Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.

2 No,1 (2017)

STUDI ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID


TENTANG AGAMA

Alif Pratama Susila


Jurusan jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
e-mail: alifpratama1996@gmail.com

Abstrak

Sosok Abdurrahman Wahid merupakan sosok yang unik dan pemikirannya tergolong tipikal.
Bagi kebanyakan orang, beliau dikategorikan sebagai cendikiawan inovatif yang melahirkan
banyak karya intelektual, diantaranya pemikiran mengenai tentang agama. pertama,
pengertian agama menurutnya mengarahkan kepada konsep kontrak sosial dalam kehidupan
masyarakat agar mampu membangun kehidupan yang lebih baik. Kedua, makna agama
berfungsi sebagai panduan dan solusi untuk setiap masalah yang tumbuh di tengah kehidupan
manusia. Ketiga, tujuan agama adalah untuk memuliakan manusia, karena agama
memanifestasikan manfaat dan kemakmuran dan memberikan kemudahan dalam hidup
mereka, tidak memberikan kesulitan, apalagi intimidasi, teror, dan sebagainya. Keempat,
kebenaran agama diarahkan pada penciptaan tatanan sosial, karena menurutnya agama
mengajarkan moral dan tatanan kehidupan lainnya. Jika nilai agama tidak muncul dalam
kehidupan, itu berarti bahwa ia belum menemukan kebenaran agama sebagai makhluk hidup.
Hal yang paling penting, menurutnya, adalah bahwa pemahaman orang tentang kebenaran
agama dibangun di atas realitas empiris dalam pengalaman hidup manusia.

Key Word : Abdurahman Wahid, Agama, Tauhid

113
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

I. Pendahuluan Dapat diungkapkan dengan jelas oleh


Abdurrahman Wahid. Dengan pemikirannya
Perkembangan teknologi dan industri yang tajam tentang agama. Ia mengarahkan
akan menyebabkan pola kehidupan pemikiranya pada sikap inklusif dalam
material fisik, tetapi sekaligus mengubah hidup beragama. Bagi Abdurrahman Wahid,
pola kehidupan manusia serta pribadi dan untuk menciptakan keharmonisan antara
sosial. Juga, kebutuhan mental dan spiritual umat beragama di Indonesia, tidak cukup
telah diabaikan, dan bahkan telah ditantang hanya saling menghormati atau hanya
setiap hari. Situasi ini disebabkan oleh tenggang rasa satu dengan yang lain. Dalam
fakta bahwa agama adalah pandangan hubungan antar umat beragama itu, haruslah
bahwa manusia harus memiliki diwujudkan pengembangan rasa saling
cengkeraman yang tak terelakkan, stabil, pengertian yang tulus dan berkelanjutan,
certainly, unfalsifiable, sementara yaitu perasaan saling memiliki (Sense of
kehidupan manusia penuh Belonging) dalam kehidupan secara
dengan perubahan, ketidakstabilan, kemanusiaan “ukhuwah basyariyah”.2
tidak pasti dan dapat dipalsukan. Dalam Abdurrahman Wahid yang serimg
kesulitan apapun setiap orang harus disapa Gus Dur adalah seorang tokoh yang
beradaptasi dengan lingkungan baru, dan tak pernah selesai. Meskipun jasadnya telah
nilai-nilai lama yang ideal akan tetap wafat pada 30 Desember 2009 silam, namun
menjadi panutan.1 Situasi ini merupakan pemikiran dan ajaran beliau masih hidup
tantangan bagi peran agama untuk sampai sekarang. Bahkan, banyak orang,
membimbing manusia sebagai makhluk baik Muslim maupun non-Muslim yang
cerdas, sehingga misi misi dapat mengkaji dan mengamati pemikiran Gus
dipertahankan. Demi menjalani hidup yang Dur. Mengamati pikiran Gus Dur memang
lebih bermakna dalam kemajuan teknologi, menarik dan sulit pada saat yang bersamaan.
manusia tetap menantikan layanan dan Menarik, karena idenya sangat sederhana,
peran yang dapat memberikan agama bagi tetapi dapat mencapai wawasannya sendiri
kehidupan manusia. dalam menganalisis masalah kehidupan di
Kehidupan modern membutuhkan Indonesia dan di dunia.
kemampuan intelektual untuk merespon
secara positif dan kreatif terhadap II. Biografi Abdurrahman Wahid
perubahan yang terjadi tanpa harus
melepaskan diri dari substansi dan prinsip- Abdurrahman Wahid, yang sering
prinsip universal agama. Orang-orang dipanggil Gus Dur, lahir pada 4 Agustus di
Indonesia di sisi lain juga menuntut sikap desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Dia
keberagaman yang inklusif dan toleran. adalah anak keenam dari enam bersaudara
Dengan menggunakan paradigma dan cucu dari pendiri organisasi Nahdlatul
kontekstualisasi pemikiran klasik, sikap Ulama (NU), KH. Hasyim Asy Bapake
tersebut, yaitu respon positif dan kreatif adalah KH. Wahid Hasyim, seorang Kyai
terhadap perubahan dan sikap keberagaman yang pernah menjadi Menteri Agama.
yang inklusif dan toleran. Ketika ibunya, Hj, Sholehah, adalah putri

1
M. Amin Abdullah, Teolopi Dan Filsafat Dalam
Perspektif Globalisasi Ilmu Dan Budaya, Dalam Mukti
2
Ali dkk., Agama Dalam Pergumulan Masyarakat Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren,
Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 267. (Jakarta: Darma Bhakti, 1994), 173
114
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

dari pendiri Pondok Pesantren Islam anak perempuan: Alisa, Yenny, Anita, dan
Jombang, KH. Bisri Syansuri.3 Inayah.5
Meskipun Gus Dur merayakan ulang Sebagaimana kebanyakan santri Jawa,
tahunnya pada tanggal 4 Agustus, termasuk atau kaum muslim ortodoks (yang
teman-teman dan keluarga yang telah merupakan mayoritas pemeluk Islam
menyelenggarakan pesta ulang tahun di Indonesia, yang dalam praktik keislaman
Istana Bogor, 4 Agustus 2000, tidak tahu mereka biasa dinamakan kaum abangan),
bahwa ulang tahun Gus Dur tidak ada pada Gus Dur menggunakan nama ayahnya
tanggal tersebut. Seperti dalam kehidupan setelah namanya sendiri. Sesuai dengan
dan kepribadian, ada banyak hal yang tidak kebiaasan Arab, ia adalah Abdurrahman
terlihat. Gus Dur lahir pada hari keempat ‘putera’ Wahid, sebagaimana ayahnya,
bulan kedelapan. Namun, perhatikan Wahid adalah ‘putera’ Hasyim. Akan tetapi
bahwa tanggal tersebut adalah kalender sebagaimana juga kebanyakan orang
Islam, Gus Dur lahir pada bulan April, sebayanya, nama kelahiran resminya
bulan kedelapan dalam kalender Islam. berbeda lagi. Mungkin Wahid Hasyim,
Memang benar bahwa 4 April 1940 sebagai seorang ayah sangat girang dengan
larangan itu adalah 7 September. Gus Dur kehadiran anak pertamanya. Ia di penuhi
lahir di Denayar, di kota Jombang, Jawa rasa optimisme seorang ayah, atau mungkin
Timur, di sebuah rumah pesantren bersama dia memiliki kemampuan melihat masa
ibunya, Kiai Bisri Syansuri.4 depan. Bagaimana pun nama yang diberikan
Gus Dur lahir di sebuah keluarga kepada anak pertamanya ini, Abdurrahman
yang sangat dihormati di komunitas ad-Dakhil, adalah nama yang berat, untuk
Muslim di Jawa Timur. Secara genetis, anak mana pun. Ad-Dakhil, yang diambil
Abdurrahman berasal dari "darah biru" dari nama salah seorang pahlawan dari
dan, menurut Clifford Geertz, ia memiliki dinasti Umayyah, secara harfiah berarti
kelas dan kelas siswa pada saat yang sama. “Sang Penakluk”.6
Terlepas dari ayah dan ibu dari ayahnya.
Kakeknya KH. Hasyim Asy & Apos; Ari, III. PANDANGAN
pendiri Nahdlatul Ulama (NU), ketika ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP
kakeknya, KH. Bisri Syansuri, sebagai PENGERTIAN, MAKNA, TUJUAN,
guru pertama dari sekolah asrama untuk DAN KEBENARAN AGAMA
mengajar kelas wanita. Pak Gus Dur, KH.
Wahid Hasyim, terlibat dalam gerakan A. Pengertian Agama
nasionalis dan menjadi Menteri Agama 1. Pengertian agama
pada tahun 1949. Ibunya adalah Hj. Menurut Gus Dur dalam perspektif
Sholehah, adalah putri dari pendiri junta Islam, Islam lahir sebagai agama hukum.
Pondok Pesantren Denanon Jombang. Hukum adalah aturan, dan mereka yang
Saudara-saudaranya adalah Shalahudin melakukannya disebut hakim. Aturan
Wahid dan Lili Wahid. Dia menikah tertinggi, yang memiliki kemampuan untuk
dengan Sinta Nuriah dan memiliki empat memaksa adalah hukum. Jelas bahwa dalam
Islam, aturan permainan dibuat oleh agama

