1) Permodalan 51,09 %, (2) Pemasaran 34,72 %, (3) Bahan baku 8,59 %,
(4) Ketenagakerjaan 1,09 %, (5) Distribusi transportasi 0,22% dan (6) Lainnya
3,93 %.
Persentase kesulitan yang dominan dihadapi UMKM terutama meliputi kesulitan
permodalan (51.09%). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengatasi
kesulitan permodalannya diketahui sebanyak 17,50 % UKM menambah modalnya
dengan meminjam ke bank, sisanya 82,50 % tidak melakukan pinjaman ke bank
tetapi ke lembaga Non bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perorangan,
keluarga, modal ventura, lainnya.
Sedangkan permasalahan yang dihadapi UMKM dalam mendapatkan kredit
modal usaha antara lain adalah (1) Prosedur pengajuan yang sulit 30,30 %, (2)
Tidak berminat 25,34 %, (3) Pelaku UMKM Tidak punya agunan 19,28 %, (4)
UMKM yang tidak tahu prosedur 14,33 %, (5) Suku bunga tinggi 8,82 %, (6)
Proposal ditolak (1,93 %).
Penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 diyakini juga akan
berdampak negatif terhadap keberlangsungan UMKM. Aturan tersebut memuat

Halaman 9
mengenai pajak penghasilan sebesar 1% bagi UMKM yang memiliki peredaran
bruto dibawah 4,8 milyar dalam 1 tahun.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hambatan yang dialami oleh
UMKM. Hambatan tersebut berupa:
a. Kurangnya modal yang dimiliki oleh UMKM
b. Akses terhadap modal yang sulit dijangkau
c. Pengelolaan yang kurang profesional
d. Kesulitan dalam persaingan usaha yang pesat
e. Rendahnya tingkat inovasi pelaku UMKM
f. Kebijakan pemerintah yang kurang pro UMKM
g. Bahan baku sukar diperoleh
h. Pasar yang cepat berubah selera sehingga pemasaran menjadi sulit

3. Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia.


Semenjak Indonesia merdeka, pemerintah berusaha mencetak pengusaha-
pengusaha baru untuk merobohkan sistem ekonomi kolonial dan diganti dengan
ekonomi kerakyatan. Beberapa program disusun oleh pemerintah Orde Lama. Di
masa demokrasi liberal, dikenal Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya
menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar
bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal,
karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing
dengan pengusaha non-pribumi.
Gagal dengan Program Benteng, pemerintah mengenalkan program baru yakni
sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina (baba)
dan pengusaha pribumi (ali). Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan
lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik,
karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat
untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.

Halaman 10
Di masa Orde Baru, pengembangan UMKM terus berlanjut. Pemerintah Orba
membuat UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil guna memberdayakan usaha
kecil. UU ini berisi XI bab dan 38 pasal dan mengatur pelaksanan permberdayaan
UMKM di Indonesia.
Sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin
dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan
usaha. UU tersebut diganti dengan UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam
UU tersebut, disebutkan peran pemerintah untuk memberdayakan UMKM.

Terkait dengan urusan pemerintahan, setiap Menteri membidangi urusan tertentu


dalam pemerintahan (Pasal 4 ayat 1). Kementerian Koperasi dan UKM RI
merupakan Kementerian di kelompok ketiga yaitu urusan pemerintahan dalam
rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah (Pasal 4
ayat 2, huruf C), berkaitan dengan urusan pemerintahan bidang Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah (Pasal 5 ayat 3).

Undang-Undang telah memberi amanat terhadap pemerintah untuk


mengembangkan UMKM. Dalam UU No.20 Tahun 208 tentang UMKM disebutkan
peran pemerintah antara lain:
a.Bersama Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan dan pengendalian
kesempatan berusaha (Pasal 13).
b.Bersama Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan promosi dagang (Pasal
14, ayat2).
c.Bersama Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan desain dan
teknologi (Pasal 16 ayat 1).
d.Menyusun Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pengembangan, prioritas,
intensitas, dan jangka waktu pengembangan usaha dimaksud (Pasal 16 ayat 3).
e.Bersama dengan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha
Mikro dan Kecil (Pasal 2l). Dalam hal ini Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
dunia usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan

Halaman 11
mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk
Usaha Mikro dan Kecil(Pasal 2l ayat4).
f.Memberikan insentif datam bentuk kemudahan persyaratan perizinan,
keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesual
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang
menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (Pasal 21 ayat 5).
g.Meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil (Pasal 22).
h.Bersama Pemerintah Daerah, meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil
terhadap sumber pembiayaan (Pasal 23 ayat 1).
i.Bersama dengan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha
Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan (Pasal 24).
j.Bersama Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat memfasilitasi,
mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan (Pasal 25 ayat 1). Kemitraan
antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di
bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia,
dan teknologi (Pasal 25 ayat 2).
k.Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri teknis lain mengatur pemberian insentif
kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor,
penyerapan tenaga kerja, pengunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan,
serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Pasal 25 ayat 3).
l.Menteri Koperasi dan UKM dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan
usaha nasional dan daerah untuk memantau pelaksanaan kemitraan (Pasal 34).
m.Melarang Usaha Besar memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil,
dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan
kemitraan (Pasal 35).
n.Melarang Usaha Menengah memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro
dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya(Pasal 35).
o.Menteri Koperasi dan UKM melaksanakan koordinasi dan pengendalian
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Pasal 38 ayat 1).

Halaman 12
p.Mengatur dan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemberian
sanksi administratif pelaggaran UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (Pasal 39 ayat 3).
Sehubungan dengan amanat Undang-Undang, pemerintah melaksanakan
berbagai program yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM. Program
tersebut antara lain adalah program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) dan
pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Gerakan Kewirausahaan Nasional bertujuan memiliki tujuan sebagai berikut:


a.Meningkatkan semangat dan jiwa kewirausahaan bagi masyarakat, khususnya
generasi muda, untuk menjadi wirausaha yang mandiri handal dan tangguh, serta
memiliki daya saing.
b.Memotivasi agar tumbuh wirausaha baru kreatif, inovatif dan berwawasan
global.
c.Mampu melakukan interaksi melalui tukar menukar informasi dan peningkatan
kerjasama di segala sektor.
d.Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berwirausaha khusus bagi
wirausaha baru.
e.Mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha koperasi dan UMKM yang
dilakukan oleh para pelaku wirausaha.
f.Mengekspose dan memberikan inspirasi atas keberhasilan wirausaha dari dalam
dan luar negeri dan diharapkan dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya
wirausaha baru.

Halaman 13
E. PENUTUP

UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia telah terbukti mampu


menjaga stabilitas ekonomi disaat krisis terjadi. Keberadaan UMKM di Indonesia
yang jumlahnya mencapai 99,99% dari total usaha di Indonesia telah menyerap
97,30% tenaga kerja di Indonesia. Keberadaan UMKM juga memberikan kontribusi
sebesar 57,12% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Namun UMKM juga memiliki berbagai hambatan dalam hal pengelolaan usahanya.
Masalah utama yang dihadapi oleh UMKM adalah permodalan. Menyusul masalah
lain adalah pengelolaan yang kurang profesional, kesulitan dalam persaingan usaha
yang pesat, rendahnya tingkat inovasi pelaku UMKM, kebijakan pemerintah yang
kurang pro UMKM, bahan baku sukar diperoleh, pasar yang cepat berubah selera
sehingga pemasaran menjadi sulit.

Untuk mengatasi hambatan tersebut, peran pemerintah sangat diharapkan. Undang-


Undang telah memberi amanat kepada pemerintah untuk mengembangkan dan
memberdayakan UMKM. Sinergi antra pemerintah pusat dan daerah juga harus
diperhatikan guna menumbuhkembangkan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku
UMKM.

Beberapa program telah dilakukan pemerintah untuk melaksanakan amanat


Undang-Undang. Program GKN dan pemberian KUR mencadi contoh peran
pemerintah dalam upaya untuk menghasilkan UMKM yang berdaya dan mampu
bersaing dengan usaha lain.

Pemberdayaan UMKM perlu disinkronkan dengan kebijakan kementrian lain agar


tidak mengganggu iklim usaha yang kondusif. Pemerintah juga harus
memperbanyak lagi kerjasama dengan pihak lain dalam upaya untuk
memberdayakan UMKM

Halaman 14
DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, Mudrajad (2000), Usaha Kecil Di Indonesia: Profil, Masalah Dan Strategi
Pemberdayaan. Yogyakarta
Sudrajat (2012), Pemberdayaan UMKM dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan
Milenium. Bali.
Kementerian UMKM dan Koperasi, Rencana Strategis 2009-2014
Kementerian UMKM dan Koperasi, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 Bidang
Pemberdayaan UMKM dan Koperasi.
UU No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro Dan Menengah
UU No 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Halaman 15

Anda mungkin juga menyukai