3 5
Badiatul Roziqin, dkk., 101 Jejak Tokoh Islam Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pnedidikan
Indonesia (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 36. Islam di Idonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
4
Greg Barton, Biografi Gus Dur (Cet. II; 33.
6
Yogyakarta: LKis, 2003), 25. Greg Barton, Biografi Gus Dur, 35.
115
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

supremasi tertinggi. Tidak ada yang bisa Dari semua ini, tampaknya
membicarakannya.7 hubungan antara agama dan demokrasi
Formula formulasi yang paling berkembang dengan lancar, dan secara
sederhana, apa yang digunakan (mengejar alami ketika agama memainkan peran
kemuliaan atau pertentangan), harus transformatif dalam kehidupan manusia,
dasarkan. Manifestasi mempertahankan tetapi dalam kenyataannya, perkembangan
hak asasi manusia dan mengembangkan yang terjadi tidak mendukung asumsi-
struktur komunitas yang adil dalam asumsi ini.
masyarakat di masyarakat. Selain itu, Salah satu alasan untuk
agama terkadang harus menyerah. Terlepas menghalangi gerakan demokratisasi antara
dari visi naturalis tentang menghormati lembaga agama dan kelompok berbeda dari
martabat manusia.8 yang diadopsi oleh keduanya. Agama
Dari penjelasan di atas, Abdurrahman dimulai dengan pandangan normatif dari
menyatakan bahwa agama berasal dari Alkitab.9 Apalagi jika masalahnya terlihat
langit, tetapi agama itu bersifat dialektika dalam bentuk hukum agama. Hukum
dengan lingkungan di mana keturunan agama memiliki sifat kekal, karena itu
agama. Agama itu seperti air ketika bisa didasarkan pada kitab suci yang kekal,
bergerak. Agama tidak memiliki bentuk mengubah hukum agama sama dengan
yang pasti, agama adalah nilai yang dapat membatasi tulisan suci, dan secara alami
dilakukan. mengganggu kebenaran yang diberikan
oleh agama. Dan jangan mengendalikan
2. Aspek-aspek yang dikandung Agama kemungkinan demokrasi dan hukum agama
yang berbeda.
1. Agama dan Demokrasi Demokrasi memberi jurusan dan
Saat ini ada hubungan erat antara posisi semua warga negara, tanpa
agama dan demokrasi. Di mana gerakan memandang agama, suku, gender dan
keagamaan aktif mendukung upaya untuk budaya. Transformasi eksternal yang tidak
menegakkan agama. bergantung pada transformasi internal dalam
Di Indonesia, ini juga terjadi. lembaga atau kelompok agama hanya
Pemimpin gerakan agama menggantikan sesuatu yang dangkal dan kontemporer.
perang untuk kemerdekaan nasional dari
kolonialisme dan kemudian berjuang untuk 2. Agama dan Etika Sosial
demokrasi, ketika sistem pemerintahan Gagasan etika sosial dalam
menjadi semakin otoriter. Bagaimana pemikiran Abdurrahman Wahid berangkat
kegiatan yang dikembangkan di antara dari pemaknaan atas konsep akhlak dalam
agama menjadi pelopor, untuk yang lebih Islam yang ia pahami tidak sebagai akhlak
kecil, untuk mengembangkan masyarakat individu. Tetapi sebagai akhlak yang bersifat
demokratis. Karena isu kebebasan sosial, karena bagi Abdurrahman Wahid,
berpendapat dan berserikat dengan masalah Islam tidak hanya menyediakan aturan
polusi lingkungan, gerakan keagamaan normatif tentang sopan-santun individu,
secara langsung terlibat dalam upaya akan tetapi menyediakan kerangka etis
menegakkan demokrasi. kehidupan masyarakat yang baik.
Sebagaimana ungkapannya :
7
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmo Politan, Nilai-
Nilai Indonesia dan Transformasi kebudayaan, 293.
8 9
Ibid, 303. Ibid, 285.
116
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Bukanlah lalu menjadi sangat kelompok atas dasar persamaan. Upaya


dalam makna sabda Nabi, “Bahwasanya rekonsiliasi antara budaya dan agama
aku diutus hanyalah untuk bukan karena kekhawatiran terjadinya
menyempurnakan akhlak”. Kemuliaan ketegangan antara keduanya, sebab kalau
akhlak hanyalah akan terasa logis untuk manusia dibiarkan pada fitroh rasionalnya,
disempurnakan, jika upaya itu diartikan ketegangan seperti itu akan reda dengan
pengembangan kesadaran mendalam akan sendirinya. Sebagai contoh redanya
etika sosial dari sebuah masyarakat bangsa. semangat Ulama dalam mempersoalakan
Tugas Islam adalah mengembangkan etika rambut gondrong.1111
sosial yang memungkinkan tercapainya Islam dalam hal kehidupan nasional
tujuan penyejahteraan kehidupan adalah ide yang perlu diamati. Gus Dur
10
manusia. mengatakan bahwa pribumi bukanlah
Komitmen etika sosial upaya untuk menghindari munculnya
Abdurrahman Wahid yang tidak lain resistensi dari kekuatan budaya lokal, tetapi
adalah upaya Abdurrahman Wahid dalam lebih dari itu sehingga budaya itu tidak
rangka kontekstualisasi ajaran Islam di hilang. Esensi dari pribumi Islam adalah
tengah dinamika dan problematika kebutuhan untuk menghindari polarisi
kemanusiaan. Terutama dalam konteks antara agama dan budaya, karena polarisasi
kemanusiaan dan keindonesiaan. Dengan seperti itu tidak dapat dihindarkan.12
cara ini Islam akan benar-benar menjadi Ide Abdurrahman Wahid
jawaban setiap problematika kebangsaan tampaknya menunjukkan Islam sebagai
tanpa kehilangan spirit etisnya sebagai agama yang menghormati konteks lokal
agama yang agung. dan mempertahankan realitas pluralisme
budaya yang ada. Abdurrahman dengan
3. Agama dan Budaya tegas menolak "satu Islam" dalam ekspresi
Agama dan budaya bagaikan koin budaya, karena semua simbol atau identitas
yang tidak dapat dipisahkan. Agama harus menggunakan ungkapan bahasa
mendapatkan wahyu normatif, itu Arab. Keseragaman yang sama tidak hanya
cenderung menjadi permanen. Padahal membebaskan kreativitas dari budaya
kebudayaan adalah ciptaan manusia, Umat, tetapi juga menciptakan Islam yang
karena itu perkembangannya mengikuti teralienasi dari arus utama budaya nasional.
zaman dan cenderung selalu berubah. Proses dekomposisi Arabisasi adalah
Perbedaan ini tidak menutup kemungkinan mundur dari akar budaya kita sendiri.
manifestasi kehidupan beragama dalam
bentuk budaya. Selanjutnya (Gus Dur) B. Makna Agama
mengatakan: 1. Pengertian makna agama
Tumpang tindih antara agama dan
budaya akan terjadi terus menerus sebagai Menurut Gus Dur, agama adalah
suatu proses yang akan memperkaya kekuatan inspirasional yang menciptakan
kehidupan dan membuatnya tidak gersang. kekuatan moral. Agama harus membentuk
Kekayaan variasi budaya memungkinkan etika dari masyarakat. Menurut Gus Dur,
adanya persambungan antar berbagai inti Islam adalah perdamaian dan non-

10
Abdurrahman Wahid, “Islam dan Masyarakat 11
Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan
Bangsa,” Jurnal Pesantren, No. 3, Volume VI, Kebudayaa, 118
12
(1989), Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, 119.
117
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

kekerasan, Islam menginginkan diakui sebagai Yudaisme, Kristen, Hindu,


kebebasan. Agama mengajarkan konsep Budha, Konhuchu atau lainnya, tetapi
etika bagi para kematian adalah Islam. Tuhan tidak
pengikutnya. Tetapi etika seharusnya tidak mensyaratkan manusia untuk
digunakan sebagai aturan formal dalam memformulasikan Islam secara formalitas,
tatanan kehidupan. Agama tidak terkait komitmen, tetapi berhati-hati saja. Karena
dengan urusan negara, agama terdiri dari itu simbol-simbol seperti sorban, jubah,
individu dan mengandung ajaran moral. topi, kubah, non-standar Islam, berarti
Sebenarnya, mengembangkan kesepakatan hanya syi'ar dan lebih rapuh seperti busa.15
bersama dalam masyarakat yang heterogen Bagi Wahid, Islam adalah agama
seperti Indonesia tidaklah mudah. Dalam cinta, toleransi, agama, keadilan dan
hubungan antara orang yang beragama kejujuran. Dengan cara itu, Islam adalah
membutuhkan pemahaman yang tulus dan keyakinan egaliter yang tidak memerlukan
terus menerus. Gus Dur menyatakan bahwa perlakuan kejam (musuh yang adil), karena
umat Islam sebagai mayoritas umat alasan agama, suku, ras, gender, status sosial
beragama memiliki tanggung jawab besar atau kelompok lain dalam masyarakat.1616
untuk mengembangkan rasa Bagi Wahid, Islam adalah keyakinan yang
13
kewarganegaraan. Agama adalah mengklaim bahwa di mata Tuhan, semua
panduan dan solusi untuk setiap masalah manusia, bahkan status Muslim dan non-
yang ada di tengah-tengah kehidupan Muslim. Pandangan Wahid tentang Islam
manusia. Gus Dur adalah seorang sarjana oleh Greg Barton sesuai dengan prinsip-
reformasi yang mencoba membawa Islam prinsip dasar Kekristenan Eropa dan Eropa
untuk tetap relevan sebagai pemecah dalam terang abad ini.
masalah selama pembangunan, khususnya Wahid hidup Islam sebagai agama
di Indonesia. yang menuntut hati pasien dan sabar
Inti agama adalah penyerahan dan terhadap agama-agama lain. Dari pernyataan
kepatuhan kepada para hamba-Nya kepada di atas, karena Wahid ingin menyatakan
Yang Maha Kuasa disertai dengan bahwa semua agama, bahkan jika formalitas
penyerahan total tanpa cadangan. Sikap ini, religius berbeda, seharusnya hanya ingin
sebagai manifestasi dari hati terdalam membentuk tokoh al-kamil al-kamil
tanpa paksaan, agitasi atau intimidasi, (berbadan sehat) moralitas al-karimah
sebagai makhluk, Tuhan akan selalu (moralitas).
mengikuti semua hukum dan keadaan.
Memeluk Islam untuk Abdurrahman 2. Makna agama bagi kehidupan manusia
Wahid berarti memiliki agama Islam, dan Abdurrahman percaya bahwa umat
bukan Islam absolut atas nama agama. manusia memiliki posisi yang mulia dan
Karena semua agama, ia ditekan, mulia karena dapat memberikan rahmat
ditentukan oleh tulus dan tulus para kepada Tuhan. Keyakinan primordial ini
pengikutnya.14 Dalam pengamatan Aqiel kemudian diterjemahkan oleh Gus Dur,
Syiradj, tidak mungkin seorang pejabat dengan hati-hati menempatkan keyakinan

13 15
Abdurrahman Wahid, Gus Dur Menjawab Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,
Perubahan Zaman, (Jakarta: PT Kompas Media Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi,
Nusantara, 2000), 15 (Bandung: Mizan, 2006), 157.
14
Abdurrahman Wahid, Dialog Intra Religius,16 Greg Barton, Biografi Gusdur, xxx.
(Yogyakarta: Kanisius, 1994), 6.
118
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

dalam hubungan antara takdir Tuhan dan mulia kepadanya. Memang benar, kata Gus
kehendak manusia. Akurasi dapat ditentukan Dur, manusia juga berpotensi jatuh dalam
terutama ketika hal itu berkaitan dengan kesalahan dan bahkan kehinaan atau
hubungan antara kehendak manusia dan menyalahgunakan fitrah mulia itu, namun
nasib Allah dalam kerangka ilmu alam / “pada dasarnya ia adalah tetap makhluk
filsafat sosial dan moral. Dengan cara ini, yang mulia yang dilengkapi dengan budi,
Gus Dur berhasil menampilkan konsepsi akal, perasaan dan ketrampilan untuk
manusia menurut kosmologi Islam dalam mengembangkan diri yang seolah-olah
wajah yang lebih fungsional dan universal. tanpa batas”.18
Dengan cara ini, "moralitas Islam" bersama Ketika Gus Miek wafat 5 Juni 1993,
dengan "moralitas agama" secara umum dan Gus Dur langsung menulis sosok ini
"moralitas sekuler" dapat melibatkan melalui kolom obituari yang baru dimuat
sumbangan sumbangan yang tepat untuk Harian Kompas seminggu kemudian, yang
pelaksanaan kehidupan orang-orang di dunia berjudul “Gus Miek: Wajah Sebuah
keragaman dan untuk masa depan Kerinduan”. Diliputi rasa kehilangan yang
peradaban.17 mendalam, Gus Dur mengatakan: “Yang
Prinsip Gus Dur pada basis manusiaselalu saya kenang (dari Gus Miek
didasarkan pada pemahaman kosmologi Islam,tambahan penulis) adalah kerinduannya
khususnya pesantren. Setidaknya ada tigakepada upaya perbaikan dalam diri
konsep dasar "manusia", yaitu: manusia. Karena itu, ulama idolanya pun
1. Kemampuan intelektual untuk adalah yang membunyikan lonceng
menghasilkan masalah kemanusiaan dasar. harapan dan genta kebaikan, bukan
2. Bangsa yang mulia adalah khalifah bumi; hardikan dan kemarahan kepada hal-hal
3. Posisi tinggi sebelum makhluk lain; yang baru. Kerinduannya kepada realisasi
Ketiganya adalah kualitas manusia potensi kebaikan pada diri manusia inilah
yang diyakini sebagai karunia dari Pencipta yang menurut saya menjadikan Gus Miek
Tuhan, sehingga manusia memiliki posisi supernatural”.19
tertinggi di hadapan Tuhan dan ciptaan Di mata Gus Dur, sosok Gus Miek
lainnya di alam semesta. mewakili satu kesadaran akan hakikat
Pertama-tama, kedudukan tinggi manusia yang secara esensial bersifat sama
manusia itu diperoleh lantaran anugerah dan setara: yakni punya potensi
akal, budi, dan perasaan. Ketiga properti memperbaiki keadaannya sendiri. Berkat
asali yang diberikan Tuhan Sang Pencipta akal, budi dan perasaannya, manusia
itu memungkinkan manusia sanggup memiliki kemuliaan yang super, yang
memupuk diri serta mengembangkan daya dengan itu ia secara natural berpeluang
dan potensi kebaikannya di dunia. merealisasikan potensi-potensi kebaikannya.
Kendatipun Gus Dur tidak menyediakan Hal itulah mengapa Gus Miek yang karena
definisi pembeda yang jelas dan terpilah menyadari hakikat manusia dan sekaligus
antar ketiganya, namun secara bersama- mampu membuka diri terhadap kenyataan
sama properti dasar itu mencirikan keadaan hakikat manusia itu lalu dipandang Gus Dur
manusia yang berbeda dengan makhluk- pantas pula menyandang predikat
makhluk yang lain sekaligus status yang
18
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, Nilai-nilai
17
Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Indonesia & Transformasi Kebudayaan, 30.
19
Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Abdurrahman Wahid, Gusdur Menjawab Perubahan
(Jakarta: The Wahid Institute, 2006), 66. Zaman, 93.
119
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

supernatural. “Gus Miek inilah yang melalui menjalani kehidupannya di dunia.2222


transendensi keimanannya tidak lagi melihat Insan-manusia dibekali piranti-piranti yang
‘kesalahan’ keyakinan orang beragama atau bersifat asali yang merupakan ciri
berkepercayaan lain. Karena ia yakin hakikinya, sehingga eksistensi seturut
kebaikan sama pada dua orang penyanyi esensinya amat berbeda dengan makhluk-
(Ayu Wedayanti yang Hindu dan Neno makhluk bertubuh lainnya seperti monyet,
Warisman yang Muslimah - penulis) kerbau, babi, dan lain sebagainya. Berbekal
tersebut”20. kapasitas-kapasitas fakultatif yang
Tiga kualitas manusia (kualitas dimilikinya itu, manusia dapat
pengembangan individual, sosial, dan bereksistensi dalam artian merealisasikan
intelek) adalah postulasi yang dirumuskan aneka kemungkinan hidupnya di dunia
Gus Dur mengenai kondisi asali manusia “secara tak terbatas”.
menurut kosmologi Islam. Postulasi itu Sebagaimana diutarakan di dalam
sekaligus mencerminkan hubungan yang tulisan ini, pandangan Gus Dur mengenai
tak terelakkan antara manusia dan manusia berlandaskan agama. Utamanya
Tuhannya, Sang Penciptanya. Kualitas- adalah bahwa hakikat dasar manusia
kualitas tersebut dipandang berwatak mengandung suatu relasi tak terbantahkan
universal, yakni bersifat inheren dalam diri dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta, Causa
makhluk manusia (homo sapiens, hayawan Prima, sang Pemberi Karunia. Keberadaan
natiq) dan sekaligus berlaku bagi manusia Tuhan dan relasi manusia dengan-Nya
secara keseluruhan. Dalam pengertian ini (melalui keseluruhan kapasitas akal, budi
pula semua manusia pada dasarnya adalah dan perasaan, serta kapasitas sosial dan
makhluk yang setara dan sederajat antar intelek yang dimiliki) pada gilirannya
sesamanya. mengandaikan keharusan adanya moralitas.
Memang benar bahwa manusia Bagi Gus Dur, kesadaran akan relasi itu
dicirikan juga oleh kebertubuhannya yang adalah dasar bagi moralitas.
dalam kosmologi Islam dinyatakan dalam Pendasaran moral yang sangat esensial
istilah “basyar” (manusia dalam aspek tersebut memang jarang dinyatakan oleh
tubuh biologisnya semata). Namun sejauh Gus Dur secara verbal yang meskipun
yang dapat dibaca dari karya-karyanya, demikian dapat dijumpai pada bagian-bagian
Gus Dur tidak menaruh perhatian pada lain kolom dan eseinya. Dapat dinyatakan
aspek yang sempit itu, melainkan tercurah bahwa suatu tindakan bernilai moral, bila
kepada eksistensi manusia sebagai “insan” pelaku tindakan tersebut mematuhi
yang tercipta dalam sebaik-baiknya kewajiban-kewajiban. Gus Dur mengajukan
keadaan, “ahsanit takwim”.2121 Menurut empat kewajiban moral yang mengikat
penuturan Prof. Quraish Shihab, berbeda manusia secara universal.
pengertian dengan “basyar”, kata “insan” 1. Kewajiban untuk senantiasa taat asas
bermakna manusia dalam totalitas jiwa- (konsisten) dalam berpikir dan mencari
raganya yang sedemikian rupa sehingga pemecahan persoalan-persoalan yang
memenuhi standar dan syarat untuk bisa dihadapi.
2. Kewajiban menjunjung tinggi tujuan
utama kehidupan, yakni

20
Abdurrahman Wahid, Gusdur Menjawab
22
Perubahan Zaman, 93. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung:
21
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. Mizan, 1996), 280.
120
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

a) Mencari kemaslahatan sejauh komplementer dalam kehidupan. Islam


mungkin, berfungsi dalam kehidupan bangsa dalam
b) Menjauhkan kerusakan/mafsadah dua bentuk. Pertama adalah akhlaq
sekuat mungkin, dan masyarakat (etika sosial) warga
c) Menerapkan asas kerahmatan dalam masyarakat, sedangkan bentuk kedua
kehidupan secara keseluruhan. adalah partikel-partikel dirinya yang dapat
3. Kewajiban menyediakan sarana yang diundangkan melalui proses konsensus
diperlukan untuk pencapaian tujuan utama (seperti undang-undang No. 1/1974 tentang
kehidupan di atas, dan Perkawinan, Undang-undang Peradilan
4. Kewajiban memikul tanggung jawab agama No.7/1989). Dari sini jelas bahwa
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat Gus Dur tidak pernah memimpikan sebuah
secara tuntas dan jujur.23 Negara yang menganut ideologi Islam
secara formal tetapi nilai-nilai Islam
Kewajiban-kewajiban tersebut, tertanam dalam setiap pribadi muslim
ditegaskan oleh Gus Dur, harus Indonesia.25
dilaksanakan secara simultan dan serentak, Makna agama bagi lingkungan
yang salah satunya tak dapat ditanggalkan. hidup menurutnya bisa dilihat di pesantren.
Pelaksanaan imperatifnya pun harus Menurut pandangan Abdurrahman Wahid
diupayakan dalam kerangka yang sifatnya (Gus Dur), pesantren merupakan
integral, secara menyeluruh. Itu berarti lingkungan kehidupan yang unik. Karakter
kewajiban moral harus dipatuhi baik dalam pesantren yang demikian unik dan berciri
kerangka pengembangan potensi diri khas, dengan seperangkat akar tradisi yang
pribadi, bekerjanya fungsi-fungsi sosial demikian komplek, membuat pesantren
kemasyarakatan, maupun dalam kerja-kerja seakan-akan memiliki dunia yang berbeda
intelek melalui filsafat, ilmu pengetahuan dari kehidupan masyarakat di luar
dan teknologi. Baru jika kewajiban- pesantren. Karakter tersebut ketika ditarik
kewajiban moral itu dilaksanakan dalam benang merahnya dalam persepektif
artian menjadi kesadaran, sikap dan budaya maka dibutuhkan identitas baru
tindakan praktis hidup manusia, maka asas untuk dapat medefinisikannya. Maka
keseimbangan dalam menghadapi muncullah pesantren sebagai subkultur26.
tantangan di dunia dan penyelenggaraan Gus Dur memberi penjelasan
hidup kolektif yang berwatak universal itu penggunakan istilah ini bagi pesantren
dapat dipenuhi.Namun, bagi Gus Dur, masih merupakan usaha pengenalan
moral/etisnya suatu tindakan tidak semata
diukur dari pelaksanaan kewajiban belaka, 25
Soelastomo, "Dwi Tunggal Gus Dur-Mega,"
tetapi juga atas kesadaran demi mencapai dalam Kompas, 29 Nopember 1999.
“arah hidup yang benar”.24 26
Pendekatan yang dipakai dalam pengambilan
kesimpulan pesantren sebagai subkultur adalah
3. Makna agama bagi lingkungan hidup pendekatan naratif. Menurut Gus Dur pendekatan
naratif ini merupakan pendekatan ilmiah yang
terbaik untuk melihat hakikat sebuah lembaga
Gus Dur secara tegas menggaris kemasyarakatan seperti pesantren, menurut Gus Dur
bawahi peranan agama sebagai etika sosial pendekatan naratif ini persyaratan esensial jika tidak
yang berarti Islam (agama) berfungsi ingin terjadi kesalahan persepsi bahkan kesalahan
dalam pengambilan kesimpulan. Abdurrahman
23
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30-31. Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren
24
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 35-36. (Yogyakarta : LKIS Yogyakarta, 2001) 1-2.
121
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

identitas kultural yang dilakukan kalangan disebut dengan “cara kehidupan santri”.
dari luar pesantren, artinya butuh kehati- Beberapa konsepsi nilai yang berbeda
hatian untuk menggunakan kata tersebut antara santri dan masyarakat di luar
terlebih bagi lembaga pendidikan seperti pesantren, misalnya visi untuk mencapai
pesantren. Bagi Gus Dur kalau dikemudian penerimaan disisi Allah dalam terminilogi
hari, dengan seperangakat metode penelitian santri disebut dengan nama “keikhlasan”
yang konperhensif dapat ditemukan identitas yang dikenal dilingkungan masyarakat
lain diluar kesimpulan bahwa pesantren luar, dimana kata “ikhlas” mengandung arti
adalah sebagai subkultur, maka ketulusan dalam menerima, memberikan
kemungkinan itupun masih selama istilah itu dan melakukan sesuatu antara sesama
belum diuji secara ilmiah murni, kesimpulan makhluk.
apapun yang didapat dari penggunaannya Bagi masyarakat luar, kehidupan
masih berupa kesimpulan sementara, namun dipesantren merupakan gambaran ideal
Gus Dur menegaskan kesementaraannya yang tidak mungkin dapat direalisasikan
tersebut tidak mengurangi nilai objektifitas dalam kehidupan nyata, dengan demikian
ilmiahnya.27 pesantren bagi mereka dijadikan sebagai
Dilihat dari asapek keunikan yang tempat yang dapat menberikan kekuatan
dimiliki pesantren yang dapat membentuk spiritual, terutama saat-saat tertentu, untuk
identitas berbeda dengan kehidupan di luar menghadapi kemalangan dan kesukaran,
pesantren, menurut Gus Dur secara selain itu pesantren juga dijadikan sebagai
sosiologis pesantren telah memenuhi sumber inspirasi bagi sikap hidup yang
persyaratan minimal, yaitu memiliki selalu diinginkan tumbuh pada diri mereka
cirikhas dan perbedaan dalam hal: dan anak-anaknya, terlebih jika pendidikan
1. Cara hidup yang di anut, Pandangan di luar pesantren tidak memberi harapan
hidup dan tata nilai yang diikuti, dan besar bagi terjangkaunya ketenangan dan
Hirarki kekuasaan intren tersendiri ketentraman hidup mereka.30
ditaati sepenuhnya.28 Berkembangnya suatu proses saling
Keunikan dan ciri khasnya struktur pengaruh dan menpengaruhi antara pola
serta system pengajaran di pesantren. Gus kehidupan dipesantren dengan masyarakat
Dur menjelaskan bahwa pemberian di luarnya, yang akan berkulminasi pada
pengajian yang diberikan oleh kiai kepada pembentukan nilai-nilai baru yang secara
santrinya sama saja artinya dengan sebuah universal diterima oleh kedua belah pihak.
proses pembentukan tata nilai yang Kondisi ini tentunya merupakan
lengkap. Dengan cara penilaian dan
Clifford Geertz dalam bukunya the religion of java)
orientasinya tersendiri.29 Yang kemudian
dicoba untuk dikontraskan dengan apa yang
dinamakan “kehidupan kaum abangan” dinegeri ini.
27
Karena bagi Gus Dur penggunaan istilah tersebut Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, 7.
jika dilakukan dengan hati-hati akan menghasilkan
anggapan-anggapan (assumptions) yang tidak akan
30
jauh menyimpang dari hasil penelitian empiris yang Pada kedua hal diatas terletak daya tarik
dilakukan secara seksama dan mendalam. pesantren dalam pandangan masyarakat pada
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, 2. umumnya, hal ini disebabkan pandangan hidup
28
Menggerakkan Tradisi, 2. pesantren yang sufistik sehingga menjadi alternatif
29
Nila-nilai (mores) yang tercipta dalam bentuk kehidupan ideal ditengah distorsi
serangkaian perbuartan sehari-hari inilah yang mendehumanisasi-nya kehidupan modern.
kemudian yang dikenal dengan “cara kehidupan Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, 32.
santri” yang oleh sementara kalangan (terutama
122
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

konsekuensi logis akibat dari pada pos strategi dalam masyarakat, dan ini
pendirian mayoritas pesantren sebagai menurut Gus Dur merupakan peranan
salah satu bentuk reaksi terhadap pola dalam kontribusinya secara sistemik, atau
tertentu yang dianggap rawan dalam kontribusi yang bisa dilakukan oleh
masyarakat. Bagi Gus Dur pengaturan pesantren dalam melakukan pemberdayaan
sejarah ini, maka berarti pendirian masyarakat secara langsung. Terkait
pesantren juga merupakan salah satu kontribusi, pesantren dapat membentuk
bagian dari transformasi budaya yang beberapa perogram pemberdayaan dan
berjalan untuk jangka waktu yang panjang pembangunan masyarakat. Misalnya
sesuai dengan dialektika yang ada di antara pesantren membentuk perogram yang
keduanya. Karena pesantren adalah titik bertujuan membentuk tenaga-tenaga
awal dari proses transformasi, pesantren pembangunan masyarakat dari pesantren,
secara alami dipaksa untuk menjadi yang bertugas membantu warga desa untuk
alternatif bagi pola kehidupan yang ada. mengenal dan memanfaatkan potensi yang
Mengenai kediktatoran di atas, Gus mereka miliki dengan tujuan dapat
Dur menjelaskan bahwa peran pesantren memperbaiki kehidupan mereka, dengan
sebagai pilihan ideal masyarakat sangat jalan merencanakan dan melaksanakan
sejalan dengan terwujudnya budaya agama proyek-proyek pengembangan desa
32
Islam yang menjangkau nusantara. Seperti mereka.
dapat disimpulkan dari proses historis
penyebaran Islam di daerah ini, manifestasi C. Tujuan Agama
budaya Islam adalah kombinasi dari
doktrin Islam formal dalam kultus orang- 1. Kedudukan agama
orang kudus (memuncak dalam kultus
songo), sebagai pengaruh yang tersisa dari Agama memiliki posisi dan peran
pemujaan orang-orang kudus (hermints) yang penting dan strategis, terutama
dalam agama Hindu. Manifestasi budaya sebagai landasan spiritual, moral, dan etis
ini terbukti dalam asketisme (bahasa Arab: dalam kehidupan dan kehidupan manusia.
az-Zuhd, sering juga ditafsirkan sebagai Tetapi di sini dijelaskan oleh Gus Dur
"kebijaksanaan" di negara ini) yang bahwa, posisi keagamaan ada hubungannya
mencirikan pola kehidupan Islam di dengan negara, yaitu Pancasila.
nusantara, seperti di negara Arab itu sendiri Sebagaimana kita ketahui, kita tahu bahwa
sepanjang sejarahnya.31 dalam Pancasila tidak ada prinsip yang
Diterima atau tidak, kontribusi menentang agama. Dengan demikian
pesantren dalam melakukan infiltrasi dan prinsip-prinsip Pancasila secara harfiah
tranformasi nilai dalam kehidupan merupakan pesan utama semua agama, di
masyarakat secara lebih umum memiliki mana ajaran Islam yang dikenal sebagai
kontribusi yang sangat siknifikan, peranan maqashid al-syari'ah, yang bermanfaat
ini bisa dalam pembentukan karakter para bagi masyarakat. Dengan kesadaran ini ia
santri yang sudah lulus keluar dari menolak formalitas atau formalisasi agama
pesantren dan kemudian mendirikan dan menekankan intinya. Negara-negara ini
sekolah dan mendirikan pesantren baru, memiliki posisi sebagai lembaga yang
atau bahkan mengisi bagian terkecil dalam mengakui keragaman, melindungi semua
32
Menggerakkan Tradisi, 156.
31
Menggerakkan Tradisi, 12.
123
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

kepentingan, dan melindungi semua sekuler adalah kesejahteraan setiap warga


keyakinan, budaya dan tradisi masyarakat negara, dan yang lainnya hanya bentuk
Indonesia. Jadi, dengan Pancasila, dia eksternal yang dapat digantikan oleh orang
menyatakan agama sebagai wujud kasih melalui lembaga perwakilan. Jadi,
Allah bagi semua ciptaan-Nya (Rahamatan faktanya, Pancasila yang berbasis di
lil'alamin) dalam memahami benar. Sikap Indonesia adalah salah satu tujuan negara
para pemimpin perjuangan agama Islam.35 Karena agama memainkan peran
nasionalis untuk menjaga warga Negeri penting dalam mengatur kehidupan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, manusia dan mengarahkannya ke kebaikan
menurut Gus Dur, dapat disebut adanya bersama
jiwa yang tenang (al-nafs al-
muthmainnah), individu yang terus 2. Fungsi agama bagi manusia
mencoba untuk menguntungkan semua Agama memberi kedudukan khusus
tanpa masalah.33 kepada manusia sebagai khalifahfil ardh.
Selanjutnya, sesuai dengan hukum fiqh Pengertian “khalifah” sendiri adalah wakil
oleh Gus Dur, prinsip Pancasil adalah salah Allah atau vicegerent yang bertugas
satu persyaratan untuk keabsahan Republik menjalankan kekuasaan Allah di bumi
Indonesia. Karena itu, tidak ada alasan manusia. Secara umum khalifah juga
untuk menolak, selama itu tidak bisa bermakna pemimpin, pengatur, pemelihara,
mengubah posisi religius kehidupan. Islam pelindung dan seterusnya. Dalam kapasitas
sendiri dapat ditempatkan di berbagai itu, keberadaan manusia adalah menjalankan
posisi kehidupan, pada waktu yang fungsi social kemasyarakatan yang
berbeda. Pada suatu waktu, ia menciptakan dibedakan dari kapasitas fungsi
prekursor, di lain waktu, ia mendirikan pengembangan diri yang hakikatnya bersifat
landasan iman (aqidah), karena masalahnya individual.3636 Mengenai fungsi ini, Gus Dur
adalah "hanya pencapaian yang sah" dalam mendasarkan diri pada firman Allah: “Laqad
pandangan fiqh.34 kaana lakum fi rasulillahi uswatun
Dalam kasus ini, Abdurrahman hasanah” (telah ada bagi kalian keteladanan
mengarahkan gagasan Asghar Ali Engineer sempurna dalam diri Rasulullah).
bahwa negara hukum Islam yang Keteladanan yang dimaksud terutama
sebenarnya adalah gagasan tentang negara peranan Nabi Muhammad SAW dalam
modern dan sekuler. Ada tujuan bersama mengusahakan kesejahteraan bagi seluruh
antara negara sekuler dan negara Islam, umat manusia (rahmatan lil alamin). Fungsi
melindungi hak warga negara. Jika cara ini mencakup keharusan manusia untuk
berpikir ini dilakukan, hanya langkah- memperjuangkan kesejahteraan secara
langkah untuk kedua negara Islam dan menyeluruh dan tuntas, sekaligus melawan
pola hidup sosial yang eksploitatif, tidak
33
Abdurrahman Wahid, “Musuh dalam Selimut”, manusiawi dan tidak berasaskan keadilan.37
Pengantar Editor, dalam Abdurrahman Wahid (ed.),
Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia, (Jakarta: Desantra 35
Abdurrahman Wahid, “Bercermin Dari Para
Utama Media, 2009), 18. Pemimpin”, dalam Abdul Mu’nim D.Z. (ed.), Islam
34
Abdurrahman Wahid, “Nahdatul Ulama dan di Tengah Arus Transisi, (Jakarta: Kompas, 2000),
Islam di Indonesia dewasa Ini”, dalam Taufif 287.
36
Abdullah dan Sharon Siddique, Tradisi dan Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30.
37
Kebangkitan Islam di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama
1988), 201. dan Kebudayaan, (Depok; Desantara, 2001), 153.
124
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Maka manusia berhak menyandang Menurut Gus Dur dalam perspektif


kedudukan mulia sebagai aktor sejarah. Islam. Islam lahir sebagai agama yang sah.
Manusia, dalam pandangan Gus Dur, Hukum adalah aturan, dan mereka yang
adalah pelaku yang bermartabat dan melakukannya disebut hakim. Aturan
berderajat penuh yang diharapkan ikut tertinggi, yang memiliki kemampuan untuk
ambil bagian dalam kebangunan peradaban memaksa adalah hukum. Jelas bahwa
manusia.3838 Dan justru pada tahap sebagai dalam Islam, aturan permainan dibuat oleh
aktor sejarah inilah, menurut Gus Dur, saat agama supremasi tertinggi. Tidak ada yang
yang paling menentukan bagi status bisa membicarakannya.4141 Jadi dapat
kemuliaan manusia di hadapan Allah SWT disimpulkan bahwa agama berfungsi untuk
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran: menahan kehidupan manusia sekaligus
“laqad karramna bani adam”(sungguh sebagai aturan bagi dirinya untuk
telah Kumuliakan anak Adam). keselamatan hidupnya.
Kapasitas yang dimiliki manusia
adalah karunia akal dan pikiran. Gus Dur 3. Tujuan agama
menyebut daya ini sebagai kemampuan
fitri, akli dan persepsi kejiwaan manusia Gus Dur membangun pemikiran agama
untuk hanya mementingkan masalah- dengan aksioma yang mengajarkan agama
masalah dasar kemanusiaan belaka.3939 (Islam) ke dunia tujuan untuk meninggikan
Pengertian ini kiranya terkait erat dengan manusia, menyadari manfaat dan kemakmuran
fungsi intelek manusia berupa kapasitas di antara mereka, dan memberikan kesenangan
konsepsional untuk mengenali, dalam hidup. Agama tidak hadir untuk
mengidentifikasi, membeda-bedakan, memberikan kesulitan, intimidasi, teror, dan
menggolongkan, dan memahami gejala- berbagai kerugian di muka bumi. Tetapi agama
gejala alam/sosial, serta menangkap menyesatkan untuk menjadi ambisi yang mulia,
masalah-masalah kehidupan secara agama juga menyediakan lima pedoman dasar,
esensial. Termasuk di dalam fungsi itu yaitu:
adalah kapasitas manusia untuk 1. Jaminan atas keselamatan atau kebebasan
menimbang-nimbang yang terbaik bagi bergama dan berkeyakinan (hifz ad-din).
dirinya maupun masyarakat secara umum 2. Jaminan atas jiwa dan keselamatan fisik
dari aneka pilihan yang tersedia dalam (hifzan-nafs).
realitas kehidupan. 3. Jaminan atas keselamatan keluarga dan
Perlu dinyatakan langsung di sini keturunan (hifz an-nasl).
bahwa Gus Dur memiliki pandangan yang 4. Jaminan atas profesi dan hak miliki
istimewa mengenai fungsi intelek ini. pribadi (hifz al-mal), Dan
Dikatakan bahwa kerja intelek perlu 5. Jaminan atas keselamatan akal atau
diarahkan untuk “menumbuhkan kebebasan berpikir dan berekspresi
pandangan dunia yang mementingkan (hifz al-‘aql).42
keseimbangan antara hak-hak perorangan
dan kebutuhan masyarakat manusia dalam D. Kebenaran Agama
penyelenggaraan hidup kolektif yang
berwatak universal”.4040 1. Pengertian kebenaran agama

38
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 13.
39 41
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 293.
40 42
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, xxi-xxii
125
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Abdurrahman berpendapat bahwa dia teologis, melainkan sudah menjadi masalah


tidak setuju dengan seorang Muslim yang pemikiran”.44
menyatakan agama orang lain sebagai Menurut Gus Dur, realitas manusia
kebenaran dari agamanya. Dia lebih suka perlu melihat pentingnya arti uraian yang
mengatakan, "Semua agama mengajarkan diberikan kepada "kebenaran agama".
kebaikan dan kebenaran sesuai dengan Keyakinan yang didominasi manusia akan
keyakinan mereka".43 Dari dua pendapat ini, menjadi kuat ketika doktrin muncul secara
ia menunjukkan bahwa ada perbedaan empiris. Islam mengajarkan moral dan
substansial dalam agama. Dia tidak ingin kehidupan lainnya. Jika nilai-nilai Islam
terlalu terlibat dalam urusan kebenaran yang tidak terlihat dalam kehidupan masyarakat,
diyakini oleh orang lain. Karena, itu artinya mereka tidak menganggap Islam
menurutnya, semua orang akan bertanggung sebagai makhluk hidup. Tetapi hanya
jawab atas kepercayaan mereka sendiri di melihat sisi Islam yang universal dan baik.
hadapan Tuhan. Di sini Gus Dur memberi Hasilnya akan menjadi idealis universal
contoh kepada para pemimpin Muslim dan ajaran agama. Daripada melihat agama
non-Muslim, bagaimana berperilaku dengan adalah proses yang dibuat berbeda oleh
pengikut agama lain dalam kehidupan orang yang berbeda dan menciptakan
berbangsa dan bernegara tanpa kehilangan pemahaman yang berbeda. Jawaban
identitasnya. terpenting oleh Gus Dur adalah bagaimana
Ia tidak hanya menghormati dan pemahaman agama dibangun di atas
menghormati keyakinan atau kepercayaan landasan realitas empiris dalam pengalaman
orang lain dari agama yang berbeda, tetapi hidup.45
juga disertai keinginan untuk menerima
ajaran yang baik dari agama lain, dalam 2. Konsep kebenaran agama
sebuah artikel yang memiliki pidato Konsep dasar agama diarahkan untuk
Intelektual di Pusat Eksklusivisme, Wahid menciptakan tatanan sosial. Jadi jika
sekali: kebenaran universal selalu berkaitan dengan
“Saya membaca, menguasai, konteks, cobalah untuk menentukan konteks
menerapkan al-Qur’an, al-Hadis, dan kitab- melalui ilmu pengetahuan modern, filsafat
kitab Kuning tidak dikhususkan bagi orang dan ilmu sosial, untuk diteliti lebih lanjut
Islam. Saya bersedia memakai yang mana oleh kosmologi Islam. Dengan kata lain,
pun asal benar dan cocok dan sesuai hati penguasaan filsafat modern dan ilmu sosial
nurani. Saya tidak mempedulikan apakah harus dikonsultasikan dengan pengetahuan
kutipan dari Injil, Bhagawad Gita, kalau agama. Ini tidak berarti bahwa ilmu agama
benar kita terima. Dalam masalah bangsa, lebih penting daripada dunia sains karena
ayat al-Qur’an kita pakai secara fungsional, mereka melengkapi satu. Meskipun Wahid
bukannya untuk diyakini secara teologis. adalah pengagum Karl Marx, sebagaimana
Keyakinan teologis dipakai dalam disebutkan dalam salah satu sub-bagian
persoalan mendasar. Tetapi aplikasi adalah artikelnya “Gerakan Keagamaan dalam
soal penafsiran. Berbicara masalah Perspektif Struktural”,46 tetapi dia tidak
penafsiran berarti bukan lagi masalah setegas Karl Marx yang percaya pada

44
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur,
(Yogyakarta: LkiS, 2010), 204
43 45
www.gusdurfiles.com (diakses pada, 16/06/17) pkl. Abdurrahman Wahid, Islamku, 19.
46
23.00wib Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 249.
126
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

sejarah manusia dipimpin oleh masalah ini. hormat, menghormati keyakinan mereka,
Bahkan Wahid mengakui bahwa dunia dan menghindari keinginan. permusuhan
mengikuti hukum alam, tetapi ia percaya dan tirani kelompok minoritas adalah hasil
bahwa ada intervensi aktif setiap saat.47 dari wawasan sempit antusiasme religius.50
Karena kepercayaan pada Tuhan, Dengan monoteisme, Islam meningkatkan
materi bukanlah tujuan utama. Materi harus pemahaman dan konflik kepercayaan. Jika
diarahkan pada kepentingan Tuhan, yang beberapa keyakinan dapat ditoleransi,
baik dan untuk manusia. Meskipun dunia toleransi lebih lanjut dipilih untuk
penting bagi eksistensi manusia di dunia, mengelola pandangan politik dan ideologis.
tetapi sebagai seorang Muslim, ia percaya Dari aspek ini, jelas bahwa Islam memiliki
bahwa konsep-konsep religius menarik pandangan universal, yang berlaku untuk
perkembangan dunia. Bagi Wahid, semua manusia.
rasionalitasnya tidak mencari argumen logis Dalam manifestasi semua
dari sains modern, tetapi berdasarkan pada universalisme Islam, gerakan misionaris Gus
integritas ilmu agamanya sendiri.48 Dur disaksikan dalam berbagai sikap dan
Dan karena mereka perlu terus tindakan, termasuk praktek membela
melakukan dialog antara roh (dalam hal ini kelompok minoritas seperti membela
benar) dan ilmu material harus diwujudkan Ahmadiyah, Syiah, Kristen dan lain-lain.
dalam kehidupan. Bagi manusia, kehidupan Ketika minoritas dianggap tidak adil, Gus
adalah kemampuan untuk menghubungkan Dur mengundang. Kelompok minoritas Gus
Ketuhanan dengan tindakan (di dunia Dur tidak mencari kepercayaan atau
material), tetapi dalam pelaksanaannya ideologi, tetapi Gus Dur menginginkan
harus disertai dengan kesabaran, sehingga kebebasan warga negara untuk memiliki
tidak ada kekerasan yang dapat agama dan keyakinan. Sesungguhnya
menghancurkan martabat manusia. Dalam toleransi dan toleransi universal juga
istilah itu, hidup harus selalu mencari membuktikan pengakuan Konfusianisme
keseimbangan antara "normatif (ajaran oleh Gus Dur sebagai agama dan
agama)" dan "kebebasan berpikir" (dalam kepercayaan yang sah di Indonesia.
urusan dunia).49 Menurutnya, perbedaan itu tidak
sedikitpun mengurangi penghormatan
3. Implementasi keyakinan akan mereka terhadap yang lain serta tidak
kebenaran agama mengurangi sedikit pun keyakinan
Bagi Gus Dur mengenai penerapan agamanya. Gus Dur berpendapat bahwa
keyakinan dalam kebenaran agama dalam ”para pemimpin NU telah mewariskan nilai-
konteks kehidupan nasional, bahwa nilai toleran dan tahu harus bertindak apa
keyakinan agama lain tumbuh, anggota dalam kondisi-kondisi tertentu tanpa
komunitas harus mengadopsi hubungan mengabaikan keyakinannya”51
kohesif antara warga negara dengan rasa Konsekuensi dari kedua interpretasi
tersebut memiliki implikasi yang luas.
47
Wahid berbeda dengan para founding fathers
Mereka yang terbiasa dengan formalisasi
Amerika yang menganut Deisme, yang memang
meyakini adanya Tuhan, namun bukan Tuhan yang akan terikat pada upaya untuk secara
aktif, yang bisa intervensi dalam urusan manusia mendasar mewujudkan "sistem
48
Abdurrahman Wahid, Kyai Nyentrik Membela
50
Pemerintah, (Yogyakarta: LKiS, 1999), 33. Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 4-5.
49
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus
51
Dur, 21 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 82
127
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Islam" dengan mengabaikan pluralitas tidak terlihat dalam kehidupan, mereka


masyarakat. Akibatnya, pemahaman ini akan belum menemukan kebenaran agama
membuat warga non-Muslim menjadi warga sebagai makhluk hidup. Yang paling
negara kelas dua. Bagi Gus Dur, untuk penting, menurutnya, pemahaman
menjadi Muslim yang baik, seorang Muslim komunitas tentang kebenaran agama
harus menerima prinsip-prinsip keyakinan, dibangun dalam realitas pengalaman
menjalankan ajaran Islam secara kehidupan yang empiris.
keseluruhan, membantu mereka yang
membutuhkan bantuan, menjunjung tinggi
profesionalisme, dan bersabar ketika DAFTAR PUSTAKA
menghadapi ujian dan ujian. Akibatnya, Abdullah M. Amin, 2006. Teolopi Dan
menciptakan sistem Islam atau formalisasi Filsafat Dalam Perspektif Globalisasi
bukanlah persyaratan bagi seseorang untuk Ilmu Dan Budaya, Dalam Mukti Ali dkk.,
Agama Dalam Pergumulan Masyarakat
diberi gelar Muslim yang taat.52 Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana,
IV. Kesimpulan Al-Munawar Said Agil Husin, 2003.
Pembahasan tentang agama dalam Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam
pandangan Abdurrahman Wahid yaitu Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
sebuah pemikiran yang mengarah kepada Press,
Badiatul Roziqin, dkk. 2009. 101 Jejak Tokoh
konsep kontrak sosial dalam kehidupan Islam Indonesia, Yogyakarta: e-Nusantara,
masyarakat agar mampu membangun Greg Barton, Biografi Gus Dur, 2003.
kehidupan yang lebih baik. Pemikiran Gus Yogyakarta: LKis,
Dur adalah jalan untuk mencapai Nata Abudin, 2005. Tokoh-Tokoh Pembaruan
Pnedidikan Islam di Idonesia Jakarta: Raja
kemaslahatan manusia.
Grafindo Persada,
Makna agama adalah moral, karena Shihab Quraish, 1996. Wawasan al-Qur’an,
agama adalah kekuatan inspirasi yang Bandung: Mizan,
merupakan kekuatan moral yang akan Shihab M. Quraish, 2009. Membumikan al-
membuat etika masyarakat. Karena agama Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu
adalah panduan dan solusi untuk setiap dalamKehidupan Masyarakat Bandung:
Mizan,
masalah yang ada di antara manusia. Siroj Said Aqil, 2006. Tasawuf Sebagai Kritik
Tujuan agama adalah untuk Sosial, Mengedepankan Islam sebagai
memuliakan manusia, karena agama Inspirasi, Bukan Aspirasi, Bandung:
mewujudkan manfaat lain dan Mizan,
kemakmuran dan memberikan kemudahan Soelastomo, 1999. "Dwi Tunggal Gus Dur-
Mega," dalam Kompas, 29 Nopember
dalam hidup mereka, bukan memberi Wahid Abdurrahman, 2007. Islam
kesulitan, apalagi intimidasi, teror, dan kosmopolitan, Nilai-Nilai Indonesia dan
sebagainya. Karena agama memberikan Transfomasi Kebudayaan Jakarta: The
lima jaminan dasar: Hifz ad-din, hifzan Wahid Institute,
nafs, hifz an-nasl, hifz al-mal dan hifz al- Wahid Abdurrahman, 1983. Muslim di Tengah
Pergumulan, Jakarta: LEPPENAS,
‘aql. Wahid Abdurrahman, 2001. Pergulatan
Kebenaran agama diarahkan untuk Negara, Agama, dan Kebudayaan Depok:
menciptakan tatanan sosial, karena Desantara,
menurut agamanya mengajarkan moral dan Wahid Abdurrahman, 2000. Gus Dur
kehidupan lainnya. Jika nilai-nilai agama Menjawab Perubahan Zaman, Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara,
52
Abdurrahman Wahid, Islamku, xv. Wahid Abdurrahman, 1994. Dialog Intra
Religius, Yogyakarta: Kanisius,

128
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Wahid Abdurrahman, 1994. Bunga Rampai Wahid Abdurrahman, 2001. Pergulatan


Pesantren,(Jakarta: Darma Bhakti, Negara, Agama dan Kebudayaan, Depok:
Wahid Abdurrahman, 2009. “Musuh dalam Desantara,
Selimut”, Ilusi Negara Islam: Ekspansi Wahid Abdurrahman, 2010. Prisma Pemikiran
Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Gus Dur, Yogyakarta: LkiS,
Jakarta: Desantra Utama Media Wahid Abdurrahman, 1999. Kyai Nyentrik
Wahid Abdurrahman, 1988. “Nahdatul Ulama Membela Pemerintah, Yogyakarta: LKiS,
dan Islam di Indonesia dewasa Ini”, Wahid Abdurrahman, 1989. “Islam dan
Tradisi dan Kebangkitan Islam di Masyarakat Bangsa,” Jurnal Pesantren,
Indonesia, Jakarta: LP3ES No. 3, Volume VI,
Wahid Abdurrahman, 2000. Bercermin Dari www.gusdurfiles.com
Para Pemimpin, Islam di Tengah Arus
Transisi, Jakarta: Kompas,
Wahid Abdurrahman, 2001. Menggerakkan
Tradisi, Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta:
LKIS,

129

Anda mungkin juga menyukai